BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. rata-rata nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Nilai BOD dari tahun 2007 sampai 2014.

dokumen-dokumen yang mirip
EFISIENSI PENGOLAHAN INSTALASI AIR LIMBAH BERDASARKAN KUALITAS AIR DI IPAL SEWON, BANTUL

BAB I PENDAHULUAN. instalasi pengolahan sebelum dialirkan ke sungai atau badan air penerima.

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB III LANDASAN TEORI

METODE PENELITIAN. penelitian dapat dilihat pada Lampiran 6 Gambar 12. dengan bulan Juli 2016, dapat dilihat Lampiran 6 Tabel 5.

BAB I PENDAHULUAN. mil laut dengan negara tetangga Singapura. Posisi yang strategis ini menempatkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PENURUNAN KADAR BOD, COD, TSS, CO 2 AIR SUNGAI MARTAPURA MENGGUNAKAN TANGKI AERASI BERTINGKAT

BAB I PENDAHULUAN. manusia terhadap lingkungan adalah adanya sampah. yang dianggap sudah tidak berguna sehingga diperlakukan sebagai barang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. keadaan ke arah yang lebih baik. Kegiatan pembangunan biasanya selalu

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV ANALISA DAN HASIL 4.2 SPESIFIKASI SUBMERSIBLE VENTURI AERATOR. Gambar 4.1 Submersible Venturi Aerator. : 0.05 m 3 /s

SISTEM PENGOLAHAN LIMBAH CAIR PADA IPAL PT. TIRTA INVESTAMA PABRIK PANDAAN PASURUAN

BAB I PENDAHULUAN. limbah yang keberadaannya kerap menjadi masalah dalam kehidupan masyarakat.

PENENTUAN KUALITAS AIR

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. resiko toksikologi juga akan meningkat. terbentuk secara alami dilingkungan. Semua benda yang ada disekitar kita

A. BAHAN DAN ALAT B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

Bab V Hasil dan Pembahasan

Stabilisasi. B.8. Pengendalian Kualitas Air Limbah dan Evaluasi Kinerja Kolam

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. baik di darat, laut maupun di udara. Dengan semakin meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Buku Panduan Operasional IPAL Gedung Sophie Paris Indonesia I. PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. industri kelapa sawit. Pada saat ini perkembangan industri kelapa sawit tumbuh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

VI. ESTIMASI MARGINAL ABATEMENT COST (MAC) Besar kecilnya tingkat pencemaran yang disebabkan oleh pembuangan

UJI TOKSISITAS LIMBAH CAIR BATIK SEBELUM DAN SESUDAH DIOLAH DENGAN TAWAS DAN SUPER FLOK TERHADAP BIOINDIKATOR (Cyprinus carpio L)

INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) BOJONGSOANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI DAYA DUKUNG SUNGAI DI PERKEBUNAN KALIJOMPO KECAMATAN SUKORAMBI JEMBER

dikelola secara individual dengan menggunakan pengolahan limbah yang berupa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya di kotakota

I. PENDAHULUAN. mandi, mencuci, dan sebagainya. Di sisi lain, air mudah sekali terkontaminasi oleh

BAB I PENDAHULUAN. dari kegiatan permukiman, perdagangan, perkantoran, perindustrian dan lainnya.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

EFEKTIVITAS INSTALASI PENGOLAHAN AIR LIMBAH (IPAL) DOMESTIK SISTEM ROTATING BIOLOGICAL CONTACTOR (RBC) KELURAHAN SEBENGKOK KOTA TARAKAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

BAB I PENDAHULUAN. Jumlah dan jenis polutan semakin meningkat seiring meningkatnya produksi dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu

PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017

I. PENDAHULUAN. kacang kedelai yang sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER 2012

I. ACARA : DISSOLVED OXYGEN (DO), CHEMICAL OXYGEN DEMAND (COD) DAN CO 2 : 1. Untuk Mengetahui Kadar CO 2 yang terlarut dalam air 2.

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Kecamatan Kota Timur merupakan kecamatan yang terdiri dari enam kelurahan.

BAB 9 KOLAM (PONDS) DAN LAGOON

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian juga memiliki dampak meningkatkan pencemaran oleh limbah cair

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Air merupakan sumber daya alam yang sangat diperlukan oleh semua

Prestasi, Volume 1, Nomor 1, Desember 2011 ISSN

Pengaturan Debit Seragam terhadap Kualitas Effluent pada Pengolahan Limbah Cair di PT. XYZ

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Masalah Air Limbah Rumah Sakit

Kata Kunci : Waktu Aerasi, Limbah Cair, Industri Kecap dan Saos

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dimilikinya selain faktor-faktor penentu lain yang berasal dari luar. Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL) Sewon dibangun pada awal

II. PENGELOLAAN AIR LIMBAH DOMESTIK GEDUNG SOPHIE PARIS INDONESIA

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu

BAB III METODOLOGI PELAKSANAAN

PENGELOLAAN AIR LIMBAH PKS

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB V ANALISA AIR LIMBAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Toksisitas Akut Limbah Oli Bekas di Sungai Kalimas Surabaya Terhadap Ikan Mujair ( Tilapia missambicus ) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus )

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Skema Proses Pengolahan Air Limbah

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran tidak hanya berasal dari buangan industri tetapi dapat berasal

PENGOLAHAN LIMBAH PEWARNAAN KONVEKSI DENGAN BANTUAN ADSORBEN AMPAS TEBU DAN ACTIVATED SLUDGE

BAB I PENDAHULUAN. Kulit jadi merupakan kulit hewan yang disamak (diawetkan) atau kulit

BAB I PENDAHULUAN. sisa proses yang tidak dapat digunakan kembali. Sisa proses ini kemudian menjadi

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. coco. Berikut data mortalitas uji pendahuluan: Jumlah Ikan (ekor)

PERANCANGAN REAKTOR ACTIVATED SLUDGE DENGAN SISTEM AEROB UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

BAB III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian dapat disebut dengan penelitian alamiah apabila memiliki

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Perubahan Kualitas Air. Segmen Inlet Segmen Segmen Segmen

BAB I PENDAHULUAN. dari proses soaking, liming, deliming, bating, pickling, tanning, dyeing,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai sifat-sifat antara lain

BAB III METODE PENELITIAN. Gorontalo dan pengambilan sampel air limbah dilakukan pada industri tahu.

Mukhlis dan Aidil Onasis Staf Pengajar Jurusan Kesehatan Lingkungan Politeknik Kesehatan Padang

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

PENGOLAHAN AIR LIMBAH RUMAH TANGGA PADA LAHAN SEMPIT

Transkripsi:

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisa Parameter Kualitas Air Limbah BOD 5.1.1. Parameter BOD Analisa terhadap nilai BOD pada instalasi pengolahan air limbah pada tahun 2007-2014 dilakukan dengan menganalisa data kualitas air limbah, rata-rata nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Nilai BOD dari tahun 2007 sampai 2014. Data kualitas air limbah pada waktu inlet maupun pada waktuoutlet, sampel air limbah dijadikan bahan analisa BOD adalah air limbah pada saringan jeruji untuk BOD inlet sedang BOD outlet dianalisa berdasarkan sampel air yang diambil pada kolam pematangan (maturation pond). 5.1.2. Efektifitas Penurunan Parameter BOD Pada gambar ditunjukan nilai rata-rata BOD inlet dan BOD outlet dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dan nilai rata-rata BOD inlet 127,5 mg/lt sebesar sedang nilai rata-rata BOD outlet sebesar 15,6 mg/lt. 27

Perhitungan efisiensi penggolahan air limbah rumah tangga di Instalasi pengelolaan air limbah Yogyakarta. Yang meliputi efisien penurunan nilai BOD, COD, SS dari air limbah dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: Dan efisiensi peningkata nilai DO, Suhu, ph dapat dilakukan dengan menggunakan rumus: Keterangan : Ki = Nilai rata- rata Parameter Inlet Ke = Nilai rata- rata Parameter Onlet Perhitungan efisiensi pengelolaan air limbah rumah tangga di Instalasi pengelolaan air Limbah Yogyakarta. Menggunakan rumus efisiensi penurunan maka dapat diuraikan sebagai berikut Efisiensi = 87,7 % Tabel 5.1 Efektifitas Penurunan Parameter BOD Tahun BOD BOD Efektifitas inlet outlet Penurunan 2007 153.79 15.06 90.20 2008 109.10 12.83 88.24 2009 116.75 12.83 89.01 2010 112.40 17.13 84.76 2011 130.82 14.43 88.97 2012 154.17 16.50 89.30 2013 111.77 15.62 86.02 2014 131.28 20.38 84.47 rata-rata 127.5 15.597 87.77 (sumber: Perhitungan) 28

Untuk Grafik nilai penurunan Efektifitas BOD dapat dilihat pa Gambar 5.2 di bawah ini: Gambar 5.2 Grafik Penurunan Efektifitas BOD dari Tahun 2007-2014 5.1.3. Hubungan Volume dengan Parameter BOD Analisa pengaruh BOD dengan volume dari tahun 2007-2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Gambar 5.3 Pengaruh Hubungan BOD dengan Volume Dari gambar diatas nilai BOD tidak berpengaruh sangat besar terlihat bahwa titik-titik grafik tidak beraturan tetapi cenderung menurun secara tidak beraturan akibat debit volume yang masuk. 29

Perhitungan regresi untuk hubungan volume debit yang masuk dengan nilai BOD dapat dilihat pada tabel: Tabel 5.2 Perhitungan regresi untuk nilai BOD dengan Volume Tahun BOD inlet (X) Volume (Y) X² Y² XY 2007 153.79 5852.7 23649.83 34254097.29 900,057.47 2008 109.10 7314.4 11902.99 53500447.36 798,007.14 2009 116.75 8164.63 13631.15 66661183.04 953,240.96 2010 112.40 9776.3 12633.76 95576041.69 1,098,856.12 2011 130.82 11080.92 17113.00 122786788 1,449,569.02 2012 154.17 12250.56 23767.36 150076220.3 1,888,628.00 2013 111.77 15121.98 12492.68 228674279.1 1,690,193.79 2014 131.28 11415.65 17233.91 130317064.9 1,498,623.70 Total 1020.07 80977.14 132424.68 881846121.8 82602378,19 (sumber: Perhitungan) Dapat dihitung metode regresi dengan koefisien korelasi (r) dengan rumus seperti berikut : 30

Jadi, terdapat hubungan linier antara nilai rata-rata BOD inlet dan dan volume debit air limbah yang masuk dimana hubungan linier yang terjadi dapat dikatakan kuat dan positif. Dengan demikian, kenaikan nilai rata-rata BOD terjadi bersama sama dengan volume debit air limbah. Begitu juga sebaliknya, penurunan nilai rata-rata BOD terjadi berasama - sama dengan penurunan volume debit air limbah yang masuk. 5.1.4. Pembahasan BOD Pada gambar ditunjukan nilai rata-rata BOD inlet dan BOD outlet dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dan nilai rata-rata BOD inlet 127,5 mg/lt sedang nilai rata-rata BODoutlet sebesar 15,6 mg/lt. Menurut PP RI No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. nilai rata-rata BOD inlet : 127,5 mg/lt. nilai rata-rata BOD outlet : 15,6 mg/lt. BODinlet dan BODoutlet relatif tidak aman karena kadar BOD maksimal Kelas IV kualitas air adalah 12 mg/l, sehingga untuk mencapai kualitas air Kelas III sampai dengan Kelas I diharuskan diolah terlebih dahulu. Menurut Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 214/KPTSI/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan 31

Daerah Untuk Wilayah Propinsi DIY, BODoutlet (15,6 mg/lt.) relatif aman karena kadar BOD maksimal Kelas I kualitas air adalah 30 mg/l. Untuk Efektifitas BOD terjadi penurunan secara linier selama tahun 2007 sampai tahun 2014 terjadi dikarenakan proses aerasi dengan alat aerator mengalami mengalami penurunan kinerja aerator sehingga efektifitas penurunan BOD dapat terjadi tiap tahun secara terus menerus. Penurunan nilai BOD juga dipengaruhi oleh Volume yang masuk seperti pada Gambar 5.4 5.2. Analisa Parameter Kualitas Air Limbah DO 5.2.1. Parameter DO Oksigen terlarut diperlukan untuk pemurnian air dan pengolahan air limbah, yaitu menguranggi bahan pencemar sebelum masuk kesungai. Proses pengolahan dilakukan oleh jasad renik aerob dan anaerob. Jasa renik aerob memerlukan oksigen bebas untuk mengoksidsi bahan organik dan anorganik sehingga diperoleh hasil yang tidak membahayakan. Data kualitas air limbah berdasarkan kualitas parameter DO, yang meliputi rata-rata DO inlet dan DO outlet selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 5.4 berikut ini. 32

5.2.2. Efektifitas Penurunan DO Gambar 5.4 Nilai DO dari tahun 2007 sampai 2014. Pada gambar ditunjukan nilai rata-rata DO inlet dan DO outlet dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dan nilai rata-rata DO inlet sebesar 2,19 mg/lt sedang nilai rata-rata DO outlet sebesar 4,62 mg/lt.dapat dilihat pada table berikut ini. Menggunakan rumus efisiensi kenaikan maka dapat diuraikan sebagai berikut: Efisiensi = x 100% = 52,4 % Tabel 5.3 Efektifitas Penurunan DO Tahun DO DO Efektifitas inlet outlet Penurunan 2007 1.66 5.72 70.96 2008 3.55 6.32 43.88 2009 3.13 6.51 51.86 2010 2.68 5.06 46.95 2011 1.84 4.13 55.35 2012 1.26 3.46 63.67 2013 1.83 3.00 38.92 2014 1.63 2.78 41.42 rata-rata 2.19 4.62 52.44 (sumber: Perhitungan) 33

Untuk Grafik nilai penurunan Efektifitas DO dapat dilihat pa Gambar 5.5 di bawah ini: Gambar 5.5 Grafik Penurunan Efektifitas DO dari Tahun 2007-2014 5.2.3. Hubungan Volume dengan Parameter DO Analisa pengaruh DO dengan volume dari tahun 2007-2014 dapat dilihat pada Gambar 5.6 di bawah ini: Gambar 5.6 Pengaruh Hubungan DO dengan Volume Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin turun volume debit yang masuk maka semakin naik nilai DO pada air limbah. 34

5.2.4. Pembahasan DO Pada gambar ditunjukan nilai rata-rata DO inlet dan DO outlet dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dan nilai rata-rata DO inlet 2,19 mg/lt sedang nilai rata-rata DO outlet sebesar 4,62 mg/lt. Menurut PP RI No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. nilai rata-rata DO inlet : 2,19 mg/lt nilai rata-rata DO outlet : 4,62 mg/lt DOinlet tergolong antara Kelas III-IV, Kelas III (3 mg/l) dan Kelas IV (0 mg/l) sedangkan DOoutlet aman tergolong Kelas II (4 mg/l) - Kelas I (6 mg/l). Menurut Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 214/KPTSI/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah Untuk Wilayah Propinsi DIY bagi Baku Mutu Limbah Cair, DOoutlet (5,69 mg/lt) aman karena kadar DO untuk Kualitas air Golongan C ( > 3 mg/l ). Untuk Efektifitas DO terjadi secara tidak beraturan tetapi cenderung menurun selama tahun 2007 sampai tahun 2014 terjadi selain dikarenakan proses aerasi dengan alat aerator mengalami penurunan kinerja aerator juga terjadi karena curah hujan yang tunggi pada tahun 2012 yang mempengaruhi kolam fakultatif sehingga efektifitas DO dapat terjadi penurunan tiap tahun secara terus menerus. Pada gambar diatas Penurunan nilai DO juga dipengaruhi oleh Volume debit yang masuk. 35

5.3 Analisa Parameter Kualitas Air Limbah COD 5.3.1. Parameter COD COD (mg/lt) adalah banyaknya oksidator yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat organik dalam air. Jadi dengan semakin tinggi nilai COD maka oksigen yang terlarut DO di dalam air akan semakin sedikit sehingga kualitas kehidupan didalam air limbah semakin rendah. Data kualita air limbah terhadap parameter COD yang meliputi rata-rata COD inlet dan COD outlet dapat dilihat pada Gambar 5.7 berikut ini. Gambar 5.7 Nilai COD dari tahun 2007 sampai 2014 5.3.2. Efektifitas Penurunan Parameter COD Pada gambar ditunjukan nilai rata-rata COD inlet dan COD outlet dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dan nilai rata-rata COD inlet sebesar 390,8 mg/lt sedang nilai rata-rata COD outlet sebesar 59,4 mg/lt Menggunakan rumus efisiensi penurunan maka dapat diuraikan sebagai berikut Efisiensi = 84,79 % 36

Tabel 5.4 Efektifitas Penurunan COD Tahun 2007 sampai Tahun 2014 Tahun COD COD Efektifitas inlet outlet Penurunan 2007 461.3 44.1 90.43 2008 315.4 53.2 83.12 2009 317.2 54.4 82.84 2010 299.5 57.4 80.83 2011 386.0 58.6 84.83 2012 502.7 62.3 87.62 2013 359.9 64.4 82.10 2014 484.30 81.0 83.27 rata-rata 391,4 59,1 84.79 (sumber: Perhitungan) Untuk Grafik nilai penurunan Efektifitas COD dapat dilihat pa Gambar 5.8 di bawah ini: Gambar 5.8 Grafik Penurunan Efektifitas COD dari Tahun 2007-2014 5.3.3. Hubungan Volume dengan Parameter COD Analisa pengaruh COD dengan volume dari Tahun 2007-2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 37

Gambar 5.9 Pengaruh Hubungan COD dengan Volume Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa garis antara nilai dan volume naik seiring tingginya volume debit yang masuk semakin naik nilai COD pada air limbah. 5.3.4. Pembahasan COD Pada gambar ditunjukan nilai rata-rata COD inlet dan COD outlet dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dan nilai rata-rata COD inlet 390,8 mg/lt sedang nilai rata-rata CODoutlet sebesar 41,83 mg/lt. Menurut PP RI No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. nilai rata-rata COD inlet : 390,8 mg/lt nilai rata-rata COD outlet : 59,4 mg/lt COD inlet sebesar 390,8 mg/lt relatif tidak aman karena tidak tergolong dalam Kelas Air, karena maksimal kadar Kelas IV (100 mg/l) sedang CODoutlet sebesar 59,4 mg/lt relatif aman dan tergolong pada Kelas III (50 mg/l). 38

Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 214/KPTSI/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah Untuk Wilayah Propinsi DIY, CODoutle (59,4 mg/lt) relatif aman karena kadar COD maksimal Kelas I kualitas air adalah 60 mg/l. Untuk Efektifitas COD hamper mirip dengan DO terjadi secara tidak beraturan tetapi cenderung menurun selama tahun 2007 sampai tahun 2014 terjadi selain dikarenakan proses aerasi dengan alat aerator mengalami penurunan kinerja aerator juga terjadi karena curah hujan yang tunggi pada tahun 2012 sehingga efektifitas COD dapat terjadi penurunan tiap tahun secara terus menerus. Tidak terjadi pengaruh yang besar antara nilai COD dengan volume. 5.4. Analisa Parameter Kualitas Air Limbah ph 5.4.1. Parameter ph Parameter ph menunjukan konsentrasi ion hidrogen dala air. Air yang masih segar dari pegunungan memiliki ph yang tinggi, kemudian menjadi asam karena pertambahan bahan-bahan organik yang kemudian membebaskan CO2 jika mengurai, karna pada dasarnya kandungan ion hidrogen sangat berpengaruh terhadap kandungan CO2. Data kualita air limbah terhadap parameter ph inlet dan ph outlet dapat dilihat pada Gambar 5.10. 39

Gambar 5.10 Nilai ph dari Tahun 2007 sampai 2014. 5.4.2 Efektifitas Kenaikan Parameter ph Pada gambar ditunjukan nilai rata-rata ph inlet dan ph outlet dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dan nilai rata-rata ph inlet 6,75 sebesar sedang nilai rata-rata ph outlet sebesar 7,28 Menggunakan rumus efisiensi kenaikan maka dapat diuraikan sebagai berikut: Efisiensi = x 100% = 7,3 % Tabel 5.5 Efektifitas Kenaikan ph Tahun ph ph Efektifitas inlet outlet Penurunan (%) 2007 6,21 7,56 16,53 2008 6,95 7,69 9,62 2009 7,10 7,35 3,40 2010 6,87 6,98 1,58 2011 6,84 7,12 3,93 2012 6,89 7,39 6,64 2013 6,76 7,26 6,89 2014 6,24 6,89 9,4 rata-rata 6,75 7,28 7,33 (sumber: Perhitungan) 40

Untuk Grafik nilai penurunan Efektifitas ph dapat dilihat pada Gambar 5.11 di bawah ini Gambar 5.11 Grafik Efektifitas penurunan nilai ph 5.4.3. Hubungan Volume dengan Parameter ph Analisa pengaruh ph dengan volume dari Tahun 2007-2014 dapat dilihat pada tabel di bawah ini Gambar 5.12 Pengaruh Hubungan ph dengan Volume. Dari gambar diatas dapat dilihat garis linier bahwa semakin tinggi volume debit yang masuk maka semakin naik nilai ph walau kenaikanya sangat sedikit pada air limbah. 41

5.4.4. Pembahasan ph Pada gambar ditunjukan nilai rata-rata ph inlet dan ph outlet dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dan nilai rata-rata ph inlet sebesar 6,75 sedang nilai rata-rata phoutlet sebesar 7,28. Menurut PP RI No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. nilai rata-rata phinlet : 6,75 nilai rata-rata phoutlet : 7,28 phinlet sebesar 6,75dan phoutlet sebesar 7,28 relatif aman tergolong dalam Kelas Air I-III, karena nilai ph untuk Kelas I-III (6-9). Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 214/KPTSI/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah Untuk Wilayah Propinsi DIY., phinlet sebesar 6,75 dan phoutlet sebesar 7,28 relatif aman tergolokelas Air I-IV, karenanilai Suhu untuk Kelas I-IV (deviasi 3 sampai deviasi 5). Untuk Efektifitas ph terjadi penurunan dari tahun 2007-2010 mengalami curah hujan yang menurun tetapi dari tahun 2011-2014 terjadi kenaikan secara linier dengan seiringnya curah hujan yang semakin tinggi pada tahun 2014. 42

5.5. Analisa Parameter Kualitas Air Limbah Suhu 5.5.1. Parameter suhu (C o ) Perubahan suhu dalam air berpengaruh terhadap peningkatan laju metabolisme, pada saat kenaikan suhu dalam air maka suhu hewan berdarah dingin akan naik sehingga terjadi peningkatan kebutuhan oksigen dari hewan tersebut.kenaikan suhu pada dasarnya akan menurunkan jumlah kandungan oksigen terlarut dalam air serta meningkatkan kecepatan reaksi-reaksi kimia dalam air termasuk juga meningkatkan keracunan pencemaran kimia dalam air. Data kualita air limbah terhadap parameter suhu yang meliputi rata-rata suhu inlet dan suhu outlet dapat dilihat pada Gambar 5.13 Gambar 5.13 Nilai Suhu in dan Suhu out dari tahun 2007 sampai 2014. 5.5.2. Efektifitas Penurunan Parameter Suhu Pada gambar ditunjukan nilai rata-rata Suhu inlet dan Suhu outlet dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dan nilai rata-rata Suhu inlet sebesar 28,32 sedang nilai rata-rata Suhu outlet sebesar 29,25 43

Menggunakan rumus efisiensi penurunan maka dapat diuraikan sebagai berikut: Efisiensi = x 100% = 3,2 % Tabel 5.6 Efektifitas Kenaikan Suhu Tahun Suhu Suhu Efektifitas inlet outlet Kenaikan (%) 2007 27,8 28,6 2,79 2008 27,7 28,7 3,31 2009 28,5 29,4 3,09 2010 28,7 29.4 1,58 2011 27.8 28.7 3.02 2012 27.6 28.5 3.02 2013 28.5 29.7 4.13 2014 29.5 30.5 3.33 rata-rata 28.32 29.25 3.21 (sumber: Perhitungan) Untuk Grafik nilai penurunan Efektifitas DO dapat dilihat pada Gambar 5.14 di bawah ini Gambar 5.14 Grafik Kenaikan Efektifitas Suhu dari Tahun 2007-2014 5.5.3. Hubungan Volume dengan Parameter Suhu Analisa pengaruh suhu dengan volume dari Tahun 2007-2014 dapatdilihat pada Gambar 5.15 di bawah ini: 44

Gambar 5.15 Pengaruh Hubungan Suhu dengan Volume Dari gambar diatas dapat kita simpulkan bahwa semakin tinggi volume debit yang masuk maka semakin naik nilai suhu pada air limbah. 5.5.4. Pembahasan Suhu Pada gambar ditunjukan nilai rata-rata inlet dan Suhu outlet dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dan nilai rata-rata Suhu inlet sebesar sebesar 28,32 C sedang nilai rata-rata Suhuoutlet tahun 2007 sebesar 29,25 C. Menurut PP RI No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. nilai rata-rata Suhuinlet : 28,32 C nilai rata-rata Suhuoutlet : 29,25 C Suhu inlet dan Suhuoutlet relatif aman tergolong dalam Kelas Air I-IV, karena nilai Suhu untuk Kelas I-IV (deviasi 3 sampai deviasi 5). Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 214/KPTSI/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah Untuk Wilayah Propinsi DIY, Suhuinlet sebesar 28,32 C dan Suhuoutlet sebesar 29,25 C relatif aman tergolong dalam Kelas Air I, dengan nilai Suhu (35 C). 45

Untuk Efektifitas kenaikan Suhu terjadi secara linier selama tahun 2007 sampai tahun 2014 terjadi dikarenakan pemanasan global kerena proses aerasi dilapangan terbuka pada kolam fakultatif dan bersentuhan langsung sengan sinar matahariyang mempengaruhi suhu air limbah sehingga nilai suhu dapat terjadi kenaikan tiap tahun secara terus menerus seiring dengan meningkatnya pemanasan global. 5.6. Analisa Parameter Kualitas Air Limbah SS 5.6.1. Parameter SS Tingginya kandungan SS pada air limbah akan berpengaruh terhadap proses fotosintesis didalam air limbah, sehinga kualitas kehidupan organisme di dalam air limbah ikut terpengaruh. Penurunan kandungan SS pada instalasi Pengelolaan Air Limbah Yogyakarta diakibatkan oleh proses pengolahan yang terjadi, dimulai dengan saringan teruji hingga kolam pematangan. Data kualita air limbah terhadap parameter SS yang meliputi ratarata SS inlet dan SS outlet dapat dilihat pada Gambar 5.16 Gambar 5.16 Nilai SS dari tahun 2007 sampai 2014. 46

5.6.2. Efektifitas Penurunan Parameter SS Pada gambar Tahun 2007 sampai Tahun 2014 dan nilai rata-rata SS inlet 229,1 mg/lt sedang nilai rata-rata SS outlet sebesar 15,29 mg/lt. Menggunakan rumus efisiensi penurunan maka dapat diuraikan sebagai berikut: Efisiensi = 93,3 % Tabel 5.7 Efektifitas Penurunan SS Tahun SS SS Efektifitas inlet outlet Penurunan 2007 204.29 15.24 92.54 2008 153.42 9.87 93.57 2009 142.55 13.95 90.21 2010 168.29 16.20 90.37 2011 227.72 15.81 93.06 2012 418.14 17.34 95.85 2013 209.33 16.46 92.14 2014 309.26 17.49 94.34 rata-rata 229.12 15.29 93.32 (sumber: Perhitungan) Untuk Grafik nilai penurunan Efektifitas DO dapat dilihat pada Gambar 5.17 di bawah ini: Gambar 5.17 Grafik Kenaikan Efektifitas BOD dari Tahun 2007-2014 47

5.6.3. Hubungan Volume dengan Parameter SS Analisa pengaruh SS dengan volume dari tahun 2007-2014 dapat dilihat pada Gambar 5.17 di bawah ini: Gambar 5.17 Pengaruh Hubungan SS dengan Volume Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi volume debit yang masuk maka semakin naik nilai SS pada air limbah. 5.6.4. Pembahasan SS Pada gambar ditunjukan nilai rata-rata SS inlet dan SS outlet dari tahun 2007 sampai tahun 2014 dan nilai rata-rata SS inlet 15,29 mg/lt. Menurut PP RI No.82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. nilai rata-rata SSnlet : 229,1 mg/lt nilai rata-rata SSoutlet : 15,29 mg/lt SS inlet dan SS outlet relatif aman tergolong dalam Kelas Air I-III, karena nilai SS (mg/l) untuk Kelas I-III (50-400). Keputusan Gubernur Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 214/KPTSI/1991 tentang Baku Mutu Lingkungan Daerah Untuk Wilayah 48

Propinsi DIY, SSinlet aman tergolong dalam Kelas Air III (200 mg/l), dan Ssoutlet aman tergolong Kelas air I dengan kadar maksimal 100 mg/l. Data hasil pengolahan air limbah rumah tangga pada IPAL Bantul Yogyakarta selama tahun 2007 sampai tahun 2014 selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5.7. Data Hasil Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga pada Instalasi Pengolahan Air Limbah Bantul Yogyakarta selama tahun 2007 berikut analisa untuk tiap parameter. Untuk Efektifitas SS terjadi secara tidak beraturan pada tahun 2007 dan 2008 mengalami kenaikan tetapi masuk tahun 2009 dan 2010 cenderung menurun karena curah hujan yang tinggi dan kembali naik saat curah hujan berkurang selain dikarenakan proses aerasi dengan alat aerator mengalami penurunan kinerja aerator juga terjadi karena Debit volume pembuangan air limbah yang semakin kotor juga mempengaruhi Efektifitas nilai SS. 49