BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Molekul nitrogen terdapat 80% di alam diantaranya membentuk oksida

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah permasalahan besar yang harus dihadapi pada

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi negara-negara di dunia semakin meningkat. Hal

BAB I PENDAHULUAN. lain-lain. Dampak dari pencemaran udara tersebut adalah menyebabkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sulfur dioksida adalah gas tak terlihat yang berbau sangat tajam,

BAB I PENDAHULUAN. atmosfer dalam jumlah yang dapat membahayakan makhluk hidup serta dapat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

SINTESIS DAN UJI KONDUKTIFITAS MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS MAGNESIUM MELALUI METODE SOL-GEL ANORGANIK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. meledak serta menyerang sistem pernafasan manusia. Konsentrasi gas SO 2 di

BAB III METODE PENELITIAN. Preparasi, sintesis material konduktor ionik dan uji kinerja material

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. komposit. Jenis material ini menjadi fokus perhatian karena pemaduan dua bahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Gas Nitrogen oksida sebagai Zat Pencemar

MODIFIKASI PREPARASI MATERIAL KONDUKTOR IONIK BERBASIS ION MAGNEIUM MELALUI METODE SOL GEL SEBAGAI KOMPONEN SENSOR GAS SO 2

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

PANITIA SEMINAR NASIONAL KIMIA XVIII JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS GADJAH MADA. Dr. AGUS SETIABUDI PENYAJI

LAPORAN PENELITIAN HIBAH BERSAING TH Anggaran 2007

I. PENDAHULUAN. Alumina banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti digunakan sebagai. bahan refraktori dan bahan dalam bidang otomotif.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

Modifikasi Prosedur Preparasi Material Konduktor Ionik Berbasis Ion Magnesium Sebagai Komponen Sensor Gas SO 2

Bab IV Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam

Tabel 3.1 Efisiensi proses kalsinasi cangkang telur ayam pada suhu 1000 o C selama 5 jam Massa cangkang telur ayam. Sesudah kalsinasi (g)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kinerjanya adalah pemrosesan, modifikasi struktur dan sifat-sifat material.

Sulistyani, M.Si.

4. Hasil dan Pembahasan

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Teknik Voltametri dan Modifikasi Elektroda

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

4 Hasil dan Pembahasan

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

MAKALAH. Preparasi dan Karakterisasi Material Konduktor Ionik Berbasis Ion Magnesium Sebagai Komponen Sensor Gas SO 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

Elektrokimia. Tim Kimia FTP

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF ANION

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bab II Tinjauan Pustaka

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

AMALDO FIRJARAHADI TANE

AMALDO FIRJARAHADI TANE

KISI-KISI PENULISAN SOAL USBN

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

KERAMIK Mimin Sukarmin, S.Si., M.Pd.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

D. 2 dan 3 E. 2 dan 5

1. Jenis kristal ion 2. Elektrolit zat padat 3. Pengukuran konduktifitas 4. Aplikasi elektrolit zat padat

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

SPEKTROSKOPI INFRA RED & SERAPAN ATOM

KIMIA. Sesi KIMIA UNSUR (BAGIAN IV) A. UNSUR-UNSUR PERIODE KETIGA. a. Sifat Umum

Pemisahan dengan Pengendapan

REDOKS dan ELEKTROKIMIA

Struktur atom, dan Tabel periodik unsur,

Handout. Bahan Ajar Korosi

I. PENDAHULUAN. Pencemaran udara adalah masuknya, atau tercampurnya unsur-unsur berbahaya ke dalam

L A R U T A N _KIMIA INDUSTRI_ DEWI HARDININGTYAS, ST, MT, MBA WIDHA KUSUMA NINGDYAH, ST, MT AGUSTINA EUNIKE, ST, MT, MBA

PENGARUH TEMPERATUR KALSINASI PADA PEMBENTUKAN LITHIUM IRON PHOSPHATE (LFP) DENGAN METODE SOLID STATE


KIMIA ELEKTROLISIS

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI

METODA GRAVIMETRI. Imam Santosa, MT.

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN... i. LEMBAR PERSEMBAHAN... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... ix. DAFTAR LAMPIRAN...

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Tembaga 12/3/2013. Tiga fasa materi : padat, cair dan gas. Fase padat. Fase cair. Fase gas. KIMIA ZAT PADAT Prinsip dasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pori

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat.

Bab III Metodologi Penelitian

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

Mengubah energi kimia menjadi energi listrik Mengubah energi listrik menjadi energi kimia Katoda sebagi kutub positif, anoda sebagai kutub negatif

SKRIPSI. Oleh : Vivi Andriani NIM Dosen Pembimbing Utama : Drs. SISWOYO, M.Sc., PhD. Dosen Pembimbing Anggota : Drs. ZULFIKAR, PhD.

Sel Volta KIM 2 A. PENDAHULUAN B. SEL VOLTA ELEKTROKIMIA. materi78.co.nr

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

PASI NA R SI NO L SI IK LI A KA

KISI-KISI UN KIMIA SMA/MA

LARUTAN ELEKTROLIT DAN NON ELEKTROLIT

Skala ph dan Penggunaan Indikator

2014 PEMBUATAN BILAYER ANODE - ELEKTROLIT CSZ DENGAN METODE ELECTROPHORETIC DEPOSITION

4 Hasil dan pembahasan

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Oksida Nitrogen (NOx) Molekul nitrogen terdapat 80% di alam diantaranya membentuk oksida nitrogen, menghasilkan beberapa senyawa yaitu N 2 O, NO, N 2 O 3, NO 2, N 2 O 5 tergantung dari kondisi reaksinya. Oksida nitrogen di udara banyak terdapat dalam bentuk Nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO 2 ) memiliki peranan besar dalam pencemaran udara. NO merupakan gas yang tidak berbau dan tidak berwarna, sedangkan NO 2 merupakan gas berwarna coklat kemerahan dan memiliki bau yang khas, total konsentrasi NO dan NO 2 di udara biasa disebut dengan NOx. Gas NOx berasal dari hasil pembakaran bahan bakar fosil yang digunakan dalam transportasi dan industri. Gas NOx juga dihasilkan secara alami di udara, reaksi temal gas nitrogen di udara yang membentuk ikatan antara molekul N dan O dibantu oleh kilat dan halilintar pada temperatur 1200 C-1765 C membentuk reaksi (2.1) dan (2.2). N 2 (g) + O 2 (g) 2NO (g)...reaksi (2.1) 2NO (g) + O 2 (g) 2NO 2 (g)...reaksi (2.2) Komposisi dan konsentrasi gas NOx di udara bervariasi, tergantung pada tempat, waktu dan kondisi cuaca di lingkungan. Sebagai contoh jumlah NO 2 pada daerah perkotaan cenderung meningkat, karena banyaknya sumber pembakaran yang mengahasilkan gas NOx (Ono et al., 2000). 5

Masalah utama yang diakibatkan dari pencemaran gas NOx diantaranya adalah hujan asam dan kabut fotokimia. Hujan asam terjadi karena bereaksinya gas NO dengan oksigen dan uap air di atmosfer sehingga menghasilkan asam nitrat, mengakibatkan air hujan yang turun akan memiliki ph yang rendah (reaksi 2.3). 4 NO (g) + O 2 (g) + 2 H 2 O (l) 4 HNO 2 (aq)...reaksi (2.3) Hujan asam dapat menyebabkan kerusakan pada benda-benda yang terbuat dari logam, kendaraan, bangunan-bangunan bersejarah, jaringan luar pada tumbuhtumbuhan, dan biota laut. Kabut fotokimia terjadi karena adanya interaksi gas NOx dengan hidrokarbon hasil emisi yang dibantu sinar ultraviolet. Kabut fotokimia berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan paru-paru. Selain itu kabut fotokimia juga dapat menyebabkan kerusakan pada tumbuhan. Gas NOx pada konsentrasi 40 100 µg/m³ dapat menimbulkan efek yang sangat berbahaya bagi manusia sampai menyebabkan kematian (wikipedia, 2008). Untuk menentukan konsentrasi gas NOx di udara telah di lakukan dengan menggunakan peralatan spektroskopi analitik yang bekerja berdasarkan luminesensi kimia atau serapan inframerah, spektroskopi resonansi ion, kromatografi gas spektroskopi massa. Spektroskopi analitik yang bekerja berdasarkan luminesensi kimia atau serapan inframerah peralatan tersebut sangat mahal, tidak dapat digunakan langsung di lapangan, dan diperlukan waktu yang lama untuk mengetahui konsentrasi gas NOx (Miura et al., 1994). Spektroskopi resonansi ion telah digunakan namun tidak akurat dalam analisis kuantitatif,

7 kromatografi gas spektroskopi massa juga digunakan untuk mendeteksi gas NOx di udara namun hanya dapat digunakan pada temperatur yang rendah (Szabo et al., 2003). Metode lain yang dapat digunakan untuk mendeteksi NOx di udara adalah dengan metode elektroanalisis dengan mengembangkan sensor elektrokimia yang merupakan alternatif metode yang efektif dan efisien. 2.2 Sensor Elektrokimia. Sensor adalah alat yang mengubah suatu besaran fisis ke suatu besaran terukur sehingga dapat dianalisis dengan rangkaian listrik tertentu. Di bawah ini terdapat Tabel 2.1 yang memperlihatkan jenis sensor, prinsip kerjanya serta besaran yang terukurnya. Tabel 2.1. Jenis-jenis sensor (Romer, 2001) Jenis Sensor Prinsip Nilai Terukur Potensiometrik Semikonduktor Voltametrik Amperometik EMF Pergerakan ion Difusi arus terbatas sebagai fungsi voltase Difusi arus terbatas pada voltase yang digunakan Tegangan Hambatan Arus Arus Sensor kimia merupakan peralatan deteksi yang bekerja berdasarkan reaksi antara komponen sensor dengan analit yang dapat berupa gas atau ion, menghasilkan signal elektrik yang setara dengan konsentrasi analit. Berdasarkan prinsip kerjanya sensor kimia dibagi menjadi sensor elektrokimia, sensor optik, sensor piezo-elektrik, dan sensor termal. Sensor kimia banyak digunakan pada

proses-proses kimia, memonitoring gas-gas berbahaya, mendeteksi penyakit pada tubuh manusia. Sensor elektrokimia merupakan sensor kimia yang bekerja berdasarkan reaksi elektrokimia. Reaksi redoks spontan terjadi pada sel elektrokimia menghasilkan arus elektron. Arus ini akan di deteksi oleh detektor dan dirubah menjadi signal analitis. Sensor elektrokimia yang dikembangkan untuk sensor gas adalah sensor amperometrik dan potensiometrik. Sensor amperometrik bekerja berdasarkan pengukuran arus yang dihasilkan dari reaksi elektrokimia yang melibatkan analit. Arus yang dihasilkan nilainya akan sebanding dengan konsentrasi analit. Sedangkan untuk sensor potensiometrik bekerja berdasarkan pengukuran potensial tanpa pengukuran arus yang diukur adalah voltase dari sel. Besarnya potensial yang terukur digunakan untuk menentukan konsentrasi beberapa komponen dari suatu gas atau larutan analit secara analitik. Sensor potensiometrik dapat mendeteksi gas dengan material yang beraneka ragam, namun sensitifitas sensor potensiometrik lebih rendah dibandingkan dengan sensor amperometrik. Hal ini terjadi karena arus respon pada sensor amperometrik sebanding dengan konsentrasi analitnya, sehingga perubahan konsentrasi sekecil apapun dapat terdeteksi (Do et al., 2007). Sensor gas amperometrik memilki struktur yang sederhana, dapat diandalkan, mudah digunakan serta murah (Miura et al., 1994). Pada sensor elektrokimia untuk mendeteksi gas umumnya terdiri atas elektroda kerja (sensing electrode), counter electrode dan elektroda pembanding

9 (refrence elctrode). Elektroda kerja berfungsi untuk berinteraksi dengan gas yang akan diukur, pada bagian ini akan terjadi reaksi oksidasi dan reduksi sehingga dihasilkan elektron pada elektroda kerja berpindah. Elektroda lainnya (counter electrode dan reference electrode) berfungsi untuk mengatur kesetimbangan muatan dan mengontrol kinerja sensor yang ditunjukan pada gambar 2.1. Perbedaan muatan antara elektroda kerja dan elektroda pembentu digunakan untuk menghasilkan aliran elektrik yang merupakan sinyal keluaran pada sensor. Keterangan Gambar : 1. Elektroda kerja 2. Elektroda pembanding 3. Counter electrode Gambar 2.1 Jenis-jenis elektroda pada sensor elektrokimia Komponen penting pada sensor gas amperometrik lainnya adalah elektrolit padat atau Solid Ionic conductor (SIC) (Gellings dan Bouwmester, 1997). Konduktor ionik padat merupakan komponen yang penting pada sensor gas amperometri, komponen ini berfungsi menghantarkan arus yang timbul pada elektroda kerja. Salah satu konduktor ionik yang sering digunakan pada sensor gas adalah NASICON (Natrium Super Ionic Conductor) merupakan konduktor super ionik berbasis natrium. Sensor amperometrik gas NOx dengan konduktor ionik padat NASICON dan fasa pendukung NaNO 2 memiliki susunan seperti pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2. Skema sensor amperometrik gas NOx (Ono et al., 2001) 2.3 Konduktor Ionik Konduktor ionik adalah konduktor yang daya hantarnya dihantarkan oleh ion yang bergerak. Struktur dan sifat elektrolit padat merupakan keadaan intermediet dari padatan kristal normal yang memiliki struktur tiga dimensi dan ion yang immobile (tidak bergerak bebas) dengan larutan elektrolit yang memiliki ion-ion yang mobile (bergerak bebas). Konduktor ionik memiliki sifat diantara kristalin padat dan elektrolit cair. Berdasarkan jenis muatan yang dihantarkan, konduktor ionik dibagi menjadi konduktor kation dan anion. Konduktor kation berbasis ion adalah Li + (LiCoO 2, LiNiO 2 ), Ag + (AgI & RbAg 4 I 5 ), Na + (NASICON), sedangkan konduktor anion berbasis ion adalah F - (PbF 2 ) dan O 2- (δ-bi 2 O 3 ). Daya hantar dari elektrolit padat berasal dari pergerakan ion-ionnya. Dalam batas tertentu, migrasi ion tidak dapat terjadi dalam kebanyakan padatan yang memiliki ikatan ionik dan ikatan kovalen. Atom-atom cenderung pada

11 kisinya dan hanya dapat berpindah melalui cacat kristal. Ion-ion ini dapat bergerak dengan mudah karena adanya ketidakteraturan atau cacat dalam struktur kristal bahan tersebut. Ketidakteraturan posisi atom atau adanya cacat dalam struktur menyebabkan tersedianya posisi kosong pada tempat-tempat tertentu dalam kristal. Posisi yang kosong ini dapat diisi oleh atom lain di sekitarnya dan meninggalkan posisi kosong yang baru, demikian seterusnya sehingga ion dalam kristal tersebut dapat berpindah-pindah, Inilah yang berperan dalam tingginya konduktifitas ionik elektrolit padat. Padatan konduktor ionik memiliki nilai konduktifitas 10-3 S/cm < δ < 10 S/cm konduktor ionik yang memiliki nilai konduktifitas lebih besar dari 10-4 S/cm 10-5 S/cm pada suhu ruangan disebut fast ion atau superionic conductor yang memiliki ion yang dapat bergerak dengan mudah. Fast ion conductors dapat diperoleh dari bahan organik maupun anorganik. Fast ion conductors dari bahan organik adalah gel poliakrilmida, ionomer seperti nafion, dan litium perklorat dalam polietilen oksida. Sedangkan fast ion conductors yang berasal dari bahan anorganik diantaranya adalah natrium klorida, perak sulfida, perak iodida, dan keramik konduktor seperti NASICON. 2.4 Natrium Super Ionic Conductor (NASICON) NASICON atau Natrium Super Ionic Conductor pertama kali ditemukan oleh Hong dan Goodenough pada tahun 1976. NASICON terbentuk dari campuran Na 2 CO 3, SiO 2, ZrO 2 dan NH 4 HPO 4 pada suhu 1125 C membentuk Na 3 Zr 2 Si 2 PO 12., memiliki kerangka tiga dimensi kaku yang dibangun oleh struktur tetrahedral PO 4 dan SiO 4 yang berikatan dengan oktahedral ZrO 6, masing-masing

tetrahedral PO 4 dan SiO 4 berikatan dengan empat oktahedral ZrO 6. Sudut tetrahedral PO 4 dan SiO 4, gugus O, dan sudut oktahedral ZrO 6 membentuk ruang intertisi yang terhubung dalam bentuk tiga dimensi, seperti yang terlihat pada gambar 2.3. Gambar 2.3 Struktur NASICON (Goodenough et al., 1976) Area penampang lintang terkecil interstisi membentuk bottleneck dengan diameter terkecilnya lebih besar daripada dua kali jumlah jari-jari anion dan ion alkali. Bottleneck ini berbentuk heksagon seperti terlihat pada Gambar 2.4. Diameter terkecil dari bottleneck adalah 4,9 Ǻ yang melebihi dua kali jumlah jari-jari Na + dan O 2- (Hong, 1976). Pada gambar 2.5 menunjukan bentuk geometri bottleneck pergerakan Na + yang menyebabkan NASICON memilki sifat konduktor ionik ionik. Gambar 2.4. Bottleneck pada struktur NASICON (Hong, 1976)

13 Gambar 2.5 Bottleneck pergerakan ion Na + pada NASICON (Kumar, 2006) NASICON dapat disintesis melalui metode padat-padat atau metode solgel. Pada metode padat-padat, penelitian yang pernah dilakukan menggunakan campuran Na 2 CO 3, SiO 2, ZrO 2, dan NH 4 HPO 4 (Goodenough dan Hong (1976)). Campuran Na 2 CO 3, ZrSiO 4, Na 2 HPO 4, dan H 3 PO 4 ((Lee et al (2003), Kale et al (2003), Banga et al (2004), dan Sadaoka eta al (2007)). Campuran sederhana antara ZrSiO 4 dan Na 3 PO 4 ((Ono et al (2000), Kida et al (2001), dan Min et al (2003)) digunakan dalam sintesis NASICON sebagai komponen sensor gas CO 2, NO 2 dan SO 2. Sedangkan pada metode sol-gel dilakukan dengan beberapa peraksi yang berbeda diantaranya Zr(OC 3 H 7 ) 4, Na 2 O-3H 2 O dan NH 4 H 2 PO 4 (Yang, Y dan Liu, C.C., 2000); asam hidroksi dengan ZrO(NO 3 ) 2 8H 2 O, (NH 4 ) 2 HPO 4 dan Na 2 SiO 3.9H 2 O (Youchi Shimizu dan Takashi Usijima., 2000); ZrO(NO 3 ) 2, NaNO 3, Si(C 2 H 5 O) 4 dan (NH 4 ) 2 PO 4 (Fabin Qui et al., 2003). Untuk menguji keberhasilan sintesis, NASICON yang dihasilkan biasanya dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar-x dan spektroskopi infra merah. Difraksi sinar X merupakan cara yang banyak digunakan untuk menentukan

struktur suatu kristal. Pola difraksi sinar-x untuk satiap kristal sangat khas. Gambar 2.6 menunjukan pola difraksi sinar-x pada NASICON. Puncak-puncak yang menunjukan NASICON berada pada 2θ = 14, 19, 20, 22, 27.5, 32, 41,46, dan 53. Sedangkan ZrO 2 berada pada 2θ = 35, 35.5, 50, 60 (Mouzer et al, 2003). Gambar 2.6 Pola XRD NASICON menggunakan metode sol-gel (Mouzer et al, 2003) ZrO 2 merupakan salah satu hasil sampingan pada pembentukan NASICON. Keberadaan ZrO 2 dapat mempengaruhi konduktifitas NASICON pada suhu rendah. Spektroskopi infra merah digunakan untuk mengetahui gugus fungsi pada NASICON. Gugus fungsi berasal dari sekelompok atom yang memiliki energi vibrasi yang khas. Vibrasi-vibrasi atom akan menyerap sinar infra merah pada bilangan gelombang tertentu. NASICON memberikan spektra serapan yang khas disekitar bilangan gelombang 400-1600 cm -1. Puncak serapan pada bilangan

15 gelombang 800-1091 cm -1 menunjukan adanya vibrasi ulur (streching) dari ZrO 6, PO 4 3-, SiO 4 4- dan bilangan gelombang 420-750 cm -1 menunjukan adanya vibrasi tekuk (bending) dari ZrO 6, PO 4 3-, SiO 4 4- (Zhang et al., 2003). Gambar 2.7 menunjukan pola serapan infra merah NASICON dengan metode sol-gel. Gambar 2.7 Spektra inframerah NASICON (Qiu et al., 2003) Mikrostruktur pada permukaan NASICON dikarekterisasi dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dan konduktifitas ionik dari NASICON menggunakan Impendance Spectroscopy (IS). Gambar 2.8 menunjukan mikrographi dari NASICON. Gambar 2.8. Mikrographi dari NASICON (Han Byel Shim et al, 2006)

Nilai konduktifitas ionik memiliki peranan yang penting dalam fungsi NASICON sebagai elektrolit padat. Nilai konduktifitas ionik sangat dipengaruhi oleh kerapatan material yang diuji. Semakin tinggi kerapatan material, maka semakin tinggi nilai koduktivitasnya (Ignaszak et al., 2005). Beberapa nilai konduktifitas ionik NASICON yang telah ditunjukan, nilai konduktifitas ionik NASICON dengan metode sol-gel dari beberapa penelitian lebih besar daripada padat-padat. Tabel 2.2 memperlihatkan nilai konduktifitas ionik NASICON yang dipreparasi dengan metode sol-gel dan padat-padat Tabel 2.2 Daftar nilai konduktifitas ionik NASICON No Nilai Konduktifitas (S cm -1 ) Metode Peneliti (Tahun Penelitian) 1 5,2 10-3 Sol-gel Bohnke et al. (1999) 2 7.6 10-4 Sol-gel Shimizu et al.(2000) 3 10-3 Sol-gel Yang et al. (2000) 4 10-3 Sol-gel Nakamura et al. (1996) 5 9.8 10-3 Sol-gel Zhang et al. (2003) 6 4.05 10-3 Sol-gel Zhang et al. (2004) 7 2.7 10-3 Padat-padat Fuentes at al. (2001) 8 2.1605 10-3 Padat-padat Le at al. (2003) 9 1.0612 10-4 Padat-padat Ignaszak et al. (2005) 2.5 Metode Sol-Gel Metode sol-gel merupakan salah satu metode yang digunakan dalm pembuatan NASICON. Secara umum, metode sol-gel meliputi transisi sistem dari cairan (sol), menjadi fase padatan (gel). Sol merupakan sistem koloid padatan dengan ukuran 0.1-1 µm yang terdispersi dalam cairan. Sol terbuat dari partikel padatan yang memiliki diameter beberapa ratus nm. Padatan ini pada umumnya

17 merupakan senyawa garam logam anorganik yang tersuspensi menjadi fasa cair. Sedangkan gel adalah sistem koloid dimana baik cairan maupun padatan saling terdispersi. Pada proses sol gel jarak difusi dapat memperkecil jarak difusi dengan menigkatkan pencampuran kation-kationnya. Sehingga suhu sintesis yang diperlukan akan turun dan fasa intermedit yang menghasilkan pengotor dapat diperkecil. Produk yang dihasilkan oleh metode sol gel dapat berukuran kecil sehingga luas permukaannya lebih besar, dengan sendirinya luas area kontak antar pereaksi juga meningkat. Pada umumnya material yang digunakan untuk preparasi sol adalah garam logam anorganik. Prekursor pada proses sol gel dijadikan sasaran reaksi hidrolisis dan polimerisasi untuk membentuk suspensi koloid atau sol, kemudian fasa cair yang terbentuk mengalami kondensasi membentuk gel yang memiliki padatan berukuran makromolekul. Reaksi yang terjadi adalah : M-O-R + H 2 O M-OH + R-OH (hidrolisis) M-OH + HO-M M-O-M + H 2 O (kondensasi air) M-O-R + HO-M M-O-M + R-OH.(kondensasi alkohol) (dengan M = Si, Zr, Ti) Tahapan-tahapan proses sol-gel meliputi pencampuran larutan logam oksida menjadi sol, pembentukan gel basah, pemanasan gel basah (suhu 25-100 C) menjadi gel kering atau xerogel, pembentukan material dan terakhir adalah pengeringan.