BAB 1 PENDAHULUAN. Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm ), hlm.94.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

Catatan Koalisi Perempuan Indonesia terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara Nomor 46/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 39/PUU-XII/2014 Hak Memilih

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

BAB I PENDAHULUAN. Masing-masing negara mempunyai sistem peradilan pidana yang khas karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi (selanjutnya disebut MK) sebagai salah satu pelaku

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 80/PUU-XII/2014 Ketiadaan Pengembalian Bea Masuk Akibat Adanya Gugatan Perdata

BAB I PENDAHULUAN. negara hukum. Negara hukum merupakan dasar Negara dan pandangan. semua tertib hukum yang berlaku di Negara Indonesia.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. dalam hal dan menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang untuk

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

BAB I PENDAHULUAN. untuk dipenuhi. Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya. kepentingannya atau keinginannya tidak tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. hukum dan olehnya dapat di pertanggung jawabkan dihadapan hukum.

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 65/PUU-VIII/2010 Tentang Pengajuan Saksi Yang Meringankan Tersangka/Terdakwa ( UU Hukum Acara Pidana )

BAB I PENDAHULUAN. ketidakadilan yang dilakukan oleh hakim kepada pencari keadilan. Disparitas. hakim dalam menjatuhkan suatu putusan.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XIV/2016 Kewenangan Mengajukan Permintaan Peninjuan Kembali. Anna Boentaran,. selanjutnya disebut Pemohon

BAB I PENDAHULUAN. setelah melalui proses pemeriksaan dan pemutusan perkaranya, akan merasa

BAB I PENDAHULUAN. tercipta pula aturan-aturan baru dalam bidang hukum pidana tersebut. Aturanaturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 108/PUU-XIV/2016 Peninjauan Kembali (PK) Lebih Satu Kali

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 74/PUU-XV/2017

KEWENANGAN MENGUJI KONSTITUSIONALITAS PERATURAN DAERAH TERHADAP UUD 1945


RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

BAB I PENGANTAR. Seiring dengan perkembangan jaman, berkembang pula modus kejahatan yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 132/PUU-XIII/2015 Ketentuan Pidana Bagi Penyedia Jasa dan Pemakai Pada Tindak Pidana Prostitusi

BAB III PERALIHAN KEWENANGAN MAHKAMAH AGUNG KEPADA MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA PEMILUKADA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan KPK Karena Ditetapkan Sebagai Tersangka

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 8/PUU-XVI/2018 Tindakan Advokat Merintangi Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. dapat di pandang sama dihadapan hukum (equality before the law). Beberapa

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan tanpa kecuali. Hukum merupakan kaidah yang berupa perintah

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

BAB I PENDAHULUAN. tugas negara menegakkan hukum dan keadilan 1, dimana di dalamnya

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 31/PUU-XI/2013 Tentang Pemberhentian Oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai istilah baik rechtsstaat, rule of law, atau etat de droit. 2 Dalam konteks

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan berkembangnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah terus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 52/PUU-XIV/2016 Penambahan Kewenangan Mahkamah Kontitusi untuk Mengadili Perkara Constitutional Complaint

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 76/PUU-XV/2017

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) telah melahirkan sebuah

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

A. Kronologi pengajuan uji materi (judicial review) Untuk mendukung data dalam pembahasan yangtelah dikemukakan,

DAFTAR REFERENSI. . Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia; Pasca Reformasi. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer, 2007.

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 39/PUU-XV/2017

III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 99/PUU-XV/2017 Tafsir konstitusional frasa rakyat pencari keadilan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

PRAPERADILAN SEBAGAI KEWENANGAN TAMBAHAN PENGADILAN NEGERI PRETRIAL COURT AS ADDITIONAL POWERS

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 48/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila Dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

I. PARA PEMOHON 1. Dr. Andreas Hugo Pareira; 2. H.R. Sunaryo, S.H; 3. Dr. H. Hakim Sorimuda Pohan, selanjutnya disebut Para Pemohon.

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XV/2017 Pembubaran Ormas yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

I. PENDAHULUAN. Hukum acara pidana merupakan perangkat hukum pidana yang mengatur tata cara

DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor /PUU-VIII/2010 Tentang UU Pengadilan Anak Sistem pemidanaan terhadap anak

PERBAIKAN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 26/PUU-VII/2009 Tentang UU Pemilihan Presiden & Wakil Presiden Calon Presiden Perseorangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Didalam proses perkara pidana terdakwa atau terpidana

I. PEMOHON Tomson Situmeang, S.H sebagai Pemohon I;

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 24/PUU-XII/2014 Pengumuman Hasil Penghitungan Cepat

adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap tindak pidana yang

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara republik Indonesia adalah negara hukum, berdasarkan pancasila

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. semua warga negara bersama kedudukannya di dalam hukum dan. peradilan pidana di Indonesia. Sebelum Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

III. METODE PENELITIAN. penelitian guna mendapatkan, mengolah, dan menyimpulkan data yang dapat

Ringkasan Permohonan Perkara Nomor 59/PUU-XII/2014 Daluwarsa Masa Penuntutan

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 38/PUU-XV/2017

BAB III PIDANA DAN PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi yang Dimuat

BAB 1 PENDAHULUAN. secara konstitusional terdapat dalam penjelasan Undang-Undang Dasar 1945

Pengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

I. UMUM

KESAKSIAN PALSU DI DEPAN PENGADILAN DAN PROSES PENANGANANNYA 1 Oleh: Gerald Majampoh 2

Transkripsi:

1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Keadilan dan kepastian hukum tentulah menjadi dua harapan dari diberlakukannya hukum. Masyarakat yang kepentingannya tercemar akan merasa keadilannya terusik dan kemudian berupaya memperolehnya kembali dengan menempuh proses hukum tertentu. Namun begitu, sifat keadilan yang relatif membuat tegaknya hukum dan keadilan menjadi hal yang mustahil. 1 Suatu hal yang dirasa adil bagi seseorang, belum tentu adil bagi orang lain. Sedangkan suatu ketertiban terwujud jika undang-undang yang dibuat telah memenuhi kekuatan berlaku. Ada 3 macam kekuatan berlaku, yaitu berlaku secara yuridis, sosiologis, dan filosofis. 2 Keberlakuan secara yuridis terpenuhi bila suatu undang-undang telah memenuhi persyaratan formal pembentukan undang-undang. 3 Berlaku secara sosiologis terpenuhi bila suatu undang-undang berlaku secara efektif yang berarti peraturan tersebut diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat lepas dari kenyataan bahwa peraturan itu terbentuk dengan memenuhi persyaratan formal 1 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan Kuhap Penyidikan dan Penuntutan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hlm. 65. 2003), hlm.94. 2 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 3 Ibid.

2 atau tidak. 4 Sedangkan keberlakuan secara filosofis terpenuhi bila suatu produk hukum telah memenuhi cita hukum pembentukan suatu peraturan. 5 Secara ideal, suatu ketertiban akan tercipta bila suatu undang-undang yang telah memenuhi syarat formal diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat, serta memenuhi cita hukum pembentukan undang-undang tersebut. 6 Secara klasik, pembagian hukum yang masih digunakan sampai sekarang adalah Hukum Publik dan Hukum Privat atau perdata. 7 Hukum publik mengatur hubungan penguasa dengan warga negara, sementara hukum privat mengatur hak dan kewajiban perorangan dalam kehidupan bermasyarakat. Termasuk dalam hukum publik adalah hukum tata negara, hukum administrasi, dan hukum pidana. Dengan mengetahui perbedaan hukum publik dan privat, maka masyarakat akan lebih mudah memahami kepentingan pribadi yang tercemar sehingga lebih mudah dalam mengajukan laporan, aduan, gugatan, atau permohonan. Beberapa perbedaan hukum publik dan hukum perdata adalah 8 : - Para pihaknya, dimana dalam hukum publik salah satu pihaknya adalah penguasa. Sedangkan pada hukum perdata kedua belah pihak adalah perorangan dengan tidak menutup kemungkinan penguasa dapat menjadi pihak juga. - Peraturan hukum publik bersifat memaksa, sedangkan hukum privat bersifat melengkapi walau ada juga yang bersifat memaksa. - Tujuan hukum publik adalah kepentingan umum, sedangkan hukum perdata tujuannya melindungi kepentingan perorangan atau individu. Bagian ini menimbulkan perdebatan karena tujuan hukum publik dan perdata pada dasarnya adalah sama-sama melindungi kepentingan umum. Pada hukum pidana, setiap pihak yang berwenang menjalankan Undang- Undang Hukum Pidana wajib memperhatikan asas hukum yang tertera dalam 4 Ibid., hlm. 95 5 Ibid. 6 Ibid. 7 Ibid., hlm. 129 8 Ibid., hlm. 130

3 pasal 1 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memuat tiang penyanggah dari hukum pidana. 9 Pasal 1 ayat (1) KUHP menyatakan: Tiada suatu perbuatan yang boleh dihukum melainkan atas kekuatan aturan pidana dalam undang-undang dalam undang-undang yang terdahulu dari perbuatan itu. Ketentuan pasal ini memuat asas yang tercantum dalam rumusan nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali. Rumusan ini mengandung arti bahwa suatu perbuatan tanpa ada suatu undang-undang yang mengatur tentang perbuatan itu sebelumnya tidak dapat dipidana. Tujuan dari asas nullum delictum ini adalah melindungi masyarakat dari kesewenang-wenangan penguasa. Pasal yang mengandung asas legalitas ini mengandung beberapa pemikiran pokok 10 antara lain: - hukum pidana hanya berlaku terhadap perbuatan setelah peraturan - hukum pidana menganut adanya kesamaan kepentingan karena disatu sisi mengatur tentang perbuatan pidana dan disisi lain mengatur tentang ancaman pidananya sekaligus. Implementasi asas legalitas haruslah berdasarkan prinsip negara hukum yang dianut Indonesia. Prinsip yang berasal dari ketentuan pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 ini mengadung arti bahwa Indonesia bukanlah negara yang bergerak berdasarkan kekuasaan semata (machtstaat), namun berdasarkan hukum. Kata Negara Hukum menunjukkan bentuk yang saling mengisi antara negara disatu sisi dan hukum disisi lain. 11 Ada beberapa istilah asing yang digunakan sebagai pengertian negara hukum, yaitu rechtstaat, rule of law, dan l etat de droit 12. Albert Venn Dicey memperkenalkan istilah rule of law yang secara sederhana diartikan sebagai keteraturan hukum, 13 dengan 3 unsur fundamental yaitu: 9 Ibid., hlm. 163 10 R. Abdoel Djamali, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm.164. 11 Mada El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia dalam Konstitusi Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005), hlm. 19. 12 Ibid., hlm. 20.

4 - Supremasi aturan hukum, tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang, dalam arti seseorang hanya boleh dihukum kalau melanggar hukum. Hal tersebut berarti mendukung keberadaan asas legalitas dalam pasal 1 ayat (1) KUHP. - Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum dimana unsur ini berlaku untuk masyarakat maupun pejabat. - Terjaminnya hak asasi manusia yang diwujudkan dalam undang-undang serta keputusan-keputusan pengadilan. Terkait dengan hak asasi manusia, Dahlan Thaib mengatakan bila dikaji baik dalam Pembukaan, Batang Tubuh maupun Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945 akan ditemukan setidaknya ada 15 (lima belas) prinsip hak asasi manusia sebagai berikut: 14 (1)hak untuk menentukan nasib sendiri, (2)hak akan warga negara, (3)hak akan kesamaan dan persamaan dihadapan hukum, (4)hak untuk bekerja, (5)hak akan hidup layak, (6)hak untuk bersyarikat, (7)hak untuk menyatakan pendapat, (8)hak untuk beragama, (9)hak untuk membela negara, (10)hak untuk mendapatkan pengajaran, (11)hak akan kesejahteraan sosial, (12)hak akan jaminan sosial, (13)hak akan kebebasan dan kemandirian peradilan, (14)hak untuk mempertahankan tradisi budaya, dan (15)hak mempertahankan bahasa daerah. Jika hak-hak tersebut di atas terlanggar, maka seorang warga negara dapat mengajukan gugatan atau permohonan kepada Mahkamah Konstitusi (MK). Hakhak tersebut, pada Undang-Undang Nomor 24 tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (UU MK) dikenal sebagai hak konstitusional. Penjelasan pasal 51 ayat (1) UU tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan "hak konstitusional" adalah hak-hak yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka Judicial Control sebagai bagian dalam kerangka sistem Check and Balance, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 telah melahirkan MK yang merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman. 15 Dalam 13 Ibid. 14 Ibid., hlm. 96

5 pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD 1945, Negara mengatur keberadaan MK sebagai berikut: - Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang kewenangannya diberikan Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilu. - Mahkamah Konstitusi wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai dugaan pelanggaran Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar. 1.2 POKOK PERMASALAHAN Terkait dengan asas nullum delictum pada pasal 1 ayat (1) KUHP, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat membuat sebuah putusan yang memberikan vonis pada seorang terdakwa berdasarkan pada suatu pasal KUHP yang telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK. Putusan Pengadilan Negeri ini kemudian menghasilkan suatu kontroversi karena terlihat seperti mengindahkan asas legalitas dan menimbulkan ketidakpastian hukum. 16 Penelitian terhadap putusan ini pun dilakukan untuk mengetahui lebih jauh mengenai dapatkah ketentuan lama digunakan sebagai dasar hukum suatu putusan, sementara sudah ada ketentuan baru yang muncul? 1.3 TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan Latar Belakang dan Pokok Permasalahan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah sebuah ketentuan lama dapat dipakai sebagai dasar hukum bila ketentuan yang baru sudah keluar. 15 Maruarar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm.3 16 Eggi dihukum Tiga Bulan, http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2007/02/22/brk,20070222-93996,id.html, 22 Februari 2007, diakses 19 Desember 2008.

6 1.4 DEFINISI OPERASIONAL Untuk memberikan keseragaman pengertian dalam penelitian ini, berikut adalah definisi beberapa kata yang akan sering dijumpai dalam penelitian ini: 1. Inkonstitusional: Bertentangan dengan undang-undang dasar. 17 Undang-Undang Dasar yang dimaksud adalah Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia 1945. Inkonstitusionalitas dapat dinyatakan oleh Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi karena dua lembaga ini adalah lembaga yang berwenang menguji peraturan perundang-undangan terhadap perundang-undangan lainnya. Dalam penelitian ini, inkonstitusionalitas yang terjadi pada pasal 134 dan 136 bis KUHP dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi yang melakukan pengujian terhadap Undang-Undang Dasar. Pasal inkonstitusional terjadi saat Mahkamah Konstitusi menyatakan pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Undang- Undang Dasar 1945, dan tidak lagi mempunyai kekuatan hukum mengikat. 2. Tempus Delicti: 18 Waktu tindak pidana dilakukan. 1.5 METODE PENELITIAN Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian hukum normatif atau kepustakaan. Penelitian hukum normatif atau kepustakaan adalah penelitian terhadap norma-norma hukum yang terdapat dalam bahan kepustakaan. Jenis data yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah data sekunder yaitu data yang diperoleh dari kepustakaan. 19 Data sekunder yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini mencakup: 20 58 17 R. Soebekti dan Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita: 1989, hlm 18 Harahap, Op.Cit., hlm 391

7 1.4.1 Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang mencakup Norma dasar, Undang-undang, Yuriprudensi, dan Peraturan lain yang masih berlaku. 1.4.2 Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan-bahan hukum primer yang meliputi buku-buku hukum, hasilhasil penelitian, dan berbagai literatur lainnya baik dari media massa maupun media internet. Data dikumpulkan dan diperoleh melalui alat pengumpulan studi dokumen yaitu penelaahan dokumen yang meliputi pengkajian peraturan dari dan dokumen lain. 1.6 SISTEMATIKA PENULISAN Bab I adalah bagian Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, pokok permasalahan, tujuan penelitian, definisi operasional, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II adalah bagian Pembahasan Umum tentang Hukum Pidana yang membahas mengenai tindak pidana penghinaan dalam KUHP, asas legalitas, serta hukum acara pidana. Bab III akan berisi pembahasan umum tentang Mahkamah Konstitusi yang akan membahas pelaksanaan kewenangan konstitusional Mahkamah Konstitusi, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi serta pengujian konstitusionalitas undangundang. Bab IV akan berisi studi kasus beserta analisis yang terdiri dari pembahasan Putusan No. 1411/PID.B/2006 /PN.JKA.PST serta pembahasan Putusan Mahkamah Konstitusi No.013-022/PUU-IV2006 Bab V akan menjadi bagian Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran. 19 Sri mamudji, et al.,metode Penelitian dan Penulisan Hukum, ( Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum, 2005), hlm. 28. 20 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, Edisi 1, Cetakan 8, ( Jakarta : Raja Grafino Persada, 2004), hlm. 13-14.