A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
Rachmat Tegar Pribadi dan Danny Adityo Abstract

Abstrak. Kata kunci: Peninjauan Kembali, Kehkilafan /Kekeliranan Nyata, Penipuan. Abstract. Keywords:

P U T U S A N Nomor 707 K/Pid/2003

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan hukum dan penegakkan hukum yang sah. pembuatan aturan atau ketentuan dalam bentuk perundang-undangan.

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum. Ketiga

TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM

KETUA MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYESUAIAN BATASAN TINDAK PIDANA RINGAN DAN JUMLAH DENDA DALAM KUHP

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

II. TINJAUAN PUSTAKA. pidana. Dalam hal penulisan penelitian tentang penerapan pidana rehabilitasi

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

TINJAUAN PUSTAKA. tersebut, khususnya mengenai kepentingan anak tentunya hal ini perlu diatur oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

HAK JAKSA MENGAJUKAN PK DAN BATASANNYA. OLEH: Paustinus Siburian, SH., MH. ABSTRAK

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB III FILOSOFI ASAS NE BIS IN IDEM DAN PENERAPANNYA DI PERADILAN PIDANA DI INDONESIA

P U T U S A N Regno. : 50 PK/Pid/2004

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Penerapan Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Kisaran Nomor 456/Pid.B/2013/PN.Kis)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tindak pidana dan pemidanaan merupakan bagian hukum yang selalu

BAB I PENDAHULUAN. lazim disebut norma. Norma adalah istilah yang sering digunakan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Pengertian, Kedudukan, serta Tugas dan Wewenang Kejaksaan


Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

I. PENDAHULUAN. dengan aturan hukum yang berlaku, dengan demikian sudah seharusnya penegakan keadilan

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

II. TINJAUAN PUSTAKA. wajib untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pertanggungjawaban

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah

P U T U S A N No. 1515K/Pid/2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

I. PENDAHULUAN. terpuruknya sistem kesejahteraan material yang mengabaikan nilai-nilai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

I. PENDAHULUAN. hukum serta Undang-Undang Pidana. Sebagai suatu kenyataan sosial, masalah

Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia

Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. dinyatakan bersalah dan dijatuhi pidana. hubungan seksual dengan korban. Untuk menentukan hal yang demikian

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 99 TAHUN 2012 TENTANG

DASAR PERTIMBANGAN HAKIM MEMBERI SANKSI PIDANA DALAM KASUS PENCURIAN

viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang boleh

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

V. PENUTUP. polri studi putusan No: 283/pid.B./2011/PN.MGL. Pertanggungjawaban atas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

Lex Crimen Vol. II/No. 3/Juli/2013

P U T U S A N. Nomor : 394/PID.SUS/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENINJAUAN KEMBALI (PK) YANG DIAJUKAN OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM DALAM KASUS POLLYCARPUS BUDIHARIYANTO

Sanksi bagi Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai masalah hukum, apa ada?

Makalah Rakernas

STANDAR PELAYANAN PERKARA PIDANA

BAB I PENDAHULUAN. (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Indonesia

PERSPEKTIF DAN PERAN MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PIDANA ALTERNATIF

P U T U S AN No. 700 K/Pid/2003 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

PENDAHULUAN. penyalahgunaan, tetapi juga berdampak sosial, ekonomi dan keamanan nasional,

jahat tersebut tentunya berusaha untuk menghindar dari hukuman pidana, yaitu dengan cara

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. HASIL PENELITIAN 1. Identitas Terdakwa : WENNY ARIANI KUSUMAWARDANI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap bangsa mempunyai kebutuhan yang berbeda dalam hal

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat tidak pernah lepas dengan. berbagai macam permasalahan. Kehidupan bermasyarakat akhirnya

A. Latar Belakang Masalah Dasar pijakan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum tertuang pada Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana diatur dalam. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945

P U T U S AN No. 949 K/Pid/2002 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA M A H K A M A H A G U N G

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

POLITIK HUKUM PEMERINTAH DALAM PENYUSUNAN RUU KUHP. Prof. Dr. Enny Nurbaningsih, S.H.,M.Hum. Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtstaat) seperti

BAB IV TINJAUAN HUKUM ACARA PIDANA ISLAM TERHADAP EKSEKUSI PUTUSAN PN SIDOARJO NO. 1169/Pid.B/2008/PN.SDA

PUTUSAN Nomor 36/PUU-XI/2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA. : I Made Sudana, S.H.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tujuan dari hukum acara pidana adalah untuk mencari dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada

BAB III PENELITIAN PELAKSANAAN PUTUSAN PENGADILAN (EKSEKUSI) YANG TELAH BERKEKUATAN HUKUM TETAP TERHADAP TINDAK PIDANA UMUM BERUPA PEMIDANAAN PENJARA

ANALISIS TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI OLEH JUDEX JURIST

BAB I PENDAHULUAN. adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). yaitu Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kejahatan yang bersifat trans-nasional yang sudah melewati batas-batas negara,

Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA

BAB I PENDAHULUAN. acara pidana adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya

II. TINJAUAN PUSTAKA. yang dilarang atau diharuskan dan diancam dengan pidana oleh undang-undang,

P U T U S A N. Nomor : 568/PID/2015/PT-MDN. DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (traficking) terutama terhadap perempuan merupakan pengingkaran terhadap

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Bukti yang dibutuhkan dalam hal kepentingan pemeriksaan suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. hukum tetap ini merupakan upaya hukum luar biasa, dalam memperoleh kekuatan

P U T U S A N NOMOR: 801/PID/2015/PT.MDN DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. Umur / tanggal lahir : 31 Tahun / 29 September 1982;

BAB I PENDAHULUAN. dalam tahap pemeriksaan penyidikan dan atau penuntutan. 1

dikualifikasikan sebagai tindak pidana formil.

STANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara hukum ( rechtstaats), maka setiap orang yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercantum dalam Pasal 1 ayat (3)

PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH

V. PENUTUP. 1. Alasan yang menjadi dasar adanya kebijakan formulasi Hakim Komisaris. dalam RUU KUHAP Tahun 2009 atau hal utama digantinya lembaga pra

Transkripsi:

A. Latar Belakang Masalah Negara hukum Indonesia sudah berdiri sejak lebih dari tujuh puluh tahun lamanya. Kualifikasinya sebagai Negara hukum pada tahun 1945 terbaca dalam Penjelasan Undang-Undang Dasar. Dalam penjelasan mengenai Sistem Pemerintahan Negara dikatakan Indonesia ialah Negara yang Berdasar atas Hukum (Rechtsstaat). Selanjutnya di bawahnya dijelaskan, Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar kekuasaan belaka (Machtsstaat). Sekian puluh tahun kemudian ia lebih dipertegas melalui amandemen keempat dan dimasukkan ke dalam batang tubuh konstitusi,yaitu Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan. Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Amandemen keempat ditulis Negara Indonesia adalah Negara hukum. Penegakan hukum adalah proses upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Proses penegakan hukum pidana dilakukan oleh Negara melalui aparat penegak hukumnya yang saling berkoordinasi dan bekerjasama dalam menangani suatu perkara, yaitu instansi atau badan yang dikenal sebagai pihak kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan. Kepolisian bertugas melakukan penyidikan yang dituangkan dalamberita Acara Pemeriksaan (BAP). Kejaksaan bertugas melakukan penuntutan dengan suatu surat dakwaan, dan selanjutnya berdasarkan surat dakwaandari Penuntut UmumPengadilan akan mengadili perkara kemudian menjatuhkan putusan.sedangkan Lembaga Pemasyarakatan bertugas melakukan pembinaan terhadap narapidana agar dapat kembali menjadi orang baik dalam masyarakat. Seiring perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, diikuti pula perkembangan jenis kejahatan salah satunya adalah kasus penipuan dan/atau penggelapan semakin marak terjadi. Mulai dari penipuan atau penggelapan yang jumlah kerugiannya sedikit hingga berjumlah milyaran rupiah.

Tindak pidana penggelapan dan/atau penipuan sering terjadi di berbagai kalangan masyarakat. Seorang korban yang mengalami kasus penipuan atau penggelapan dapat menempuh jalur hukum dengan melaporkan kepada Kepolisian, selanjutnya jika cukup bukti Penuntut Umum mengajukan kasusnya ke pengadilan untuk mendapatkan keadilan. Secara umum, kepada terdakwa pelaku tindak pidanayang diajukan ke pengadilan setelah melalui tahap pembuktian oleh Penuntut Umum, selanjutnya oleh hakim akan dinilai dan dijatuhkan putusan. Menurut KUHAP ada 3 (tiga) macam putusan pengadilan, yaitu: Putusan yang berisi pembebasan terdakwa (vrijspraak), putusan pelepasan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onstlag van rechtvervolging), putusan penghukuman terdakwa. Putusan pemidanaan dijatuhkan apabila terdakwa terbukti secara sah bahwa dia benar-benar melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan Penuntut Umum, sedangkan putusan bebas dijatuhkan apabila terdakwa sama sekali tidak terbukti melakukan suatu tindak pidana yang didakwakan. Kemudian putusan lepas dari segala tuntutan hukum ini perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti namun perbuatan yang dilakukannya tersebut bukan merupakan tindak pidana. Apabila penuntut umum atau terdakwa merasa bahwa hakim tidak adil dalam menjatuhkan putusan, terdakwa ataupun penuntut umum diperbolehkan mengajukan upaya hukum untuk mendapatkan keadilan yang seadil-adilnya. Upaya hukum merupakan sarana untuk melaksanakan hukum, yaitu hak terpidana atau jaksa penuntut umum untuk tidak menerima penetapan atau putusan pengadilan karena tidak merasa puas dengan penetapan atau putusan tersebut ( A. Hamzah dan Irdan Dahlan, 1987:93). Menurut KUHAP upaya hukum dapat dibedakan dibagi menjadi 2(dua) yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Upaya hukum biasa terdiri dari banding dan kasasi. Banding yaitu terhadap diri terdakwa atau penuntut umum, KUHAP memberikan hak kepada mereka untuk mengajukan upaya banding terhadap putusan pengadilan tingkat

pertama kecuali terhadap putusan bebas murni/vrijpraak (bebas dari segala dakwaan), bebas tidak murni/onslag van alle rechtvervollgingatau lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat (putusan tindak pidana ringan dan perkara pelanggaran lalu-lintas). Dan upaya hukum kasasi adalah terhadap putusan pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa ataupun penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas murni/vrijpraak (Pasal 244 KUHAP). Sedangkan untuk upaya hukum luar biasa terdiri dari Kasasi demi kepentingan hukum dan Peninjauan Kembali. Pemeriksan Tingkat Kasasi Demi Kepentingan Hukum yaitu demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain Mahkamah Agung dapat diajukan 1 (satu) kali permohonan oleh Jaksa Agung dan putusan kasasi demi kepentingan hukum, tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.peninjauan Kembali yaitu terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung. Seperti dalam putusan Pengadilan Negeri Denpasar Nomor 68/PID.B/2011/-PN.DPS tersebut, yang dalam putusannya menjatuhkan sanksi pidana yang belum mencerminkan keadilan bagi terdakwa kemudian diajukan upaya hukum banding, kasasi, pengajuan peninjauan kembali dalam kasus tindak pidana penggelapan oleh terpidana RACHMAT AGUNG LEONARDI als. YONGKI. Dalam kasus tersebut terdakwa RACHMAT AGUNG LEONARDI als. YONGKI telah didakwakan melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan sebagai dakwaan alternatif pertama atau Pasal 372 KUHP tentang penggelapan sebagai dakwaan alternatif kedua.

Pemeriksaan perkara tersebut hakim Pengadilan Negeri Denpasar menjatuhkan putusan terhadap terdakwa dengan amar putusan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana : Penggelapan sebagaimana pada dakwaan Alternatif Kedua, dengan kata lain bahwa terdakwa terbukti melakukan perbuatan penggelapan. Putusan hakim Pengadilan Tinggi menguatkan Putusan Pengadilan Negeri. Untuk selanjutnya pada tahap Kasasi, terdakwa dinyatakan bebas dalam dakwaan pertama yaitu penipuan. Akan tetapi, terbukti secara sah dalam dakwaan kedua yang merupakan penggelapan, dalam putusan Kasasi Mahkamah Agung memutuskan memperbaiki amar putusan Pengadilan Tinggi yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri, yang berkaitan dengan sanksi pidana semula dijatuhi pidana penjara 1(satu) tahun, diganti pidana penjara 1 (satu) tahun tidak harus dijalani dalam masa percobaan selama 2 (dua) tahun. Kemudian pada tanggal 29 November 2011 ditemukan bukti baru dan kekhilafan hakim yang digunakan untuk pengajuan Peninjauan Kembali Terpidana terhadap putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 1656 K/PID/2011. Lalu dalam putusan terakhir dari Mahkamah Agung Nomor 108 PK/PID/2012 yaitu Menyatakan Terpidana RACHMAT AGUNG LEONARDI als. YONGKI terbukti melakukan perbuatan sebagaimana yang didakwakan oleh Jaksa/Penuntut Umum, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana. Sehingga Melepaskan Terpidana oleh karena itu dari segala tuntutan hukum (onstlaag vanalle rechts vervolging). Hal ini menjadi ketertarikan bagi penulis untuk mengkaji terhadap putusan tersebut agar lebih mengetahui secara jelas kesesuaian pengajuan Peninjauan Kembali yang diajukan oleh Terpidana dengan ketentuan KUHAP dan alasan pertimbangan hakim Mahkamah Agung dalam memutus permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Terpidana berupa putusan lepas dari segala tuntutan hukum.

Berdasarkan hal-hal yang telah penulis paparkan diatas, maka penulis tertarik membuat sebuah penulisan hukum dalam rangka mengajukan skripsi dengan judul PENGAJUAN PENINJAUAN KEMBALI TERPIDANA PERKARA PENGGELAPAN BERDASARKAN NOVUM TERDAPAT PELANGGARAN ASAS NEBIS IN IDEM BERIMPLIKASI PUTUSAN LEPAS DARI SEGALA TUNTUTAN HUKUM (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 108 PK/PID/2012).