BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas Definisi Obesitas Obesitas adalah suatu kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang kemudian menurunkan harapan hidup dan/atau meningkatkan masalah kesehatan. Seseorang dianggap menderita kegemukan (obese) bila indeks massa tubuh (IMT), yaitu ukuran yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter, lebih dari 30 kg/m 2 (WHO, 2000) Epidemiologi Obesitas Data dari sampel probabilitas nasional memperlihatkan peningkatan prevalensi obesitas dan obesitas ekstrem di antara anak dan remaja sejak awal tahun 1960 hingga akhir tahun 1970 dan pertengahan tahun Peningkatan terbesar muncul pada pra-remaja putra dan remaja putri. Prevalensi obesitas di Amerika Serikat saat ini kira-kira 25-40% pada pra-remaja serta 20-30% pada remaja (Rudolph, 2006). Insidens obesitas pada masa anak berhubungan kuat dengan variabel keluarga, termasuk obesitas orang tua, status sosio-ekonomi yang lebih tinggi, bertambahnya pendidikan orangtua, ukuran keluarga kecil dan pola inaktivitas keluarga. Anak dari orangtua dengan tingkat aktivitas tinggi cenderung lebih langsing daripada sebayanya. Bertambahanya jumlah waktu yang digunakan untuk melihat televisi tampak berkorelasi dengan kenaikan insidens obesitas masa anak dan dapat berkaitan tidak hanya dengan sifat tidak bergerak tetapi juga mempengaruhi konsumsi makanan akibat iklan produk-produk makanan (Nelson, 2012)

2 Faktor Faktor Penyebab Obesitas Penyebab obesitas menurut Marley (1982) yang dikutip oleh Amanta (2009) antara lain : 1. Asupan kalori yang lebih besar daripada kebutuhan Pertambahan berat badan dapat dilakukan dengan mengonsumsi lebih banyak kalori, tetapi hanya sedikit energi yang dikeluarkan. 2. Kurang aktifitas Aktifitas berkurang seiring bertambahnya umur. 3. Hereditas Sebagian besar kasus obesitas, faktor hereditas lebih berperan. Obesitas terjadi dalam satu keluarga, apabila konsumsi dan kebiasaan olahraga yang sama pada anggota keluarga. Disamping itu, anak-anak dari keluarga yang kedua orangtuanya overweight mempunyai resiko lebih tinggi menjadi obese pada saat dewasa. 4. Faktor sosial ekonomi Peningkatan standar hidup dan banyaknya waktu luang mendorong peningkatan konsumsi makanan termasuk pemilihan makanan yang lezat dan tinggi kalori. 5. Faktor psikologis Pada orang dewasa, kejadian obesitas antara lain karena ingin mendapatkan pengakuan tentang status sosial, misalnya dengan mengikuti pesta-pesta yang menyediakan snack dan minuman yang berlebihan. Selain kelima faktor diatas pemakaian obat-obatan dapat menyebabkan obesitas karena efek samping berupa meningkatnya berat badan, misalnya obat kontrasepsi ( Ariella, 2009). Hasil eksperimen menunjukkan bahwa obesitas berkembang ketika pemasukan energi melebihi energi yang dikeluarkan dan berat badan berkurang ketika energi yang dikeluarkan melebihi pemasukan energi. Namun, ada kontroversi tentang mekanisme spesifik yang menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan ini. Anak dengan obesitas tidak menampakkan perbedaan

3 dengan anak yang tidak menderita obesitas dalam hal metabolisme istirahat atau respon metabolik terhadap makanan (Rudolph, 2006). Menurut Sherwood (2011) mengatakan bahwa, makanan yang dimakan sebelum tidur lebih besar kemungkinannya akan disimpan sebagai cadangan makanan atau biasa disebut glikogen. Dalam hal ini, makanan yang dimakan sebelum tidur lebih menyebabkan seseorang menjadi gemuk jika dibandingkan dengan makanan yang dimakan lebih awal. Saat ini kontribusi genetik terhadap obesitas semakin mendapatkan perhatian, dari data yang telah didapati genetik menyumbang 25% untuk menyebabkan terjadinya obesitas sedangkan 75% dipengaruhi oleh non-genetik. Genetik tampaknya memainkan peranan utama yang membuat seseorang rentan terhadap obesitas, namun pengaruh lingkungan dan perilaku menentukan cara genetik yang rentan tersebut dinyatakan (Rudolph, 2006) Cara Menentukan Obesitas Berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) Indeks Massa Tubuh (IMT) didefinisikan sebagai berat badan/ tinggi badan kuadrat (dalam kilogram per meter persegi), merupakan indeks yang paling berguna dan digunakan untuk skrining populasi remaja obesitas karena indeks ini berkorelasi secara bermakna dengan lemak subkutan maupun lemak tubuh total pada remaja, terutama mereka yang dengan proporsi lemak tubuh terbesar. Lagipula kenaikan IMT berkorelasi dengan tekanan darah, kadar lipid darah, dan kadar lipoprotein pada remaja dan meramal kenaikan IMT, kadar lipid, dan tekanan darah pada orang dewasa muda. Pada orang dewasa muda kenaikan IMT adalah prediktif untuk morbiditas dan mortalitas akibat obesitas orang dewasa ( Nelson, 2012). Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut : IMT = Berat Badan (kg) Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)

4 Tabel 2.1 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia Kategori IMT (kg/m 2) Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat <17,0 Kurus sekali Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5 Normal Normal >18,5 25,0 Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0 27,0 Obesitas Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0 (Sumber: depkes) Tabel 2.2 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT) berdasarkan Kriteria Asia Pasifik Klasifikasi IMT Berat badan kurang <18,5 Kisaran normal 18,5 22,9 Berat bada lebih >23,0 Beresiko 23,0 24,0 Obesitas I 25,0 29,9 Obesitas II >30,0 (Sumber : Sugondo. 2006) Untuk anak-anak dalam masa tumbuh kembang penentu obesitas dapat menggunakan grafik CDC Dengan memasukkan data ke dalam grafik, dapat menentukan posisi persentilnya. Untuk persentil dikategorikan dalam overweight dan untuk persentil 95 dikategorikan dalam obesitas. Grafik CDC dapat kita lihat pada grafik 2.1 dan 2.2 berikut ini.

5 Gambar 2.1 Grafik IMT Berdasarkan Usia CDC 2000 untuk Anak Laki-laki Usia 2 20 Tahun (sumber: CDC, 2002)

6 Gambar 2.2 Grafik IMT Berdasarkan Usia CDC 2000 untuk Anak Perempuan Usia 2 20 Tahun (Sumber: CDC, 2002)

7 Berdasarkan Lingkar Pinggang Metode lain untuk pengukuran antropometri tubuh selain IMT adalah dengan cara mengukur lingkar pinggang. IDF (Internasional Diabetes Federation) mengeluarkan kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis dapat dilihat di tabel 2.3. (Alberti, 2005). Tabel 2.3. Kriteria Ukuran Lingkar Pinggang Berdasarkan Etnis Negara / grup etnis Lingkar pinggang (cm) pada obesitas Eropa Pria > 94 Wanita >80 Asia selatan Pria > 90 Populasi China, Melayu, dan Wanita > 80 Asia- India Jepang Pria > 85 Wanita > 90 Amerika Tengah Gunakan rekomendasi Asia Selatan hingga tersedia data spesifik Sub-Sahara Afrika Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik Timur Tengah Gunakan rekomendasi Eropa hingga tersedia data spesifik (Sumber :Alberti, 2005) Berdasarkan Lingkar Pinggang Panggul (RLPP) Salah satu metode pengukuran tingkat obesitas dan overweight adalah dengan menggunakan antropometri yaitu perbandingan Rasio Lingkar Pinggang dan Lingkar Panggul (RLPP). Seseorang dikatakan overweight jika hasil RLPP lebih dari 0,9 sedangkan seseorang dikatakan obesitas jika RLPP kurang dari 0,8 (Indika, 2010) Berdasarkan Lingkar Lengan Atas (LILA) Pengukuran lingkar lengan atas dimaksudkan untuk mengetahui prevalensi wanita usia subur umur tahun dan ibu hamil yang menderita Kurang Energi Kronis (KEK) (Riskesdas, 2007). Sasaran : wanita usia subur umur tahun dan ibu hamil. Alat : pita LILA sepanjang 33 cm dengan ketelitian 0,1 cm atau meteran kain.

8 Berdasarkan Lingkar Leher Lingkar leher dapat menjadi metode pengukuran yang mudah dan murah untuk skrining individu dengan obesitas (Liubov et al., 2001). Lingkar leher sebagai indeks untuk obesitas tubuh bagian atas merupakan salah satu prediktor terjadinya penyakit kardiovaskuler (Sjostrom et al., 2001). Lingkar leher 37 cm untuk laki-laki dan 34 cm untuk wanita merupakan cutt of point yang paling tepat untuk mengidentifikasi individu dengan IMT 25 kg/m 2, lingkar leher 39,5 cm untuk laki-laki dan 36,5 cm untuk wanita adalah cutt of point paling tepat untuk mengidentifikasi individu dengan obesitas (IMT 30 kg/m 2 ). Berdasarkan validasi yang dilakukan pada kelompok yang berbeda, sebagai salah satu metode skrining obesitas lingkar leher memiliki sensitivitas 98%, spesifitas 89%, akurasi 94% untuk laki-laki dan 99% untuk perempuan (Liubov et al., 2001) Komplikasi Obesitas. Komplikasi obesitas menurut World Health Organization (2015), yaitu: 1.Penyakit kardiovaskuler (terutama penyakit jantung dan stroke) yang merupakan penyebab utama kematian pada tahun Diabetes. 3. Gangguan muskuloskeletal (terutama osteoartritis). 4. Beberapa jenis kanker endometrium, payudara, dan usus besar. Anak obesitas dikaitkan dengan kesempatan yang lebih tinggi untuk terkena obesitas, kematian dini dan kecacatan di masa dewasa. Di samping peningkatan risiko di masa depan, anak-anak obesitas juga mengalami kesulitan bernapas, peningkatan resiko patah tulang, hipertensi, tanda awal penyakit kardiovaskular, resistensi insulin dan efek psikologis (WHO, 2015). Obesitas juga dapat mengganggu psikologis seorang anak yang dapat menimbulkan: 1. Dikucilkan dari teman-teman sekolahnya.

9 2. Menjadi bahan ejekan teman-temannya. 3.Gangguan suasana hati seperti kecemasan terus-menerus, depresi, mudah tersinggung, marah dan dapat menyakiti diri sendiri. 4.Perilaku berisiko (misalnya, aktivitas seksual, alkohol, penggunaan narkoba, dan kenakalan) (Rojas dan Storch, 2010) Menstruasi Definisi menstruasi Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, yaitu peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala yang berasal dari mukosa uterus dan terjadi relatif teratur mulai dari awitan menstruasi sampai menopause, kecuali pada masa hamil dan laktasi. Lama perdarahan pada menstruasi bervariasi, pada umumnya 4-6 hari, tapi 2-9 hari masih dianggap fisiologis (Ganong, 2003) Siklus menstruasi Siklus menstruasi dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus endometrium. Di ovarium terdapat tiga fase, yaitu fase folikuler, fase ovulasi dan fase luteal. Di endometrium juga dibagi menjadi tiga fase yang terdiri dari fase menstruasi, fase proliferasi dan fase ekskresi (Ganong, 2003). Ovarium secara terus-menerus mengalami dua fase secara bergantian: fase folikular yang didominasi oleh keberadaan folikel matang; dan fase luteal, yang ditandai oleh adanya korpus luteum. Siklus ovarium rata-rata berlangsung 28 hari, tetapi hal ini bervariasi di antara wanita dan di antara siklus pada wanita yang sama. Folikel bekerja pada paruh pertama siklus untuk menghasilkan telur matang yang siap untuk berovulasi pada pertengahan siklus. Korpus luteum mengambil alih selama paruh terakhir siklus untuk mempersiapkan saluran reproduksi wanita untuk kehamilan jika terjadi pembuahan telur yang dibebaskan tersebut (Sherwood, 2011).

10 Siklus menstruasi dipengaruhi oleh mekanisme neuroendokrin yang kompleks. Suatu hormon pelepas, gonadotropin-releasing hormone (GnRH), sudah dikenali berperan terhadap pelepasan gonadotropin, follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). GnRH dihasilkan di hipotalamus dan dihantarkan ke hipofisis anterior melalui sistem vaskular periportal. (Benson & Pernoll, 2008) Siklus menstruasi normal diatur secara cermat oleh sekresi gonadotropin dari hipofisis anterior ke sirkulasi sistemik. Dengan onset setiap siklus, folikel yang siap untuk pematangan dirangsang berkembang oleh FSH. Satu folikel (jarang lebih) melampaui yang lainnya untuk membentuk folikel de graaf. Kemudian folikel yang tersisa akan mengalami regresi. Sementara itu estrogen dihasilkan oleh sel lutein teka pada folikel. Estrogen ovarium yang utama adalah estron (E1), estradiol (E2), dan sejumlah kecil estriol (E3) (Benson & Pernoll, 2008). Pada siklus hari ke-8 dan ke-9, kadar estrogen berhenti meningkat kadar LH yang tinggi dan mendadak (LH surge) memicu pecahnya folikel dan ovulasi (lepasnya ovum). Terjadinya sedikit perdarahan dan folikel yang kosong segera terisi oleh darah yang menggumpal (folikel hemoragis). LH dan mungkin prolaktin merangsang luteinasi sel granulosa sehingga terbentuk korpus luteum. Sel lutein granulosa menghasilkan progesteron, yang mencapai puncaknya pada kira-kira hari ke-23 atau ke-24. Jika pada saat itu tidak terjadi fertilisasi dan nidasi ovum (kehamilan), korpus luteum mengalami regresi. Kemudian kadar progesteron dan estrogen turun mencapai kadar kritis pada sekitar hari ke-28 ketika terjadi perdarahan endometrium (menstruasi) (Benson & Pernoll, 2008).

11 Gambar 2.3 Siklus mestruasi (Sumber: Benson dan Pernoll, 2008) dari 4 fase, yaitu : 1. Fase Proliferatif Benson dan Pernoll (2008) mengemukakan siklus endometrium terdiri Fase proliferatif (estrogenik) mempunyai durasi yang sangat bervariasi tetapi biasanya konsisten untuk setiap individu. Biasanya sekitar 14 hari pada siklus 28 hari. Gambar 2.4 siklus menstruasi (Sumber: Benson dan Pernoll, 2008)

12 Fase proliferatif dini dimulai pada kira-kira hari keempat atau kelima siklus, tepat sebelum akhir menstruasi dan berlangsung selama 2-3 hari. Akhir fase ini bertepatan dengan kira-kira hari ketujuh siklus klasik. Epitel permukaan diperbaiki tetapi tipis atau mudah rusak. Ketebalannya tergantung pada hilangnya jaringan selama perdarahan menstruasi. Kelenjar- kelenjarnya lurus. Inti sel-sel epitel berlapis-lapis palsu (pseudostratifikasi), dan sering terjadi mitosis. Sel-sel stroma menunjukkan inti yang relatif besar dengan sedikit sitoplasma. Terdapat beberapa sel fagosit. Fase midproliferatif bertepatan dengan kira-kira hari ke 10 siklus. Fase ini hanya berbeda derajat dengan fase proliferatif dini. Permukaannya lebih teratur, kelenjarnya lebih berliku-liku dan sel kelenjar berlapis-lapis palsu. Ketebalan endometrium meningkat. Gambar 2.5. Suhu Basal Khas dan Konsentrasi Hormon Plasma Selama Siklus Menstruasi Manusia Normal 28 Hari. M, Menstruasi; IRP-hMG, Standar Acuan Gonadotropin Internasional. (Sumber: A.R. midgley, dalam Benson dan Pernoll, 2008)

13 Fase proliferatif lanjut terjadi pada kira-kira hari ke-14 siklus rata-rata. Permukaannya berombak, sel stoma sangat padat, dan berbagai cairan ekstraseluler hilang. Ketebalan kira-kira seperti sebelum proliferasi, tetapi dengan konsentrasi sel yang lebih besar. Kelenjar semakin berliku-liku dan mengandung sekresi minimal. Tidak ada glikogen dalam cairan. 2. Fase Ovulasi Fase ovulasi terjadi pada kira-kira hari ke-14 pada siklus 28 hari, dengan disertai ovulasi. Karena tidak ada perubahan endometrium yang cukup besar dalam jam setelah ovulasi, endometrium pada hari ke-14 tidak dapat dibedakan dengan hari ke-15. Perubahan yang nyata tampak pada sel kelenjar pada hari ke-16 dan kemudian menunjukkan aktivitas korpus luteum dan tampaknya ovulasi. 3.Fase Sekretoris Fase sekretoris (progestasional) secara teknis dimulai dengan ovulasi. Pada hari ke-16, kelenjar semakin berliku-liku, terdapat banyak gambaran mitosis dan muncul vakuola basal penuh berisi glikogen. Pada hari ke-17 terjadi vakuolisasi sel yang paling jelas. Hampir dua pertiga bagian basal kelenjar ini berisi cairan yang penuh mengandung glikogen. Dapat diamati adanya edema ringan, dan jarang terjadi mitosis. Pada hari ke-18 sekresi cairan dalam kelenjar menjadi jelas. Pada hari ke-22, kelenjar lebih berliku tetapi aktivitas sekretorisnya lebih sedikit dan terlihat sekresi mukoid yang cukup banyak dalam lumennya. Edema stoma saat ini mencapai puncaknya. Keadaan ini akan mempermudah implantasi ovum. Puncak aktivitas sekretoris dan edema stroma yang tinggi bertepatan dengan periode fungsi korpus luteum yang maksimal. Dari hari ke-24 sampai hari ke-27, edema berkurang dan sel desidua. Perubahan pertama terlihat dalam sel di sekeliling arteriola spiralis dengan gambaran mitosis pada stroma perivaskuler. Kelenjar semakin lama semakin berliku-liku dengan dinding yang bergerigi. Sekresi sel kelenjar berkurang. Terdapat infiltrasi oleh netrofil polimorfonuklear dan monosit. Akhirnya, terjadi nekrosis dan peluruhan.

14 Jika terjadi kehamilan, sekresi aktif dan edema akan menetap. Kelenjar menjadi lebih berbulu dan bergerigi. Namun, predesidua tidak segera terlihat jelas kecuali yang berada di sekitar ovum. 4. Fase Menstruasi Selama fase menstruasi, edema endometrium dan perubahan degeneratif yang terjadi pada akhir fase sekretoris menyebabkan nekrosis jaringan. Keadaan ini tersebar secara tidak merata di seluruh lapisan endometrium kecuali lapisan basal. Nekrosis menyebabkan pembuluh darah robek, menghasilkan perdarahanperdarahan kecil yang tersebar. Perdarahan ini membesar dan bersatu membentuk hematoma yang menyebar, yang nantinya akan menyebabkan pemisahan endometrium dan semakin robeknya pembuluh darah kecil. Lepasnya fragmenfragmen jaringan biasanya diawali dengan bercak-bercak sekitar 12 jam setelah dimulainya perdarahan pada siklus ovulatoir. Yang menarik, seluruh isi ruang endometrium terpisah sebagai apa yang disebut dismenore membranosa. Diperkirakan sekitar dua pertiga endometrium hilang setiap menstruasi ovulatoir. Pada saat aliran cepat ini berhenti, penyusutan jaringan dan pemisahan telah terjadi pada bagian yang lebih besar dari permukaan kavum uteri. Setelah menstruasi berlangsung selama 4-7 hari, perdarahan perlahanlahan berkurang. Perdarahan regional berkurang akibat konstriksi dan trombosis sisa arteriola spiralis yang tidak rusak, sehingga bercak perdarahan akhirnya berhenti. Interval antara ovulasi dan menstruasi normalnya hampir tepat 14 hari. Sebaliknya, pada periode praovulatoir, interval hari pertama menstruasi dengan hari ovulasi, dapat beragam dari 7 sampai 8 hari hingga lebih dari satu bulan. Variasi periode praovulatoir ini menyababkan perbedaan interval antar periode menstruasi.

15 Rata-rata Usia Awitan Menstruasi Rata-rata usia awitan menstruasi pada umumnya adalah 12,4 tahun. Awitan menstruasi dapat terjadi lebih awal pada usia 9-10 tahun atau lebih lambat pada usia 17 tahun (Brown, 2002). Menurut hasil Riskesdas (2010) menunjukkan bahwa berdasarkan laporan responden yang sudah mengalami menstruasi, ratarata usia awitan menstruasi di Indonesia adalah 13 tahun (20,0%) dengan kejadian lebih awal pada usia kurang dari 9 tahun dan ada yang lebih lambat sampai 20 tahun serta 7,9 persen tidak menjawab/lupa. Terdapat 7,8 persen yang melaporkan belum menstruasi Hubungan Obesitas dengan Usia Awitan Menstruasi Teori yang dikenal sejak tahun 1990an ini menyatakan bahwa persentase tertentu lemak tubuh dibutuhkan untuk memicu awitan menstruasi, karena jaringan lemak subkutan juga berfungsi sebagai kelenjar hormonal sekunder mempengaruhi sintesis dan pengeluaran estrogen, serta memicu awitan menstruasi (Delemarre, 2005). Faktor neuroendokrin yang berperan adalah leptin. Kadarnya dalam serum berhubungan sangat erat dengan IMT dan massa lemak (Kaplowitz PB et al., 2001). Leptin diproduksi di jaringan adiposa untuk mengatur pusat lapar dan kenyang di hipotalamus. Kerjanya menyebabkan berkurang nafsu makan dan meningkatkan simpanan energi di jaringan (Garcia-Mayor, RV., et.al, 1997). Leptin disekresikan secara pulsatif mengikuti variasi diurnal. Sifat pulsasinya sama pada orang kurus maupun gemuk, dengan perbedaan amplitudo, yaitu pulsasi lebih tinggi pada orang yang gemuk. Sifat pulsasi leptin sinkron dengan pulsasi LH dan estradiol serum. Kadar leptin yang sudah meningkat selama prapubertas menunjukkan adanya interaksi antara leptin dan gonadotropin pada masa kanak-kanak akhir. Keadaan ini menunjukkan pentingnya peran leptin sebagai fasilitator dalam fase awal pubertas manusia (Bluher, 2007). Kegemukan pada wanita berkaitan dengan proses perubahan hormon androgen menjadi estrogen. Hipotalamus merangsang peningkatan sekresi hormon LH serta terjadi hiperandrogenisme (Paath, et al., 2005)

16 Leptin yang ditemukan oleh Zang tahun 1994 merupakan protein homon atau polipetida 16-kDa yang terdiri dari 146 asam amino dan dihasilkan oleh sel lemak. Leptin diduga berperan sebagai mediator atau perantara jaringan lemak dengan sumbu hipotalamus-hipofise-gonad yang memberikan sinyal kepada sentral untuk dimulainya peningkatan sekresi GnRH sebagai awal dimulainya awitan pubertas. Remaja obes akan mempunyai kadar leptin serum yang lebih tinggi dan berhubungan dengan pematangan reproduksi (pubertas) dan awitan menstruasi yang lebih dini juga (Butler, 2000, dalam Hendri, 2012). Terdapat peningkatan kadar leptin serum dari periode anak sampai prepubertas yang paralel dengan pertambahan usia dan berat badan kemudian relatif menetap pada midpubertas dan kembali meningkat pada late pubertas (siklus ovulatorik). Dengan demikian leptin berperan sebagai pintu gerbang dimulainya onset pubertas dan awitan menstruasi (gueorquiev, 2000, dalam Hendri, 2012). Secara garis besar hubungan obesitas dengan awitan menstruasi dapat dilihat dari konsep dibawah ini. OBESITAS KANDUNGAN LEMAK menghasilkan LEPTIN SEKSRESI GnRH AWAL DIMULAINYA AWITAN MENSTURASI LEBIH CEPAT Gambar 2.6 Hubungan Obesitas dengan Usia Awitan Menstruasi

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ;

Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; Fisiologi Reproduksi & Hormonal Wanita Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon, sebagai berikut ; 1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, Hormon pelepas- gonadotropin

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang mengenai hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri yang dilakukan di SMP N 2 Gamping Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pubertas 2.1.1. Definisi Pubertas Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang remaja akan tumbuh dan berkembang menuju tahap dewasa. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga tahap antara lain masa remaja awal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Menstruasi 2.1.1. Definisi Menstruasi Menstruasi adalah suatu keadaan fisiologis atau normal, merupakan peristiwa pengeluaran darah, lendir dan sisa-sisa sel secara berkala

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status kesehatan masyarakat ditunjukkan oleh angka kesakitan, angka kematian, membaiknya status gizi, dan Usia Harapan Hidup. (1) Penyakit degeneratif adalah salah

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan mengalami periode pubertas terlebih dahulu. Pada

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi sebagai proses alamiah yang akan terjadi pada setiap remaja, dimana terjadinya proses pengeluaran darah yang menandakan bahwa organ kandungan telah berfungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infertilitas 1. Definisi Infertilitas atau kemandulan adalah penyakit sistem reproduksi yang ditandai dengan ketidakmampuan atau kegagalan dalam memperoleh kehamilan, walaupun

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam. zat-zat gizi lainnya (Almatsier, 2010; Supariasa, 2012).

BAB II LANDASAN TEORI. dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam. zat-zat gizi lainnya (Almatsier, 2010; Supariasa, 2012). digilib.uns.ac.id BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Status Gizi a. Pengertian Status gizi adalah suatu ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan. hasil tercapainya kemampuan reproduksi. Tanda pertama pubertas BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pendahuluan Pubertas merupakan suatu periode perkembangan transisi dari anak menuju dewasa dimana terjadi proses pematangan seksual dengan hasil tercapainya kemampuan reproduksi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah dengan usia 6-14 tahun saat sedang duduk di bangku SD

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah dengan usia 6-14 tahun saat sedang duduk di bangku SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sekolah dengan usia 6-14 tahun saat sedang duduk di bangku SD dan SMP sedang menjalani pendidikan dasar yang merupakan titik awal anak mengenal sekolah yang sesungguhnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau. meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. (1) Obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa, hasil

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa, hasil BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia memiliki jumlah penduduk sebesar 237,6 juta jiwa, hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukan bahwa 63,4 juta diantaranya adalah remaja yang terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World

BAB I PENDAHULUAN. jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat cepat. Menurut World Health Organization (WHO)

Lebih terperinci

Pertumbuhan Payudara. Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan Payudara. Universitas Sumatera Utara 6 Pertumbuhan payudara dikenal pertama kali, diikuti oleh tumbuhnya rambut pubis, dan menarke, yang merupakan puncak dari awitan pubertas seorang perempuan. Marshall dan Tanner membuat tahapan perkembangan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada zaman sekarang ini, kelebihan berat badan (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah kesehatan dunia yang semakin sering ditemukan di berbagai

Lebih terperinci

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER SKRIPSI Diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. lemak tubuh karena ambilan makanan yang berlebih (Subardja, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obesitas atau kegemukan adalah keadaan yang terjadi apabila kuantitas jaringan lemak tubuh dibandingkan berat badan total lebih besar daripada normal. Hal ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yang belum dapat diselesaikan oleh negara-negara maju. dan berkembang di dunia. Studi pada tahun 2013 dari Institute for

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan yang belum dapat diselesaikan oleh negara-negara maju. dan berkembang di dunia. Studi pada tahun 2013 dari Institute for BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak tubuh yang berlebihan atau abnormal sehingga menimbulkan risiko bagi kesehatan, antara lain adalah penyakit kardiovaskular,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. OBESITAS. 2.1.1. Pengertian Obesitas. Obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010).

BAB 1 PENDAHULUAN. produktif dan kreatif sesuai dengan tahap perkembangannya (Depkes, 2010). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja adalah harapan bangsa, sehingga tak berlebihan jika dikatakan bahwa masa depan bangsa yang akan datang akan ditentukan pada keadaan remaja saat ini. Remaja yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

BAB 1 PENDAHULUAN. Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pembangunan kesehatan adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal

BAB I PENDAHULUAN. diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya prevalensi obesitas merupakan masalah kesehatan utama diseluruh dunia (Park & Kim,2012). Sekitar 2,8 juta orang dewasa meninggal setiap tahun terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset

BAB I PENDAHULUAN. keluar melalui serviks dan vagina (Widyastuti, 2009). Berdasarkan Riset BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menstruasi adalah suatu proses yang normal, yang terjadi setiap bulannya pada hampir semua wanita. Menstruasi terjadinya pengeluaran darah, dalam jangka waktu 3-5 hari

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyusui eksklusif. Pada ibu menyusui eksklusif memiliki kecenderungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyusui eksklusif. Pada ibu menyusui eksklusif memiliki kecenderungan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menyusui dan kehamilan merupakan hal yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi wanita. Kembalinya menstruasi dan ovulasi bervariasi setiap ibu postpartum, hal

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja,

BAB 1 : PENDAHULUAN. kemungkinan diskriminasi dari lingkungan sekitar. Gizi lebih yang terjadi pada remaja, BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi lebih merupakan keadaan patologis, yaitu dengan terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan dari yang diperlukan untuk fungsi tubuh yang normal. (1) Gizi lebih

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uterus 2.1.1. Anatomi dan Histologi Uterus Uterus berbentuk seperti buah pir dan berdinding tebal. Yang terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, cavum uteri. Ukuran dari fundus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan remaja sebagai mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila anak telah mencapai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering

BAB I PENDAHULUAN. penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan penurunan fungsi organ tubuh, maka resiko terjadinya penyakit degeneratif akan meningkat. Penyakit degeneratif yang sering terjadi pada lansia antara

Lebih terperinci

... Tugas Milik kelompok 8...

... Tugas Milik kelompok 8... ... Tugas Milik kelompok 8... 6. Siklus menstruasi terjadi pada manusia dan primata. Sedang pada mamalia lain terjadi siklus estrus. Bedanya, pada siklus menstruasi, jika tidak terjadi pembuahan maka lapisan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami BAB 1 PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami perubahan, yaitu dari deposisi lemak subkutan menjadi lemak abdominal dan viseral yang menyebabkan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin

BAB I PENDAHULUAN. tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu. perkembangan tersebut adalah perkembangan hormone Gonadotropin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa dimana terjadi perkembangan bentuk tubuh baik dari segi fisik maupun dari segi hormonal. Salah satu perkembangan tersebut adalah perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300

BAB I PENDAHULUAN. dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara

BAB I PENDAHULUAN. dari sepuluh masalah kesehatan utama di dunia dan kelima teratas di negara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan masyarakat dunia, baik di negara maju ataupun negara berkembang. Menurut data World Health Organization (WHO) obesitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan yang banyak terjadi di zaman modern ini. Obesitas merupakan suatu kelainan atau penyakit dimana terjadi penimbunan lemak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas Obesitas adalah kondisi kelebihan berat tubuh akibat tertimbun lemak yang melebihi 25 % dari berat tubuh, orang yang kelebihan berat badan biasanya karena kelebihan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi merupakan proses alamiah yang terjadi pada setiap perempuan sebagai tanda bahwa organ reproduksi sudah berfungsi matang (Kusmiran, 2014). Menstruasi adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sindroma Ovarium Polikistik Sejak 1990 National Institutes of Health mensponsori konferensi Polikistik Ovarium Sindrom (PCOS), telah dipahami bahwa sindrom meliputi suatu spektrum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes Mellitus (DM) di dunia. Angka ini diprediksikan akan bertambah menjadi 333 juta orang pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang memiliki salah satu masalah yang sangat penting yaitu ledakan penduduk. Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik. adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan (Sugondo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas merupakan suatu kelainan kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik spesifik. Secara fisiologis,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi sampai usia 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa cairan atau makanan lain,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes mellitus dapat menyerang warga seluruh lapisan umur dan status BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut WHO menyatakan bahwa gizi adalah pilar utama dari kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan (Soekirman, 2000). Di bidang gizi telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiga konsep pengertian tersebut adalah : BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi Dalam pembahasan tentang status gizi, ada tiga konsep yang harus dipahami. Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah

BAB I PENDAHULUAN. Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Data demografi menunjukkan bahwa populasi remaja mendominasi jumlah penduduk di dunia. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2007 sekitar seperlima

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas merupakan masalah kesehatan global dan telah muncul sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor risiko untuk kanker, hipertensi, hiperkolesterolemia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan,

BAB I PENDAHULUAN. yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes mellitus dan komplikasinya telah menjadi masalah masyarakat yang serius dan merupakan penyebab yang penting dari angka kesakitan, kematian, dan kecacatan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kolesterol merupakan konstituen utama membrane plasma dan lipoprotein plasma. Senyawa ini sering ditemukan sebagai ester kolesteril, dengan gugus hidroksil di posisi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fleksibilitas 2.1.1. Definisi fleksibilitas Fleksibilitas mengacu pada kemampuan ruang gerak sendi atau persendian tubuh. Kemampuan gerak sendi ini berbeda di setiap persendian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obesitas 2.1.1. Definisi Obesitas adalah penumpukan jaringan lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan (WHO,2011). Batas yang tidak wajar untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gizi merupakan sebuah masalah keluarga yang sifatnya jangka panjang dan kebisaan makan yang sehat harus dimulai sejak dini. Masalah gizi pada anak di Indonesia akhir-akhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini telah diketahui banyak metode dan alat kontrasepsi meliputi suntik, pil, IUD, implan, kontap dan kondom. Metode KB suntik merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena penimbunan kristal monosodium urat di dalam tubuh. Asam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini

BAB I PENDAHULUAN. periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu masa perkembangan manusia dan merupakan periode transisi dari masa anak menuju masa dewasa. Dalam masa remaja ini terjadi pacu tumbuh (growth

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang

BAB I PENDAHULUAN. kegemukan sebagai lambang kemakmuran. Meskipun demikian, pandangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kegemukan sudah lama menjadi masalah. Bangsa Cina kuno dan bangsa Mesir kuno telah mengemukakan bahwa kegemukan sangat mengganggu kesehatan. Bahkan, bangsa Mesir

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, lima penyakit utama penyebab kematian pada penduduk Indonesia adalah penyakit sistem sirkulasi darah atau disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada

BAB I PENDAHULUAN. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wanita merupakan salah satu makhluk ciptaan Tuhan yang istimewa. Wanita dikatakan istemewa karena jumlah populasinya yang lebih besar dari pada laki-laki. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi mempermudah manusia dalam kehidupan sehari hari,

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi mempermudah manusia dalam kehidupan sehari hari, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemajuan teknologi saat ini telah memberi dampak yang sangat baik pada kehidupan manusia, banyak teknologi telah ditemukan yang berfungsi mempermudah manusia dalam

Lebih terperinci

HASIL Jangka Reproduksi Wanita Kabupaten Pesawaran

HASIL Jangka Reproduksi Wanita Kabupaten Pesawaran 14 HASIL Jangka Reproduksi Wanita Kabupaten Pesawaran Alat kontrasepsi Keluarga Berencana (KB) hormonal mengandung estrogen dan progesteron yang secara langsung dapat mempengaruhi daur alamiah menstruasi.

Lebih terperinci

Gangguan Hormon Pada wanita

Gangguan Hormon Pada wanita Gangguan Hormon Pada wanita Kehidupan reproduksi dan tubuh wanita dipengaruhi hormon. Hormon ini memiliki fungsi yang berbeda-beda. Ada tiga hormon panting yang dimiliki wanita, yaitu estrogen, progesteron,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus

BAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa dewasa awal atau muda merupakan salah satu tahap dari siklus kehidupan dengan rentang usia 19-40 tahun. Pada tahap ini terjadi proses pematangan pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk dunia meninggal akibat diabetes mellitus. Selanjutnya pada tahun 2003 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa dari statistik kematian didunia, 57 juta kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan data International Diabetes Federation (IDF) pada BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus kini telah menjadi ancaman dalam kesehatan dunia. Jumlah penderita diabetes melitus tidak semakin menurun setiap tahunnya, namun justru mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat yaitu A,H,C,dan D. PMS A (Anxiety) ditandai dengan gejala

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat yaitu A,H,C,dan D. PMS A (Anxiety) ditandai dengan gejala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Reproduksi normal pada wanita dikarakteristikan dengan perubahan ritme bulanan pada sekresi hormon dan perubahan fisik di ovarium dan organ seksual lainya. Pola ritme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi yang dicanangkan Departemen Kesehatan RI, oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. reproduksi yang dicanangkan Departemen Kesehatan RI, oleh karena itu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Remaja putri merupakan salah satu sarana dalam program kesehatan reproduksi yang dicanangkan Departemen Kesehatan RI, oleh karena itu harus mendapatkan perhatian yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di

BAB 1 PENDAHULUAN. Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kesehatan merupakan masalah yang ada di setiap negara, baik di negara miskin, negara berkembang, maupun negara maju. Negara miskin cenderung dengan masalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif. 17 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Walaupun perempuan, umumnya, memiliki umur harapan hidup (UHH) lebih tinggi daripada pria, mereka menghadapi masalah kesehatan yang lebih rumit. Secara kodrati, perempuan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. orang dewasa mengalami kegemukan. Di Amerika orang meninggal. penduduk menderita kegemukan (Diana, 2004). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Modernisasi dan era globalisasi yang mulai memasuki sebagian besar negara-negara berkembang telah memberikan beberapa kemajuan kepada masyarakat dalam hal standar kehidupan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Glukosa Darah Karbohidrat merupakan sumber utama glukosa yang dapat diterima dalam bentuk makanan oleh tubuh yang kemudian akan dibentuk menjadi glukosa. Karbohidrat yang dicerna

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam era globalisasi sekarang dimana terjadi perubahan gaya hidup dan pola makan, Indonesia menghadapi masalah gizi ganda yang artinya masalah gizi kurang belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dismenore adalah nyeri menstruasi seperti kram pada perut bagian bawah yang terjadi saat menstruasi atau dua hari sebelum menstruasi dan berakhir dalam 72 jam. Terkadang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menstruasi dan gangguan menstruasi sering terjadi (Lee dkk, 2006) dengan menstruasi yang abnormal, seperti sindrom premenstruasi dan

I. PENDAHULUAN. menstruasi dan gangguan menstruasi sering terjadi (Lee dkk, 2006) dengan menstruasi yang abnormal, seperti sindrom premenstruasi dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu ciri khas kedewasaan seorang perempuan adalah menstruasi. Menstruasi merupakan proses yang kompleks dan harmonis dari serebrum, hipotalamus, hipofisis, alat-alat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

BAB II TINJAUAN TEORI. konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah BAB II TINJAUAN TEORI A. Remaja 1. Pengertian Remaja Remaja sebagai periode tertentu dari kehidupan manusia merupakan suatu konsep yang relatif baru dalam kajian psikologi. Di negara-negara barat, istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut World Health Organization (WHO), obesitas adalah akumulasi lemak secara berlebihan atau abnormal dalam tubuh yang dapat mengganggu kesehatan. Distribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bersifat sementara dan dapat pula bersifat menetap (Subroto, 2011). BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Kontrasepsi Kontrasepsi merupakan bagian dari pelayanan kesehatan untuk pengaturan kehamilan dan merupakan hak setiap individu sebagai makhluk seksual, serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil

BAB I PENDAHULUAN orang dari 1 juta penduduk menderita PJK. 2 Hal ini diperkuat oleh hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dewasa ini berbagai laporan kesehatan mengindikasikan bahwa prevalensi penyakit tidak menular lebih banyak dari pada penyakit menular. Dinyatakan oleh World

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas dan kelebihan berat badan bukan hanya menjadi masalah di negara maju tetapi juga merupakan masalah yang semakin meningkat di negara-negara berkembang. Obesitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Stroke merupakan penyebab kematian dan kecacatan yang utama di banyak negara termasuk Indonesia. Pola penyebab kematian di rumah sakit yang utama dari Informasi Rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pergeseran pola penyakit dari penyakit infeksi dan defisiensi menjadi penyakit kronis telah terjadi di Indonesia seiring dengan kemajuan teknologi dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obesitas adalah akumulasi lemak abnormal atau berlebih yang dapat mengganggu kesehatan. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan energi antara kalori yang dikonsumsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang

BAB 1 PENDAHULUAN. antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Status gizi adalah suatu keadaan kesehatan sebagai akibat keseimbangan antara konsumsi, penyerapan zat gizi, dan penggunaannya di dalam tubuh yang diekskpresikan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut

BAB I PENDAHULUAN. anak dan remaja saat ini sejajar dengan orang dewasa (WHO, 2013). Menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Obesitas pada anak sampai kini masih merupakan masalah, satu dari sepuluh anak di dunia ini mengalami obesitas dan peningkatan obesitas pada anak dan remaja saat ini

Lebih terperinci

UNIVERSITAS GUNADARMA

UNIVERSITAS GUNADARMA PENGARUH HORMON SEKSUAL TERHADAP WANITA Oleh : Rini Indryawati. SPsi UNIVERSITAS GUNADARMA November 2007 ABSTRAK Hormon adalah getah yang dihasilkan oleh suatu kelenjar dan langsung diedarkan oleh darah.

Lebih terperinci

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator

BAB 1 : PENDAHULUAN. penduduk yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Salah satu indikator BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan seseorang dapat dapat diindikasikan oleh meningkatkatnya usia harapan hidup (UHH), akibatnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) semakin bertambah banyak

Lebih terperinci