I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA KOPERASI UNIT DESA (KUD) PUSPA MEKAR KABUPATEN BANDUNG BARAT, JAWA BARAT

I. PENDAHULUAN. sektor pertanian yang memiliki nilai strategis antara lain dalam memenuhi

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

Kajian Koperasi Persusuan di Jawa Barat Oleh Achmad Firman 1

KAJIAN KOPERASI PERSUSUAN DI JAWA BARAT

KAJIAN KOPERASI PERSUSUAN DI JAWA BARAT

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Wawancara Mengenai Kondisi Internal dan Eksternal KUD Puspa Mekar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Undang-undang No. 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian pasal 2

dan produktivitasnya sehingga mampu memenuhi kebutuhan IPS. Usaha

BAB IV GAMBARAN UMUM ORGANISASI

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

BAB I. PENDAHULUAN. [Januari, 2010] Jumlah Penduduk Indonesia 2009.

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

PENGANTAR. guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang cenderung bertambah dari tahun

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian di Indonesia saat ini sudah semakin maju. Dilihat dari

I. PENDAHULUAN. masyarakat, sehingga permintaan susu semakin meningkat pula. Untuk memenuhi

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan harus memiliki kemampuan untuk membedakan dirinya dalam

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. menghadapi krisis ekonomi di Indonesia. Salah satu sub sektor dalam pertanian

V. GAMBARAN UMUM KUD PUSPA MEKAR

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

ANALISIS KEMITRAAN USAHA SUSU KOPERASI UNIT DESA (KUD) MUSUK DENGAN PT. SO GOOD FOOD (SGF) DI KABUPATEN BOYOLALI PENDAHULUAN

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

1 PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2010

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Nilai PDB Komoditas Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku Periode (Milyar Rp) No Komoditas

BAB I PENDAHULUAN. sangat mendukung berkembangnya sektor pertanian dan peternakan.

I. PENDAHULUAN. Pasar bebas bukan saja merupakan peluang namun juga ancaman. yang harus dihadapi oleh industri yang berkeinginan untuk terus maju dan

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Industri susu di Indonesia merupakan salah satu industri pangan yang

I. PENDAHULUAN. kontribusi besar dalam pengembangan pertanian di Indonesia. Dalam beberapa

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Kebijakan otonomi daerah yang bersifat desentralisasi telah merubah

SKRIPSI RINA KARUNIAWATI H

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dede Upit, 2013

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERSUSUAN INDONESIA: KONDISI, PERMASALAHAN DAN ARAH KEBIJAKAN

MASALAH DAN KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUK PETERNAKAN UNTUK PEMENUHAN GIZI MASYARAKAT*)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. oleh kelompok menengah yang mulai tumbuh, daya beli masyarakat yang

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Struktur PDB Menurut Lapangan Usaha Triwulan-I Tahun

PENGKAJIAN POTENSI PENGEMBANGAN USAHA SAPI PERAH RAKYAT DI KABUPATEN TRENGGALEK

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Sentra Peternakan Rakyat (yang selanjutnya disingkat SPR) adalah pusat

memberikan multiple effect terhadap usaha agribisnis lainnya terutama peternakan. Kenaikan harga pakan ternak akibat bahan baku jagung yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

VII. SISTEM PENGELOLAAN USAHA TERNAK SAPI MANDIRI CISURUPAN. 7.1 Struktur Organisasi dan Pengambilan Keputusan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

I PENDAHULUAN Latar Belakang

II TINJAUAN PUSTAKA. Juni 2010] 6 Masalah Gizi, Pengetahuan Masyarakat Semakin Memprihatinkan. [10

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan bahan-bahan yang dapat dikonsumsi sehari-hari untuk. cair. Pangan merupakan istilah sehari-hari yang digunakan untuk

BAB I PENDAHULUAN. dapat berupa melaksanakan produksi, perdagangan dan distribusi produk

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. gizi yang tinggi yang disekresikan oleh kelenjar mamae dari hewan betina

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Swasembada susu nasional saat ini masih sulit tercapai, hal ini terlihat lebih dari 75

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

Susu : Komoditi Potensial Yang Terabaikan

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROSPEK TANAMAN PANGAN

HUBUNGAN ANTARA PENETAPAN HARGA SUSU DI KOPERASI DENGAN STRUKTUR BIAYA PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATERNAK SAPI PERAH

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN 2007

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

I. PENDAHULUAN. Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) yang dilaksanakan pada Mei 2010 penduduk

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Koperasi berasal dari kata ( co = bersama, operation = usaha) yang secara

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia setelah Republik Rakyat Cina (RRC), India, dan Amerika Serikat (AS), yaitu sebesar 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk pada tahun 2000 hingga 2010 sebesar 1,49 persen per tahun (BPS 2010). Hal itu juga terlihat dari hasil proyeksi BPS (2009) yang menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia akan terus mengalami peningkatan, yaitu dari 219,8 juta pada tahun 2005 menjadi 247,6 juta pada tahun 2015. Tingginya laju pertumbuhan penduduk Indonesia setiap tahunnya itu menyebabkan permintaan terhadap kebutuhan hidup manusia juga terus mengalami peningkatan, salah satunya adalah kebutuhan pangan. Seiring dengan perkembangan zaman, peran pangan tidak pernah mengalami penurunan, sebaliknya pangan terus mengalami peningkatan nilai yang searah dengan peningkatan kebutuhan dari kualitas dan kuantitas pangan itu sendiri. Pangan yang dikonsumsi sehari-hari diharapkan mengandung nutrisi serta asupan gizi yang cukup bagi tubuh manusia, seperti karbohidrat, vitamin, protein, kalsium, lemak, dan kandungan gizi lainnya. Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian yang menghasilkan pangan. Pangan yang dihasilkan dari subsektor peternakan ini dikenal sebagai penghasil protein hewani yang bernilai gizi tinggi. Usahaternak di Indonesia selain berkontribusi dalam mendukung kebutuhan protein hewani juga berperan sebagai salah satu sumber pertumbuhan ekonomi yang cukup potensial, seperti meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja, maupun menopang sektor industri. Seiring dengan pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat, serta kesadaran terhadap makanan bergizi menyebabkan permintaan terhadap produk utama peternakan, seperti daging, telur, dan susu semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 mengenai kandungan gizi dan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia per kapita per tahun. 1

Tabel 1. Kandungan Gizi dan Konsumsi Protein Hewani Masyarakat Indonesia per Kapita per Tahun Jenis Kandungan Gizi Konsumsi Protein (g/kapita/tahun) b) Protein (%) a) 2006 2007 2008 2009 x) 2010 e) Daging 19,0 981,9 1084,1 1109,6 1146,1 1182,6 Telur 13,0 547,5 620,5 591,3 573,1 587,7 Susu Sapi 3,2 346,8 379,6 303,0 368,7 386,9 Keterangan: e) Angka perkiraan x) Angka sementara Sumber: a) Manfaat daging, telur, dan susu sapi, http://jiwocore.wordpress.com (2010) b) Publikasi Statistik Indonesia, BPS (2011) Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa konsumsi protein hewani menunjukkan tren peningkatan dari tahun ke tahun, termasuk susu. Saat ini, konsumsi susu masyarakat Indonesia sebagian besar berasal dari susu sapi. Susu sapi memiliki kandungan gizi protein sebesar 3,2 persen yang bermanfaat untuk mempercepat pertumbuhan tubuh dan mencerdaskan otak. Oleh karena itu, peningkatan konsumsi protein dari susu sapi menyebabkan jumlah permintaan terhadap komoditas tersebut semakin meningkat. Peningkatan tersebut ditandai dengan peningkatan konsumsi susu nasional per kapita, yaitu pada tahun 2008 sebesar 6,91 kg/kapita menjadi 8,90 kg/kapita pada tahun 2009 (Direktorat Jenderal Peternakan 2010). Adapun konsumsi susu nasional adalah mencakup konsumsi susu segar, susu cair pabrik, susu kental manis, susu bubuk, susu bubuk bayi, keju, dan produk olahan dari susu sapi lainnya. Berdasarkan asumsi tingkat konsumsi susu nasional per kapita tersebut, dapat diproyeksikan bahwa kebutuhan susu nasional juga mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2008 sebesar 1,64 juta ton menjadi 2,11 juta ton pada tahun 2009. Permintaan terhadap susu dari tahun ke tahun yang terus mengalami peningkatan itu tidak diikuti oleh peningkatan jumlah produksi susu. Jumlah produksi susu dari tahun 2004 hingga 2009 menunjukkan perkembangan yang fluktuatif. Jumlah produksi susu tertinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 776.343 ton, sedangkan jumlah produksi susu pada tahun 2005 dan 2007 sempat mengalami penurunan secara berturut-turut menjadi sebesar 535.960 dan 567.682 ton dari tahun-tahun sebelumnya yaitu sebesar 549.945 dan 616.549 ton. Jumlah populasi sapi perah, produksi susu segar, dan konsumsi susu nasional dari tahun 2004 hingga 2009 dapat dilihat pada Tabel 2. 2

Tabel 2. Jumlah Populasi Sapi Perah, Produksi Susu Segar, dan Konsumsi Susu Nasional Tahun 2004 2009 Tahun Jumlah Populasi Sapi Produksi Susu Konsumsi Susu (Ekor) (Ton) (Ton) 2004 364.062 549.945 1.237.986 2005 361.351 535.960 1.291.294 2006 369.008 616.549 1.354.235 2007 374.067 567.682 1.758.243 2008 457.577 646.953 1.641.810 2009* 474.701 776.343 2.114.640 Keterangan: * Angka Sementara Sumber: Statistik Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan (2010), diolah Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah populasi sapi perah dan jumlah produksi susu dalam negeri tidak mengalami perubahan yang cukup signifikan setiap tahunnya, yaitu tidak lebih dari 20 persen sehingga menyebabkan tidak terpenuhinya permintaan susu dalam negeri. Hal ini dapat terjadi karena rendahnya harga beli susu di tingkat peternak. Selama hampir 11 tahun susu segar dalam negeri dihargai IPS lebih rendah dibandingkan dengan bahan baku susu impor. Pada tahun 2011, harga bahan baku susu impor mencapai Rp 4.700 per liter, sedangkan susu segar lokal hanya dihargai sebesar Rp 3.020 per liter oleh IPS. Susu lokal hanya diberi insentif antara Rp 380 Rp 850 per liter (Dewan Persusuan Nasional 2012). Harga susu saat ini telah menurunkan animo peternak sehingga mereka tidak memiliki keinginan untuk menambah populasi sapi perahnya. Hal tersebut dikarenakan peternak tidak memiliki sisa dana untuk investasi dan pengembangan usahaternak sapi perahnya, artinya hasil penjualan susu segar tidak sebanding dengan biaya produksi terutama harga pakan yang sangat tinggi. Rata-rata tingkat kepemilikan sapi perah peternak lokal hanya satu sampai tiga ekor per peternak dengan produktivitas susu rata-rata hanya mencapai 12 13 liter/ekor/hari. Hal tersebut menyebabkan pasokan susu dari peternak lokal saat ini baru mencapai 25 30 persen dari kebutuhan susu nasional (Direktorat Jenderal Peternakan 2009). Produktivitas susu yang rendah tersebut menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan susu nasional. Hal itulah yang mendorong terjadinya 3

peningkatan volume impor terhadap komoditas susu. Tabel 3 menunjukkan besarnya volume ekspor dan impor susu nasional pada tahun 2005 hingga 2009. Tabel 3. Volume Ekspor dan Impor Susu Indonesia Tahun 2005 2009 Tahun Ekspor Susu (Ton) Impor Susu (Ton) 2005 45.018,4 173.084,4 2006 35.241,2 188.128,4 2007 30.739,1 198.216,8 2008 55.773,6 180.932,8 2009 41.728,9 166.504,3 Sumber: Statistik Peternakan, Direktorat Jenderal Peternakan (2010) Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa Indonesia dalam perdagangan internasional lebih cenderung mengimpor susu dengan volume yang cukup besar untuk menutupi kekurangan pasokan susu lokal dibandingkan mengekspor susu ke luar negeri. Ekspor susu yang dilakukan Indonesia pada umumnya hanya dalam bentuk susu segar dan susu cair pabrik, sedangkan impor susu yang dilakukan Indonesia lebih banyak dalam bentuk produk olahan, misalnya susu bubuk, susu bubuk bayi, keju, dan produk olahan dari susu sapi lainnya. Impor susu yang dilakukan Indonesia merupakan substitusi dari produk ekspornya. Hal ini menunjukkan bahwa peternakan sapi perah di Indonesia tidak hanya rendah dalam memproduksi susu segar pada tingkat peternak saja, tetapi juga tidak berkembang dalam menghasilkan produk olahan susu pada tingkat Industri Pengolahan Susu (IPS). Tabel 3 tersebut juga menunjukkan bahwa volume impor susu mengalami peningkatan yang cukup besar dari tahun 2005 hingga 2007, yaitu sebesar 173.084,4 ton pada tahun 2005 menjadi 198.216,8 ton pada tahun 2007. Besarnya volume impor susu menunjukkan prospek pasar yang sangat besar dalam usaha peternakan sapi perah di Indonesia, baik di tingkat peternak maupun IPS untuk menghasilkan susu sapi segar serta produk olahannya sebagai produk substitusi susu impor. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang menjadi sentra peternakan sapi perah di Indonesia. Dari seluruh provinsi yang ada di Indonesia, Jawa Barat menempati posisi ketiga terbesar dalam penyebaran populasi ternak sapi perah di Indonesia (BPS 2007). Hal ini juga diperkuat oleh data produksi susu yang diperoleh dari GKSI (2009), yaitu sebesar 32 persen susu segar nasional 4

dihasilkan oleh Provinsi Jawa Barat. Salah satu sentra peternakan sapi perah di Jawa Barat adalah Kabupaten Bandung Barat dengan jumlah populasi sapi perah sebanyak 30.146 ekor atau diperkirakan sekitar 37.000 liter susu segar dihasilkan setiap harinya, sehingga Kabupaten Bandung Barat berperan sebagai salah satu kabupaten penghasil susu terbesar di Indonesia. Di samping itu, agroklimat di Kabupaten Bandung Barat memiliki ketinggian rata-rata sebesar minimum 110 meter dan maksimum 2.429 meter di atas permukaan laut (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung Barat 2009). Kondisi tersebut membuat Kabupaten Bandung Barat memiliki prospek yang baik dan sangat potensial untuk menjadi salah satu sentra peternakan sapi perah dan produksi susu baik di Jawa Barat maupun nasional. Sebagian besar peternak sapi perah yang ada di Indonesia terhimpun dalam sebuah koperasi. Koperasi mempunyai peran yang cukup strategis untuk menopang perkembangan persusuan di Indonesia. Koperasi persusuan merupakan wadah yang digunakan oleh para peternak untuk memenuhi kebutuhan produksi dan distribusinya, dimana koperasi bertugas memberikan suplai input produksi berupa konsentrat, obat-obatan, Inseminasi Buatan (IB), dan memberikan fasilitas penyaluran kredit, serta menampung susu dari peternak untuk dijual ke Industri Pengolahan Susu (IPS). Koperasi persusuan sangat menentukan posisi tawar peternak terhadap IPS dalam menentukan jumlah penjualan susu, waktu penjualan, dan harga yang akan diterima. Kemitraan yang dibangun antara IPS dan koperasi persusuan tidak selamanya berjalan dengan lancar. Peranan IPS sangat strategis mengingat koperasi/peternak sapi perah tidak memiliki pilihan lain dalam menyalurkan produksi susunya, hanya ke beberapa IPS. Dampaknya, segala inisiatif berkaitan dengan kebijakan perdagangan susu segar banyak muncul dari IPS, di antaranya dalam menetapkan harga beli dan standar baku kualitas susu segar. Koperasi telah menanggapi kebijakan tersebut dengan meningkatkan kualitas susu mulai dari tingkat peternak sampai dengan penanganan susu di koperasi. Namun, hingga saat ini harga beli susu IPS dari koperasi masih rendah, yaitu berkisar antara Rp 3.100 Rp 3.500 per liter sehingga berimplikasi terhadap penetapan harga beli susu di tingkat peternak yang juga rendah, yaitu berkisar antara Rp 2.800 Rp 3.050 per 5

liter. Padahal, harga beli yang layak dan mampu memberikan kesejahteraan koperasi dan peternak sebagai anggotanya, yaitu sekitar Rp 4.500 per liter (Dewan Persusuan Nasional 2012). Dampak penetapan harga beli susu yang rendah di tingkat peternak terhadap koperasi dapat beragam mulai dari menurunnya kredibilitas pengurus koperasi di mata peternak sebagai anggota, alasan untuk tidak patuh terhadap kewajiban sebagai anggota, dan banyak reaksi negatif lainnya. Sangat mudah bagi peternak mengambil keputusan untuk menjual asetaset ternak sapi perahnya ketika menghadapi penetapan harga beli susu yang rendah dari koperasi. Dampak turunannya sangat luas, mulai dari penurunan populasi sapi perah di wilayah kerja koperasi, produksi dan suplai susu segar ke koperasi menurun, skala koperasi menjadi tidak ekonomis, keberlanjutan bisnis koperasi dan sektor hulu menjadi terancam. Seiring dengan dampak yang dirasakan koperasi persusuan terhadap penetapan harga beli susu yang rendah dari anggota, banyak IPS yang memanfaatkan kondisi tersebut dengan menciptakan saluran pemasaran susu melalui agen pengumpul/kolektor susu. Agen kolektor susu menampung/membeli susu dari peternak dengan harga lebih tinggi dari harga yang ditetapkan koperasi primer, terkadang mereka menampung susu dengan mengabaikan tingkat kualitas susu yang dihasilkan. Kondisi ini tentu saja dapat menekan perkembangan koperasi perususuan di Indonesia. Oleh karena itu, koperasi persusuan perlu mengembangkan usahaternak sapi perahnya agar dapat lebih meningkatkan kesejahteraan para peternak sebagai anggotanya, sehingga anggota tidak beralih memasarkan susunya ke agen kolektor susu. Adapun perkembangan populasi sapi perah dan produksi susu dari seluruh koperasi persusuan yang ada di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa koperasi-koperasi, seperti KPSBU Lembang, KSU Tandangsari, KPBS Pangalengan, KUD Puspa Mekar, KUD Sarwa Mukti, KUD Cikajang, dan KUD Bayongbong merupakan koperasi persusuan yang mampu memproduksi susu segar diatas 8.000 ton per tahun. Data tersebut menunjukkan bahwa peternak rakyat mendominasi peternakan sapi perah di Jawa Barat dan dengan adanya koperasi-koperasi tersebut diharapkan peternak rakyat di Jawa Barat dapat memberikan kontribusi terhadap total produksi susu nasional. 6

Salah satu koperasi persusuan di Kabupaten Bandung Barat yang sangat potensial untuk dikembangkan adalah KUD Puspa Mekar. Hal ini terlihat pada Tabel 4 yang menunjukkan bahwa jumlah produksi susu segar yang dihasilkan oleh KUD Puspa Mekar pada tahun 2004 adalah sebesar 11.586,121 ton atau sekitar 7,7 persen dari total produksi susu secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa KUD Puspa Mekar tidak hanya diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap total produksi susu di Jawa Barat tetapi juga nasional. Tabel 4. Perkembangan Populasi Sapi Perah dan Produksi Susu Berdasarkan Wilayah Koperasi Persusuan di Jawa Barat Tahun 2004 No. Nama Koperasi Jumlah Peternak Total Populasi Total Produksi (Orang) (Ekor) (Ton/per Tahun) 1. KPSBU Lembang 4.618 14.816 34.689,435 2. Cikajang (Karya Utama 1.683 4.089 9.639,830 Sejahtera) 3. Cisurupan 1.372 3.711 5.753,710 4. Bayongbong 1.504 4.064 8.129,493 5. Cilawu 534 1.717 2.385,660 6. Tani Mukti Ciwidey 855 1.028 3.227,356 7. Dewi Sri Kuningan 1.228 3.777 5.086,156 8. Sinar Jaya Ujung Berung 533 2.683 2.934,320 9. Tandang Sari 1.589 5.159 10.183,082 10. Ciparay 338 639 1.194,126 11. Cipanas, Cianjur 120 794 619,220 12. KPS, Gunung Gede 86 877 1.241,259 13. Gemah Ripah 200 1.122 1.174,663 14. Makmur, Selabintana 50 496 1.009,581 15. Bakti Sukaraja I 13 152 308,107 16. Cipta Karya, Samarang 55 90 77,803 17. KPBS Pangalengan 6.704 15.286 29.253,260 18. Mitrayasa, Pageur Ageung 400 1.157 1.478,770 19. Balebat, Banjaran 126 437 354,043 Majalengka 20. Giri Tani, Bogor 694 956 1.582,410 21. Sarwa Mukti 1.200 3.215 12.304,308 22. Pasir Jambu 1.800 1.298 2.414,066 23. Puspa Mekar 1.030 3.779 11.586,121 24. KPS Bogor 268 2.868 4.233,540 Jumlah 27.000 74.210 150.860,319 Sumber: GKSI Jawa Barat (2004) KUD Puspa Mekar saat ini telah berasosiasi dengan Koperasi Peternak Sapi Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat sebagai upaya pengembangan KUD Puspa Mekar yang merupakan salah satu koperasi yang bergerak di bidang usahaternak sapi perah yang dapat memberikan peluang besar terhadap sektor peternakan sapi perah di Jawa Barat dan nasional. Upaya pengembangan 7

usahaternak sapi perah KUD Puspa Mekar tentunya membutuhkan sarana dan prasarana yang memadai, mulai dari penerapan pengelolaan teknis peternakan sapi perah yang baik serta peran pengurus yang berjalan dengan efektif. Hal ini akan berdampak terhadap perkembangan KUD Puspa Mekar selanjutnya terutama terhadap perkembangan populasi sapi perah dan produksi susu di Jawa Barat dan nasional. 1.2. Perumusan Masalah KUD Puspa Mekar merupakan salah satu koperasi yang dikembangkan dari pemerintah (top-down) melalui program KUD. Pada awal berdirinya, KUD Puspa Mekar memiliki lima unit usaha, yaitu unit usaha pertanian tanaman bunga, unit usaha simpan pinjam, unit usaha warung serba ada (waserda), unit usaha industri/perdagangan umum, dan unit usaha pelayanan jasa (listrik). Namun, seiring dengan perkembangan usaha dan pekerjaan masyarakat sekitar koperasi yang mayoritas adalah para peternak sapi perah, maka saat ini unit usaha yang dikelola oleh KUD Puspa Mekar adalah unit usahaternak sapi perah (produksi susu segar). KUD Puspa Mekar merupakan salah satu koperasi persusuan di Kabupaten Bandung Barat yang telah terdaftar dalam keanggotaan Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) Jawa Barat dengan jumlah produksi susu segar diatas 11.000 ton pada tahun 2004. Sehingga, berpotensi besar dalam memberikan kontribusi terhadap total produksi susu baik di Jawa Barat maupun nasional. Hal ini sesuai dengan visi yang dimiliki oleh KUD Puspa Mekar, yaitu menjadi koperasi susu terdepan di Indonesia dalam mensejahterakan anggota, sedangkan misinya adalah mensejahterakan anggota melalui pelayanan prima dengan manajemen yang berkomitmen dan meningkatkan kapasitas kelembagaan koperasi melalui pendidikan, pemberdayaan SDM, dan kemitraan strategis. Namun, sampai saat ini visi tersebut belum tercapai karena KUD Puspa Mekar dihadapkan pada beberapa permasalahan yang mengganggu jalannya aktivitas usaha mereka yang tidak sesuai dengan misi yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada tahun 2006, peran KUD Puspa Mekar terhadap IPS berkurang, bahkan cenderung tidak lagi dipercaya oleh IPS. Kondisi tersebut disebabkan kualitas susu yang disalurkan KUD Puspa Mekar ke IPS sangat rendah, sehingga 8

IPS memutuskan jalur pemasaran susu dari KUD Puspa Mekar. Rendahnya kualitas susu yang dihasilkan KUD Puspa Mekar disebabkan oleh adanya anggota KUD yang tergabung dalam kelompok pengumpul/kolektor susu yang telah mencampur susunya dengan air. Hal ini membawa dampak negatif bagi perkembangan usahaternak sapi perah KUD Puspa Mekar karena mulai saat itu KUD Puspa Mekar tidak lagi memiliki saluran pemasaran susu yang jelas. Berdasarkan kondisi tersebut, KUD Puspa Mekar berusaha untuk mengembalikan kepercayaan IPS, yaitu melalui kerja sama dengan Koperasi Peternak Susu Bandung Utara (KPSBU) Jawa Barat dalam bentuk asosiasi. Seiring berjalannya waktu, terbentuknya asosiasi ini membawa dampak positif dan dampak negatif bagi KUD Puspa Mekar. Dampak positif dari terbentuknya asosiasi ini adalah manajemen operasional dan standarisasi kualitas susu di KUD Puspa Mekar telah mengikuti sistem di KPSBU, sehingga KUD Puspa Mekar kembali dipercaya untuk menyalurkan produksi susunya ke IPS walaupun harus melalui jalur pemasaran KPSBU terlebih dahulu, sedangkan dampak negatif dari terbentuknya asosiasi ini berindikasi dapat membawa keterikatan yang panjang bagi perkembangan KUD Puspa Mekar ke depannya. KUD Puspa Mekar diindikasikan akan terus bergantung terhadap KPSBU. Kondisi tersebut tentu saja dapat menghambat perkembangan KUD Puspa Mekar sebagai koperasi yang mandiri sehingga tidak dapat maju dan berkembang di Kabupaten Bandung Barat. Hal ini terlihat dari citra yang ditimbulkan oleh beberapa anggota terhadap KUD Puspa Mekar yaitu menganggap bahwa keberadaan KUD Puspa Mekar saat ini hanya merupakan perpanjangan tangan dari KPSBU. Para anggota merasa tidak lagi memiliki KUD Puspa Mekar secara penuh karena mereka menganggap sebagian aturan dan sistem manajemen koperasi dikontrol oleh KPSBU. Hal itu menyebabkan KUD Puspa Mekar sulit memanfaatkan peluang bagi pengembangan usahanya yang berakar dari oleh dan untuk anggota. Permasalahan lain yang dihadapi oleh KUD Puspa Mekar adalah mengenai ketidaksesuaian harga beli susu yang dirasakan oleh sebagian anggotanya. Hal ini menjadi permasalahan mendasar di tingkat peternak. Para peternak merasa bahwa harga jual susu yang diterima dari KUD Puspa Mekar terkadang tidak seimbang 9

dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Hal ini disebabkan KUD Puspa Mekar telah menerapkan sistem pengendalian yang ketat terhadap pengukuran kualitas susu peternak saat di lapang, yaitu mengikuti standar baku kualitas IPS. Harga beli susu yang diberlakukan oleh KUD Puspa Mekar kepada para peternak memang berfluktuatif tergantung dari tingkat kualitas susu yang dihasilkan peternak, yaitu berkisar antara Rp 2.900 3.100 per liter. Namun, ada beberapa pengumpul/kolektor susu yang tergabung dalam bentuk perusahaan swasta/cv yang memberlakukan harga susu dengan sama rata untuk berbagai tingkat kualitas susu yang dihasilkan peternak, yaitu sebesar Rp 3.150 per liter. Bahkan, perusahaan swasta ini juga dapat memberikan harga susu yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga susu yang diterima peternak dari KUD Puspa Mekar dengan mengabaikan tingkat kualitas susu, yaitu sebesar Rp 3.200 per liter. Kebanyakan dari perusahaan swasta tersebut sengaja diberdayakan oleh pihak IPS itu sendiri, sehingga perusahaan swasta berani menetapkan harga beli susu yang tinggi dengan mengabaikan tingkat kualitas susu yang dihasilkan. Hal tersebut dilakukan oleh IPS untuk memperlemah citra koperasi di mata anggotanya terkait penetapan harga beli dan standar baku kualitas susu dari anggotanya. Kondisi tersebut menyebabkan sebagian peternak mencari posisi yang aman terhadap harga beli susu yang diterimanya, yaitu dengan cara beralih atau menambah alternatif saluran pemasaran susu selain ke KUD Puspa Mekar, yaitu ke perusahaan swasta untuk menutupi biaya kerugiannya. Dampak dari kondisi tersebut adalah menurunnya volume produksi susu yang diterima oleh KUD Puspa Mekar dari peternak. Tabel 5 menunjukkan daftar nama tempat saluran pemasaran susu yang disalurkan oleh peternak selain ke KUD Puspa Mekar. Tabel 5. Daftar Nama Tempat Saluran Pemasaran Susu yang Disalurkan oleh Peternak No. Nama Tempat Penampungan Susu Lokasi 1. KPSBU Kecamatan Lembang 2. CV. Barokah Kecamatan Lembang 3. KUD Sarwa Mukti Kecamatan Cisarua 4. Kelompok Paguyuban Peternak Kecamatan Cisarua Parongpong (KPPC) 5. CV. Agropurna Mitra Mandiri Kecamatan Parongpong 10

Beralihnya anggota KUD Puspa Mekar ke perusahaan swasta menunjukkan masih kurangnya tingkat partisipasi dan loyalitas anggota terhadap KUD Puspa Mekar. Kurangnya tingkat partisipasi dan loyalitas anggota tersebut disebabkan oleh kurang maksimalnya pelayanan yang diberikan oleh KUD Puspa Mekar terhadap anggotanya, meliputi kurangnya intensitas penyuluhan dan pembinaan anggota yang diadakan oleh KUD terkait dengan pendidikan dasardasar perkoperasian. Hal tersebut dapat berdampak pada kurangnya pemahaman peternak sebagai anggota koperasi yang selanjutnya akan mempengaruhi tingkat partisipasi dan loyalitas anggota terhadap KUD Puspa Mekar. Permasalahan lain yang dihadapi oleh KUD Puspa Mekar di tingkat peternak adalah terbatasnya lahan hijauan, serta masih rendahnya pendidikan dan keterampilan para peternak dalam mengelola usahaternak sapi perahnya. Lahan hijauan yang dijadikan sumber pakan hijauan bagi ternak semakin habis karena adanya pergeseran lahan hijauan menjadi lahan perumahan. Peternak menghadapi kesulitan dalam mendapatkan pakan hijauan untuk kebutuhan ternaknya sehingga para peternak terpaksa menggantinya dengan jerami yang memiliki kandungan air jauh lebih sedikit dibandingkan rumput yang didapatkan di lahan hijaun. Hal itu disebabkan para peternak belum begitu memperhatikan pemberian pakan pada ternaknya berdasarkan standar pakan yang ideal. Peternak sebagai anggota koperasi juga masih belum memahami arti pentingnya kesehatan dan kebersihan dalam mengelola usahaternak sapi perahnya. Kurangnya perhatian peternak terhadap teknik pemerahan yang baik dan kebersihan kandang ternak disebabkan kurangnya intensitas penyuluhan dan pembinaan mengenai teknik budidaya sapi perah yang baik yang dilakukan oleh KUD Puspa Mekar kepada para anggotanya. Kondisi tersebut akan mempengaruhi kinerja para anggota dalam mengelola usahaternak sapi perahnya dan juga dapat mempengaruhi produktivitas susu yang dihasilkan KUD Puspa Mekar. Permasalahan tersebut diperkuat dengan jumlah anggota KUD Puspa Mekar yang saat ini masih berjumlah 355 orang yang tersebar dalam beberapa wilayah kerja. Dengan jumlah anggota 355 orang tersebut, KUD Puspa Mekar hanya dapat menghasilkan produksi susu maksimal 8.000 liter per hari. Hal itu menunjukkan bahwa KUD Puspa Mekar belum mampu mandiri dalam 11

memasarkan produksi susunya ke IPS karena untuk dapat memasarkan susunya secara mandiri ke IPS, KUD Puspa Mekar harus memenuhi kapasitas produksi susu yang dibutuhkan IPS, yaitu sebanyak 10.000 liter per hari. Kondisi tersebut menyebabkan KUD Puspa Mekar belum memiliki alternatif saluran pemasaran susu selain harus melalui jalur pemasaran KPSBU terlebih dahulu baru selanjutnya disalurkan ke IPS. Terbatasnya modal pengembangan usaha dan belum adanya penyaluran pinjaman kredit sapi perah kepada anggota menjadi permasalahan lain yang dihadapi KUD Puspa Mekar terkait dengan pengembangan usahaternak sapi perahnya. Perkembangan populasi sapi perah yang dimiliki oleh anggota KUD Puspa Mekar saat ini belum menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini disebabkan KUD Puspa Mekar belum memfasilitasi adanya pinjaman kredit sapi perah dari pemerintah yang dikelola oleh koperasi yang selanjutnya akan disalurkan kepada para anggota, akibatnya tidak terjadi penambahan pada sisi populasi sapi perah yang dimiliki anggota KUD Puspa Mekar. Dengan adanya kendala dalam mencapai visi dan misi yang ingin dicapai, maka KUD Puspa Mekar perlu merumuskan strategi pengembangan bagi usahanya agar dapat mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan sebelumnya, sehingga KUD Puspa Mekar sebagai koperasi yang mandiri dapat maju dan berkembang di Kabupaten Bandung Barat. Adapun perumusan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1. Strategi apa saja yang perlu dirumuskan bagi pengembangan usaha KUD Puspa Mekar sehingga sebagai koperasi yang mandiri dapat maju dan berkembang di Kabupaten Bandung Barat. 1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi kekuatan (strengths) dan kelemahan (weaknesses) serta peluang 12

(opportunities) dan ancaman (threats) bagi pengembangan usaha KUD Puspa Mekar 2. Merumuskan alternatif strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan usaha KUD Puspa Mekar sehingga sebagai koperasi yang mandiri dapat maju dan berkembang di Kabupaten Bandung Barat 3. Merekomendasikan program-program kegiatan dari alternatif strategi pengembangan usaha KUD Puspa Mekar berdasarkan jangka waktu tertentu sehingga dapat memudahkan KUD Puspa Mekar dalam mengimplementasikan strategi pengembangan usahanya. 1.4. Manfaat Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan dari penelitian yang telah dituliskan sebelumnya, maka diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi banyak pihak, diantaranya sebagai berikut: 1. Sebagai referensi dan masukan bagi KUD Puspa Mekar untuk mengambil keputusan dalam rangka menyelesaikan permasalahan internal dan eksternal organisasi 2. Sebagai sumber rujukan, bahan kajian, perolehan data dan informasi bagi pemerintah, perguruan tinggi, dan bagi pihak-pihak yang mendalami bidang kajian penerapan strategi pengembangan koperasi dan kelembagaan agribisnis 3. Sebagai sarana pengembangan ilmu pengetahuan dan wawasan peneliti dalam melakukan analisis permasalahan khususnya penerapan strategi pengembangan koperasi dan kelembagaan agribisnis. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini hanya berfokus pada pengkajian dan perumusan strategi pengembangan usahaternak sapi perah KUD Puspa Mekar yang berlokasi di Kecamatan Parongpong Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat. Kajian strategi pengembangan usahaternak sapi perah ini didasarkan pada analisis faktor-faktor lingkungan internal dan eksternal yang dimiliki oleh KUD Puspa Mekar. Adapun implementasi dari alternatif strategi terbaik yang dihasilkan pada penelitian ini sepenuhnya diserahkan kembali kepada pihak KUD Puspa Mekar. 13