I. PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5)

dokumen-dokumen yang mirip
I. PENDAHULUAN. penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi, karena memiliki protein yang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN. Kondisi ini akan lebih diperparah lagi akibat penjualan. pengawetan untuk menekan pertumbuhan bakteri.

I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2)

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kadar Air Ekstraksi dan Rendemen Hasil Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 1.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Total Bakteri Daging Sapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. berupa pengawet yang berbahaya (Ismail & Harahap, 2014). Melihat dari

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang banyak tersebar diwilayah Asia. Jahe merah (Zingiber officinale var

BAB I PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hasil kekayaan alam yang banyak digemari oleh masyarakat Indonesia untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN. virus, bakteri, dan lain-lain yang bersifat normal maupun patogen. Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan sumber protein, lemak, vitamin dan mineral yang

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit infeksi merupakan ancaman yang besar untuk umat manusia.

I. PENDAHULUAN. Bentuk jeruk purut bulat dengan tonjolan-tonjolan, permukaan kulitnya kasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENURUNAN TOTAL KOLONI BAKTERI DAGING AYAM PEDAGING

BAB I PENDAHULUAN. sebagai salah satu sumber protein hewani. Ikan juga merupakan bahan makanan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. lumut. Tumbuhan lumut merupakan sekelompok tumbuhan non vascular yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi terhadap manusia. Infeksi

HASIL. (%) Kulit Petai 6.36 n-heksana 0,33 ± 0,06 Etil Asetat 0,32 ± 0,03 Etanol 70% 12,13 ± 0,06

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dan perkembangan pengetahuan masyarakat tentang gizi. Tingkat konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. biasa (suhu kamar) daya tahannya rata-rata 1 2 hari saja. Setelah lebih dari

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

AKTIVITAS ANTIMIKROBIA DAUN MANGGA (Mangifera indica L.) TERHADAP Escherichia coli DAN Staphylococcus aureus. SKRIPSI

bahan-bahan alami (Nascimento dkk., 2000).

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah kesehatan. Hal ini cukup menguntungkan karena bahan

I. PENDAHULUAN. maupun tujuan lain atau yang dikenal dengan istilah back to nature. Bahan

BAB I PENDAHULUAN. Pangasidae yang memiliki ciri-ciri umum tidak bersisik, tidak memiliki banyak

BAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengganti obat masih sebagian

AKTIVITAS ANTIBAKTERI DAN ANTIOKSIDAN EKSTRAK KULIT BUAH LANGSAT (Lansium domesticum var. langsat)

BAB I PENDAHULUAN. gizi yang tinggi seperti protein, lemak vitamin B (vitamin B 6 /pridoksin, vitamin

BAB I PENDAHULUAN. Ikan merupakan bahan pangan yang sangat cepat mengalami proses. pembusukan (perishable food). Pembusukan ikan terjadi setelah ikan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. terutama disebabkan oleh kurangnya kebersihan. Penanganan penyakit yang

AKTIVITAS ANTIMIKROBIA EKSTRAK RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galangal) TERHADAP PERTUMBUHAN MIKROBIA PERUSAK IKAN DENGAN PENGEMULSI TWEEN 80

BAB I PENDAHULUAN. Kandungan gizi pada ikan adalah protein, lemak, vitamin-vitamin, mineral,

I. PENDAHULUAN. (Setiyawati, 2003; Kuntorini, 2005; dan Kasrina, 2014). esensial dengan senyawa utama berupa sabinene, terpinen-4-ol, γ-terpinene,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia setelah Brazil (Hitipeuw, 2011), Indonesia dikenal memiliki tanaman-tanaman

BAB I PENDAHULUAN. lainnya, karena jenis tersebut yang paling banyak di tangkap dan di

I. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. makanan (foodborne disease) (Susanna, 2003). Foodborne disease tidak

BAB I PENDAHULUAN. sebanyak 22%, industri horeka (hotel, restoran dan katering) 27%, dan UKM

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Analisis Fitokimia (Harborne 1987) Uji alkaloid. Penentuan Bakteriostatik Uji flavonoid dan senyawa fenolik. Penentuan Bakterisidal

BAB VI PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN. Untuk mengetahui efek pemberian ekstrak mengkudu terhadap daya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penggunaan bahan tambahan berbahaya untuk makanan. Salah satu bahan

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan air panas. Susu kedelai berwarna putih seperti susu sapi dan

BAB I PENDAHULUAN. Nilai konsumsi tahu tersebut lebih besar bila dibandingkan dengan konsumsi

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Identifikasi Masalah Apakah daun beluntas menghilangkan bau badan.

PENDAHULUAN. semakin meningkat. Untuk memenuhi kebutuhan dilakukan pengembangan

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya di era modern ini banyak hasil pengolahan ikan yang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

POTENSI BUNGA KECOMBRANG SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA TAHU DAN IKAN 1. Rifda Naufalin dan Herastuti Sri Rukmini, Erminawati 2 ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Non-nutritive feed additive merupakan suatu zat yang dicampurkan ke. dalam ransum ternak dengan bermacam-macam tujuan misalnya, memacu

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. satu produk olahan pangan asal hewan yangpaling banyak diminati

BAB 1 PENDAHULAN. kandungan protein per 100 gram-nya sebanyak 73,83 kadar air, protein 19,53,

I. PENDAHULUAN. juga mengandung beberapa jenis vitamin dan mineral. Soeparno (2009)

I. PENDAHULUAN. antara lain: disebabkan oleh penyakit infeksi (28,1 %), penyakit vaskuler

BAB I PENDAHULUAN. adalah bakteri. Penyakit karena bakteri sering terjadi di lingkungan sekitar, salah

I. PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB 1 PENDAHULUAN. positif yang hampir semua strainnya bersifat patogen dan merupakan bagian dari

BAB 1 PENDAHULUAN. 2008). Tanaman ini sudah banyak dibudidayakan di berbagai negara dan di

BAB I PENDAHULUAN. juta penduduk setiap tahun, penyebab utamanaya adalah Vibrio cholera 01,

PENDAHULUAN. sumber protein hewani selain daging. Telur tidak hanya dijual dalam keadaan. sekarang banyak olahan telur yang menggunakan telur puyuh.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Teh (Camellia sinensis) merupakan salah satu minuman terpopuler di

I. PENDAHULUAN. diramu sendiri dan memiliki efek samping merugikan yang lebih kecil

I. PENDAHULUAN. kondisi alam Indonesia yang kaya akan sumberdaya hayati yaitu memiliki. diketahui sebagai tanaman berkhasiat obat (Bintang, 2011).

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN UKDW. S.Thypi. Diperkirakan angka kejadian ini adalah kasus per

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

dapat dimanfaatkan sebagai obat berbagai macam penyakit. Beberapa yang dilakukan untuk menemukan senyawa-senyawa bioaktif yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

BAB I PENDAHULUAN. protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi sebesar

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dijumpai pada masyarakat dengan prevalensi mencapai 50% (Wahyukundari,

BABI PENDAHULUAN. Rawon merupakan salah satu makanan khas Jawa Timur yang mudah

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Penelitian, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. 1.1. Latar Belakang Daging merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi. Selain sebagai sumber protein hewani, daging juga merupakan sumber lemak yang sangat diperlukan dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh manusia. Nilai gizi yang terkandung pada daging sangat mendukung kehidupan mikroorganisme terutama bakteri. Aktivitas mikroorganisme dapat menurunkan kualitas daging yang ditunjukkan dengan perubahan warna, rasa, aroma bahkan pembusukan (Kuntoro dkk., 2007). Daging merupakan bahan pangan hewani yang mudah rusak akibat aktivitas mikroorganisme. Daging yang mengalami kerusakan akibat kontaminasi mikroorganisme akan mengalami perubahan pada bau, tekstur, rasa dan warna. Selain itu, kontaminasi mikroorganisme juga akan menyebabkan daya simpan daging menurun, sehingga perlu adanya upaya penanganan guna meningkatkan daya awet daging (Astawan, 2007). Perlakuan yang dapat dilakukan dalam menurunkan aktivitas bakteri guna memperpanjang umur simpan adalah pengawetan. Pengawetan adalah upaya menghambat kerusakan pangan yang disebabkan oleh mikroba pembusuk yang mungkin memproduksi racun atau toksin. Tujuan pengawetan yaitu menghambat 1

2 atau mencegah terjadinya kerusakan, mempertahankan mutu, menghindarkan terjadinya keracunan dan mempermudah penanganan dan penyimpanan (Afrianti, 2010). Berbagai teknik telah digunakan untuk mengawetkan pangan antara lain dengan menggunakan pendinginan atau pemanasan, pengasapan dan penggunaan pengawet pangan baik sintetis maupun alami (Wulandari, 2014) Salah satu bahan tambahan pangan yang digunakan dalam mengurangi kerusakan bahan pangan adalah zat pengawet. Zat pengawet secara umum digolongkan menjadi dua, yaitu pengawet sintetik dan pengawet alami (Cahyadi, 2006). Penggunaan pengawet alami saat ini menjadi hal yang menarik di kalangan masyarakat maupun industri pangan, karena penggunaan zat pengawet sintetik yang berlebihan dan dikonsumsi secara terus-menerus memberikan efek negatif bagi kesehatan tubuh (Afrianti, 2010). Proses pengawetan harus dilakukan secara aman tanpa menurunkan kualitas bahan yang diawetkan, termasuk pada daging yang rentan terkontaminasi oleh mikroorganisme. Pengawetan bertujuan untuk memperpanjang masa simpan daging sebelum dikonsumsi. Metode pengawetan ada tiga yaitu secara fisik, bologi, dan kimia. Pengawetan secara fisik salah satunya dengan cara pelayuan (penirisan darah selama 12 jam 24 jam setelah disembelih), pemanasan dan pendinginan. Pengawetan secara biologi yaitu menggunakan mikroba yang menghasilkan zat antibakteri, sedangkan pengawetan secara kimia dibedakan menjadi pengawetan

3 dari bahan aktif alamiah dan bahan kimia (garam dapur sodium nitrit, sodium asetat, dll) (Wulandari, 2014). Senyawa antibakteri sebagai bahan pengawet merupakan senyawa yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba. Penggunaan antimikroba dalam pangan bertujuan untuk mengontrol proses pembusukan alami (pengawetan makanan) dan mencegah atau mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme, termasuk mikroorganisme patogen (Hudaya, 2010). Salah satu sumber bahan pengawet alami yang aman dikonsumsi adalah dari rempah-rempah. Penggunaan bahan pengawet alami karena mudah didapat, terjangkau oleh masyarakat dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan. Salah satu jenis rempah - rempah yang memiliki potensi sebagai zat antibakteri yang dapat memperpanjang umur simpan secara alami adalah kecombrang (Etlingera elatior) (Kuntoro dkk., 2007). Tumbuhan kecombrang (Etlingera elatior) merupakan tumbuhan yang tersebar cukup luas di Indonesia. Penggunaan Etlingera elatior sebagai bahan obat sangat banyak ragamnya. Tumbuhan ini digunakan sebagai bahan pangan dan juga dapat digunakan untuk pengobatan (Hudaya, 2010). Kecombrang (Etlingera elatior) merupakan tanaman golongan Zingiberaceae yang telah lama dikenal sebagai salah satu sayuran. Kecombrang dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan pangan yang berkhasiat untuk mengawetkan makanan karena zat aktif yang terdapat di dalamnya, seperti saponin, flavanoid, dan polifenol (Naufalin dkk., 2005).

4 Tanaman kecombrang mengandung polifenol yang memiliki aktivitas antimikroba. Kandungan fitokimia bunga, batang, rimpang dan daun kecombrang diantaranya adalah senyawa alkaloid, saponin, tanin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, dan glikosida yang berperan aktif sebagai antibakteri (Naufalin dkk., 2005). Semua bagian tanaman kecombrang dapat dimanfaatkan sebagai zat atau senyawa antibakteri. Salah satunya adalah bunga dan daun kecombrang (Etlingera elatior) yang memiliki zat aktif sebagai antibakteri. Kandungan senyawa aktif dari daun dan bunga kecombrang yaitu alkaloid, saponin, fenolik, flavonoid, triterpenoid, steroid, glikosida (Naufalin dkk., 2009). Senyawa aktif pada kecombrang dapat berperan sebagai antibakteri karena dapat menghambat bahkan mematikan sel bakteri yaitu dengan cara merusak dan menembus dinding serta mengendapkan dinding sel bakteri sehingga permeabilitas sel terganggu yang dapat menyebabkan kehilangan komponen penyusun sel sehingga dinding sel tidak terbentuk atau terbentuk tidak sempurna. Pada kadar yang tinggi senyawa aktif seperti fenol dapat menyebabkan koagulasi protein dan sel membran mengalami lisis, hal tersebut yang menyebabkan aktivitas pertumbuhan bakteri dapat terhambat bahkan mati (Wulandari, 2014). Berdasarkan potensi yang dimiliki kecombrang, penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak kecombrang dan lama perendaman terhadap total koloni bakteri dan sifat organoleptik yang meliputi warna, aroma, tekstur dan rasa daging serta untuk mengetahui potensi ekstrak kecombrang sebagai antibakteri pada daging sapi segar.

5 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasikan masalahanya sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaruh konsentrasi ekstrak kecombrang (Etlingera elatior) terhadap mutu daging sapi segar? 2. Bagaimana pengaruh lama perendaman terhadap mutu daging sapi segar? 3. Bagaimana pengaruh interaksi antara konsentrasi ekstrak kecombrang dan lama perendaman terhadap mutu daging sapi segar? 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mempelajari perbedaan konsentrasi ekstrak kecombrang dan pengaruh lama perendaman terhadap mutu daging sapi segar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi ekstrak kecombrang sebagai antibakteri pada daging sapi segar serta memanfaatkan sumber daya sayuran sebagai alternatif penggunaan zat antibakteri. 1.4. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian adalah: 1. Memberikan informasi kepada masyarakat secara ilmiah mengenai ekstrak kecombrang (Etlingera elatior) sebagai antibakteri. 2. Meningkatkan nilai guna dan nilai ekonomis tanaman kecombrang. 3. Meningkatkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

6 1.5. Kerangka Pemikiran Pengawetan dengan menggunakan bahan alami menjadi alternatif guna memperpanjang umur simpan tanpa memberikan efek negatif jika dikonsumsi. Tanaman herbal yang dapat dijadikan sebagai antibakteri adalah kecombrang karena pada tanaman tersebut terdapat senyawa aktif sebagai antimikroba. Hasil penelitian oleh Jaafar dkk (2007) pada daun, batang, bunga, dan rimpang kecombrang menunjukan ada beberapa jenis minyak esensial yang bersifat bioaktif. Berdasarkan penelitian ini terungkap kandungan minyak esensial tertinggi adalah pada daun yaitu 0,0735%, bunga sebesar 0,0334%, batang sebesar 0,0029% dan rimpang sebesar 0,0021%. Komponen utama minyak esensial pada daun adalah β-pinene (19,7%), caryophyllene (15,36%) dan β-farnesene (27,9%). Hasil penelitian oleh Naufalin dkk (2010), menunjukkan bahwa bubur dari bubuk bunga kecombrang dengan konsentrasi bubur 3% (b/v) dapat memperpanjang masa simpan tahu menjadi 3 hari atau 72 jam. Sedangkan pada ikan, perlakuan bubur dari bunga kecombrang segar dengan konsentrasi 5 % dan waktu simpan 5 hari merupakan interaksi perlakuan terbaik dilihat dari sifat mikrobiologi ikan segar, yaitu menghasilkan ikan dengan nilai total mikroba sebesar 1,41 x 10 5 cfu/g, jumlah ini masih dibawah ambang batas layak konsumsi Standar Nasional Indonesia (maksimal 5,0 x 10 5 cfu/g). Hasil pengujian antibakteri pada ekstrak daun kecombrang terhadap Staphylococcus aureus pada konsentrasi 20 %, 40 %, 60 %, 80 % dan 100 % menghasilkan zona hambat sebesar 8,663 mm, 14,223 mm, 15,33 mm, 20,00 mm,

7 dan 21,36 mm. Hasil uji aktivitas antibakteri ini menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak, maka semakin tinggi daya hambatnya (Sukandar dkk., 2011). Berdasarkan penelitian sebelumnya, kecombrang bermanfaat sebagai antimikroba. Penelitian tersebut menggunakan ekstrak bunga kecombang dari etil asetat dan etanol yang telah mampu menghambat 7 pertumbuhan jenis bakteri yaitu Stapyllocaccus aures, L.monocytogenes, Bacillus cereus, S. Typhimurium, E. Coli, A. Hydrophila dan P. aeruginosa (Naufalin dkk., 2005). Hasil penelitian oleh Naufalin dan Rukmini (2010), menunjukan bahwa nilai rata rata total fenol dan kandungan antioksidan pada kecombrang cukup tinggi. Hal ini dapat menjadi indikasi bahwa kecombrang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Tabel 1. Nilai rata rata fenol pada kecombrang Bagian Tanaman Satuan Nilai rata rata fenol Daun mg / 100 g 1338,06 8636,15 Rimpang mg / 100 g 510 2453,41 Batang mg / 100 g 462,92 1205,47 Bunga mg / 100 g 484,59 959,73 (Sumber : Naufalin dan Rukmini, 2010) Tabel 2. Nilai rata rata antioksidan pada kecombrang Bagian Tanaman Satuan Nilai rata rata Antioksidan Daun % 40,64 60,40 Rimpang % 58,40 69,66 Batang % 57,43 84,65 Bunga % 61,61 83,17 (Sumber : Naufalin dan Rukmini, 2010)

8 Berdasarkan hasil penelitian oleh Naufalin dkk (2005), bahwa bunga kecombrang tidak menunjukan aktivitas antibakteri pada ekstrak heksana (nonpolar), tetapi mampu menghambat aktivitas bakteri Staphylococcus aureus, Listeria monocytogenes, Bacillus cereus, Salmonella Typhimurium, Escherichia coli, Aeromonas hydrophilia dan Pseudomonas aeruginosa pada ekstrak etanol (semi polar). Pada penelitian sebelumnya, menunjukan bahwa rerata jumlah bakteri pada ikan bandeng yang telah direndam dalam larutan ekstrak lengkuas 0%, 5%, 10%, 15% berturut turut adalah 1,29 x 10 6 cfu/g, 5,54 x 10 5 cfu/g, 4,91 x 10 5 cfu/g, 4,07 x 10 5 cfu/g. Penggunaan dosis lengkuas 15% merupakan dosis yang paling tinggi dalam penurunan jumlah bakteri dibandingkan dengan dosis lainnya. Hal ini terlihat pada dosis lengkuas 15% yang menunjukkan rerata jumlah bakteri yang paling rendah dibandingkan dengan dosis 5% dan 10% (Suryawati dkk., 2011). Berdasarkan potensi yang dimiliki kecombrang sebagai antibakteri, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas ekstrak kecombrang sebagai antibakteri pada daging sapi segar. 1.6. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran, maka didapat hipotesis penelitian adalah sebagai berikut : 1. Diduga adanya pengaruh konsentrasi ekstrak kecombrang terhadap mutu daging sapi segar. 2. Diduga adanya pengaruh lama perendaman terhadap mutu daging sapi segar.

9 3. Diduga adanya pengaruh interaksi antara konsentrasi ekstrak kecombrang dan lama perendaman terhadap mutu daging sapi segar. 1.7. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pelaksanaan penelitian ini adalah di Laboratorium Penelitian Teknologi Pangan Universitas Pasundan. Waktu penelitian berlangsung pada Bulan Juni 2016 September 2016.