BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL. 4.1 Teori Dasar

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL

(25-50%) terubah tetapi tekstur asalnya masih ada.

Bab III Karakteristik Alterasi Hidrotermal

Bab IV Sistem Panas Bumi

III.4.1 Kuarsa sekunder dan kalsedon


STUDI UBAHAN HIDROTERMAL

BAB III LANDASAN TEORI

BAB V ALTERASI PERMUKAAN DAERAH PENELITIAN

BAB 4 ALTERASI HIDROTERMAL

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL

BAB V KIMIA AIR. 5.1 Tinjauan Umum

BAB IV UBAHAN HIDROTERMAL DAERAH PENELITIAN

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL

LABORATORIUM GEOLOGI OPTIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI FAKULTAS TEKNIK - UNIVERSITAS GADJAH MADA

BAB IV ANALISIS ASPEK PANASBUMI

BAB VI DISKUSI. Dewi Prihatini ( ) 46

BAB II TATANAN GEOLOGI

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB 3 PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

BAB III ALTERASI HIDROTHERMAL

BAB IV SISTEM PANAS BUMI DAN GEOKIMIA AIR

BAB 4 PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

STUDI ALTERASI DAN MINERALISASI DAERAH TAMBAKASRI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN SUMBERMANJING WETAN KABUPATEN MALANG, PROVINSI JAWA TIMUR

Studi Alterasi Hidrotermal dan Kimia Air Pada Sumur WW-2, WF-2,WA-3, dan WJ di Lapangan Panasbumi Wayang Windu Bagian Selatan, Pangalengan, Jawa Barat

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN SUMUR RA WILAYAH KERJA PANASBUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWAB BARAT

Bab I Pendahuluan. I.1 Latar Belakang

BAB V PENGOLAHAN DATA

BAB VI PEMBAHASAN DAN DISKUSI

BAB IV KARAKTERISTIK AIR PANAS DI DAERAH TANGKUBAN PARAHU BAGIAN SELATAN, JAWA BARAT

ALTERASI HIDROTERMAL PADA LAPANGAN PANAS BUMI DAERAH GUNUNG RINGGIT, PROVINSI SUMATERA SELATAN

BAB IV PENENTUAN POTENSI PANAS BUMI

SISTEM PANASBUMI: KOMPONEN DAN KLASIFIKASINYA. [Bagian dari Proposal Pengajuan Tugas Akhir]

ESTIMASI TEMPERATUR BAWAH PERMUKAAN BERDASARKAN KEHADIRAN

KARAKTERISTIK ALTERASI BAWAH PERMUKAAN PADA SUMUR WWT-1, WWD-2 DAN WWQ-5 DI LAPANGAN PANAS BUMI WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT TESIS

BAB II TEORI DASAR 2.1. Metode Geologi

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

KARAKTERISASI MINERALOGI PETUNJUK TERMPERATUR PADA SUMUR VN LAPANGAN WAYANG WINDU, PANGALENGAN, JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN. pembentuk tanah yang intensif adalah proses alterasi pada daerah panasbumi.

BAB I PENDAHULUAN. Ellis and Mahon (1977) menjelaskan bahwa energi panas bumi merupakan

BAB II TATANAN GEOLOGI

Sistem Hidrothermal. Proses Hidrothermal

BAB III PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA

SURVEI LANDAIAN SUHU DAERAH PANAS BUMI SUMANI. Yuanno Rezky, Robertus S. L. Simarmata Kelompok Penyelidikan Panas Bumi ABSTRAK

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dan perekonomian. Data Kementerian ESDM (2014) menyatakan bahwa

BAB 6 PEMBAHASAN POTENSI PANAS BUMI DAERAH PENELITIAN

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai geologi regional daerah

Bateman (1956) dalam buku The Formation Mineral Deposits pengertian mineral bijih adalah mineral yang mengandung satu atau lebih jenis logam dan

BAB IV GEOKIMIA AIR PANAS DI DAERAH GUNUNG KROMONG DAN SEKITARNYA, CIREBON

BAB II TATANAN GEOLOGI

ZONA ALTERASI HIDROTERMAL PADA SUMUR PENELITIAN "VY 2", LAPANGAN KAMOJANG, JAWA BARAT, INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK GEOLOGI KARYA REFERAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV MANIFESTASI PERMUKAAN PANASBUMI DI DATARAN TINGGI DIENG DAN SEKITARNYA

BAB V PENGOLAHAN DAN INTERPRETASI DATA GEOKIMIA

I. ALTERASI HIDROTERMAL

Gambar 2.8. Model tiga dimensi (3D) stratigrafi daerah penelitian (pandangan menghadap arah barat laut).

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI DI GUNUNG RAJABASA

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE X- RAY DIFFRACTION (XRD)

GEOLOGI DAN STUDI ASPEK PANASBUMI SUMUR KMJ-X AREA PANASBUMI KAMOJANG, KABUPATEN BANDUNG, JAWABARAT

A B C D E A B C D E. A B C D E A B C D E // - Nikol X Nikol mm P mm

BAB II METODE PENELITIAN

BAB IV ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH PENELITIAN

GEOLOGI, ALTERASI HIDROTERMAL DAN MINERALISASI DAERAH CIURUG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN NANGGUNG, KABUPATEN BOGOR, PROVINSI JAWA BARAT

Karakterisasi Temperatur Bawah Permukaan Daerah NZU : Integrasi Data Geotermometer, Mineral Alterasi dan Data Pengukuran Temperatur Bawah Permukaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENYELIDIKAN GEOLISTRIK DAN HEAD ON DI DAERAH PANAS BUMI SAMPURAGA, MANDAILING NATAL SUMATERA UTARA

V.2.4. Kesetimbangan Ion BAB VI. PEMBAHASAN VI.1. Jenis Fluida dan Posisi Manifestasi pada Sistem Panas Bumi VI.2.

Zona Alterasi Berdasarkan Data Bor Daerah Arinem, Kecamatan Pakenjeng, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat

BAB IV MANIFESTASI PANAS BUMI CIMANDIRI

BAB 2 TEORI DASAR 2.1 Metode Geologi

Metamorfisme dan Lingkungan Pengendapan

BAB I PENDAHULUAN. Lamongan dan di sebelah barat Gunung Argapura. Secara administratif, Ranu Segaran masuk

BAB V MINERALISASI Mineralisasi di daerah Sontang Tengah

Bab III Teori Dasar. III.1 Sistem Panas Bumi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

FORMULIR ISIAN BASIS DATA SUMBER DAYA MINERAL LOGAM

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR CBD-1 DAERAH PANAS BUMI CUBADAK KABUPATEN PASAMAN, PROVINSI SUMATERA BARAT

BAB IV MINERALISASI DAN PARAGENESA

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-2. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN DI LAPANGAN PANAS BUMI BETA, AMBON DENGAN METODE PETROGRAFI

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR GAMBAR... vi. DAFTAR TABEL...

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daerah Wai Selabung secara administratif termasuk ke dalam wilayah

BAB IV TEORI DASAR DAN METODE ANALISIS

BAB V PEMBAHASAN. Untuk mengetahui gambaran penyebaran kandungan komposisi kimia secara

BAB II TATANAN GEOLOGI

SURVEI LANDAIAN SUHU SUMUR WSL-1. Robertus S.L. Simarmata, Arif Munandar Kelompok Penyelidikan Panas Bumi

BAB II TINJAUAN GEOLOGI. yaitu Lempeng Pasifik, Lempeng Indo - Australia, dan. dilihat pada Gambar 1.

ACARA IX MINERALOGI OPTIK ASOSIASI MINERAL DALAM BATUAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

SURVEI ALIRAN PANAS DAERAH PANAS BUMI AMPALLAS KABUPATEN MAMUJU, PROVINSI SULAWESI BARAT

BAB I PENDAHULUAN I.1.

3.2. Mineralogi Bijih dan Gangue Endapan Mineral Tekstur Endapan Epitermal Karakteristik Endapan Epitermal Sulfidasi Rendah...

Transkripsi:

BAB III ALTERASI HIDROTERMAL BAWAH PERMUKAAN III.1 Teori Dasar III.1.1 Sistem Panasbumi Sistem geotermal merupakan sistem perpindahan panas dari sumber panas ke permukaan melalui proses konveksi air meteorik dengan atau tanpa fluida magmatik (Hochstein et al., 2000). Pada umumnya sistem panasbumi terdiri dari: 1. Sumber panas (heat source) 2. Reservoir tempat sirkulasi dari fluida panasbumi 3. Batuan penudung (cap rock) yang berfungsi menghalangi hilangnya uap air. 4. Daerah recharge yang berfungsi menyuplai air pada reservoir sehingga sirkulasi air dapat terus berlangsung dan daerah discharge tempat terbentuknya manifestasi di permukaan 5. Rekahan zona permeabel sebagai jalur sirkulasi fluida Sistem panasbumi berdasarkan pola aliran dari fluida panasbumi dibagi menjadi 2 (Ellis et al., 1977), yaitu: 1. Sistem tersimpan (storage system) Air tersimpan dalam akuifer dan terpanaskan di tempat, tidak terdapat manifestasi di permukaan, dan terdapat lapisan penutup atau impermeabel yang menghalangi sirkulasi air ke permukaan. 2. Sistem berputar (cyclic system) Air permukaan dapat masuk ke reservoir sehingga dapat terpanaskan kemudian kembali ke permukaan berupa artesis (akibat gravitasi), terdapat permeabilitas yang baik. Sistem panasbumi berdasarkan topografi dibagi menjadi 2 (Browne, 1999), yaitu 1. Sistem panasbumi dengan topografi rendah Sistem panasbumi ini memiliki topografi yang relatif rendah yang memungkinkan fluida panasbumi dari reservoir mencapai permukaan dan keluar sebagai manifestasi seperti ELFINA 12006011 21

kolam air alkali klorida dan endapan sinter silika. Air panas ini berasal dari air meteorik yang memilki ph mendekati netral dan biasanya memiliki salinitas rendah. 2. Sistem panasbumi dengan topografi tinggi Sistem panas bumi ini memiliki topografi yang relatif tinggi dan sangat umum di Indonesia. Air alkali klorida sangat jarang mencapai permukaan tanah maka penggantinya terdapat zona 2 fasa dengan ketebalan beberapa ribu meter yang diekspresikan oleh manifestasi di permukaan seperti fumarol, tanah hangat, dan solfatara. Gas dan uap yang naik ke permukaan akan mengalami kondensasi dengan air meteorik yang berasal dari air hujan. Fluida kondensat asam ini bisa bergerak secara lateral di bawah permukaan dan keluar sebagai mata air panas asam. Pada Lapangan Panasbumi Wayang Windu memilki sistem panasbumi berputar dan sistem panasbumi dengan topografi tinggi (gambar 3.1). Manifestasi yang ditemukan pada lapangan panasbumi ini adalah mata air panas bersifat asam, fumarol, dan tanah hangat (Abrenica et al., 2010) Gambar 3.1 Sistem panasbumi topografi tinggi (Nicholson, 1993). ELFINA 12006011 22

III.1.2 Alterasi Hidrotermal Fluida hidrotermal merupakan larutan panas (50 - >500 o C) yang mengandung Na, K, Cl, Ca sebagai komponen utama dan elemen yang lain sebagai komponen minor (Pirajno, 1992). Sistem hidrotermal merupakan sistem sirkulasi fluida hidrotermal di bawah permukaan bumi secara lateral maupun vertikal pada tekanan dan temperatur yang bervariasi. Alterasi hidrotermal merupakan interaksi fluida panas (fluida hidrotermal) dengan batuan samping yang mengakibatan terjadi perubahan mineralogi, tekstur, dan komposisi kimia (Pirajno, 1992). Pembentukan mineral sekunder dalam sistem hidrotermal dipengaruhi oleh 6 faktor (Browne, 1978, op.cit. Corbett dan Leach, 1999), yaitu: 1. temperatur 2. tekanan 3. komposisi larutan hidrotermal 4. komposisi batuan samping 5. durasi aktivitas hidrotermal 6. permeabilitas. Faktor permeabilitas memiliki peranan yang sangat penting dalam sistem panasbumi. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam sistem panasbumi terdapat beberapa komponen penting, misalnya reservoir tempat sirkulasi fluida yang dipanaskan oleh sumber panas, terdapat daerah yang menyuplai air ke reservoir (recharge), dan tempat keluarnya air menuju permukaan dari reservoir (recharge). Proses sirkulasi fluida tersebut membutuhkan jalur atau zona permeabel yang dapat dikontrol oleh banyak faktor, misalnya struktur dan kontak litologi. Mineral-mineral sekunder yang dihasilkan dari proses alterasi hidrotermal pada daerah penelitian terjadi melalui 3 cara, yaitu pengendapan langsung dari larutan pada rongga, pori, retakan membentuk urat, penggantian pada mineral primer batuan, dan pelarutan dari mineral primer batuan (Browne, 1999). Corbett dan Leach (1998) membagi zona ubahan hidrotermal ke dalam lima zona ubahan berdasarkan kumpulan dan asosiasi mineral ubahan yang muncul pada kondisi kesetimbangan yang sama dan derajat ph, adalah sebagai berikut : ELFINA 12006011 23

1. Argilik lanjut (advanced argillic), terdiri dari kumpulan mineral alterasi pada kondisi ph asam, yaitu kelompok silika, alunit, dan sebagian kaolin (pirofilit). 2. Argilik terdiri dari kumpulan mineral alterasi dengan temperatur relatif rendah dan ph asam, yaitu sebagian kelompok kaolin (kaolinit), ilit-kaolin (smektit), dan ilit (ilit). 3. Filik terbentuk pada ph yang hampir sama dengan ph zona argilik, namun temperaturnya lebih tinggi daripada temperatur zona argilik. Dicirikan dengan kehadiran mineral serisit atau mika. Pada zona filik dapat juga hadir kelompok mineral kaolin temperatur tinggi yaitu andalusit. 4. Propilitik terbentuk pada temperatur relatif lebih tinggi dari zona argilik dan ph mendekati netral dengan kehadiran mineral epidot dan klorit. Pada temperatur yang relatif sama dengan zona argilik, dicirikan oleh ketidakhadiran epidot yang dikenal sebagai zona subpropilitik. 5. Potasik terbentuk pada temperatur relatif tinggi dan ph netral, dicirikan dengan kehadiran mineral biotit sekunder dan aktinolit. III.2 Alterasi Hidrotermal pada Sumur Penelitian Pada sumur-sumur penelitian dilakukan analisis mikroskopis untuk mengetahui zona alterasi hidrotermal. Analisis mikroskopis dilakukan pada 31 sampel serbuk bor dan 8 sampel inti bor. Selain itu, analisis XDR (X-Ray Diffraction) dilakukan untuk menentukan mineral lempung pada 8 sampel inti bor. Penentuan mineral lempung pada 31 sampel serbuk bor tidak dilakukan dengan analisis XRD tetapi dengan menganalisis ciri optik mineral (mikroskopis). Berdasarkan analisis-analisis tersebut, terdapat 3 zona alterasi pada sumur MB-1 (gambar 3.2), MB-2 (gambar 3.3), MB-3 (gambar 3.4), dan WR (gambar 3.5) yaitu zona mineral lempung (kaolinit)±kuarsa, zona mineral lempung (smektit)-kuarsa±anhidrit-klorit-kalsit, dan zona mineral lempung (ilit)-kuarsa±anhidrit-klorit±wairakit-epidot-kalsit. Korelasi zona alterasi pada 4 sumur penelitian dapat dilihat pada gambar 3.6 dan 3.7 ELFINA 12006011 24

Gambar 3.2 Penampang sumur MB-1 yang menunjukkan kehadiran mineral sekunder dan zona alterasi. ELFINA 12006011 25

Gambar 3.3 Penampang sumur MB-2 yang menunjukkan kehadiran mineral sekunder dan zona alterasi. ELFINA 12006011 26

Gambar 3.4 Penampang sumur MB-3 yang menunjukkan kehadiran mineral sekunder dan zona alterasi. ELFINA 12006011 27

Gambar 3.5 Penampang sumur WR yang menunjukkan kehadiran mineral sekunder dan zona alterasi. ELFINA 12006011 28

Gambar 3.6 Penampang zona alterasi pada sumur MB-1, MB-2, dan MB-3. ELFINA 12006011 29

Gambar 3.7 Penampang zona alterasi pada sumur MB-3 dan WR. ELFINA 12006011 30

Gambar 3.13 Perajahan temperatur pada zona mineral lempung (kaolinit)±kuarsa (argilik) III.2.2 Zona Mineral lempung (smektit)-kuarsa±anhidrit-klorit-kalsit Zona mineral lempung (smektit)-kuarsa ±anhidrit-klorit-kalsit hadir pada kedalalaman sekitar 490-890 m dengan ketebalan sekitar 350 m. Berdasarkan Corbett dan Leach (1998), zona ini disebandingkan dengan zona subpropilitk. Zona ini dicirikan dengan kehadiran mineral lempung (smektit), kuarsa, sedikit anhidrit, klorit, dan kalsit. Mineral lempung berupa smektit hadir mengganti masadasar dan fenokris pada andesit serta matriks dan butiran pada tuf litik (gambar 3.14, 3.17, dan 3.18). Kuarsa hadir dalam bentuk urat (gambar 3.14 dan 3.16). Anhidrit dengan bentuk euhedral dan mengganti mineral serta tidak hadir pada setiap sampel pada zona ini hadir (gambar 3.16). Klorit hadir berupa urat dan mengganti mineral (gambar 3.14, 3.17, 3.18). Kalsit hadir mengganti mineral (gambar 3.14, 3.15, dan 3.17). Berdasarkan perajahan temperatur mineral (Reyes, 1981, op.cit. Browne, 1999) yang dilakukan pada zona ini, didapat kisaran suhu 160 0-180 0 C (gambar 3.19). Zona ini diduga menjadi zona transisi antara reservoir dan batuan penudung (cap rock) dalam sistem panasbumi di Wayang Windu. ELFINA 12006011 34