BAB II URAIAN TEORITIS

dokumen-dokumen yang mirip
II. LANDASAN TEORI. Sebagian besar produk konsumen dan industrial memiliki merek. Merek-merek

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam hidup, manusia tidak lepas dari berbagai macam kebutuhan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau jasa dari seseorang atau penjual dan untuk membedakannya dari

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini di pasar sepatu Indonesia terdapat beragam merek sepatu baik

BAB II KAJIAN PUSTAKA. semakin mengembangkan potensinya untuk dapat bersaing dan merebut market

BAB II LANDASAN TEORI. Pemasaran merupakan pekerjaan rumah yang harus dikerjakan manajer

KERANGKA PEMIKIRAN. dan jasa, termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan

Brand adalah identitas tambahan dari suatu produk yang tak hanya. membedakannya dari produk pesaing, namun merupakan janji produsen atau

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan dan keinginan konsumen, mengembangkan produk, menetapkan harga,

A. Penelitian Terdahulu

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS. sebuah produk (Aaker, 1991). Model asli dari ekuitas merek pelanggan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kotler dan Amstrong, 2004;283)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. penting dalam strategi pemasaran. Keberadaan konsumen yang loyal pada merek

BAB II KERANGKA TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. menjadi sasaran dan penyesuaian kegiatan perusahaan sedemikian rupa sehingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk atau jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan. produk para penjual dan membedakannya dari produk pesaing.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut para ahli, definisi brand (merek) adalah: 1) Brand atau merek adalah janji penjual untuk menyampaikan kumpulan sifat,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut UU Merek No. 15 Tahun 2001 pasal 1 ayat 1, merek adalah

BAB I. dari unsur-unsur tersebut (Kotler dan Keller, 2009). Tujuannya untuk. mengidentifikasi produk dan layanan dari kelompok penjual serta untuk

BAB I PENDAHULUAN. Dalam situasi dan kondisi ekonomi pada saat ini khususnya menjelang era

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perusahaan (Kotler dan Keller, 2012).

BAB II URAIAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpengaruh secara signifikan terhadap dimensi citra merek yang secara tidak

BAB I PENDAHULUAN. kualitasnya dengan melihat pentingnya sebuah brand image. Konsumen dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nilai yang terkandung didalam produk tersebut. Salah satu nilai yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tajam antar perusahaan. Dengan adanya kemajuan teknologi yang juga terus

F o c u s. On Marketing. The Way to Boost Your Marketing Performance. Marketing Quotient Community. Dheni Haryanto

LANDASAN TEORI. Pemasaran pada umumnya dipandang sebagai tugas untuk menciptakan, memperkenalkan dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen dan

BAB II LANDASAN TEORI. yang bersifat membedakan (seperti sebuah logo atau kemasan) dengan maksud

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Subagja (2005), dengan judul: Pengaruh Differensiasi Produk Terhadap. Brand Image B Burger Di Bandung. Dengan hasil penelitian sebagai berikut :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. LANDASAN TEORI. pelanggan. Bila pemasar memahami kebutuhan pelanggan, menetapkan harga, maka produk atau jasa tersebut mudah dijual.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gambar, nama, kata, huruf, angka-angka, susunan atau kombinasi. digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Semakin maju perkembangan teknologi, semakin marak pula

BAB II KERANGKA TEORI. Manfaat merek adalah nilai personal produk yang diberikan kepada

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan yang sangat kompetitif di era globalisasi sangat sekali memberikan peluang

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Tjiptono (2006: 2), pemasaran memiliki definisi :

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II URAIAN TEORETIS. Brand Equity Indomie dengan Mie Sedaap (Studi Kasus Pada Mahasiswa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pada saat bergerak menuju the era of choice, perusahaan tidak mampu lagi

BAB I PENDAHULUAN. bergerak di bidang industri, perdagangan maupun jasa. Selain itu banyak produk

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian brand lainnya menurut Freddy Rangkuti (2002: 2) adalah sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Loyalitas Merek. Menurut (Griffin, 2005; dalam Mamang, 2014) menyatakan Loyalty is

BAB 2 LANDASAN TEORI. Menurut American Marketing Association (AMA) mendefinisikan merek sebagai:

BAB I PENDAHULUAN. Persaingan disektor penjualan sepeda motor semakin melesat naik tajam UKDW

BAB I PENDAHULUAN. pergantian merek dalam satu produk yang mempunyai spesifikasi manfaat yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Griffin (2003:5) menyatakan bila seseorang merupakan pelanggan loyal, ia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Pada bab sebelumnya, telah dijabarkan tentang latar belakang dari

Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi 2004 Yogyakarta, 19 Juni 2004

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan dalam skala kecil dan besar, juga adanya berbagai kebebasan dan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN UKDW. dan program pemasaran yang digunakan untuk melayani pasar sasaran tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun penelitian ini, peneliti juga. menggunakan beberapa penelitian yang dipandang relevan dan dapat mendukung

BAB I PENDAHULUAN. dapat dihindari dengan adanya persaingan maka perusahaan-perusahaan akan

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. anteseden brand heritage, brand loyalty, fungsi dari sebuah brand loyalty, tingkatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan persaingan bisnis dan meningkatnya era perkembangan teknologi

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh pelanggan atau tidak. Lovelock (2008:5) mendefinisikan jasa (service) adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa penelitian terdahulu menjadi rujukan dalam menulis penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu jembatan penghubung antara perusahaan dan customer-nya. Merek

Bab 2 LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. simbol desain, ataupun kombinasinya yang mengidentifikasikan suatu produk atau

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pelanggan mereka. Selain itu teknologi informasi yang semakin

BAB II KERANGKA TEORI Pengertian Loyalitan Konsumen. mereka tetap setia dan bahkan kontribusi yang diberikan ke perusahaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. perbedaannya yang mendukung penelitian ini. yang berjudul Measuring customer-based brand equity : empirical evidence

BAB I PENDAHULUAN. memaksa perusahaanuntuk mencapai keunggulan kompetitif agar mampu

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pemasaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (2002) adalah Studi tentang unit pembelian (buying unit) dan proses

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. untuk mempertahankan unit bisnis nya masing-masing. Salah satu cara mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. menuju kebebasan dalam memilih, perusahaan sudah tidak mampu lagi memaksa

LANDASAN TEORI. Menurut F. Sikula dalam Kotler dan Armstrong (2008:6) manajemen pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. bergerak menuju kebebasan dalam memilih, perusahaan sudah tidak mampu lagi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penulis dalam menentukan langkah-langkah yang sistematis untuk penyusunan

Komunikasi Pemasaran Terpadu (IMC)

BAB I PENDAHULUAN. Perdagangan bebas terus bergulir dan sulit untuk dihindari. Terlebih di era

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pemasaran pada umumnya dipandang sebagai tugas un tuk menciptakan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS. Lau dan Lee (1999) menyatakan bahwa faktor-faktor yang pembentuk

1. PENGARUH KUALITAS LAYANAN TERHADAP MELALUI KEPUASAN PELANGGAN (STUDI PADA KONSUMEN TOKO BUKU RESTU DI KOTA BLITAR)

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi yang melanda dunia menjanjikan suatu peluang dan

BAB I PENDAHULUAN. yang akan dikonsumsi atau digunakannya. Banyak faktor yang digunakan

BAB I PENDAHULUAN. upaya menjalin hubungan yang baik dengan pelanggan atau disebut dengan

BAB II URAIAN TEORITIS

Integrated Marketing Communication I

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Menurut Kotler dan Armstrong (2019:253) produk adalah segala sesuatu yang dapat

Transkripsi:

17 BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang telah dilakukan oleh Yuandari (2006) dengan judul Pengaruh Brand Equity Air Mineral Aqua Terhadap Keputusan Pembelian Warga Komplek Johor Indah Permai, Medan, memiliki kesimpulan bahwa variabel bebas ekuitas merek (kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek) secara bersamasama berpengaruh positif dan signifikan terhadap variabel terikat (keputusan pembelian) warga Komplek Johor Indah Permai Medan. Sementara untuk variabel ekuitas merek air mineral Aqua yang paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian warga Komplek Johor Indah Permai, Medan adalah variabel loyalitas merek. B. Merek. 1. Pengertian Merek Menurut Kotler dalam Simamora (2003 : 3), merek adalah nama, tanda, simbol, desain, atau kombinasi hal-hal tersebut, yang ditujukan untuk mengidentifikasi dan mendiferensiasi (membedakan) barang atau layanan suatu penjual dari barang dan layanan penjual lain. Menurut Nicolino (2004 : 4), merek adalah entitas yang mudah dikenali dan menjanjikan nilai-nilai tertentu. Sebuah nama, logo, singkatan, desain atau apa saja, dapat dikatakan sebagai merek apabila memenuhi empat hal. Pertama, dapat dikenali. Kedua, memiliki entitas. Artinya, nama itu mewakili sesuatu yang ada. Ketiga, memiliki janjijanji tertentu (specific promises). Keempat, dapat memberikan nilai. Berdasarkan uraian definisi merek di atas, maka secara keseluruhan merek mengandung pengertian sebagai suatu entitas yang ditujukan untuk mengidentifikasi

18 suatu produk dan jasa dari satu penjual dan membedakannya dengan produk dan jasa dari penjual lain. Oleh sebab itu, setiap merek memiliki peranan yang sangat penting, baik bagi produsen maupun bagi konsumen. 2. Peranan dan Kegunaan Merek Menurut Durianto, dkk (2004 : 61), setiap merek mempunyai peranan yang sangat penting salah satunya adalah dalam hal menjembatani harapan konsumen pada saat perusahaan menjanjikan sesuatu pada konsumen. Dengan demikian, dapat diketahui ikatan emosional yang tercipta antara perusahaan dengan konsumen. Menurut Durianto, dkk (2004 : 62-63), setiap merek mengandung beberapa aspek peranan yang sangat bermanfaat bagi para konsumen, antara lain: a. Memotivasi orang untuk terlibat atau membeli. Merek seringkali menjadi alat utama untuk menarik perhatian konsumen. Merek tersebut mengisyaratkan, Inilah yang Anda Inginkan. b. Menjadikan produk mudah diingat Merek itu sendiri harus menempel di ingatan konsumen. Banyak cara agar hal itu terjadi, seperti memilih nama yang unik dan beda, atau nama yang menimbulkan kesan meyakinkan. c. Menciptakan titik fokus Merek harus memberikan daya tarik sentral yang merangkum semuanya. Merek harus relevan dengan produk dan fungsinya serta idealnya harus memberi sejenis inspirasi atau petunjuk pada seluruh komunikasi merek. d. Menggambarkan hakikat atau fungsi produk Peraturan ini tidak selalu berlaku. Adapun yang perlu dilakukan adalah mengingat nama produk dan pertimbangkan yang mana.

19 e. Menciptakan perasaan atau identifikasi yang positif Merek yang dapat membuat konsumen merasa bangga ketika membelinya adalah merek yang berkontribusi besar pada loyalitas konsumen. Menurut Durianto, dkk (2004 : 64), ada beberapa faktor yang menyebabkan setiap merek memiliki aspek peranan yang sangat penting, yaitu sebagai berikut: a. Emosi konsumen terkadang naik turun. Merek mampu membuat emosi menjadi konsisten dan stabil. b. Merek mampu menembus setiap pagar budaya pasar. Bisa dilihat bahwa suatu merek yang kuat mampu diterima seluruh dunia dan budaya. c. Merek mampu menciptakan interaksi dengan konsumen, semakin kuat suatu merek, semakin kuat pula interaksinya dengan konsumen. d. Merek sangat berpengaruh dalam membentuk perilaku konsumen. Merek yang kuat akan merubah perilaku konsumen. e. Merek memudahkan dalam proses pengambilan keputusan oleh konsumen. Konsumen mudah menentukan produk yang akan dibelinya dengan adanya merek. f. Merek berkembang menjadi sumber asset yang bermanfaat bagi perusahaan 3. Nilai Merek Menurut Kotler (2005 : 117), nilai merek adalah nilai dari suatu merek, berdasarkan pada sejauh mana merek itu mempunyai loyalitas merek, kesadaran nama merek, anggapan mutu, asosiasi merek yang tinggi, dan asset lain, contohnya paten, merek dagang dan hubungan distribusi. Dengan demikian, setiap merek akan bervariasi dalam besarnya pengaruh dan nilai di pasar. Pada dasarnya, setiap merek yang ampuh akan mempunyai nilai merek yang tinggi.

20 Menurut Nicolino (2004 : 45), setiap merek mengandung beberapa nilai yang sangat bermanfaat bagi para konsumen, antara lain: a. Pemberian merek memungkinkan mutu dan kualitas produk lebih terjamin serta lebih konsisten b. Meningkatkan efisiensi pembeli karena merek dapat menyediakan informasi tentang produk dan tempat membelinya. c. Meningkatkan inovasi-inovasi produk baru, karena produsen terdorong untuk menciptakan keunikan-keunikan baru guna mencegah peniruan dari pesaing. Menurut Nicolino (2004 : 48), selain memberi manfaat bagi para konsumen, nilai merek juga memberikan manfaat yang penting bagi para produsen, antara lain: a. Memudahkan para produsen mengolah pesanan dan menelusuri masalah-masalah yang timbul. b. Memberikan perlindungan hukum atas keistimewaan atau ciri khas dari setiap produk. c. Memungkinkan para produsen untuk menarik sekelompok konsumen yang setia dan menguntungkan d. Membantu para produsen dalam melakukan segmentasi pasar produk. 4. Persaingan Merek Merek yang dapat bertahan dalam persaingan pemasaran adalah merek yang kuat. Bucholz dan Wordeman (2002 : 76-77) mengatakan bahwa ada 5 alasan merek dapat dikatakan kuat, yaitu: a. Manfaat dan janji (benefits and promises) Konsumen lebih menyukai merek tertentu karena menawarkan manfaat yang jelas.

21 b. Norma dan nilai (norms and values) Konsumen lebih menyukai merek tertentu karena mengurangi konflik (inner conflict) dengan norma-norma dan nilai-nilai mereka. Merek tersebut mengeliminasi perasaan bersalah, memuaskan rasa bangga dan menetralkan segala bentuk tabu yang berhubungan dengan produk. c. Persepsi dan program (perception and program) Konsumen lebih menyukai merek tertentu karena merek itu dipersepsikan dan diprogram sebagai pilihan yang logis. d. Identitas dan ekspresi diri (identity and self-expression). Konsumen lebih menyukai merek tertentu karena dapat mengekspresikan karakter dan identitas mereka. e. Emosi dan cinta (emotion and love) Konsumen memilih produk atau layanan tertentu karena mereka mencintai mereknya. Ada sesuatu pada merek, yang disederhanakan sebagai cinta. Produk yang dicintai tidak bisa ditukar, artinya ada emosi sangat kuat yang dikaitkan dengan merek, dimana merek tidak lagi sekadar disukai, akan tetapi dicintai. Menurut Davis (2003 : 92-94), merek yang kuat akan memperoleh beberapa manfaat sebagai berikut: a. Loyalitas yang memungkinkan terjadinya transaksi berulang. Apabila konsumen loyal terhadap satu merek tertentu, maka transaksi yang dilakukannya akan berulang, konsumen tidak hanya sekali membeli produk tersebut. b. Merek yang kuat memungkinkan perusahan menetapkan harga yang lebih tinggi (harga premium), yang berarti margin yang lebih tinggi bagi perusahaan. c. Merek yang kuat memberikan kredibilitas pada produk lain yang menggunakan merek tersebut. Karena itu banyak perusahaan memperluas pemakaian merek

22 (brand extension). Namun untuk memperluas pemakaian merek banyak hal yang perlu dipertimbangkan. d. Merek yang kuat memungkinkan return yang lebih tinggi. e. Merek yang kuat memungkinkan diferensiasi relatif dengan pesaing yang jelas, bernilai, dan berkesinambungan. f. Merek yang kuat memungkinkan fokus internal yang jelas. Artinya, dengan merek yang kuat, para karyawan mengerti untuk apa merek ada dan apa yang perlu mereka lakukan untuk mengusung merek tersebut. g. Semakin kuat merek, dimana loyalitas semakin tinggi, maka konsumen akan lebih toleran terhadap kesalahan produk atau perusahaan. h. Merek yang kuat akan menjadi faktor yang menarik karyawan-karyawan berkualitas, sekaligus mempertahankan karyawan-karyawan (yang puas). i. Merek yang kuat menarik konsumen untuk hanya menggunakan faktor merek dalam pengambilan keputusan pembelian. Menurut Kotler (2005 : 119), merek pada hakekatnya merupakan janji perusahaan untuk secara konsisten memberikan atribut, manfaat, dan pelayanan. Merek bahkan dapat mencerminkan 6 dimensi makna yaitu atribut, manfaat, nilai, budaya, kepribadian, dan pemakai. Berdasarkan 6 tingkat pengertian merek tersebut, perusahaan harus menentukan pada tingkat mana mereka akan menanamkan identitas merek. Dengan demikian, setiap merek harus memiliki identitas agar dikenal oleh para konsumen. Menurut Kotler (2005 : 120), identitas merek merupakan seperangkat asosiasi yang unik yang ingin diciptakan dan dipelihara pemasar. Tujuan dari identitas merek adalah untuk menciptakan gambaran produk (brand image). Apabila gambaran produk telah diperoleh, maka merek sudah hidup dalam pikiran konsumen. Bila tidak demikian, maka merek hanya berupa sesuatu yang mati, yang tidak mempunyai aura atau kekuatan untuk mempengaruhi konsumen.

23 C. Ekuitas Merek 1. Pengertian Ekuitas Merek Menurut Hana dan Wozniak dalam Simamora (2003 : 49), ekuitas merek adalah suatu nilai tambah yang diberikan oleh merek ke dalam produk tersebut. Aaker (2003 : 83) mengungkapkan definisi ekuitas merek, yaitu sebagai berikut: Brand Equity as a set of assets and liabilities linked to a brand that add to or substract from the value of a product of service to a company and or its customer. The assets or liabilities that underline Brand Equity must be linked to the name and or symbol of the brand. Uraian definisi di atas menjelaskan bahwa ekuitas merek merupakan seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu simbol dan nama merek, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh suatu produk dan jasa bagi sebuah perusahaan maupun bagi konsumen. Agar aset dan liabilitas mendasari suatu ekuitas merek, maka aset dan liabilitas merek harus berhubungan dengan nama merek atau sebuah simbol, sehingga apabila dilakukan perubahan terhadap nama merek ataupun simbol tersebut, maka beberapa atau semua aset dan liabilitas yang menjadi dasar ekuitas merek akan berubah pula. Berdasarkan uraian definisi di atas, maka secara keseluruhan ekuitas merek mengandung pengertian sebagai sekumpulan aset yang diciptakan melalui proses yang panjang. Ekuitas merek juga menghasilkan suatu nilai produk dalam tingkatan yang berbeda-beda baik bagi produk, penjualan maupun perusahaan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan ekuitas merek akan berkaitan dengan suatu simbol dan nama merek. Menurut Aaker (2003 : 84), ekuitas merek adalah suatu konsep multidimensional, yang terdiri dari kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek. Aaker (2003 : 85-86) mengelompokan ekuitas merek dalam empat dimensi, yaitu:

24 a. Kesadaran merek, menunjukkan suatu tingkat kesanggupan dari seorang konsumen untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu. b. Asosiasi merek, mencerminkan pencitraan dari suatu merek terhadap berbagai kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain. c. Persepsi kualitas, mencerminkan suatu persepsi dari konsumen terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan dari suatu produk dan jasa layanan yang berkenaan dengan maksud yang diharapkan. d. Loyalitas merek, mencerminkan suatu tingkat keterikatan konsumen dengan suatu merek produk. Pada tingkatan ini, akan dijumpai adanya perasaan emosional yang kuat dari konsumen terhadap merek produk tersebut. 2. Nilai Ekuitas Merek Kotler (2005 : 127) mengatakan bahwa ekuitas merek konsumen terbentuk pada saat pengetahuan akan merek yang dimiliki konsumen memberikan dampak pada respon konsumen yang berbeda terhadap pemasaran suatu merek. Merek akan menambah nilai pada suatu produk jika konsumen memiliki pengetahuan positif tentang merek. Aaker (2003 : 89) melihat ada kemungkinan nilai positif ataupun negatif dalam suatu merek. Aaker mengatakan bahwa ekuitas merek adalah seperangkat assets atau liabilities yang dimiliki nama merek atau simbol, yang dapat menambah atau mengurangi nilai produk dan jasa. Apabila nilainya positif, maka ekuitas merek akan menjadi sebuah asset. Apabila nilainya negatif, maka ekuitas merek akan menjadi sebuah liability. Sebagai liability, merek justru menyumbangkan nilai negatif pada produk. Davis (2003 : 106) memberi kesimpulan bahwa ekuitas merek merupakan nilai positif. Ekuitas merek merupakan nilai tambah yang diberikan merek pada produk.

25 Ekuitas merek ada bila merek itu memberikan nilai tambah. Bila tidak memberikan nilai tambah dan justru mengurangi nilai produk, berarti tidak ada ekuitas merek dalam produk 3. Peranan Nilai Ekuitas Merek Nilai suatu ekuitas merek bisa berpengaruh kepada konsumen maupun perusahaan. Menurut Durianto, dkk (2004 : 75), ekuitas merek dapat memberikan assets nilai tersendiri di mata konsumen. Assets yang dikandungnya dapat membantu konsumen dalam menafsirkan, memproses, dan menyimpan informasi mengenai produk dan merek tersebut. Ekuitas merek juga mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam mengambil keputusan pembelian (baik berdasarkan pengalaman masa lalu dalam penggunaan maupun kedekatan asosiasi dengan berbagai karakteristik merek). Menurut Durianto, dkk (2004 : 77-78), ekuitas merek memiliki potensi untuk menambah nilai produk bagi suatu perusahaan melalui 6 cara yaitu: a. Ekuitas merek dapat memperkuat keberhasilan program dalam memikat para konsumen baru, atau merangkul kembali konsumen yang lama. b. Empat dimensi ekuitas merek dapat menguatkan loyalitas konsumen, dimana kesadaran merek, asosiasi merek, persepsi kualitas, dan loyalitas merek dapat mempengaruhi kepuasan penggunaan terhadap suatu merek produk. c. Ekuitas merek dapat memungkinkan margin yang lebih tinggi dengan menjual produk pada harga optimum (premium pricing) serta mengurangi ketergantungan pada promosi. d. Ekuitas merek dapat memberikan landasan pertumbuhan dengan melakukan perluasan merek pada produk lainnya dan menciptakan bisnis yang baru. e. Ekuitas merek dapat memberi dorongan bagi saluran distribusi yang lebih baik. f. Ekuitas merek dapat meningkatkan penjualan, dan mampu menciptakan loyalitas konsumen terhadap suatu merek produk.

26 D. Loyalitas Konsumen 1. Pengertian Loyalitas Konsumen Menurut Sumarwan (2003 : 325), konsumen yang merasa puas terhadap produk dan merek yang dikonsumsi atau dipakai akan membeli ulang produk tersebut. Jika pembelian ulang tersebut dilakukan secara terus-menerus, maka inilah yang dikatakan sebagai loyalitas konsumen. Oliver dalam Griffin (2005 : 7), mengungkapkan definisi loyalitas konsumen adalah sebagai berikut: Customer loyalty is deefly held commitment to rebuy or repatronize a preferred product or service consistenly in the future, despite situational influence and marketing efforts having the potential to cause switching behavior. Uraian definisi di atas menjelaskan bahwa loyalitas konsumen adalah suatu komitmen dari konsumen untuk bertahan secara mendalam agar mengkonsumsi kembali atau melakukan pembelian ulang suatu produk dan jasa yang terpilih secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku. Berdasarkan uraian definisi loyalitas konsumen di atas, maka secara keseluruhan loyalitas konsumen mengandung pengertian sebagai suatu sikap menyenangi terhadap suatu produk yang direpresentasikan dalam pembelian berulang-ulang secara konsisten terhadap produk tersebut sepanjang waktu. Menurut Setiadi (2003 : 199), loyalitas konsumen merupakan suatu ukuran keterkaitan konsumen dengan suatu merek. Seorang konsumen yang sangat loyal terhadap suatu merek tidak akan dengan mudah pindah ke merek lain apapun yang terjadi dengan merek tersebut. Bila loyalitas konsumen terhadap suatu merek meningkat, kerentanan kelompok konsumen tersebut dari ancaman dan serangan produk lain dapat

27 dikurangi. Loyalitas konsumen adalah salah satu indikator dari ekuitas merek yang jelas terkait dengan peluang penjualan, serta jaminan perolehan laba perusahaan dimasa yang akan datang. Menurut Setiadi (2003 : 201), konsumen yang loyal pada umumnya akan melanjutkan pembelian suatu merek walaupun dihadapkan pada alternatif merek produk pesaing yang menawarkan karakteristik produk yang lebih unggul dipandang dari berbagai sudut atributnya. Bila banyak konsumen dari suatu merek termasuk dalam kategori ini, berarti produk tersebut memiliki ekuitas merek yang kuat. Sebaliknya, konsumen yang tidak loyal pada suatu merek, maka pada saat mereka melakukan pembelian terhadap suatu merek, tidak akan didasarkan karena ketertarikan mereka pada merek, tetapi lebih didasarkan pada suatu harga. Bila sebagian besar konsumen dari suatu merek termasuk dalam kategori ini, berarti ekuitas merek produk tersebut adalah lemah. 2. Jenis Jenis Loyalitas Konsumen Dick dan Basu dalam Tjiptono (2005 : 110-112), menyatakan bahwa ada empat jenis loyalitas konsumen yang berbeda dan muncul apabila keterikatan rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian ulang yang rendah dan tinggi. Keterikatan Relatif Tabel 2.1 Empat Jenis Loyalitas Konsumen Pembelian Berulang Tinggi Sumber: Tjiptono (2005 : 110 ) Rendah Tinggi Loyalitas Premium Loyalitas Tersembunyi Rendah Loyalitas Lemah Tanpa Loyalitas a. Tanpa Loyalitas (No Loyalty) Tanpa loyalitas terjadi bila tingkat keterikatan dan perilaku pembelian ulang konsumen yang sama-sama lemah, sehingga loyalitas tidak terbentuk. Ada dua

28 kemungkinan penyebab. Pertama, sikap yang lemah (mendekati netral) dapat terjadi jika suatu produk dan jasa baru diperkenalkan dan atau pemasarnya tidak mampu mengkomunikasikan keunggulan unik produknya. Penyebab kedua berkaitan dengan dinamika pasar, dimana merek-merek yang berkompetisi dipersepsikan serupa atau sama. b. Loyalitas Lemah (Spurious Loyalty) Tingkat keterikatan yang rendah bila digabung dengan perilaku pembelian berulang yang tinggi akan menghasilkan loyalitas lemah. Konsumen ini biasanya membeli karena adanya faktor kebiasaan. Hal ini termasuk jenis pembelian karena konsumen selalu menggunakannya atau karena sudah terbiasa. Pembeli ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan atau minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum terjadi pada produk yang sering dibeli. c. Loyalitas Tersembunyi (Latent Loyalty) Tingkat preferensi yang relatif tinggi bila digabung dengan perilaku pembelian berulang yang rendah akan menunjukan loyalitas tersembunyi. Bila konsumen memiliki loyalitas tersembunyi, pengaruh situasi dan bukan pengaruh sikap yang akan menentukan pembelian berulang. Dengan memahami faktor situasi yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi, perusahaan dapat menggunakan berbagai strategi untuk mengatasinya. d. Loyalitas Premium (Premium Loyalty) Loyalitas premium merupakan jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan. Loyalitas ini terjadi bila ada tingkat keterikatan yang tinggi dan perilaku pembelian berulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang paling diharapkan oleh setiap perusahaan. Pada tingkat preferensi yang paling tinggi tersebut, konsumen akan merasa bangga apabila mengkonsumsi atau menggunakan produk tertentu yang disertai dengan pola pembelian berulang secara konsisten. Konsumen juga akan merasa senang dalam membagi pengetahuan tentang produk tersebut kepada rekan dan keluarga mereka.

29 3. Fungsi Loyalitas Konsumen Melalui pengelolaan dan pemanfaatan yang benar, loyalitas konsumen dapat menjadi assets strategis bagi perusahaan. Menurut Griffin (2005 : 34-36), loyalitas konsumen memiliki beberapa fungsi potensial yang bermanfaat bagi perusahaan, yaitu: a. Dapat mengurangi biaya pemasaran. Berkaitan dengan biaya pemasaran, akan lebih murah dalam mempertahankan konsumen yang lama, apabila dibandingkan dengan upaya untuk menarik dan mendapatkan konsumen yang baru. b. Dapat meningkatkan volume perdagangan. Loyalitas yang kuat terhadap suatu merek akan menghasilkan peningkatan penjualan serta memperkuat keyakinan perantara pemasaran, sehingga dapat memperbesar pangsa pasar perusahaan. c. Dapat menarik minat bagi konsumen baru. Konsumen dari suatu merek yang merasa puas dan suka pada suatu merek akan menimbulkan perasaan yakin bagi calon konsumen yang baru untuk mengkonsumsi suatu merek, terutama jika pembelian yang mereka lakukan mengandung resiko yang tinggi. d. Dapat mengurangi biaya turn over konsumen. Hal ini disebabkan karena tingkat penggantian konsumen akan menjadi lebih sedikit. e. Dapat memberi waktu untuk merespon ancaman dari produk perusahaan saingan. Loyalitas merek akan memberikan waktu pada sebuah perusahaan untuk merespon gerakan pesaing. Jika salah satu pesaing mengembangkan produk yang unggul, maka konsumen yang loyal akan memberikan waktu pada perusahaan untuk memperbaiki produknya misalnya dengan cara menetralisasikan produknya. f. Dapat mengurangi biaya kegagalan, seperti biaya penggantian produk, dll.

30 g. Dapat mendorong word of mouth yang lebih positif, dengan asumsi bahwa bila konsumen loyal berarti mereka merasa puas terhadap produk tersebut. 4. Tingkatan Loyalitas Konsumen Menurut Durianto, dkk (2004 : 105-107), ada beberapa tingkatan dari loyalitas konsumen terhadap suatu merek produk. Masing-masing tingkatan menunjukkan tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus merupakan assets yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan. Beberapa tingkatan dari loyalitas konsumen tersebut adalah sebagai berikut: a. Berpindah pindah (switcher) Konsumen yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikatakan sebagai konsumen yang berada pada tingkat yang paling dasar. Pada tingkatan ini, merek apapun akan dianggap cukup memadai serta memegang peranan yang sangat kecil dalam keputusan pembelian. b. Konsumen yang bersifat kebiasaan (habitual customer) Konsumen yang berada pada tingkat loyalitas ini dapat dikategorikan sebagai konsumen yang puas dengan merek produk yang dikonsumsinya. Pada tingkatan ini, pada dasarnya tidak didapati alasan yang cukup untuk menciptakan keinginan untuk membeli merek produk yang lain. c. Konsumen yang puas (satisfied customer) Pada tingkatan ini konsumen termasuk dalam kategori puas bila mereka mengkonsumsi merek tersebut. d. Menyukai merek (likes the brand) Konsumen yang termasuk dalam kategori loyalitas ini merupakan konsumen yang sungguh-sungguh menyukai suatu merek. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional yang terkait pada suatu merek.

31 e. Konsumen yang komit (comitted customer) Konsumen pada tahap ini merupakan konsumen yang setia. Mereka memilki suatu kebanggaan sebagai pengguna suatu merek dan bahkan merek tersebut menjadi sangat penting bagi mereka baik dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi diri. D. Pengaruh Ekuitas Merek terhadap Loyalitas Konsumen Menurut Retnawati (2003 : 7), tautan antara ekuitas merek dan loyalitas konsumen tidak bersifat proporsional. Andaikan ekuitas merek diberi peringkat dari skala satu sampai lima, pada level ekuitas merek yang sangat rendah (level satu), para konsumen cenderung menjauhi merek tersebut dan menyebarkan cerita jelek tentang merek tersebut. Pada level dua sampai empat, konsumen merasa agak puas tetapi masih merasa mudah untuk beralih ketika tawaran yang lebih baik muncul. Pada level lima, konsumen sangat cenderung membeli ulang dan bahkan menyampaikan pujian tentang merek tersebut. Menurut Retnawati (2003 : 8), dalam pasar yang tingkat persaingannya tinggi, perusahaan mulai bersaing untuk memberikan ekuitas merek kepada konsumennya agar mereka mempunyai kesetiaan yang tinggi terhadap jasa atau produk yang ditawarkan oleh perusahaan. Van Riel dan Allard C.R dalam Retnawati (2003 : 8) menyatakan bahwa loyalitas konsumen merupakan suatu variabel endogen yang disebabkan oleh kombinasi dari ekuitas merek sehingga loyalitas konsumen merupakan fungsi dari ekuitas merek. Jika hubungan antara ekuitas merek dengan loyalitas adalah positif, maka ekuitas merek yang tinggi akan meningkatkan loyalitas konsumen. Dalam hal ini, loyalitas konsumen berfungsi sebagai Y, sedangkan ekuitas merek berfungsi sebagai X.