Laki-Laki dan Perempuan, Suatu Dimensi

dokumen-dokumen yang mirip
Lucu memang.. Aku masih bisa tersenyum manis, melihatmu disana tertawa lepas bersamanya.

Prolog. Entah kenapa puisi yang kugubah. Padahal aku bukannya mahir berkata-kata. Kurasa, ini karenamu juga:

Ruang Rinduku. Part 1: 1

BATANG BERMANFAAT. Farhan Abdul Aziz M. Kau berjalan diatas kertas Kau menari-nari diatas kertas Kau berjasa bagi kita Kau adalah pahlawanku

RINDU. Puguh Prasetyo ~ 1

DIPA TRI WISTAPA MEMBILAS PILU. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

semoga hujan turun tepat waktu

Intro. Cupve - Izzi - Guardian

PENJAGAL ANGIN. Tri Setyorini

- Sebuah Permulaan - - Salam Perpisahan -

Kesengsaraan adalah aku! Apakah ia kan mencampur kesedihannya atas jalinan persahabatan dengan sahabat lainnya yang serupa? Apakah ia tidak kesepian

1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati

Tidak, sayang. Nanti kau sakit, tegas Maya sambil mengusap rambut Amanda yang panjang terurai.

Air mataku berlinang-linang sewaktu dokter mengatakan

Sepasang Sayap Malaikat

Cinta, bukan satu hal yang patut untuk diperjuangkan. Tapi perjuangan untuk mendapatkan cinta, itulah makna kehidupan. Ya, lalu mengapa...

Aku Tidak Mengerti Orang Biasa

pernah terasa sama lagi setelah kau mengalami hal yang fantastis. Bagiku, pengalaman selama di Vazard adalah hal yang fantastis.

Yui keluar dari gedung Takamasa Group dengan senyum lebar di wajahnya. Usaha kerasnya ternyata tak sia-sia. Dia diterima berkerja di perusahaan itu

AKU AKAN MATI HARI INI

Kaki Langit. Bulan dan Matahari

Pertama Kali Aku Mengenalnya

Anak laki-laki itu segera mengangkat kakinya. Maaf, ujarnya, sementara si anak

SYAIR KERINDUAN. Genre: Puisi-puisi cinta, sahabat, keluarga semuanya tentang CINTA dan CITA-CITA.

Mata Tomi terbelalak, ketika menyadari dia berada

KOPI DI CANGKIR PELANGI..

I PERNYATAAN. Menjebak Hati

Aku menoleh. Disana berdiri seorang pemuda berbadan tinggi yang sedang menenteng kantong belanjaan di tangan kirinya. Wajahnya cukup tampan.

Dari jarak sepuluh meter bisa kukenali siapa lelaki yang duduk menundukkan kepalanya dan bertumpu pada lengannya yang ia letakkan di atas lutut.

TEMAN KESUNYIAN BUKU PUISI BAGUS EKO SAPUTRO

Tapi, tapi, tapi ternyata, ia ada di mana-mana, dan sepertinya, semuanya sama saja, sama berbelit-belitnya, sama membingungkannya, sama

Juli Milik kita. Aku sudah sampai depan RS Margono. siap. menunggu. engga usah kaget, aku bisa. menit aku sampai, tunggu ya mas

Kakiku basah karena menginjak genangan air. Daundaun berserakan di sekitarku. Terdengar berderik saat terinjak oleh kakiku yang telanjang tanpa alas

Angin senja terasa kencang berembus di antara

yang paling tidak pernah luput dari kematian adalah cairan ini. Wanita itu meringis ngilu. Semua yang menimpanya kini sudah jelas bagian dari

(Cintaku) Bait Pertama. Angin senja begitu halus berhembus. Sore itu, di

TERPERANGKAP. merakitkata.blogspot.com

Lebih dekat dengan Mu

Sebuah kata teman dan sahabat. Kata yang terasa sulit untuk memasuki kehidupanku. Kata yang mungkin suatu saat bisa saja meninggalkan bekas yang

yang berbentuk datar bagian atasnya dengan sebuah ukiran kepala singa. Mereka yang berada di ruangan sudah berdiri di atas shinéga sejak dari tadi.

No Oedipus Complex Keterangan Dialog dalam novel Halaman Ya Tidak. Kemudian ayah itu, selalu tidak sabar, akan lompat dari kedua orang tua yang tidak

Bimo, Ra, Kenapa lagi sama calon lakimu itu duhai Syaqilaku sayang? godaku. Ojo ngenyeklah. Hahaha. Iya, iya. Bimo kenapa? Tadi aku nggak sengaja

Yang Mencinta dalam Diam

PROLOG. Wow, lihat! Dia datang. Kata Ronald sambil bersiul.

Oleh: Windra Yuniarsih

Kau Tetap Indonesiaku

wanita dengan seribu pesona yang ada disebelahku. Terkadang Rini berteriak dan memeluk erat lenganku. Lucu rasanya jika memikirkan setiap kali ia

DI BALIK DINDING. Apa ya, yang berada di balik dinding itu?, selalu dan selalu dia bertanya-tanya

1. Aku Ingin ke Bandung

LUCKY_PP UNTUKMU. Yang Bukan Siapa-Siapa. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

PATI AGNI Antologi Kematian

IBU - seorang ibu beranak 1 berumur 30 tahun, berkulit putih, rambut hitam pendek - berjalan menuju sebuah BUKU.

Dan ia baru menyadari betapa salahnya dirinya. Disana, muncul dari sebelah kirinya, ia merasakan gerakan udara yang cepat. Angin yang berhembus

Damar, apakah pada akhirnya mereka ini bisa benar-benar pulang?

Perlu waktu bagi anak anak itu untuk menjadi bagian dari kegelapan sebelum pohon pohon terlihat lebih jelas. Sebelum semak semak tinggi terlihat

Kanuna Facebook on September 07, 2011 Prolog

berada dan segera sadar kalau dia tanpa sengaja tertidur di lantai dua. Semua masih sama pada posisinya, sofa-sofa itu masih ada di sana,

"Maafin gue Na, hari ini gue banyak melakukan kesalahan sendiri" Tutur Towi yang mengimbangi langkah Leana.

Korean Chingu. Korean Chingu s Fandoom! Penerbit Korean Chingu Publishing

Mencintai, adalah satu kata bermakna kompleks yang dapat mengubah seluruh hidup manusia. Mencintai adalah aku dan kamu. Dia dan orang lain.

Belasan kota kudatangi untuk menjadi tempat pelarianku. Kuharap di sana bisa kutemukan kedamaian atau cinta yang lain selainmu.

Fiction. John! Waktunya untuk bangun!

Testimoni. Ucapan Terima Kasih. Kata Penjemput. Daftar Isi. Ketika Akar Ketidakbahagiaan Ditemukan. Bahagia Begitu Menggoda

Pemilik jiwa yang sepi

Di Semenanjung Tahun. Saat semua berakhir, saat itu pula semua berawal. Yuni Amida

Satu Hari Bersama Ayah

BAB 5 THE LAST WORD IS YOUR NAME

Stupid Love. June 21 st, 2013

Sang Pangeran. Kinanti 1

Terkadang ia adalah aku. Terkadang juga kamu. Ya, kamu, Jend!

Flower 1. Enam Tahun yang Lalu

PRAJURIT YANG HILANG. Bulan Merkurius, dalam sistem kalender Teffloo

oooooooo "Park Shinhye!!!!!"

Minho JiYeon Reminiscence

Pergi Tak Kembali. Oleh: Firmansyah

Semahkota mawar yang mulai layu itu memberitahuku bagaimana pertama kali aku menyebut

MEMBINGKAI ASA. Tarie Kertodikromo

Kisahhorror. Fiksi Horror #1: A Midnight Story. Penerbit Dark Tales Inc.

Bagaimana mungkin bisa Sekarang aku harus terbiasa dengan ketidakhadiranmu di sisiku? Alasan, perlukah alasan?

Yarica Eryana. Destiny. Penerbit HKS

Ah sial aku selingkuh!

Kulihat Lelaki itu Kala Petang A N G E L I C A Y A P U T R I

dengan mudah, mereka melukaimu? Mengancammu?, aku membuka mataku. Menatap

Tuhan dalam Cerita. Pada paru-paru yang terhujam dangkal ke sukma. Dikala nafas mulai menepi pada gulita tanpa suara

Kierkegaard dan Sepotong Hati

Ditulis oleh Ida Ar-Rayani Selasa, 30 Juni :03 - Terakhir Diperbaharui Selasa, 18 Agustus :13

Tabu *** Semalam Aphrodite datang padaku dengan Venus yang memancarkan keindahan di timur pada pagi yg sendu. Kupatahkan hatinya dengan lirih namamu.

KISAH KISAH YANG HAMPIR TERLUPAKAN

Selalu terbuka jelas mata ini Mata ciptaan-mu Aku berjalan lemah di atas hiasan Pijakan menuju satu berita gembira

CHAPTER 1. There s nothing left to say but good bye Air Supply

MUARA HATI. Sedikit rasa curiga yang sempat terlihat dari matanya, kini hilang tak bersisa. Terlebih saat

"Jika saya begitu takut maka biarlah saya mati malam ini". Saya takut, tetapi saya tertantang. Bagaimanapun juga toh akhirnya kita harus mati.

Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali:

Penantian Terakhir. Susi Retno Juwita. Penerbit Nulisbuku.com

MUNGKIN KU SALAH MENGARTIKAN

Mukadimah. Aku bukan siapa-siapa Hanya mencoba untuk bercerita dari khayalan dan pengalaman

Mengapa hidupku jadi seperti ini Tuhan? Aku takkan bisa menikmati kebebasanku seperti dulu lagi.

Sebening Air Mata Tuhan

P A D A M U E M B U N

Transkripsi:

Laki-Laki dan Perempuan, Suatu Dimensi Deasy Maria Hening. Sekejap setelah suara yang memekakkan telinga, yang menggemuruh dari seberkas sinar putih membutakan, aku seperti terlempar pada suatu masa yang tak mengenal ruang dan waktu. Hanya hampa yang menyelimutiku. Semua bagai terlahir baru dalam bentuk kedewasaanku. Aku meraba sekelilingku, pupil mataku membesar. Belum dapat kukuasai keadaan ini. Hanya dingin dan sepi yang hadir. Rasa ingin menangis, tapi tak mampu air mata ini mengalir. Kuseret kakiku, melangkah berharap bertemu ujung masa. Namun, sepertinya aku berada dalam ruang tanpa sekat. Meski telah kujelajahi sebisaku, belum sekali pun aku membentur dindingdinding yang entah ada atau tidak. Banyak Nama untuk Satu Cinta ~ 1 ~

Waktu seperti berjalan lambat. Mataku mulai terbiasa dengan gelapnya. Namun, baru tersadar pada bayangan lebih gelap itu, saat tanganku yang menggapaigapai, menyentuh sesuatu, atau lebih tepatnya sesosok. Benar, aku meyakininya dengan sesosok, karena ada hawa hangat mengalir ke ujung jemariku. Bayangan gelap itu menggerakkan dirinya. Tangannya seperti menggapai dan menyentuh wajahku. Meraba setiap jengkalnya. Maaf! suaranya berat, terucap sangat jelas. Aku hanya terpekur. Membisu di antara keterkejutan dan kegembiraanku, kalau bisa kukatakan bahwa rasa yang menyelinap ini adalah gembira. Adakah yang bisa menjelaskan, situasi seperti apa ini? Dia seperti bertanya padaku. Dan itu kuyakini karena rasanya hanya ada diriku di dekatnya. Kucoba membesarkan bola mataku, berharap dapat melihat sosok di depanku dengan lebih jelas. Namun, hanya sebentuk sosok gelap dan pekat. Aku sendiri tidak mengerti tentang apa dan bagaimana dengan keadaan ini, jawabku lirih. Tiba-tiba telapak tanganku di genggamnya. Aku tak berusaha melepasnya. Naluriku mengatakan, hanya itu yang bisa kulakukan, entah apa yang akan terjadi selanjutnya. Mari, kita bersama mencari yang tidak pernah kita ketahui ini, ajaknya. Aku mengangguk kuat, meyakini kalau sosok itu melihat anggukanku tadi. ~ 2 ~ Kampung Fiksi

Bergandengan tangan kami berjalan terseok-seok. Mencari yang tak pernah kami ketahui keberadaannya. Hanya berteman gelap dan sunyi. Pada awalnya perjalanan ini sungguh sulit untukku. Mungkin juga untuknya. Tanpa arah dan terang, kami berjalan seperti mayat hidup. Tanpa koordinasi yang jelas. Terkadang kakiku menginjak kakinya, demikian sebaliknya. Hanya lenguhan kecil yang keluar dari mulut kami, saat kaki terinjak atau bahkan kepala saling beradu. Tapi, sejauh kami melangkah, tidak ada setitik cahaya pun yang bisa kami kenali. Seperti dalam sebuah lorong yang panjang dan tanpa ujung. Aku terus memutar ingatanku. Mencari tahu apa yang telah kulakukan sebelum ini. Namun, berat rasanya berpikir. Sementara sinar pun tak tampak. Aku mencubit lenganku. Berharap ini semua mimpi buruk yang akan segera berakhir. Tapi, aku bisa merasakan rasa sakit cubitanku. Aku menghela napas. Ada apa? suara di sampingku terdengar sedikit berbisik. Ah, bukan apa-apa. Kukira aku hanya bermimpi. Aku sangat berharap begitu, aku menjawab dalam rasa sesal. Aku pastikan ini bukan mimpi. Tapi entahlah, kenapa aku tidak pernah bisa mengingat apa pun sebelum kejadian ini. Yang kuingat hanyalah saat tanganmu menggapai menyentuhku. Aku memandang ke sisi kananku, pada sosoknya, yang tak dapat kulihat. Dan kami terus berjalan dalam Banyak Nama untuk Satu Cinta ~ 3 ~

hening. Karena memang tak tahu apa yang bisa kami perbincangkan, sementara tidak ada percikan memori untuk saling bercerita. Sepertinya tak ada waktu di sini, kataku mulai putus asa. Sepanjang perjalanan yang entah menghabiskan berapa malam, tak kami temukan apa pun. Baiklah, kita istirahat dahulu di sini. Rasanya kau sudah lelah melangkah, suara beratnya seperti mengobati keputusasaanku. Kami duduk berdampingan sambil terus saling menggenggam. Tak berani kulepaskan genggamannya. Hanya itu satu-satunya penopang perasaan takutku. Darinya mengalir kehangatan yang membuatku nyaman. Aku ingin bersyukur, walau dalam kosong, tanpa makna dan ingatan, hanya rasa yang masih kami miliki. Rasa lelah menjadi penanda bahwa perjalanan yang kami tempuh sudah sangat jauh. Sedikit aku mengingat bahwa perasaan hening dan hampa menjadi penanda bahwa sebelum semua ini terjadi aku ada dalam keramaian. Terang. Sudah hilang lelahmu? Kita harus meneruskan perjalanan tanpa ujung ini, suaranya membangunkan aku dari diam. Aku sudah tak lelah. Tapi, aku juga tak terlalu bersemangat dengan apa yang akan kita tempuh ini, aku sedikit putus asa. Hei, bukankah lebih baik kita terus bergerak daripada diam? Siapa tahu ujung jalan ini ada di depan ~ 4 ~ Kampung Fiksi

sana. Kau tak akan tahu kalau kau tak berjalan sampai ke dekatnya, walau diucapkan dengan datar, namun aku menemukan api pembakar semangat dalam ucapannya tadi. Begitukah? Ya, memang harus kita coba. Aku bangkit karena tarikan tangannya. *** Perjalanan kami mulai kembali. Meski dengan semangat yang sedikit memercik, tetap saja aku tidak bisa menyembunyikan keputusasaanku. Tiap kali aku menghitung berapa langkah, berharap pada langkah yang kesekian menemukan terang, tiap kali pula aku menghembuskan napas kecewa. Namun, tiap kali pula dia menggenggam tanganku dengan kuat. Aku menyadari kalau langkah kami semakin kompak beriringan. Tanpa saling menginjak. Sepertinya waktu ingin mengajarkan kami untuk saling mengerti. Dalam ketidakmengertian, aku bersyukur menemukan dirinya. Dia menjadi sosok yang sangat menopang segala ketidakberdayaanku. Saat itulah sosoknya semakin dapat kulihat, walau masih samar. Kusadari, pandangan mataku sedikit demi sedikit mulai dapat melawan pekatnya gelap. Aku belum mengenalmu, kataku, berusaha memandang wajah samarnya. Aku pun begitu rasanya, sisi wajahnya pun mencari kejelasan di wajahku. Aku ingin mengajaknya berkenalan, namun tibatiba aku menyadari satu hal. Aku sendiri tidak mengenali Banyak Nama untuk Satu Cinta ~ 5 ~

siapa diriku. Oh, apa yang sedang terjadi? Aku memutar otakku, berusaha membuka lipatan memoriku. Tapi hasilnya, semua kosong. Tidak ada setitik pun yang bisa kuingat. Siapakah aku? Tak perlu berkenalan karena aku tak tahu siapa diriku. Aku hanya tahu kalau aku ini perempuan. Dan kau laki-laki, itu kukenal dari suaramu, jawabku lemah. Hmm... baiklah. Aku pun tak tahu siapa diriku. Aku memang laki-laki dan yakin kalau kau perempuan, walau suara bisa menipu. Tapi yang pasti, saat ini aku sudah mengenalmu. Kau adalah pendampingku, jawabnya. Walau samar, rasanya kulihat senyum menghias wajahnya. Aku merasakan kehangatan dari ucapannya. Kami tidak mengenal waktu berdetik. Hanya detak jantung yang menjadi penanda waktu. Dan, seiring detak jantung yang meningkat, reaksinya menyebabkan bola mata mulai sanggup melihat semakin jelas. Jadi, sehari adalah sepersekian intensitas cahaya yang bisa kami terima. Siapakah kita? aku kembali bertanya. Aku tidak ingin mengetahuinya. Aku hanya ingin kita berdua terus bersama. Saat ini. Tanganku digenggamnya semakin erat. Kurasakan desiran aneh mengalir menjalari seluruh tubuhku. Siapakah kita? Aku pun tak ingin mengetahuinya. Ya, aku pun hanya ingin merasakan ini terus, karena aku benar-benar buta akan diriku, dengan keadaanku, dengan keberadaanku. ~ 6 ~ Kampung Fiksi

Kau tahu? Semakin lama semakin jelas kulihat sosokmu. Setiap kali aliran hangat merasuki tubuhku, setiap kali itu pula semakin aku tak ingin mengetahui siapa diriku. Aku berharap terus seperti ini, suaranya menggetarkan ruang dadaku. Aku tak sanggup mengingkari perasaanku yang juga berharap demikian. Tiba-tiba aku hanya ingin terus di sampingnya. Menggenggam tangannya. Duduk bersama dalam sepi dan gelap. Menanti masa yang tak tentu. Bahkan, aku menikmati caranya memandang dalam samar. Kau tahu? Sepertinya kita terlempar kemari dengan suatu alasan. Agar kita saling bertemu, saling menopang dan menguatkan, saling menghangatkan dalam dingin, menyinari dalam gelap. Akhirnya genggamannya dilepaskan dari tanganku. Ditariknya pundakku, dipeluknya aku erat. Aku pelan-pelan menyandarkan kepalaku di bahunya. Lenganku melingkari pinggangnya. Rasa itu menjalar. Membuat detak jantung kami semakin kencang. Cahaya di sekeliling kami semakin menerang. Semakin jelas lagi kami melihat. Kau tahu? Semakin jelas semuanya, semakin sebentar waktu kita bersama. Aku menyadari itu. Kita akan terlempar kembali entah ke mana. Apakah kita akan bertemu lagi? Aku tak tahu. Dan aku pun tak ingin tahu, apakah kita pernah bersama, apakah kita pernah saling menyayangi ataupun sebaliknya, siapa pun kita Banyak Nama untuk Satu Cinta ~ 7 ~

dan bagaimana dengan kita dahulu. Aku hanya ingin menikmati saat ini. Wajah kami bertemu. Dalam jelas, tanpa samar. Wajah-wajah yang bersinar hangat oleh suatu rasa. Aku tak tahu apa namanya rasa ini. Aku ingin ada di dalamnya..., aku tak sanggup meneruskan kalimatku. Bibirku telah dibungkam kehangatan bibirnya. Degup di dadaku semakin hebat bergetar. Napas kami memburu. Aku memejamkan mataku. Bibirnya menyentuh telingaku. Napasnya membakar sendiku. *** Sampai saat itu tiba, aku hanya ingin memelukmu. Biarlah aku menikmati indahnya rasa ini, walau hanya sekejap. Biarkan aku terus merasai ini, walau hanya bayanganmu saja, bisik suaranya menembus hatiku. Aku memeluknya erat. Semakin kuat detak jantung kami, semakin terang cahayanya. Dan sinar putih itu memancar keluar di antara kami. Sinar yang menyilaukan. Aku tenggelam dalam pelukannya. Membiarkan diri larut dalam hangatnya rasa itu. Dia mengecup keningku dengan lembut. Plasss! Sinar putih itu membutakan. Suaranya menggelegar. Sekejap menjadi gulita. Hening. *** ~ 8 ~ Kampung Fiksi

Kaia Endah Raharjo Rona pipinya mengingatkanku pada bonekaku semasa kecil. Binar matanya bisa membuat iri fajar pagi di tengah musim kemarau. Lebar senyumnya bagai hendak membelah wajahnya, menampakkan sederet gigi rapi berkilau tak kalah dari sepasang mutiara penghias kedua telinganya. Ah... sungguh berlebihan, pikirku, membantah perasaanku sendiri. Wajah Kaia tak tampak sebahagia itu. Ia bahagia, itu pasti. Pipinya jelas-jelas merona, bisa dilihat mata. Hey! perempuan kelahiran Swedia itu menjentikkan jemarinya tepat di depan mukaku. Kenapa? Ada yang salah dengan dandananku? Ia pandangi sekujur tubuh rampingnya. Ia rapikan gaun sutra berwarna jahe yang tampak baru. Sejak mengenalnya, belum pernah kulihat ia tampil kurang sempurna. Banyak Nama untuk Satu Cinta ~ 9 ~

Kamu kelihatan bahagia, ujarku pelan, tersenyum penuh perhatian. Hmmm... aku baru saja menghabiskan liburan dengan Bondan, mata kecilnya menerawang, seakan dilihatnya kembali untaian saat-saat indah sepanjang 7 hari, saat-saat romantis, bermandi madu asmara, penuh gelak tawa, canda ceria, dan tentu saja diselang-seling aneka makanan terlezat di dunia. Dalam usia empat puluh tahun lebih dua bulan, Kaia menikmati hidupnya. Kecuali anak dan suami, semua ia miliki. Orang tua kaya raya, mantan juragan penguasa perdagangan kemenyan dari Indonesia di kawasan Eropa. Pernah tinggal 5 tahun di benua itu, berpindahpindah negara. Kaia itu sebuah nama Swedia, pemberian seorang sahabat keluarga. Pendidikan tinggi di Jerman membuatnya menguasai tiga bahasa asing; tiga-tiganya tanpa cela. Perusahaan warisan orang tuanya memberi peluang berkarya hampir tanpa batas, sekaligus kenyamanan hidup yang tak pernah terbayangkan olehku. Perempuan semampai berkulit langsat itu kukenal saat aku sekolah di Sydney, dua puluh tahun lalu. Kami sama-sama muda, pintar, dan penuh semangat hidup. Bondan adalah kekasihnya. Lelaki Jawa itu, saat itu, memang beda. Kalau ada sutradara ingin membuat film tentang Gatotkaca, ia pasti pas sebagai pemerannya. Tubuh gagah dengan dada kokoh lebar; kumis rapi bertengger sempurna di atas bibirnya; sepasang mata cokelat gelap bundar, ternaungi alis hitam tebal. Kulitnya benar-benar sawo matang, membuatnya tak ~ 10 ~ Kampung Fiksi