BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam. zat-zat gizi lainnya (Almatsier, 2010; Supariasa, 2012).

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

... Tugas Milik kelompok 8...

Anatomi/organ reproduksi wanita

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. endometrium yang terjadi secara rutin setiap bulan (Ayu dan Bagus, 2010).

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB 1 PENDAHULUAN. menyusui eksklusif. Pada ibu menyusui eksklusif memiliki kecenderungan yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. korteks serebri, aksis hipotalamus-hipofisis-ovarial, dan endrogen

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dimana terjadinya peristiwa pengeluaran darahmenandakan bahwa organ dalam

Gangguan Hormon Pada wanita

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. mengalami perubahan fisik yang lebih dahulu dibanding anak laki-laki, dengan menstruasi awal (menarche) (Winkjosastro, 2007).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB XIV. Kelenjar Hipofisis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

UNIVERSITAS GUNADARMA

Peristiwa Kimiawi (Sistem Hormon)

Jenis hormon berdasarkan pembentuknya 1. Hormon steroid; struktur kimianya mirip dengan kolesterol. Contoh : kortisol, aldosteron, estrogen,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keluarga dengan pemahaman remaja putri tentang menarche, maka akan dibahas

BAB V PEMBAHASAN. apakah ada hubungan antara lama menstruasi dengan kejadian anemia pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh atau

BAB V PEMBAHASAN. 1. Karakteristik Responden menurut Usia. sisanya merupakan kelompok remaja awal.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah dengan usia 6-14 tahun saat sedang duduk di bangku SD

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengalaman merupakan guru yang baik, yang menjadi sumber pengetahuan.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

ABSTRAK Pengaruh Obesitas Terhadap Siklus Menstruasi pada Wanita Usia Dewasa Muda

JURNAL ILMIAH SIMANTEK Vol.1 No. 2 Juni 2017

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA Pubertas Siklus Menstruasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN. yang ditunjukkan oleh adanya keinginan untuk. untuk mengembangkan budidaya dan produksi tanaman obat (Supriadi dkk,

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

BAB I PENDAHULUAN. adalah menstruasi, kehamilan, dan seksualitas (Gibs, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. kecacatan secara proses maupun fungsi pada sistem reproduksi manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

HUBUNGAN ANTARA STATUS GIZI DENGAN SIKLUS MENSTRUASI PADA REMAJA PUTRI KELAS XI DI MADRASAH ALIYAH AL-MUKMIN NGRUKI SURAKARTA TAHUN 2015

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja berasal dari kata latin adolensence yang berarti tumbuh menjadi

HASIL Jangka Reproduksi Wanita Kabupaten Pesawaran

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

BAB I PENDAHULUAN. karakteristik anovulasi, hiperandrogenisme, dan/atau adanya morfologi ovarium polikistik.

SISTEM ENDOKRIN. Oleh Dr. KATRIN ROOSITA, SP.MSi. DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT, FEMA, IPB

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

Transkripsi:

4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala yang berasal dari mukosa uterus dan terjadi relatif teratur mulai dari menarche sampai menopause, kecuali pada masa hamil dan laktasi (Ganong, 2008). Sedangkan menurut Cunningham (2005), menstruasi merujuk kepada perdarahan yang menyertai penarikan progesteron setelah ovulasi pada siklus non-fertil dan menyebut episode perdarahan endometrium lain pada wanita tidak hamil sebagai perdarahan uterus atau endometrium (Pratiwi, 2011). 2.1.2. Menstruasi Normal Pada pengertian klinik, menstruasi dinilai berdasarkan tiga hal. Pertama, siklus haid, yaitu jarak antara hari pertama haid dengan hari pertama haid berikutnya. Kedua, lama haid, yaitu jarak dari hari pertama haid sampai perdarahan haid berhenti, ketiga jumlah darah yang keluar selama satu kali haid. Menstruasi dikatakan normal bila didapatkan siklus antara 21-35 hari (Manuaba dkk., 2010). Sementara menstruasi yang tidak teratur, panjang siklus yang dialaminya tidak pada periode 21-35 hari, menstruasinya sebentar-sebentar keluar (<21 hari) atau jarang muncul (>35 hari) dan kejadiannya selalu berulang (Riskesdas, 2010). Lama perdarahan pada umumnya 3-7 hari, namun 2-9 hari masih dianggap fisiologis, dengan jumlah perdarahan selama haid berlangsung tidak melebihi 80 ml, ganti pembalut 2-6 kali per hari. 2.1.3. Siklus Menstruasi Siklus menstruasi merupakan suatu periode menstruasi yang dihitung dari perdarahan hari pertama menstruasi sebelumnya hingga perdarahan hari pertama menstruasi berikutnya. Panjang siklus menstruasi yang normal dan dianggap sebagai siklus menstruasi klasik adalah selama 28 hari (Samsulhadi, 2011). Siklus menstruasi dibagi menjadi 4 yaitu: polimenorea apabila panjang siklus <21

5 hari, normal apabila panjang siklus antara 21-35 hari, oligomenorea apabila panjang siklus antara 36-90 hari dan amenorea apabila panjang siklus >90 hari atau 3 bulan (Manuaba dkk., 2010). Siklus menstruasi merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan pada aksis hipotalamus, hipofisis, serta ovarium. Siklus menstruasi yang berlangsung setiap bulan berhubungan dengan serangkaian perubahan hormonal yang mensekresikan hormon dalam sistem yang sedemikian rupa. Pusat pengendali hormon dari sistem reproduksi adalah hipothalamus yang mensekresikan gonadotropin releasing hormone (GnRH). GnRH akan merangsang sekresi hormon follicle stimulating hormone releasing hormone (FSH-RH) dan luteinizing hormone releasing hormone (LH-RH). Kedua hormon tersebut merangsang hipofisis untuk mensekresikan FSH dan LH yang kemudian berikatan dengan reseptor di ovarium dan menyebabkan ovarium memproduksi estrogen dan progesteron ke sirkulasi. Dalam keadaan ini uterus siap untuk menerima pembuahan, namun bila tidak terjadi pembuahan, maka terjadi menstruasi (Samsulhadi, 2011). 1. Siklus Ovarium 1) Fase Folikuler Siklus diawali dengan hari pertama menstruasi, atau terlepasnya endometrium. FSH merangsang pertumbuhan beberapa folikel primordial dalam ovarium. Satu folikel berkembang menjadi folikel degraf. Folikel terdiri dari sebuah ovum dengan dua lapisan sel yang mengelilinginya. Lapisan dalam yaitu sel granulosa mensintesis progesteron selama paruh pertama siklus menstruasi, dan bekerja sebagai prekusor pada sintesis estrogen oleh lapisan sel teka interna yang mengelilinginya. Kadar estrogen yang meningkat menyebabkan pelepasan LHRH dari hipotalamus. 2) Fase Luteal Kadar estrogen yang tinggi akan menghambat produksi FSH. Kemudian kadar estrogen mulai menurun. Setelah oosit terlepas dari folikel degraf, lapisan granulosa menjadi banyak mengandung

6 pembuluh darah dan berubah menjadi korpus luteum yang berwarna kuning pada ovarium. Korpus luteum terus mensekresi sejumlah kecil estrogen dan progesteron yang makin lama semakin meningkat (Price, 2005). 2. Siklus Endometrium Siklus menstruasi endometrium terdiri dari 4 fase, yaitu: 1) Fase Menstruasi Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah menstruasi mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami disintegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, serviks, dan kelenjarkelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari. 2) Fase Proliferasi Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak hari ke-lima hingga ovulasi, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-14 siklus 28 hari, atau hari ke-18 sikus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap akan kembali normal dalam empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Ditandai dengan menurunnya hormon progesteron sehingga memacu hipofisis untuk mensekresikan FSH dan merangsang pertumbuhan folikel dalam ovarium. Sejak saat ini, terjadi penebalan 8 sampai 10 kali lipat, yang berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi bergantung dari stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium. Sel folikel berkembang menjadi folikel de Graaf yang matang dan menghasilkan hormon estrogen yang merangsang keluarnya LH dari hipofisis. Pada akhir fase, terjadi lonjakan LH yang menyebabkan terjadinya proses ovulasi. 3) Fase Sekresi Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Setelah ovulasi, diproduksi lebih banyak progesteron sehingga terlihat endometrium yang

7 edematosa, vaskular, dan fungsional. Pada fase ini juga diikuti penurunan kadar hormon FSH, LH dan estrogen. Pada akhir sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya darah dan sekresi kelenjar, tempat yang sesuai untuk melindungi dan memberi nutrisi ovum yang dibuahi. 4) Fase Iskemi Implantasi (nidasi) ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7-10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan atau implantasi korpus luteum (badan kuning yang mensekresi estrogen dan progesteron) menyusut. Seiring penurunan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme. Selama fase iskemi, suplai darah ke endometrium fungsional berhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional berpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai, menandai hari pertama siklus berikutnya (Samsulhadi, 2011). Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi yang lalu dan mulainya menstruasi berikutnya. Menurut Nizomy (2002), suatu siklus menstruasi dikatakan teratur apabila berjalan tiga kali siklus dengan lama siklus yang sama (Pratiwi, 2011) Bagi remaja wanita, mengalami siklus menstruasi yang tidak teratur pada masa-masa awal adalah hal yang normal.setelah menarche, pertumbuhan linear melambat untuk dua tahun berikutnya, yang disebut anovulatori. Sehingga dapat diasumsikan pemeriksaan persentase lemak dan status gizi setelah menarche dapat ditolerir hingga dua tahun setelah menarche (Aryati, 2008 dalam Pratiwi, 2011).

8 Gambar 2.1.1 Perubahan pada umpan balik, ovarium dan endometrium selama satu siklus Sumber : Cunningham, 2007

9 2.1.4. Aspek Endokrin Dalam Siklus Menstruasi Sekurang-kurangnya ada 5 hormon utama yang berperan dalam pengaturan dan pengkoordinasian daur pembentukan folikel di ovarium dan daur menstruasi di uterus, yaitu : GnRH (Gonadotropin Releasing Hormone) yang diproduksi oleh hipothalamus di otak, FSK (Follicle Stimulating Hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior dari hipofisis, LH (Luteinizing Hormone) yang dihasilkan oleh lobus anterior dari hipofisis, Estrogen yang dihasilkan oleh sel-sel teka folikel interna dari folikel yang sedang berkembang menjadi folikel de Graaf, Progesteron yang dihasilkan oleh korpus luteum (Manuaba dkk, 2010). Selama fase folikuler siklus ovarium, pituitari mensekresikan sejumlah kecil FSH dan LH sebagai respon terhadap rangsangan GnRH dari hipotalamus. Pada waktu tersebut sel-sel folikel ovarium yang belum matang mempunyai reseptor untuk FSH. FSH merangsang pertumbuhan folikel dan sel-sel folikel yang sedang tumbuh ini mensekresikan estrogen. Peningkatan kadar estrogen secara perlahan terjadi selama sebagian besar fase folikuler. Peningkatan kecil kadar estrogen tersebut akan menghambat sekresi hormon pituitari, sehingga mempertahankan kadar FSH dan LH relatif rendah selama fase folikuler. Hubungan antar hormon tersebut berubah secara radikal dan relatif mendadak ketika sekresi estrogen oleh folikel yang sedang tumbuh mulai meningkat. Sementara peningkatan kadar estrogen yang terjadi dapat menghambat sekresi gonadotropin pituitari, estrogen dalam konsentrasi tinggi mempunyai pengaruh berlawanan dan merangsang sekresi gonadotropin dengan cara mempengaruhi hipotalamus untuk meningkatkan produksi GnRH. Pengaruh itu lebih besar untuk LH karena konsentrasi estrogen yang tinggi, selain merangsang sekresi GnRH, juga meningkatkan sensitifitas mekanisme pelepasan LH di pituitari terhadap sinyal hipotalamus (GnRH). Pada saat itu, folikel telah mempunyai reseptor terhadap LH dan dapat merespon terhadap petunjuk hormonal ini. Dalam satu contoh umpan balik positif, peningkatan konsentrasi LH yang disebabkan oleh peningkatan sekresi estrogen dari folikel yang sedang tumbuh menginduksi pematangan akhir folikel tersebut, dan ovulasi terjadi sekitar sehari setelah lonjakan kadar LH tersebut (Price, 2005).

10 LH dapat merangsang transformasi jaringan folikel yang tertinggal di ovarium untuk membentuk korpus luteum setelah ovulasi. Selama fase luteal siklus ovarium, LH mempengaruhi korpus luteum mensekresikan estrogen dan hormon steroid kedua yaitu progesteron. Korpus luteum umumnya mencapai perkembangan maksimalnya sekitar 8 sampai 10 hari setelah ovulasi. Setelah kadar estrogen dan progesteron meningkat, kombinasi hormon-hormon tersebut memberikan umpan balik negatif pada hipotalamus dan pituitari, sehingga menghambat sekresi LH dan FSH. Mendekati akhir masa luteal, korpus luteum akan lisis (kemungkinan sebagai akibat dari prostaglandin yang disekresikan oleh sel-sel itu sendiri). Konsekuensinya, konsentrasi estrogen dan progesteron menurun. Penurunan kadar hormon ovarium tersebut membebaskan hipotalamus dan pituitari dari pengaruh yang bersifat menghambat dari hormon-hormon tersebut. Kemudian pituitari mulai mensekresikan cukup FSH untuk merangsang pertumbuhan folikel baru di ovarium, yang mengawali fase folikuler siklus ovarium berikutnya (Guyton, 2007). Estrogen yang disekresikan dalam jumlah yang semakin meningkat oleh folikel yang sedang tumbuh, merupakan suatu sinyal hormonal ke uterus yang menyebabkan endometrium menebal. Dengan demikian, fase folikel siklus ovarium dikoordinasikan dengan fase proliferasi siklus menstruasi. Penurunan cepat dalam kadar hormon ovarium ketika korpus luteum lisis menyebabkan kontraksi arteri dalam dinding uterus yang menyebabkan dinding endometrium tidak dialiri darah. Disintegrasi endometrium mengakibatkan menstruasi dan permulaan satu siklus menstruasi baru (Guyton, 2007).

11 Gambar 2.1.2 Siklus Ovarium Sumber : Purves et al, 2007 2.1.5. Gangguan Menstruasi Gangguan saat menstruasi dinilai masih normal jika terjadi selama dua tahun pertama setelah haid pertama kali (menarche). Bila seorang wanita telah mendapatkan haid pertama saat berusia 11 tahun, maka diperkirakan hingga usia 13 tahun haidnya masih tidak teratur. Umumnya ketidakteraturan siklus menstruasi terjadi pada waktu remaja dan menjelang menopause. Gangguan serta keluhan yang menyertai menstruasi pada kebanyakan wanita, seringkali menimbulkan pengaruh secara fisik maupun emosional ataupun kedua-duanya. Gangguan atau kelainan dalam siklus menstruasi meliputi : 1. Hipermenorea, yaitu perdarahan dengan lama haid lebih panjang dari normal (>8 hari) dengan darah haid sekitar 26-40 ml. Sedangkan hipomenorea, yaitu perdarahan dengan jumlah yang lebih sedikit dari normal serta waktu haid yang lebih singkat. 2. Polimenorea yaitu siklus menstruasi lebih pendek dari normal (kurang dari 21 hari) dengan perdarahan kurang lebih sama atau lebih banyak dari volume perdarahan menstruasi biasanya.

12 3. Oligomenorea yaitu menstruasi yang jarang dengan panjang siklus menstruasi > 35 hari. Volume perdarahan umumnya lebih sedikit dari volume perdarahan menstruasi biasanya. 4. Amenorea, yaitu tidak menstruasi > 3 bulan berturut-turut sejak menstruasi terakhir (Manuaba dkk, 2010) 2.1.6. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Menstruasi Kusmiran (2011) dalam penelitian mengenai faktor resiko dari variabilitas siklus menstruasi, menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi menstruasi adalah sebagai berikut: 1. Berat badan : peningkatan dan penurunan berat badan memengaruhi fungsi menstruasi. Pada kelebihan berat badan, terjadi gangguan metabolisme estrogen yang menyebabkan siklus menjadi tidak teratur. Padap enurunan berat badan akut menyebabkan gangguan pada fungsi ovarium, tergantung derajat tekanan pada ovarium dan lamanya penurunan berat badan. Kondisi patologis seperti berat badan yang kurang/kurus dan anorexia nervosa yang menyebabkan penurunan berat badan yang berat dapat menimbulkan amenorrhea. 2. Aktivitas fisik : tingkat aktivitas fisik yang sedang dan berat dapat membatasi fungsi menstruasi. 3. Stres : stres maupun kecemasan menyebabkan perubahan sistemik dalam tubuh, karena pusat stres dekat dengan pusat pengaturan menstruasi di otak. Stres memengaruhi elevasi kortisol basal dan menurunkan hormone lutein (LH) yang menyebabkan amenorrhea. 3. Diet : vegetarian berhubungan dengan anovulasi, penurunan respons hormone pituitary, fase folikel yang pendek, tidak normalnya siklus menstruasi (kurang dari 10 kali/tahun). Diet rendah lemak berhubungan dengan panjangnya siklus menstruasi dan periode perdarahan. 4. Gangguan endokrin : penyakit-penyakit endokrin seperti diabetes, hipotiroid, serta hipertiroid yang berhubungan dengan gangguan

13 menstruasi. Prevalensi amenorrhea dan oligomenorrhea lebih tinggi pada pasien diabetes. Hipertiroid berhubungan dengan oligomenorrhea dan lebih lanjut menjadi amenorrhea. Hipotiroid berhubungan dengan polymenorrhea dan menorraghia 5. Gangguan perdarahan 6. Rokok : siklus menstruasi pada perokok berat cenderung lebih pendek dan lebih tidak teratur daripada bukan perokok. 7. Konsumsi obat tertentu seperti kontrasepsi hormonal dan obat yang dapat meningkatkan hormon prolaktin sehingga menyebabkan perubahan siklus menstruasi. Metode kontrasepsi akan memanipulasi siklus menstruasi karena hormon-hormon yang dioroduksi memaksa tubuh untuk membentuk siklus buatan (Evan, 2011 dalam Pratiwi, 2011) 7.1. Indeks Massa Tubuh Tubuh manusia dibagi menjadi 2 bagian yang saling berhubungan, yaitu bahan yang diperlukan untuk energi (lemak dan glikogen) dan air. Sebenarnya komposisi tubuh manusia jauh lebih kompleks dan terdiri dari 4 macam komposisi : 1. Komposisi atomik. Dari sudut pandang komposisi atomik, berat badan merupakan akumulasi dari 6 elemen utama, yaitu: oksigen, karbon, hidrogen, nitrogen, kalsium, dan fosfor. 2. Komposisi molekular. Elemen terbagi dalam komponen molekular yang dapat dikelompokkan dalam 5 kategori besar, yaitu: lemak, protein, glikogen, air, dan mineral. Tingkat molekular ini secara praktis seringkali dibagi atas: lemak dan massa bebas lemak. 3. Komposisi selular. Komposisi selular terdiri dari 3 komponen: sel, cairan ekstrasel, dan bagian padat ekstrasel. 4. Komposisi jaringan dan organ. Sel akan membentuk jaringan dan organ tubuh, seperti jaringan adiposa, otot skelet, tulang, kulit, jantung, dan organ viseral lainnya (Sugondo, 2009).

14 Antropometri adalah pengukuran tubuh manusia yang mencakup body weight dan body dimension/build. Ada beberapa teknik yang lazim digunakan: tinggi badan/berat badan, lingkar, dan tebal lipatan kulit. Berbagai teknik pengukuran antropometri dilakukan pada berbagai lokasi pengukuran yang berbeda dengan instrumen yang berbeda-beda pula. Beberapa teknik (seperti penilaian tebal lipatan kulit) adalah untuk mengestimasi komposisi tubuh atau lemak tubuh, sementara teknik lain (seperti IMT) adalah penilaian untuk body build (Thang et al., 2006). Indeks massa tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi badan seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi dalam meter (kg/m2). Nilai dari IMT pada orang dewasa tidak bergantung pada umur maupun jenis kelamin. Tetapi, IMT mungkin tidak berkorespondensi untuk derajat kegemukan pada populasi yang berbeda, dikarenakan perbedaan proporsi tubuh pada mereka (WHO, 2013). Menurut WHO (2000) dalam Sugondo (2009) berat badan dan Obesitas dapat diklasifikasikan berdasarkan IMT, yaitu : Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh Menurut Kriteria Asia Pasifik Klasifikasi obesitas Klasifikasi IMT Berat badan kurang <18,5 Kisaran normal 18,5-22,9 Berat badan lebih >23,0 Beresiko 23,0-24,9 Obese I 25,0-29,9 Obese II >30,0 Penggunaan IMT sebagai parameter dalam menentukan total lemak tubuh seseorang memiliki beberapa keuntungan dan kekurangan dibanding cara yang lain. Pengukuran IMT dapat memperkirakan total lemak tubuh dengan perhitungan yang sederhana, cepat, dan murah dalam populasi tertentu. Pengukuran IMT rutin dilakukan dan sering digunakan dalam studi-studi

15 epidemiologi. Namun kelemahannya, IMT tidak dapat menjelaskan tentang distribusi lemak dalam tubuh seperti pada obesitas sentral maupun obesitas abdominal maupun menggambarkan jaringan lemak viseral. Nilai IMT berbeda dalam ras/etnis tertentu dan tidak membedakan antara laki-laki maupun perempuan. Nilai IMT yang tinggi belum tentu karena jaringan lemak tapi dapat juga karena jaringan otot (Thang et al., 2006). 2.4 Hubungan Indeks Massa Tubuh dengan Pola Menstruasi Masalah yang terkait dengan obesitas pada wanita di antaranya adalah gangguan menstruasi dan penurunan kesuburan yang berhubungan dengan obesitas pada remaja dan periode reproduksi, peningkatan kelainan perinatal pada wanita obesitas selama kehamilan dan setelah kehamilan atau persalinan, dan peningkatan kejadian penyakit kardiovaskular, hiperlipidemia, kanker korpus uteri, dan kanker payudara pada wanita pascamenopause yang obesitas. Sebagai mekanisme efek obesitas pada fungsi ovarium, saat ini difokuskan pada terganggunya metabolisme estrogen, menurunnya hormon seks pengikat globulin (SHBG), resistensi insulin dan hiperinsulinemia serta gangguan leptin. Berbagai macam lipid disimpan oleh jaringan lemak dalam tubuh, dan berbagai lipid tersebut mampu memetabolisme steroid seperti androgen. Peningkatan berat badan dan jaringan lemak, terutama di daerah sentral dapat mengganggu keseimbangan hormon steroid seperti androgen, estrogen, dan hormon seks yang mengikat globulin (SHBG). Perubahan tingkat SHBG juga menyebabkan perubahan dalam pelepasan androgen dan estrogen di jaringan target. Obesitas dapat meningkatkan produksi estrogen yang memiliki efek pada berat badan dan lemak tubuh. Berdasarkan salah satu penelitian, ditemukan bahwa tidak ada statistik yang signifikan antara IMT dan pola siklus menstruasi. Namun dalam penelitian lain, IMT merupakan faktor penting yang mempengaruhi siklus haid tidak teratur. Resiko amenore dan oligomenore meningkat dengan peningkatan obesitas. Penelitian telah menunjukkan bahwa 30-47% wanita obesitas memiliki siklus

16 tidak teratur, meskipun kejadian infertilitas pada wanita gemuk tidak terlalu tinggi (Setiawati, 2015)