PERILAKU MENCUCI TANGAN DAN KEJADIAN KECACINGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN

dokumen-dokumen yang mirip
ABSTRAK. Kata Kunci: Cirebon, kecacingan, Pulasaren

HUBUNGAN ANTARA HIGIENE PERORANGAN DENGAN INFESTASI CACING PADA PELAJAR SEKOLAH DASAR NEGERI 47 KOTA MANADO

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Eka Muriani Limbanadi*, Joy A.M.Rattu*, Mariska Pitoi *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

Faktor risiko terjadinya kecacingan di SDN Tebing Tinggi di Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan Abstrak

SUMMARY PERBEDAAN HIGIENE PERORANGAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT KECACINGAN DI SDN 1 LIBUO DAN SDN 1 MALEO KECAMATAN PAGUAT KABUPATEN POHUWATO

HUBUNGAN PERILAKU DENGAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA ANAK SEKOLAH DASAR MI ASAS ISLAM KALIBENING, SALATIGA

Lampiran I. Oktaviani Ririn Lamara Jurusan Kesehatan Masyarakat ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi Soil Transmitted Helminths (STH) merupakan infeksi cacing yang

ABSTRAK. Antonius Wibowo, Pembimbing I : Meilinah Hidayat, dr., M.Kes Pembimbing II : Budi Widyarto Lana, dr

BAB 1 PENDAHULUAN. diarahkan guna tercapainya kesadaran dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap

Gambaran Kejadian Kecacingan Dan Higiene Perorangan Pada Anak Jalanan Di Kecamatan Mariso Kota Makassar Tahun 2014

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado

BAB 1 PENDAHULUAN. Di Indonesia masih banyak penyakit yang merupakan masalah kesehatan,

JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

BAB 1 PENDAHULUAN. Mewujudkan misi Indonesia sehat 2010 maka ditetapkan empat misi

BAB I PENDAHULUAN. Transmitted Helminths. Jenis cacing yang sering ditemukan adalah Ascaris

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kejadian kecacingan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Lebih

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Factors correlated with helminthiasis incidence on students of Cempaka 1 Elementary School Banjarbaru

BAB 1 PENDAHULUAN. berkembang dan beriklim tropis, termasuk Indonesia. Hal ini. iklim, suhu, kelembaban dan hal-hal yang berhubungan langsung

I. PENDAHULUAN. tropis dan subtropis. Berdasarkan data dari World Health Organization

BAB 1 PENDAHULUAN. ditularkan melalui tanah. Penyakit ini dapat menyebabkan penurunan kesehatan,

HUBUNGAN ANTARA STATUS HIGIENE INDIVIDU DENGAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS DI SDN 03 PRINGAPUS, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Helminthes (STH) merupakan masalah kesehatan di dunia. Menurut World Health

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN. depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Sekolah selain

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. dibutuhkan zat gizi yang lebih banyak, sistem imun masih lemah sehingga lebih mudah terkena

BAB 1 PENDAHULUAN. penyebarannya melalui media tanah masih menjadi masalah di dalam dunia kesehatan

Kata Kunci: kebersihan kuku, kebiasaan mencuci tangan tangan, kontaminasi telur cacing pada kuku siswa

BAB 1 PENDAHULUAN. tanah untuk proses pematangan sehingga terjadi perubahan dari bentuk non-infektif

BAB I PENDAHULUAN. (cacing) ke dalam tubuh manusia. Salah satu penyakit kecacingan yang paling

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. infeksi parasit usus merupakan salah satu masalah. kesehatan masyarakat yang diperhatikan dunia global,

BAB 1 PENDAHULUAN. rawan terserang berbagai penyakit. (Depkes RI, 2007)

Kebijakan Penanggulangan Kecacingan Terintegrasi di 100 Kabupaten Stunting

ABSTRAK. Kata Kunci: Pengetahuan, Sikap, Tindakan, dan Soil Transmitted Helminths. ABSTRACT

HUBUNGAN HIGIENITAS PERSONAL SISWA DENGAN KEJADIAN KECACINGAN NEMATODE USUS

FAKTOR RISIKO PENYAKIT KECACINGAN PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BELIMBING PADANG TAHUN 2012

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU CUCI TANGAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK SD

PENGARUH PERILAKU HIDUP SEHAT TERHADAP KEJADIAN ASCARIASIS PADA SISWA SD NEGERI SEPUTIH III KECAMATAN MAYANG KABUPATEN JEMBER

SKRIPSI. Oleh. Yoga Wicaksana NIM

GAMBARAN KEJADIAN KECACINGAN PADA MURID SEKOLAH DASAR DI KELURAHAN TANJUNG JOHOR KECAMATAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kesehatan merupakan sumber kesenangan, kenikmatan dan kebahagiaan,

CONEGARAN TRIHARJO KEC. WATES 20 JANUARI 2011 (HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DESEMBER

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Artikel Penelitian. Abstrak. Abstract. Rizka Yunidha Anwar 1, Nuzulia Irawati 2, Machdawaty Masri 3

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat sehingga perlu dipersiapkan kualitasnya dengan baik. Gizi dibutuhkan

PHBS yang Buruk Meningkatkan Kejadian Diare. Bad Hygienic and Healthy Behavior Increasing Occurrence of Diarrhea

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE DI DESA RANOWANGKO KECAMATAN TOMBARIRI KABUPATEN MINAHASA TAHUN

ABSTRAK PENGARUH FAKTOR KEBIASAAN PADA SISWA SD TERHADAP PREVALENSI ASCARIASIS DI DESA CANGKUANG WETAN KABUPATEN BANDUNG

ABSTRAK GAMBARAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PERILAKU SISWA TERHADAP PHBS DAN PENYAKIT DEMAM TIFOID DI SMP X KOTA CIMAHI TAHUN 2011.

HUBUNGAN FREKUENSI JAJAN ANAK DENGAN KEJADIAN DIARE AKUT. (Studi pada Siswa SD Cibeureum 1 di Kelurahan Kota Baru) TAHUN 2016

FREKUENSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI NO. 32 MUARA AIR HAJI KECAMATAN LINGGO SARI BAGANTI PESISIR SELATAN

BAB 1 PENDAHULUAN. suatu keadaan yang sehat telah diatur dalam undang-undang pokok kesehatan

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi

ABSTRAK. Infeksi kecacingan yang disebabkan oleh Soil Transmitted Helminths (STH)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit infeksi cacing usus terutama yang. umum di seluruh dunia. Mereka ditularkan melalui telur

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

Pemeriksaan Kualitatif Infestasi Soil Transmitted Helminthes pada Anak SD di Daerah Pesisir Sungai Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar, Riau

Hubungan Infeksis Askariasis dengan Status Sosial Ekonomi pada Murid Sekolah Dasar Negeri 29 Purus

NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Oleh : Januariska Dwi Yanottama Anggitasari J

Relation between Indoor Air Pollution with Acute Respiratory Infections in Children Aged Under 5 in Puskesmas Wirobrajan

BAB 1 PENDAHULUAN. satu kejadian yang masih marak terjadi hingga saat ini adalah penyakit kecacingan

PREVALENSI NEMATODA USUS GOLONGAN SOIL TRANSMITTED HELMINTHES (STH) PADA PETERNAK DI LINGKUNGAN GATEP KELURAHAN AMPENAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. lumbricoides dengan prevalensi yang masih tinggi di dunia, dengan rata-rata kejadian

Leni Marlina 1, Junus W 2

Lampiran III : Tabel Frekuensi. Frequency Table. Universitas Sumatera Utara. Infeksi kecacingan STH

BAB 1 PENDAHULUAN. nematoda yang hidup di usus dan ditularkan melalui tanah. Spesies cacing

xvii Universitas Sumatera Utara

PENGARUH PERSONAL HIGIENE DAN SANITASI LINGKUNGAN TERHADAP INFEKSI SOIL TRANSMITTED HELMINTHS PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN GIANYAR

ABSTRAK PERBANDINGAN PREVALENSI INFEKSI CACING TULARAN TANAH DAN PERILAKU SISWA SD DI DATARAN TINGGI DAN SISWA SD DI DATARAN RENDAH

BAB I PENDAHULUAN. Infeksi parasit pada saluran cerna dapat disebabkan oleh protozoa usus dan

HUBUNGAN PERILAKU ANAK SEKOLAH DASAR NO HATOGUAN TERHADAP INFEKSI CACING PERUT DI KECAMATAN PALIPI KABUPATEN SAMOSIR TAHUN 2005

RIAMA SANTRI SIANTURI

MAKALAH MASALAH KECACINGAN DAN INTERVENSI

ABSTRAK. Desy Apriani Sari, Pembimbing: drg. Donny P. SKM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. belum mendapatkan perhatian serius, sehingga digolongkan dalam penyakit

Jurnal Riset Kesehatan. HUBUNGAN HIGIENE SANITASI DENGAN KEJADIAN INFEKSI Soil Transmitted Helminths PADA PEMULUNG DI TPS JATIBARANG

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2015

HELMINTH INFECTION OF CHILDREN IN NGEMPLAK SENENG VILLAGE, KLATEN. Fitri Nadifah, Desto Arisandi, Nurlaili Farida Muhajir

Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD, Kota Manado

ARTIKEL PENELITIAN HUBUNGAN KONDISI SANITASI DASAR RUMAH DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS REMBANG 2

Kata kunci: Infeksi, Personal Hygiene, Soil Trasmitted Helminth

Pada siklus tidak langsung larva rabditiform di tanah berubah menjadi cacing jantan dan

HUBUNGAN PERILAKU HIGIENE DENGAN KEJADIAN DIARE PADA SISWA SD NEGERI 01 TRANGSAN KECAMATAN GATAK KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

*Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. Kata kunci: Status Tempat Tinggal, Tempat Perindukkan Nyamuk, DBD

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN IBU DENGAN PENGELOLAAN AWAL INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT PADA ANAK

HUBUNGAN PERILAKU DAN HIGIENE SISWA SD NEGERI DENGAN INFEKSI KECACINGAN DI DESA JUMA TEGUH KECAMATAN SIEMPAT NEMPU KABUPATEN DAIRI TAHUN 2008

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut WHO (World Health Organization) dalam Buletin. penyebab utama kematian pada balita adalah diare (post neonatal) 14%,

Infeksi kecacingan pada siswa sekolah dasar di desa program dan non program PAMSIMAS Karang Intan Kabupaten Banjar

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE DIDUGA AKIBAT INFEKSI DI DESA GONDOSULI KECAMATAN BULU KABUPATEN TEMANGGUNG

Transkripsi:

PERILAKU MENCUCI TANGAN DAN KEJADIAN KECACINGAN PADA SISWA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN PETANAHAN KABUPATEN KEBUMEN Siti Muthoharoh 1, Djauhar Ismail 2, Muhammad Hakimi 3 1, STIkes Muhammadiyah Gombong 2, Pediatric Department, Medical Faculty, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 3, Obstetrics and Gynecology Department, Medical Faculty, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ABSTRACT Children are the nation s investment. The future quality of a nation is determined in the children s current quality. The prevalence of worm infestation in Indonesia is quite high between 60-80% and especially attacks on elementary school children. A long term worm infestation can reduce health that impairs the ability to learn. Risk factors of worm disease include poor environmental sanitation, education level, socio-economic conditions, and health habits such as bowel movement in any places, lack of awareness in hand washing, no footwear as well as geographical conditions. Objective: To know the relationship of hand washing behavior with the incidence of worm on elementary school students in Petanahan Sub- District Kebumen District. The research was observational analytic with a cross sectional design. Sampling was done with a two-level clustering method. The sample size was 213 elementary school students in Grades 3, 4, and 5 that met the inclusion and exclusion criteria. The data was collected using a questionnaire and the results of laboratory tests. Hypothesis testing used chi-square with p <0.05 and 95% Confidence Interval. Data analysis used univariable, bivariable, and multivariable. There was a relationship between worm infestation and hand washing behavior seen from the results that the students who did not wash their hands and were positive with worm infestation were 66 students or 59.46%, while the students that performed hand washing and were negative with worm infestation were 72 students or 70.59%. Statistical test result was significant seen from the p value of 0.0001 and the prevalence ratio of 2.02 (95% CI 1.44 to 2.83). Hand washing behavior on elementary school students of Petanahan District, Kebumen, showed that 52.11% of the students did not wash their hands. There was a relationship between hand washing and worm infestation on elementary school students of Petanahan Sub- District, Kebumen District. Keywords: hand washing behavior, the incidence of worm infestation PENDAHULUAN Kecacingan merupakan kondisi yang lepas dari perhatian dengan gejala kemunduran anak, mengganggu pertumbuhan anak dan kemunduran prestasi 51

belajar (1). Prevalensi kecacingan di Indonesia masih cukup tinggi antara 60-80% dan terutama anak sekolah dasar, karena pada usia tersebut lebih banyak bergerak dan berinteraksi langsung dengan lingkungan. Sedangkan orang dewasa sudah lebih memahami perilaku hidup bersih (2). Faktor risiko terbukti berhubungan dengan kecacingan: umur, perilaku anak, dan penghasilan perkapita keluarga (3). Hasil penelitian di Kecamatan Prembun, Kebumen tahun 2002 menunjukkan adanya hubungan signifikan antara pengetahuan dan sikap dengan perilaku bermain pasir tanpa memakai sepatu, perilaku buang air besar sembarangan, bermain pasir di sekolah tanpa sepatu dan tidak pernah membasuh tangan sebelum makan dengan kejadian infeksi cacing usus (4). Cakupan penggunaan jamban keluarga sehat di Kecamatan Petanahan baru 67% dan Kabupaten Kebumen 73,27% (5). Hasil studi pendahuluan pada siswa SD di Kecamatan Petanahan terhadap 30 siswa didapat 11 siswa (36,7%) menderita kecacingan, 4 siswa (36,4%) terinfeksi Ascaris Lumbricoides, dan 5 siswa (63,6%) Trichuris trichuria. Dari hasil wawancara 4 siswa (36,4%) kecacingan karena kebiasaan tidak cuci tangan dengan benar. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan perilaku cuci tangan dengan kejadian penyakit kecacingan pada siswa sekolah dasar di Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan potong lintang atau cross sectional (6). Populasi penelitian seluruh siswa SD kelas III, IV, dan V di Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen 2.591 siswa. Pengambilan sampel dengan metode klaster dua tingkat (7). Tahap pertama memilih 10 sekolah dari 31 sekolah sebagai klaster terpilih. Tahap kedua memilih sampel unit elementer secara sistemik kluster (subjek sebagai sampel). Besar sampel penelitian ini adalah 213 orang. Dalam penelitian ini, kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan eksklusi (8). Kriteria inklusi: siswa SD/MI di Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen dan kondisi sehat. Kriteria eksklusi yaitu siswa yang tidak hadir saat penelitian dilaksanakan. Variabel penelitian ini meliputi: variabel bebas: perilaku cuci tangan. Variabel terikat: kejadian kecacingan. Variabel luar: Ketersediaan sarana jamban keluarga sehat, perilaku BAB, perilaku bermain di luar rumah tanpa alas kaki, perilaku jajan sembarangan, perilaku menggigit jari/ memasukan jari ke mulut. Data penelitian ini terdiri dari data primer (pemeriksaan laboratorium sampel tinja dan hasil wawancara) dan data sekunder: jumlah siswa dan karakteristik masing-masing sekolah terpilih sebagai lokasi penelitian. Instrumen pengambilan data adalah: peralatan pengambilan sampel tinja, pemeriksaan di laboratorium puskesmas, dan 52

kuesioner penelitian. Analisis data menggunakan software program STATA Versi 11.0), meliputi: analisis univariat (deskriptif), bivariabel dengan Chi-square, dan analisis multivariabel uji statistik regresi logistik dengan tingkat kemaknaan p < 0,05 dan Confidence Interval (CI) 95%. HASIL DAN BAHASAN Karakteristik Subjek Penelitian Data jenis kelamin dan usia responden di Kecamatan Petanahan pada tabel berikut ini: Tabel 1. Karakteristik berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia Responden di Kecamatan Petanahan Tahun 2012 Jenis kelamin Laki-laki Perempuan n % n % Usia 9 tahun 11 10,4 19 17,8 10 tahun 30 28,3 39 36,4 11 tahun 40 37,7 36 33,6 12 tahun 21 19,8 12 11,3 13 tahun 4 3,8 1 0,9 Total 106 100 107 100 Sumber: Data primer terolah, tahun 2012 Berdasarkan tabel tersebut di atas, berdasarkan jenis kelamin dan usia responden diperoleh sebagian besar jenis 60 50 40 30 52.1 39.9 44.6 kelamin laki-laki pada kelompok usia 11 tahun 37,7%, dan perempuan pada kelompok usia 10 tahun sebesar 36,4%. 35.2 46.9 20 10 0 tidak cuci tangan Tidak ada sarana jamban keluarga Perilaku BAB sembarangan Perilaku Bermain Tanpa Alas Kaki 11.3 Perilaku Menggigit Jari Perilaku Jajan Sembarangan Sumber: Data primer terolah, tahun 2012 Gambar 1. Perilaku respoden berisiko terhadap kecacingan Berdasarkan Gambar 1 alas kaki sebesar 35,2% saat menunjukkan sebesar 39,9% bermain di luar rumah. perilaku responden tidak cuci Sedangkan perilaku jajan tangan, perilaku bermain tanpa sembarangan sebesar 46,9%. 53

Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Kecacingan siswa Sekolah Dasar di Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen tahun 2012 Frekuensi Hasil Pemeriksaan % (n = 213) Kecacingan Positif Negatif Jenis cacing Trichuris Trichiura Ascaris Lumbricoides Ascaris Lumbricoides dan tricuhuris Trichiura Sumber: Data primer terolah, tahun 2012 Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa hasil pemeriksaan labororium kecacingan siswa SD di Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen hasil positif kecacingan adalah sebesar 96 117 16 69 11 45,1 54,9 17,3 71,2 11,5 45,1%. Untuk jenis cacing yang menginfeksi siswa SD di Kecamatan Petanahan sebagian besar (71,2%) adalah jenis Ascaris Lumbricoides. Hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian kecacingan Tabel 3. Hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian kecacingan Perilaku cuci Kecacingan tangan Positif % Negatif % x² p RP CI 95% Tidak cuci 66 59,6 45 40,5 19,4 0,0001 2,0 1,44- tangan 2,83 Cuci tangan 30 29,4 72 70,5 Berdasarkan hasil uji statistik Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perilaku tidak cuci tangan berhubungan dengan kejadian kecacingan dilihat dari nilai p sebesar 0,0001 dan rasio prevalensi 2,0 (95% CI 1,44-2,83), sehingga secara statistik bermakna. 51

Hubungan hasil pemeriksaan kecacingan dengan ketersediaan sarana jamban keluarga sehat, perilaku BAB, perilaku bermain di luar rumah tanpa alas kaki, perilaku jajan sembarangan, perilaku menggigit jari/memasukan jari ke mulut Tabel 4. Hubungan hasil pemeriksaan kecacingan dan ketersediaan sarana jamban keluarga sehat, perilaku BAB, perilaku bermain di luar rumah tanpa alas kaki, perilaku jajan sembarangan, perilaku menggigit jari/ memasukan jari ke mulut Variabel luar Hasil Pemeriksaan Kecacingan x² p RP Positif % Negatif % Ketersediaan jamban Tidak 41 48, 44 51,7 2 0,57 0,449 1,1 Ya 55 42, 9 Perilaku BAB sembarangan Ya 46 48, 4 Tidak 50 42, 4 Perilaku Bermain Tanpa Alas Kaki Ya 46 61, 3 Tidak 50 36, 2 Perilaku Menggigit Jari Ya 13 54, 2 Tidak 83 43, 9 Perilaku Jajan sembarangan Ya 56 56, 0 Tidak 40 35, 4 73 57,0 49 51,6 68 57,6 29 38,7 88 63,7 11 45,8 106 56,1 0,78 0,378 1,1 12,37 0,0001 1,7 0,90 0,342 1,2 CI 95% 0,83-1,51 0,85-1,53 1,27-2,25 0,82-1,84 44 44,0 9,09 0,003 1,6 1,17-2,14 73 64,6 Berdasarkan hasil analisis Tabel 4 pada variabel perilaku bermain tanpa alas kaki diluar rumah bermakna dengan kejadian kecacingan. Hal ini dilihat dari nilai p 0,0001. Begitu juga pada variabel perilaku jajan sembarangan yang ditunjukkan dari nilai p sebesar 0,003, maka perilaku tersebut juga berhubungan dengan kejadian kecacingan. 52

Hubungan perilaku cuci tangan dan ketersediaan sarana jamban keluarga sehat, perilaku BAB, perilaku bermain di luar rumah tanpa alas kaki, perilaku jajan sembarangan, perilaku menggigit jari/memasukan jari ke mulut Tabel 5. Hubungan perilaku cuci tangan dan ketersediaan sarana jamban keluarga sehat, perilaku BAB, perilaku bermain di luar rumah tanpa alas kaki, perilaku jajan sembarangan, perilaku menggigit jari/memasukan jari ke mulut Variabel Tdk Cuci tanga n Perilaku cuci tangan % Cuci tanga n % x² p Ketersediaan jamban 3,11 0,078 Tidak 38 44,7 47 55,3 Ya 73 57,1 55 42,9 Perilaku BAB sembarangan Ya 44 46,3 51 53,7 Tidak 67 56,8 51 43,2 Perilaku Bermain Tanpa Alas Kaki 2,31 0,129 0,70 0,402 Ya,tdk pakai alas kaki 42 56,0 33 44,0 Tidak, pakai alas kaki 69 50,0 69 50,0 Perilaku Menggigit Jari 2,31 0,128 Ya 9 37,5 15 62,5 Tidak 102 53,9 87 46,1 Perilaku Jajan sembarangan Ya 57 57,0 43 43,0 Tidak 54 47,8 59 52,2 1,80 0,179 Tabel 5 menunjukkan bahwa perilaku cuci tangan tidak berhubungan dengan Ketersediaan sarana jamban keluarga sehat, perilaku BAB, perilaku bermain di luar rumah tanpa alas kaki, perilaku jajan sembarangan, perilaku menggigit jari/memasukan jari ke mulut. Analisis Multivariabel Berdasarkan hasil analisa bivariabel antara variabel bebas dengan variabel terikat, variabel luar dengan variabel bebas dan variabel luar dengan variabel terikat, yang diperoleh nilai p < 0,25 maka dilanjutkan ke uji regresi logistik. Hasil analisis bivariabel yang telah dilakukan dan mempunyai nilai p < 0,25 adalah variabel perilaku cuci tangan, perilaku bermain tanpa alas kaki, dan perilaku jajan dengan kecacingan dilakukan uji secara bersama-sama. Hasil analisis multivariat dengan uji statistik regresi logistik diperoleh hasil sebagai berikut: 53

Tabel 1. Hasil Analisis Multivariabel Variabel Model 1 OR (95%CI) Model 2 OR(95% CI) Model 3 OR (95% CI) Perilaku Cuci Tangan Tidak 3,52* 3,58* 3,4* (1,99-6,22) (1,98-6,45) (1,91-6,12) Ya 1 1 1 1 Bermain tanpa alas kaki Ya, tidak pakai alas 2,86* kaki (1,55-5,26) Tidak, pakai alas kaki Perilaku jajan sembarangan Ya 2,23* Model 4 OR (95% CI) 3,49* (1,92-6,32) 2,57* (1,38-4,80) 1 1 1,93* (1,06-3,50) (1,25-3,97) Tidak 1 1 N 213 213 213 213 Deviance 273,46 261,69 265,91 256,95 Pseudo R² 0,07 0,11 0,09 0,12 Berdasarkan hasil permodelan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model 4 lebih efektif dan efisien dalam memberikan kontribusi terhadap kecacingan. Siswa yang tidak melakukan cuci tangan sebesar 3,49 kali lebih tinggi untuk mengalami kecacingan, sehingga perlu dipertimbangan dalam intervensi secara menyeluruh dengan berperilaku hidup bersih dan sehat dengan membiasakan cuci tangan yang higienis pada siswa. Variabel cuci tangan pada model 4 diperoleh kecacingan sebesar 12%, sisanya 98% dapat dipengaruhi faktor lain. Kecacingan merupakan salah satu penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Kecacingan ini menyerang segala usia dan paling banyak menyerang usia anak-anak yaitu pada usia sekolah dasar. Anak merupakan investasi banyak karena mereka generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan kualitas anak-anak saat ini. Oleh karena kesehatan adalah hak asasi, menjadi kewajiban semua pihak untuk menjamin kesehatan masyarakat, khususnya anakanak Indonesia (2). Berdasarkan hasil penelitian seperti yang terlihat pada Tabel 1 diketahui bahwa proporsi responden (siswa sekolah dasar) berdasarkan jenis kelamin dan usia sebesar 37,7% usia 11 tahun berjenis kelamin laki-laki dan perempuan 36,4% berusia 10 tahun. Hasil pemeriksaan laboratorium siswa SD di Kecamatan Petanahan bahwa pemeriksaan kecacingan positif sebesar 45,1%. Angka kecacingan tersebut cukup tinggi jika dibandingkan hasil survei yang dilakukan pada Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah di Kecamatan Sadang Kabupaten Kebumen tahun 2009 di mana hasil survei tersebut angka kecacingan 32,2% (9). Berdasarkan jenis cacing yang menginfeksi, sebagian besar (71,2%) adalah jenis cacing Ascaris Lumbricoides (Tabel 2). 54

Sanitasi yang kurang mendukung seperti tidak tersedianya jamban keluarga sehat, penyediaan air bersih yang tidak tersedia, membuang sampah bukan tempat sampah, dapat meningkatkan kejadian kecacingan. Perilaku seseorang juga berperan dalam kejadian kecacingan. Perilaku sehat yang diharapkan antara lain cuci tangan sebelum dan sesudah makan serta setalah buang air besar dengan sabun, menggunakan alas kaki, jajan tidak sembarangan, kebiasaan tidak menggigit jari, mencuci dan memasak makanan dan minuman sebelum dimakan, mandi sehari dua kali, memotong dan membersihkan kuku, menggunakan sarung tangan apabila melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan tanah, menutup makanan dan minuman dengan tutup saji, dan memasak air sebelum dikonsumsi. Dewasa ini cara penularan cacing perut yang paling banyak adalah penularan melalui media tanah (soil transmitted helminths). Jenis cacing tersebut antara lain cacing gelang (Ascaris Lumbricoides), cacing tambang (ancylostoma Duodenale dan necator Americanus) dan cacing cambuk (Trichuris Trichiura). Pada umumnya telur cacing tersebut bertahan pada tanah lembab, tumbuh menjadi telur infektif dan siap untuk masuk ke tubuh manusia yang merupakan hospes definitifnya (1). Ketersediaan jamban keluarga sehat merupakan salah satu faktor penting dalam pencegahan kecacingan. Pada penderita kecacingan (hospes definitif) apabila buang air besar sembarangan tidak pada jamban yang sehat memungkinkan telur cacing keluar bersama tinja dan berada di tanah, dan telur dapat mencemari tanah. Siswa sekolah dasar di Kecamatan Petanahan sebagian kecil (39,9%) tidak memiliki jamban keluarga seperti terlihat pada Gambar 1. Secara biologis keberadaan jamban berhubungan dengan kejadian kecacingan. Ketersediaan jamban keluarga berhubungan dengan kejadiankecacingan pada anak kelas V Sekolah Dasar di Kecamatan Periukan Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu (10). Pada penelitian ini, hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh hasil bahwa jenis cacing sebagian besar (71,2%) adalah Ascaris Lumbricoides, sebagian kecil (17,2%) jenis Trichuris Trichiura dan sebagian terinfeksi kedua jenis cacing tersebut (11,5%). Hal tersebut yang memungkinkan jenis cacing ini menginfeksi manusia melalui perantaraan makanan minuman yang tercemar tinja. Ketersediaan jamban tidak berhubungan dengan kejadian kecacingan pada murid SD/MI di antaranya dimungkinkan berperilaku sehat yaitu tetap buang air besar pada jamban yang sehat di jamban milik tetangganya. Kondisi ini menyebabkan siswa SD/MI tersebut tidak terlalu kontak dengan tanah yang tercemar tinja. Hal tersebut terlihat pada Gambar 2, berdasarkan perilaku BAB sebagian besar (44,6%) siswa sekolah dasar di 55

Kecamatan Petanahan BAB di jamban yang sehat. Telur cacing yang sudah infektif di dalam tanah, bisa masuk ke dalam tubuh manusia melalui pori-pori kaki (tidak memakai alas kaki), tangan/kuku kotor, maupun kebiasaan menggigit jari. Pada Gambar 1 dapat diketahui bahwa siswa sekolah dasar di Kecamatan Petanahan 35,2% tidak memakai alas kaki. Berdasarkan perilaku cuci tangan, sebanyak 52,1% tidak melakukan cuci tangan. Pada Tabel 3 hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian kecacingan diperoleh nilai p 0,0001 lebih kecil dari 0,05. Sehingga secara statistik bermakna, ada hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kejadian kecacingan. Nilai RP sebesar 2,0 yang berarti siswa yang tidak berperilaku cuci tangan 2,0 kali lebih besar mengalami kecacingan dibandingkan siswa yang berperilaku cuci tangan. Penelitian ini sejalan dengan pendapat kebiasaan cuci tangan mempunyai hubungan dengan kejadian kecacingan pada siswa SD Negeri Rowosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang (11). Di samping itu penularan kecacingan dapat juga melalui jari/kuku tangan yang kotor. Seorang anak yang mempunyai kebiasaan menggigit jari dan apabila jari itu kotor dan mengandung telur cacing, maka telur cacing tersebut yang ada pada jari akan tertelan masuk ke mulut anak. Hasil penelitian didapat hasil bahwa pada anak yang mempunyai kebiasaan/perilaku menggigit jari sebesar 11,3%. Hasil analisis bivariat antara kebiasaan menggigit jari dengan kecacingan diperoleh nilai p 0,342 lebih besar dari 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik tidak signifikan tidak ada hubungan antara kebiasaan menggigit jari dengan kecacingan. Hasil tersebut berbeda dengan penelitian bahwa kebiasaan memotong kuku mempunyai hubungan dengan kejadian kecacingan pada siswa SD Negeri Rowosari Kecamatan Tembalang Kota Semarang (11). Pada hasil penelitian ini dimungkinkan karena sebagian besar (88,7%) siswa tidak mempunyai kebiasaan menggigit jari. Kebersihan perorangan penting untuk pencegahan. Jari yang bersih dan kuku yang dipotong pendek bertujuan untuk menghindari penularan cacing dari tangan ke mulut. Kuku dan jari diharapkan selalu dalam keadaan bersih. Kuku dan jari tangan yang kotor dan terkontaminasi tanah yang mengandung telur infektif merupakan media dalam penularan penyakit kecacingan. Jenis cacing yang ditemukan dan menginfeksi siswa SD di Kecamatan Petanahan, sebagian besar cacing Ascaris Lumbricoides (71,2%), dan sebagian kecil Trichuris Trichiura (17,3%) dan sebagian terinfeksi kedua jenis cacing tersebut (11,5%). Kuku tangan siswa sekolah dasar di Jakarta ditemukan telur cacing Ascaris Lumbricoides dan Trichuris Trichiura (12). Kecacingan dapat juga disebabkan karena perilaku 56

makan atau minum pada makanan/minuman yang kotor atau tercemar telur cacing. Makanan atau minuman yang disimpan dengan tidak tertutup, dimungkinkan dihinggapi oleh lalat atau tercemar debu di mana di dalam debu tersebut ada telur cacing. Kebiasaan siswa dengan jajan sembarangan di sekolah dapat pula mendukung kejadian kecacingan. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa perilaku jajan sembarangan pada siswa sebesar 46,9%. Nilai tersebut jika dibandingkan dengan perilaku jajan tidak sembarangan tidak terlalu signifikan, di mana perilaku jajan tidak sembarangan diperoleh hasil sebesar 53,1%. Hal ini berarti proporsi siswa yang mempunyai kebiasaan jajan sembarangan dan tidak jajan sembarangan tidak terlalu besar nilainya. Makanan jajanan yang ada di sekolah yang setiap hari dikonsumsi oleh siswa didapat dari penjual/pedagang keliling yang berjualan di sekitar sekolah. Sebagian besar makanan yang dijual tersebut kurang memenuhi syarat dari segi kebersihan seperti dibiarkan terbuka tidak diberi tutup, sehingga memungkinkan lalat, debu menempel/masuk ke dalam makanan atau minuman tersebut. Makanan atau minuman yang tercemar telur cacing tersebut akan masuk ke dalam tubuh seseorang. Telur cacing di dalam usus halus akan menjadi dewasa dan berkembang biak. Hasil analisis bivariat antara variabel perilaku jajan sembarangan dengan kecacingan diperoleh nilai p sebesar 0,003 lebih kecil dari 0,05 (Tabel 4). Hal ini berarti secara statistik signifikan, ada hubungan antara perilaku jajan sembarangan dengan kecacingan. Nilai RP sebesar 1,58 berarti siswa yang berperilaku jajan sembarangan berisiko 1,58 kali lebih besar mengalami kecacingan dibandingkan dengan siswa yang tidak berperilaku jajan sembarangan. Telur cacing dapat juga masuk ke dalam tubuh manusia melalui pori-pori kaki. Aktifitas bermain pada siswa di luar rumah dengan tidak menggunakan alas kaki (sandal atau sepatu) memungkinkan telur cacing masuk melalui poripori kaki. Kebiasaan memakai alas kaki merupakan salah satu faktor risiko pada kejadian kecacingan di antara siswa sekolah dasar. Anak-anak usia sekolah dasar sangat rentan karena mereka sering berhubungan dengan tanah. Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai p sebesar 0,0001 lebih kecil dari 0,05. Hal tersebut berarti statistik signifikan, ada hubungan antara perilaku menggunakan alas kaki dengan kejadian kecacingan. Nilai RP sebesar 1,7 (CI 95% 1,27-2,25), berarti siswa yang tidak menggunakan alas kaki pada waktu bermain di luar rumah 1,7 kali terinfeksi cacing dibandingkan siswa yang menggunakan alas kaki pada waktu bermain di luar rumah. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat bahwa kebiasaan memakai alas kaki berhubungan dengan kejadian kecacingan pada anak kelas V 57

SD di Kecamatan Periukan Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu (10). Pada analisis multivariable bahwa siswa yang tidak melakukan cuci tangan diperoleh sebesar 3,49 kali lebih tinggi untuk mengalami kecacingan, sehingga perlu dipertimbangan dalam intervensi secara menyeluruh dengan berperilaku hidup bersih dan sehat dengan membiasakan cuci tangan yang higienis pada siswa. Variabel cuci tangan model 4 dapat memprediksi kecacingan sebesar 12%, sisanya 98% dapat dipengaruhi faktor lain. Kebiasaan cuci tangan dengan sabun sebelum makan dan setelah makan dan setelah buang air besar dapat memutuskan mata rantai penularan infestasi cacing ke dalam tubuh manusia. Anakanak di pedasaan termasuk juga dikecamatan Petanahan, pada umumnya lebih suka dan nyaman bermain dengan bertelanjang kaki, tidak menggunakan alas kaki baik sandal maupun sepatu apabila bermain di luar rumah. Selain itu adanya kegiatan pemberian obat cacing secara massal pada siswa sekolah dasar di seluruh Kecamatan Petanahan bahkan Kabupaten Kebumen secara rutin 6 bulan sekali memungkinkan tidak terjadinya infeksi kecacingan. Depkes menyebutkan bahwa mebendazole sebagai obat cacing yang dibagikan pada anak-anak mempunyai spektrum yang luas. Obat ini mampuu membunuh cacing Ascaris Lumbricoides dan Trichuris Trichiura pada semua stadium. Kemampuan reinfeksi setelah minum obat ini menurut WHO adalah 6 bulan. Hal inilah yang dimungkinkan mempengaruhi intensitas infeksi kecacingan pada murid SD/MI di Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen. SIMPULAN Kejadian kecacingan pada siswa Sekolah Dasar Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen sebesar 45,07%. Jenis cacing yang menginfeksi siswa Sekolah Dasar Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen sebagian besar adalah jenis Ascaris Lumbricoides (71,2%). Perilaku cuci tangan pada siswa Sekolah Dasar Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen sebagian besar (52,11%) tidak cuci tangan. Ada hubungan antara perilaku cuci tangan dengan kecacingan pada siswa Sekolah Dasar Kecamatan Petanahan Kabupaten Kebumen (p 0,0001). DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI. Pedoman Umum Program Nasional Pemberantasan Cacingan di Era Desentralisasi. Jakarta: Depkes RI; 2004. 2. Munandar I, Susanto A. Anak-anak Rentan Cacingan. 2004 [cited 2011 12 Desember]; Available from: Http://cybermed.cbn.net.id/ det. 3. Iqbal MA. Faktor Risiko Terjadinya Infeksi Kecacingan (Ascaris Lumbricoides Dan Trichuris Trichiura) Pada Anak Sekolah Dasar Di Kelurahan Pannampu Kec. Tallo Kotamadya Makassar Surabaya: Universitas Negeri Airlangga; 2004. 58

4. Wachidanijah. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Anak serta Lingkungan Rumah dan Sekolah Dengan Kejadian Infeksi Kecacingan Anak Sekolah Dasar: Studi di Kecamatan Prembun Kabupaten Kebumen. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada; 2002. 5. Dinkes Kab. Kebumen. Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2009. Kebumen: Dinkes Kab. Kebumen, 2010. 6. Gordis L. Epidemiology. Philadelphia: W.B. Saunders; 2004. 7. Lemeshow S, Hosmer DW, Klar J, Lwanga SK, editors. Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 1997. 8. Hidayat A. Riset Keperawatan dan Tekhnik Penulisan Ilmiah. Surabaya: Salemba Medika; 2007. 9. Dinkes Kab. Kebumen. Profil Kesehatan Kabupaten Kebumen Tahun 2010. Kebumen: Dinkes Kab. Kebumen; 2011. 10. Gazali M. Hubungan higiene perseorangan anak Sekolah dasar dan kondisi kesehatan lingkungan rumah dengan kejadian penyakit kecacingan di Kecamatan Air Periukan Kabupaten Seluma Provinsi Bengkulu. Yogyakarta: Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Gadjah Mada; 2008. 11. Yulianto E. Hubungan Higiene Sanitasi Denga Kejadian Penyakit Cacingan Pada Siswa Sekolah Dasar Negeri Rowosari 01 Kecamatan Tembalang Kota Semarang Tahun Ajaran 2006/2007. Semarang: Universitas Negeri Semarang; 2007. 12. Tjitra E. Penelitian soil transminted helminth di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 1991;72::5-11. 59