PEMANFAATAN BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) SRI RAHAYUNINGSIH

dokumen-dokumen yang mirip
BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jahe

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyiapan tanaman uji

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penyiapan Tanaman Uji Pemeliharaan dan Penyiapan Suspensi Bakteri Endofit dan PGPR

Gambar 1 Tanaman uji hasil meriklon (A) anggrek Phalaenopsis, (B) bunga Phalaenopsis yang berwarna putih

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ralstonia solanacearum

BAHAN DAN METODE. Pengambilan sampel tanaman nanas dilakukan di lahan perkebunan PT. Great

MENGENAL LEBIH DEKAT PENYAKIT LAYU BEKTERI Ralstonia solanacearum PADA TEMBAKAU

EKSPLORASI Pseudomonad fluorescens DARI PERAKARAN GULMA PUTRI MALU (Mimosa invisa)

KARAKTERISTIK PENYEBAB PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN TEMBAKAU DI PROBOLINGGO

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian Pra-pengamatan atau survei

BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu penelitian Bahan dan Alat Isolasi dan Uji Reaksi Hipersensitif Bakteri Penghasil Siderofor

Penyakit Layu Bakteri pada Kentang

BAHAN DAN METODE. Tabel 1 Kombinasi perlakuan yang dilakukan di lapangan

PENDAHULUAN Latar Belakang

PEMBAHASAN UMUM Karakterisasi Genotipe Cabai

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2014.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tomat merupakan salah satu tanaman hortikultura yang penting di dunia.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilakukan di Laboratorium Penyakit Tanaman, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dunia setelah padi, gandum, dan jagung (Wattimena, 2000 dalam Suwarno, 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Inokulasi Penyebab Busuk Lunak Karakterisasi Bakteri Penyebab Busuk Lunak Uji Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Teknologi pertanian, khususnya dalam pengendalian penyakit tanaman di

BAHAN DAN METODE. Pembiakan P. fluorescens dari Kultur Penyimpanan

IDENTIFIKASI DAN PENANGGULANGAN PENYAKIT PADA BUDIDAYA CABAI MERAH

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan Penelitian Metode Penelitian Isolasi dan Identifikasi Cendawan Patogen

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Sampel tanah diambil dari daerah di sekitar risosfer tanaman nanas di PT. Great

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu . Bahan dan Alat Metode Penelitian Survei Buah Pepaya Sakit

TAHLIYATIN WARDANAH A

PENDAHULUAN. Sebagian besar produk perkebunan utama diekspor ke negara-negara lain. Ekspor. teh dan kakao (Kementerian Pertanian, 2015).

PERAN DAUN CENGKEH TERHADAP PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN TOMAT

III. BAHAN DAN METODE

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Oktober 2011 sampai Maret 2012 di Rumah Kaca

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Kombinasi Agens Biokontrol terhadap Kejadian Penyakit Layu Bakteri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tanaman dan Laboratorium

Fusarium sp. ENDOFIT NON PATOGENIK

II. TINJAUAN PUSTAKA. Jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan tanaman obat berupa tumbuhan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berpotensi sebagai komoditas agribisnis yang dibudidayakan hampir di seluruh

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Pengamatan mikroskopis S. rolfsii Sumber :

Pemanfaatan Teknik Kultur In Vitro Untuk Mendapatkan Tanaman Pisang Ambon Tahan Penyakit Fusarium

BAHAN DAN METODE. Kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Trichoderma spp. ENDOFIT AMPUH SEBAGAI AGENS PENGENDALI HAYATI (APH)

Tabel 1 Persentase penghambatan koloni dan filtrat isolat Streptomyces terhadap pertumbuhan S. rolfsii Isolat Streptomyces spp.

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. eksplorasi dengan cara menggunakan isolasi jamur endofit dari akar kentang

Bersama ini kami informasikan beberapa produk/teknologi unggulan kami yang layak untuk digunakan.

PENGENDALIAN LAYU FUSARIUM PADA TANAMAN PISANG (Musa paradisiaca L.) SECARA KULTUR TEKNIS DAN HAYATI MIFTAHUL HUDA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi Virus pada Pertanaman Mentimun

SELEKSI DAN KARAKTERISASI BAKTERI ENDOFIT UNTUK MENEKAN KEJADIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI (Ralstonia solanacearum) PADA TANAMAN TOMAT IKA DAMAYANTI

PENGARUH Trichoderma viride dan Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN Phytophthora palmivora Butl. PADA BERBAGAI MEDIA TUMBUH.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan Jurusan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis percobaan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental,

PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.

I. PENDAHULUAN. penting di antara rempah-rempah lainnya (king of spices), baik ditinjau dari segi

I. PENDAHULUAN. Nanas (Ananas comosus L. (Merr)) merupakan salah satu tanaman yang banyak

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jahe (Zingiber officinale Rosc) sebagai salah satu tanaman temu-temuan

BAHAN. bulan Juli diremajakan. pertumbuhan. Gambar 4

III. METODE PENELITIAN. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan. Pembuatan media PDA (Potato Dextrose Agar)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan di halaman

Pengenalan Penyakit yang Menyerang Pada Tanaman Kentang

I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka pemikiran, hipotesis

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Penyakit Tanaman Fakultas

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA TEMULAWAK. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

PENDAHULUAN Latar Belakang

III. BAHAN DAN METODE

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

II. MATERI DAN METODE

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian Penyediaan Isolat Fusarium sp. dan Bakteri Aktivator

PENGARUH KOMPOSISI MEDIA LIMBAH PLTU TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT DAN INTENSITAS SERANGAN PENYAKIT LAYU FUSARIUM

TINJAUAN PUSTAKA Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (PGPR) Enzim ACC Deaminase dan Etilen

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh PGPR terhadap Laju Pertambahan Tinggi Tanaman Kedelai

FORMULASI BAKTERI PERAKARAN (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBACTERIA-PGPR)

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilakukan di green house milik UMY dan Laboratorium

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Tembakau merupakan komoditas perkebunan yang mempunyai

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

III. METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. kentang varietas Granola Kembang yang diambil dari Desa Sumberbrantas,

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Ageratum conyzoides L. merupakan tumbuhan sejenis gulma pertanian

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Latar Belakang Masalah

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Industri dan Penyegar

BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA

BAB 5 PENEKANAN PENYAKIT IN PLANTA

AKTIVITAS PENGHAMBATAN SENYAWA ANTIMIKROB Streptomyces spp. TERHADAP MIKROB PATOGEN TULAR TANAH SECARA IN VITRO DAN IN PLANTA NURMAYA PAPUANGAN

BAB III METODE PENELITIAN

Transkripsi:

PEMANFAATAN BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) SRI RAHAYUNINGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemanfaatan Bakteri Endofit sebagai Alternatif Pengendalian Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc.) adalah karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juni 2011 Sri Rahayuningsih NRP A451030071

ABSTRACT SRI RAHAYUNINGSIH. Endophytic bacteria as alternatives diseases control of bacterial wilt on ginger (Zingiber officinale). Under direction of ABDUL MUNIF, WIDODO and SUPRIADI. Ginger is cultivated in many tropical and subtropical regions of the world. Growers expressed concern regarding the impact of pathogens on yields in recent years. Similarly, growers expressed concern regarding the effect that pathogen threats will have on the industry in the future. Bacterial wilt disease caused by Ralstonia solanacearum is an important disease on ginger plant (Zingiber officinale Rosc) in Indonesia. The objective of this research was to study the effectiveness of endophytic bacteria in inhibiting the progress of bacterial wilt disease on ginger. Three isolates of endophytic bacteria were selected and tested their antibiosis activity and plant growth promoting rhizobacteria (PGPR) against the bacterial wilt disease (R. solanacearum). The research showed that under greenhouse condition all of the ginger plants treated with the 3 isolates of endophytic bacteria produced symptoms of bacterial wilt disease 7 days after inoculation of R. solanacearum. The 3 isolates of can only inhibit 12 % of severity of bacterial wilt disease on ginger up to 42 days after the inoculation, therefore they are not effective as biocontrol agent.. Keyword : endophytic bacteria, bacterial wilt, ginger, R. solanacearum

RINGKASAN SRI RAHAYUNINGSIH. Pemanfaatan Bakteri Endofit sebagai Alternatif Pengendalian Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Jahe (Zingiber officinale). Dibimbing oleh ABDUL MUNIF, WIDODO dan SUPRIADI. Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum pada tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc), merupakan penyakit penting di beberapa negara di Asia, Australia, dan Afrika. Di Indonesia, penyakit layu bakteri jahe ditemukan pada tahun 1971 di Kuningan, Jawa Barat. Penyakit ini dapat menurunkan potensi hasil jahe sampai 90 %. Pada kasus tanaman jahe, varietas tahan dengan produksi rimpang yang memenuhi syarat sampai saat ini belum diperoleh di samping itu belum ada cara pengendalian yang efektif untuk penyakit layu bakteri. Alternatif pengendalian yang sedang dikembangkan adalah dengan meningkatkan pertahanan tanaman melalui induksi ketahanan. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan isolat-isolat bakteri endofit yang potensial dalam mengendalikan penyakit layu bakteri pada tanaman jahe yang disebabkan oleh bakteri R. solanacearum. Penelitian dilaksanakan di laboratorium Penyakit dan rumah kaca Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO) Bogor, pada bulan Oktober 2008 Januari 2010. Eksplorasi bakteri endofit dilakukan di daerah sentra produksi tanaman obat. Isolasi bakteri endofit dilakukan dengan cara mensterilisasi permukaan akar/batang menggunakan larutan NaOCL 10 % dan air steril. Bakteri patogen diisolasi dari tanaman jahe terinfeksi bakteri R. solanacearum di lapang. Isolat bakteri endofit diseleksi berdasarkan kemampuannya memproduksi bakteriosin atau sifat antibiosis. Uji potensi plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR) dilakukan dengan menyiram benih mentimun yang telah disterilkan permukaanya dengan suspensi bakteri endofit dan ditumbuhkan dalam bak perkecambahan yang berisi tanah steril. Perlakuan diulang sebanyak 10 kali. Bakteri endofit hasil seleksi dikarakterisasi berdasarkan sifat morfologi koloni dan fisiologinya. Isolat bakteri endofit terpilih diuji potensinya di rumah kaca dengan cara menyiramkan 50 ml suspensi bakteri endofit 10 8 cfu/ml kedalam polibag yang telah ditanami bibit jahe umur 2 bulan, sebagai kontrol dilakukan penyiraman dengan menggunakan air steril. Satu minggu setelah aplikasi bakteri endofit tanaman diinokulasi R. solanacearum isolat T-954 dengan cara menyiramkan 25 ml ml/tanaman inokulum dengan kerapatan populasi 10 8 cfu/ml (OD 600 = 0,1). Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan jumlah perlakuan tiga isolat bakteri endofit yang paling berpotensi dari uji in-vitro diulang tiga kali. Masing-masing unit perlakuan terdiri dari 10 bibit. Peubah yang diamati meliputi Keparahan penyakit, kejadian penyakit, dan indeks penekanan penyakit. Data dianalisis menggunakan Anova dan dilanjutkan dengan uji Tukey pada taraf 5%. Hasil eksplorasi dan isolasi bakteri endofit dari akar, rimpang, dan batang tanaman jahe, kencur, tomat, dan jagung diperoleh sebanyak 222 isolat. Banyaknya isolat bakteri endofit yang diperoleh menunjukkan bahwa keberadaan bakteri endofit di alam berlimpah. Hasil pengujian secara in vitro menunjukkan, dari 222 isolat bakteri endofit yang diperoleh terdapat 39 isolat atau 18 %

diantaranya mampu memproduksi bakteriosin atau bersifat antibiosis, sedangkan 82 % sisanya tidak bersifat antibiosis. Bakteri endofit yang menunjukkan sifat antibiosis paling tinggi berasal dari tanaman jagung (41,03 %), berturut-turut diikuti isolat dari tanaman jahe (28,20), tomat (25,64 %), dan kencur (5,13 %). Pengujian potensi 39 isolat bakteri endofit antibiosis dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman secara in vivo pada tanaman mentimun menunjukkan bahwa, terdapat tiga isolat bakteri endofit yang mampu meningkatkan pertumbuhan perakaran tanaman mentimun tertinggi. Ketiga isolat tersebut berasal dari tanaman jahe (EJH6), tomat (ET9), dan jagung (EJG14) yang selanjutnya akan digunakan dalam uji potensi dalam menekan perkembangan penyakit layu bakteri R. solanacearum pada tanaman jahe di rumah kaca. Karakterisasi morfologi menunjukkan ketiga isolat terbagi dalam dua kelompok yang berbeda, dua isolat (ET9 dan EJG14) termasuk kedalam kelompok P. fluorescens dan satu isolat (EJH6) kelompok Bacillus. Isolat R. solanacearum (T 954) yang digunakan dalam pengujian bakteri endofit mempunyai virulensi yang tinggi, terlihat dari perkembangan gejala penyakit layu yang cepat pada tanaman jahe yang diinokulasi. Munculnya gejala awal penyakit layu bakteri, yang ditandai dengan daun menguning sudah terlihat pada hari ke-7 setelah inokulasi baik pada perlakuan kontrol positif (RS) maupun tanaman yang diberi perlakuan dengan tiga isolat bakteri endofit. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tanaman jahe yang diaplikasi bakteri endofit laju perkembangan penyakitnya lebih lambat dibandingkan dengan tanpa aplikasi. Isolat bakteri endofit yang diplikasikan hanya mampu menekan keparahan penyakit sampai hari ke 42 setelah inokulasi sebesar 12 %.

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

PEMANFAATAN BAKTERI ENDOFIT SEBAGAI ALTERNATIF PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN JAHE (Zingiber officinale Rosc.) SRI RAHAYUNINGSIH Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Memen Surahman, M.Sc. Agr.

PRAKATA Puji syukur penulis ucapkan pada Allah SWT atas rahmat dan karunia-nya sehingga karya ilmiah dengan judul Pemanfaatan Bakteri Endofit sebagai Alternatif Pengendalian Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Jahe (Zingiber officinale Rosc) dapat diselesaikan. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu satu syarat kelulusan di Sekolah Pasca Sarjana IPB untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Departemen Hama dan Penyakit Pada kesempatan ini pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Abdul Munif, M.Sc. Agr selaku ketua komisi pembimbing, Dr. Ir. Widodo, MS dan Prof. Dr. Ir. Supriadi, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan dan arahannya kepada penulis dalam penulisan usulan penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah (alm), ibu, suami, anak, serta seluruh keluarga atas segala do a dan dukungannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bermanfaat bagi pihak yang memerlukan. Bogor, Juni 2011 Sri Rahayuningsih

RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Surabaya, pada tanggal 6 Oktober 1968 dari pasangan ayah (Alm.) H. Soeprapto dan ibu Hj. Rr. Soetartik sebagai putri ke-5 dari enam bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Malang, lulus tahun 1992. Karier sebagai Pegawai Negeri Sipil pada dimulai tahun 1994 sebagai CPNS di Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat (BALITTAS) Malang Jawa Timur, di bidang penyakit tanaman. Pada tahun 1999 sampai dengan sekarang sebagai tenaga peneliti bidang penyakit tanaman di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Pada tahun 2003, penulis mendapat kesempatan tugas belajar di Program Studi Fitopatologi pada Program Magister Sains, Sekolah Pasca Sarjana IPB.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... xii xiii xiv PENDAHULUAN 1 Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian. 4 Hipotesis... 4 TINJAUAN PUSTAKA 5 Tanaman Jahe... 5 Penyakit Layu Bakteri Pada Tanaman Jahe... 6 Strategi Pengendalian Penyakit Layu Bakteri Jahe... 8 Induksi KetahananTanaman... 10 Bakteri Endofit... 12 BAHAN DAN METODE 15 Tempat dan Waktu Penelitian... 15 Tahap dan Metode Penelitian... 15 Pengamatan... 19 HASIL DAN PEMBAHASAN 21 Kelimpahan Bakteri Endofit... 21 Bakteri Endofit Bersifat Antibiosis... 23 Bakteri Endofit sebagai Pemacu Pertumbuhan Tanaman... 26 Karakterisasi Morfologi dan Fisiologi Bakteri Endofit... 29 Potensi Bakteri Endofit di Rumah Kaca... 31 KESIMPULAN DAN SARAN 37 DAFTAR PUSTAKA 39

DAFTAR TABEL Halaman No 1. Jumlah isolat bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman jahe, kencur, tomat, dan jagung... 21 2. Diameter Zona hambatan isolat bakteri endofit penghasil bakteriosin... 25 3. Persentase peningkatan pertumbuhan bibit mentimun pada umur 7 hari setelah diberi perlakuan bakteri endofit... 28 4. Karakter morfologi dan fisiologi bakteri endofit isolat EJH6, ET9, dan EJG14 30 5. Indeks keparahan dan kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman jahe yang diaplikasi dengan bakteri endofit di rumah kaca... 32

DAFTAR GAMBAR Halaman No 1. Penampilan koloni bakteri endofit hasil isolasi (a) dan koloni bakteri endofit yang sudah dimurnikan (b) pada media TSA 22 2. Persentase bakteri endofit bersifat antibiosis hasil koleksi (a), dari tanaman jae, kencur, tomat, dan jagung... 23 3. Zona hambatan bakteri endofit dengan R. solanacearum (a) dan koloni R. solanacearum pada media TTZA. 24 4. Persentase kelompok diameter hambatan bakteri endofit antibiosis hasil koleksi (a), dari tanaman jahe, kencur, tomat, dan jagung (b) 25 5. Persentase peningkatan pertumbuhan bibit mentimun yang diberi perlakuan bakteri endofit dibandingkan dengan kontrol. 27 6. Ciri pertumbuhan bakteri endofit isolate EJH6 dari tanaman jahe (a), ET9 dari tomat (b), EJG14 dari jagung (c)... 31 7. Grafik kejadian penyakit layu bakteri pada tanaman jahe yang diaplikasi dengan bakteri endofit... 32 8. Grafik keparahan penyakit layu bakteri pada tanaman jahe yang diaplikasi dengan bakteri endofit... 33

1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jahe (Zingiber officinale Rosc) adalah tanaman asli dari China Selatan yang juga dibudidayakan di daerah tropis dan sub tropis di dunia. Jahe merupakan salah satu tanaman obat dengan klaim khasiat paling banyak, di antaranya sebagai bumbu/penyedap makanan, bahan baku industri jamu, makanan dan minuman kesehatan, fitofarmaka serta produk kosmetik dan perawatan tubuh (SPA). Komoditas jahe, saat ini masih menempati urutan teratas dalam penggunaan, sehingga masih memiliki peluang besar untuk terus dikembangkan. Menurut data FAO (Camacho dan Brescia 2009), luas lahan dan produksi jahe di seluruh dunia mengalami peningkatan sejak tahun 1999 dan diperkirakan kecenderungannya akan terus meningkat di masa mendatang. Produksi jahe dunia pada tahun 1999 adalah 952.222 ton meningkat menjadi 1.387.445 ton pada tahun 2007. Hal yang sama terjadi pada luas lahan jahe di dunia yang juga mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir. Total luas lahan jahe dunia pada tahun 1999 dari 762.318 acre (308.434 Ha) meningkat setiap tahunnya menjadi 1.060.818 acre (429.207 Ha) pada tahun 2007. Dalam beberapa tahun terakhir China dan India secara terus menerus menempati urutan teratas dalam produksi jahe segar dunia (lebih dari 50 %), diikuti Indonesia, Nepal and Nigeria. Tahun 1999 Indonesia menempati urutan ke 2 setelah China sebagai negara pengekspor jahe terbesar di dunia, namun pada tahun 2000-2005 produksi jahe Indonesia terus mengalami penurunan. Penurunan ini disebabkan adanya serangan penyakit layu bakteri di daerah sentra pengembangan jahe utama di Jawa Barat. Penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh Ralstonia solanacearum (Smith) Yabuuchi et al., merupakan salah satu penyakit penting dan merupakan kendala utama dalam produksi pada tanaman jahe di banyak negara beriklim tropis dan sub tropis di dunia (Buddenhagen dan Kelman 1964; Hayward 1991). Di Indonesia, penyakit layu bakteri jahe ditemukan pada tahun 1971 di Kuningan, Jawa Barat (Sitepu 1991) kemudian menyebar ke daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jambi, Lampung, Bengkulu, dan Sumatera Utara. Penyakit ini dapat menurunkan potensi hasil jahe sampai 90 % (Januwati 1999).

2 Bakteri patogen R. solanacearum ditemukan di seluruh dunia dan memiliki kisaran inang yang luas termasuk dalam ratusan spesies rentan dari sekitar 50 famili tumbuhan yang berbeda, sehingga sulit dikendalikan (Kelman et al 1994;. Hayward 1991). Strategi pengelolaan konvensional seperti rotasi tanaman, penyesuauan waktu tanam, teknik budaya dan pengelolaan tanah masih belum efektif (Chellemi et al. 1997). Pengendalian penyakit layu bakteri harus dilakukan secara terpadu menggunakan varietas tahan, secara kultur teknis, pemakaian bibit yang sehat dan secara hayati (Elphinstone dan Aley 1995). Pada kasus tanaman jahe, varietas tahan dengan produksi rimpang yang memenuhi syarat sampai saat ini belum diperoleh di samping itu belum ada cara pengendalian yang efektif untuk penyakit layu bakteri. Oleh karena itu, perlu dicari alternatif lain dalam pengendalian penyakit layu bakteri jahe. Salah satu diantaranya adalah pengendalian secara hayati yang mungkin dapat diintegrasikan dengan cara-cara pengendalian lainnya. Pengendalian hayati terhadap penyakit tanaman yang telah dikembangkan saat ini umumnya bersifat langsung terhadap patogen, yaitu melalui kompetisi, antibiosis atau parasit. Aspek lain yang perlu diteliti adalah potensi agen hayati dalam menginduksi ketahanan tanaman. Menurut Tuzun dan Kuc (1991) ketahanan tanaman dapat terinduksi dengan menginokulasi agen penginduksi sehingga dapat melindungi tanaman terhadap patogen dan mekanisme ini dikenal dengan imunisasi. Alternatif pengendalian yang sedang dikembangkan adalah dengan meningkatkan pertahanan tanaman melalui induksi ketahanan. Ketahanan merupakan suatu kemampuan tanaman untuk mengendalikan pengaruh yang ditimbulkan patogen atau faktor perusak lainnya secara keseluruhan atau sebagian. Induksi ketahanan terjadi apabila terdapat agen penginduksi yang dapat mengakibatkan tanaman mengalami peningkatan ketahanan pada saat diserang patogen (Agrios 1997). Induksi ketahanan tidak didasarkan pada penekanan patogen, melainkan pada pengaktifan mekanisme pertahanan tanaman (Steiner & Schönbeck 1995). Dasar pemikiran dari induksi ketahanan adalah bahwa gen untuk ketahanan atau reaksi pertahanan ada pada semua tanaman. Gen ketahanan akan

3 diekspresikan setelah adanya induksi ketahanan pada tanaman dan biasanya akan terdeteksi oleh adanya inokulasi challenge (infeksi susulan) pada waktu dan lokasi yang berbeda. Respon ketahanan tanaman yang terinduksi dapat berupa respon hypersensitive, sintesis, fitoaleksin, pembentukan callose, pembentukan pathogenesis-related (PR) protein, ß-1-3-glukanase, kitinase, peroksidase dan proteinase inhibitor (Stermer 1995). Sejumlah komponen diketahui dapat menginduksi ketahanan tanaman ketika diaplikasikan secara eksogeneous pada tanaman. Komponen tersebut dapat berupa komponen biotik seperti mikroorganisme patogenik dan non patogenik, ras inkompatibel, komponen microbial, ekstrak tanaman dan komponen abiotik seperti senyawa kimia sintetik, radiasi dan CO 2 (Oku 1994). Salah satu komponen yang dapat digunakan dalam induksi ketahanan adalah bakteri endofit. Pengendalian penyakit tanaman dengan menggunakan bakteri endofitik merupakan salah satu alternatif pengendalian yang ramah lingkungan, berkesinambungan dan dapat diintegrasikan dalam program pengendalian hama terpadu. Beberapa jenis bakteri endofit disamping sebagai agen biokontrol, juga sebagai pemacu pertumbuhan tanaman, dan mengimunisasi ketahanan tanaman terhadap patogen (Kloepper et al. 1999). Bakteri endofit adalah bakteri yang mengkolonisasi jaringan internal tanaman dan tidak menimbulkan pengaruh yang merugikan bagi tanaman (Hallmann et al. 1997). Bakteri endofit sudah banyak dilaporkan berpotensi sebagai agens biokontrol untuk mengendalikan beberapa jenis patogen seperti virus, fungi, bakteri, nematoda, dan beberapa serangga (Van Loon et al. 1998). Bakteri endofit dapat berasal dari biji (Adams dan Kloepper 1996), bahan vegetatif tanaman (Sturz 1995), dan tanah rhizosfer maupun phylloplane (Hallmann et al. 1997). Pada umumnya bakteri endofit masuk ke dalam jaringan tanaman melalui stomata, lenti sel, luka (termasuk patahnya trikhom), area yang rentan pada perakaran tanaman, dan radikel perkecambahan (Huang 2001). Bakteri endofit saat ini menjadi perhatian para peneliti karena keberadaannya yang mempengaruhi mekanisme fisiologi tanaman. Terjadinya penyimpangan mekanisme fisiologi tanaman yang mengarah kepada peningkatan produksi metabolit sekunder tertentu berpeluang untuk mengarahkan produksi

4 metabolit sekunder tertentu pada tanaman seperti tanaman obat (jahe) melalui bakteri endofit. Senyawa yang menginduksi metabolit sekunder, elisitor, dapat berupa polisakarida, oligosakarida, protein, glikoprotein dan asam lemak. Komponen tersebut salah satu diantaranya dapat berupa komponen dinding sel mikroorganisme (Dixon dan Lamb 1990). Penelitian bertujuan untuk mendapatkan isolat-isolat bakteri endofit yang potensial dalam mengendalikan penyakit layu bakteri pada jahe yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum melalui induksi ketahanan. Hipotesis Hipotesis yang dapat diajukan adalah bakteri endofit yang diperoleh dapat menginduksi ketahanan tanaman jahe terhadap R. solanacearum (EF Smith) Yabuchii et al. penyebab penyakit layu. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah mendapatkan isolat bakteri endofit yang dapat menginduksi ketahanan tanaman jahe sebagai salah satu alternatif pengendalian hayati penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh R. solanacearum (EF Smith) Yabuchii et al.

5 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jahe Tanaman jahe adalah jenis herba tahunan, yang tumbuh di daerah tropis dan subtropis di Asia dan Australia. Tanaman ini termasuk genus Zingiber dari famili Zingiberaceae yang terdiri dari sekitar 150 spesies. Zingiberaceae cukup penting sebagai tanaman rempah yang bermanfaat sebagai tanaman obat dan mempunyai nilai ekonomi. Selain jahe (Z. officinale Rosc.) yang termasuk ke dalam famili Zingiberaceae antara lain bangle (Z. cassumunar) dan lempuyang wangi (Z. aromaticum) (Ravindran et al. 2004). Tanaman jahe tumbuh merumpun, berakar serabut dan mempunyai batang semu yang bebentuk bulat dengan tinggi antara 30 75 cm. Tumbuh tegak, tidak bercabang, berwarna hijau muda, sering kemerahan pada bagian pangkal. Setiap batang umumnya terdiri 8 12 helai daun, berdaun sempit memanjang menyerupai pita dengan panjang 15 23 cm dan lebar sekitar 2,5 cm yang tersusun teratur dua baris berseling. Bunga berupa malai yang tersembul pada permukaan tanah seperti gada dengan panjang lebih kurang 25 cm. Rimpang jahe beruas-ruas, gemuk, agak pipih tertanam kuat dalam tanah dan semakin membesar dengan bertambahnya umur tanaman. Rimpang jahe mengandung minyak atsiri yang aromatis dan oleoresin khas jahe (Rostiana et al. 1991, Rismunandar 1988). Rimpang jahe mengandung minyak essensial α zingiberen yang tinggi. Minyak jahe banyak digunakan dalam industri makanan dan minuman, misalnya ginger ale, bir jahe, dan berbagai kue maupun makanan penutup. Industri kosmetik, farmasi,dan parfum juga menggunakannya dalam jumlah kecil. kapsul Jahe dapat digunakan untuk meredakan kelelahan, membantu pencernaan, dan untuk mengobati penyakit reumatik. Di Indonesia famili Zingiberaceae digunakan sebagai obat-obatan, kosmetik dan bumbu masak. Species penting yang dikomersial adalah jahe, kunyit, temulawak dan lengkuas. Penggunaan temu-temuan untuk obat-obatan didominasi kunyit dan jahe, sedangkan lengkuas, temulawak, dan temu ireng

6 masih di bawah 20 % dari total temu-temuan (Kuntorini 2005). Industri tanaman obat tradisional Indonesia mengalami peningkatan yang sangat nyata dari tahun ke tahun. Jumlah perusahaan obat tradisional pada tahun 1981 mencapai 165 buah meningkat menjadi 1.023 pada tahun 2003; dan pangsa pasarnya pada tahun 2010 diperkirakan mencapai Rp. 7,2 triliun (Syakir 2007). Tipe jahe yang banyak di tanam di Indonesia dikenal ada tiga yang didasarkan atas ukuran dan warna rimpang, yaitu jahe putih besar, jahe putih kecil dan jahe merah. Jahe putih kecil dan jahe merah sebagian besar dimanfaatkan dalam industri minuman penyegar dan bahan baku industri obat tradisional, herba terstandar maupun fitofarmaka (Bermawie et al. 2006). Jahe putih besar banyak digunakan untuk sayur, makanan, minuman, permen dan rempah-rempah (Januwati 1999). Kontribusi Jahe di dalam perdagangan rempah-rempah dunia sekitar 90% dibandingkan dengan rempah-rempah lainnya, seperti lada, cengkeh, kayu manis, pala, dan kapulaga (Nakatani dan Kikuzaki, 2002). Penyakit Layu Bakteri pada Tanaman Jahe Penyakit layu bakteri tanaman jahe yang disebabkan oleh R. solanacearum (EF Smith) Yabuuchi et al. (sebelumnya disebut Pseudomonas solanacearum (EF Smith) merupakan kendala budidaya jahe. Penyakit ini sulit sekali ditanggulangi, antara lain karena patogen ini mampu bertahan dalam tanah dalam waktu yang cukup lama dan mempunyai sekitar 250 jenis tumbuhan dari 44 famili yang dilaporkan dapat menjadi inang dari R. solanacearum (Hayward, 1991). Supriadi (2000), melaporkan ada sekitar 124 jenis tanaman inang dari R. solanacearum adalah tanaman-tanaman yang berkhasiat obat. Beberapa jenis diantaranya merupakan komoditas penting yang banyak digunakan dalam industri obat tradisional dan fitofarmaka di Indonesia, seperti bangle (Zingiber cassumunar) dan temumangga (Curcuma mangga) (Supriadi 1987), jahe (Z. officinale (Supriadi 1994), pisang (Supriadi 1999), cengkeh (Hartati et al. 1994), kencur (Kaempferia galanga) (Adhi et al. 1998a), garut (Marantha arundinaceae) (Adhi et al. 1998b), dan kunyit (C. domestica) (Rahayuningsih et al. 2001).

7 Hayward (1991), Denny dan Hayward (2001) menyebutkan bahwa R. solanacearum bersifat gram negatif, berbentuk batang dengan ukuran 0,5 0,7 x 1,5 2,5 µm, oksidase dan katalase positif, mengakumulasi poly-ß-hydroxibutirat sebagai sumber karbon, dan dapat mereduksi nitrat. Gejala penyakit layu bakteri jahe yang paling mudah dilihat adalah tanaman menjadi layu dan mati. Sebelum itu dapat diamati beberapa gejala seperti daun menguning, pada pangkal batang dekat dengan rimpang ditemukan bercak-bercak memar. Batang mudah dilepas dari rimpangnya dan kalau dicium berbau busuk. Rimpang dari tanaman yang terserang menjadi lunak dan berbau busuk. Bila batang dipotong kemudian direndam ujungnya dalam air jernih maka bakteri yang ada di dalam jaringan pembuluh kayu akan keluar berupa gumpalan berwarna putih. Dalam beberapa waktu warna air berubah dari jernih menjadi keruh (putih susu). Gejala penyakit di lapang umumnya baru muncul setelah tanaman jahe berumur 2-3 bulan dan perkembangan gejala berlangsung dengan cepat (2-3 minggu) setelah infeksi (Supriadi, 1994). Berdasarkan kisaran inangnya, R. solanacearum dikelompokkan ke dalam 5 ras berdasarkan perbedaan tanaman inang utamanya, yaitu: ras 1 dengan inang fa mili Solanaceae dan Leguminosae, ras 2 dengan inang tanaman pisang dan Heliconia spp., ras 3 dengan inang tanaman kentang dan tomat, ras 4 dengan inang tanaman jahe, dan ras 5 dengan inang tanaman mulberry (Buddenhagen & Kelman 1964; He 1986). Khusus untuk ras 4 (jahe), juga menyerang beberapa komoditas bernilai ekonomi tinggi, dan beberapa jenis gulma. Misalnya, dari kelompok terung-terungan adalah tomat, terung, cabai, dan kentang. Kelompok temu-temuan misalnya kunyit (C. domestica), kencur (K. galanga), bangle (Z. cassumunar), temulawak (C. xanthorriza), temumangga (C. mangga), lempuyang wangi (Z. aromaticum). Kelompok gulma, misalnya babadotan (Ageratum conyzoides), gelang/krokot (Portulaca oleracea), ceplukan (Physalis angulata), pulus hayam (Acalipha alba), gewor (Commelina nudiflora), Croton hirtus, sintrong (Erechtites valerianifolia), nanangkaan (Euphorbia hirta), meniran (Phylanthus niruri), dan patah kemudi (Senecio sonchifolia).

8 Penyebaran R. solanacearum terutama melalui benih, ras jahe menyebar cukup luas, meliputi Australia, China, Thailand, Malaysia, Hawaii, dan Indonesia akibat terbawa benih jahe yang sudah terkontaminasi patogen (Hayward 1991; Supriadi 1999). Penyebaran R. solanacearum di dalam kebun umumnya berlangsung melalui eksudat akar yang keluar dari tanaman sakit, kemudian menginfeksi akar-akar tanaman sehat disekitarnya (Supriadi et al. 2000). Pegg dan Moffett (1971), menyimpulkan bahwa R. solanacearum strain jahe dapat bertahan hampir 2 tahun di dalam lahan bekas pertanaman jahe di Queensland, Australia. Strategi Pengendalian Penyakit Layu bakteri Berbagai cara pengendalian telah diupayakan untuk menekan perkembangan penyakit layu bakteri R. solanacearum dengan keberhasilan yang masih terbatas. Penyakit layu bakteri adalah masalah utama dan menjadi salah satu kendala dalam produksi jahe dan tanaman sayuran lainnya karena sebaran geografisnya sangat luas, banyak tanaman inangnya, mampu bertahan lama di dalam tanah, variabilitas genetik, epidemiologi dan cara penularan yang kompleks. Strategi pengendalian layu bakteri yang umum dilakukan adalah : pemilihan rimpang sehat dari daerah bebas penyakit; penentuan lahan yang sebelumnya tidak memiliki riwayat layu bakteri, perlakuan rimpang dengan aplikasi panas atau bahan kimia; sanitasi yang ketat di lapangan, termasuk pembatasan gerakan pekerja pertanian dan air irigasi di lapangan; teknik budidaya dan pengolahan tanah minimum; rotasi tanaman dengan tanaman bukan inang seperti padi dan jagung; perlakuan tanah, termasuk agen pengendalian biologis, pengendalian hama serangga dan nematoda di lapangan (Kumar dan Hayward 2005). Strategi pengendalian yang dapat diterapkan pada tanaman obat, seperti jahe adalah pencegahan masuknya patogen pada lahan yang masih sehat. Strategi ini tergantung pada ketersediaan benih sehat dan informasi sejarah penggunaan lahan. Pertanaman yang akan dijadikan sebagai sumber benih harus memenuhi kriteria tidak ada serangan layu bakteri selama 9 bulan tanaman berada di

9 lapangan, untuk itu perlu dilakukan monitoring secara periodik, minimal 2 kali (Supriadi et al. 2000). Menurut French (1994) dalam Supriadi (2000), pengendalian penyakit layu bakteri bisa dengan pendekatan ras patogen. Faktor yang harus diperhatikan untuk mengembangkan strategi pengendalian penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh R. solanacearum ras 1 dan ras 3, diantaranya adalah lahan bebas penyakit, pengendalian nematoda, bibit sehat, tanaman tahan, perlakuan tanah dengan pemanasan maupun soil amendments, rotasi, tumpang sari, dan pembuangan gulma di kebun. Strategi untuk menghadapi R. solanacearum pada tanaman obat dapat mengikuti pola pendekatan ras 1. Pemilihan lokasi merupakan salah satu faktor yang kontribusinya paling penting dalam keberhasilan pengendalian penyakit layu bakteri pada jahe. Tanah yang tidak memiliki riwayat penyakit layu bakteri akan menghasilkan tanaman jahe yang sehat jika rimpang yang ditanam bebas dari patogen. Lahan sawah berpeluang sebagai lahan bebas penyakit, karena tanah sawah terus menerus dalam keadaan tergenang megakibatkan anaerob R. solanacearum tidak akan bertahan hidup lama (Supriadi 2000). Tindakan pencegahan patogen lebih luas di lapang dapat dilakukan dengan mengeradikasi tanaman sakit apabila sebaran patogen masih berada pada areal terbatas. Kunci keberhasilan tidak merebaknya R. solanacearum pada tanaman jahe di Australia karena dilakukannya tindakan eradikasi dan karantina yang ketat pada tahun 1960an sehingga sampai saat ini Australia bebas dari R. solanacearum ras 4 jahe (Hayward 1991). Bibit jahe tahan nematoda merupakan faktor penting dalam pengendalian layu bakteri setelah lahan bebas penyakit. Nematoda berperan utama dalam membuat luka pada sistem perakaran tanaman sehingga mempermudah R. solanacearum masuk/menginfeksi tanaman (Mustika 1996). Menanam varietas tahan adalah cara yang paling efisien, mudah, dan praktis, tetapi tidak mudah untuk mendapatkannya. Supriadi et al. (1997) menyatakan, melalui skrining ketahanan belum mendapatkan varietas/nomor-nomor jahe yang tahan terhadap R. solanacearum di rumah kaca. Belum adanya varietas yang tahan karena sempitnya ragam genetik tanaman akibat dikembangkan secara vegetatif. Untuk itu, peluang

10 mendapatkan varietas jahe tahan dilakukan melalui pemuliaan inkonvensional seperti somaklonal dan fusi protoplas, sebagaimana dilakukan oleh Ibrahim (2009), yang telah mendapatkan somaklonal jahe yang mengindikasikan ketahanan terhadap toksin yang dihasilkan oleh R. solanacearum. Keberhasilan agen pengendali hayati yang mampu untuk bersaing dengan mikroba lain di dalam mikroflora tanah, dengan menghasilkan antibiotik atau menginduksi tanaman inang dalam meningkatkan pertahanan tanaman untuk menghambat pertumbuhan R. solanacearum sudah banyak dilaporkan. Bakteri antagonis strain avirulen R. solanacearum efektif dalam mengendalikan layu pada kacang tanah. Bakteri endofit strain liar 358 adalah agen pengendali layu bakteri yang potensial (Frey et al. 1993). Induksi Ketahanan Tanaman Tanaman mempertahankan diri terhadap infeksi patogen dalam bentuk struktur anatomis dan sistem fisiologis yang diaktifkan oleh suatu sinyal (induksi ketahanan). Pertahanan dalam bentuk sistem fisiologis ini bersifat laten dan hanya terjadi apabila ada penginduksi yang tepat (Van Loon 1997), seperti infeksi patogen non kompatibel atau terserapnya senyawa bioaktif (Sequeira et al. 1977, Dixon & Lamb 1990). Induksi ketahanan tanaman merupakan aktivitas pertahanan tanaman untuk melindungi diri dari patogen atau hama melalui pengaktifan mekanisme ketahanan tanaman (Ouchi 1983). Mekanisme pertahanan tanaman terjadi akibat perlakuan agens penginduksi ketahanan dan infeksi challenge. Agens penginduksi akan diterima dan dikenali oleh reseptor tanaman yang berada diluar dan/atau pada membran sel. Agens penginduksi ketahanan bisa berperan sebagai sinyal itu sendiri atau hanya memicu sintesis sinyal tertentu yang ditransduksikan ke bagian tanaman lain. Sinyal tersebut diproduksi di satu bagian tanaman dan berperan di bagian lain. Transduksi sinyal dapat ditransfer secara intraseluler dan interseluler sehingga menyebabkan perlindungan sistemik. Beberapa sinyal yang terlibat dalam induksi ketahanan adalah asam salisilat (SA), asam jasmonat, sistemin, 2,6 dichloro-isonicotinic (Steiner & Schönbeck 1995).

11 Pengaktifan reaksi ketahanan ditandai dengan adanya perubahan aktivitas gen tanaman yang diindikasikan oleh suatu metilasi DNA genom setelah aplikasi agens penginduksi tertentu. Dalam ketahanan terinduksi terjadi peningkatan aktivitas enzim dalam lintasan produksi metabolit tertentu dan peningkatan jumlah produksi gen primer seperti kitinase, β-1,3-glukanase, peroksidase, pathogenesis related (PR) protein. Sintesis protein-protein ini tampaknya diregulasi pada level mrna (Park & Kloepper 2000). Hoffland et al. 1996, mengemukakan bahwa induksi ketahanan oleh bakteri non-patogenik umumnya tidak menimbulkan dampak bunuh diri (hypersensitivity/ programmed cell death). Dampak fenotipik yang teramati berupa induksi ketahanan secara sistemik (induced systemic resistance atau ISR). ISR ditujukan pada penekanan perkembangan penyakit tanpa adanya hubungan langsung antara bakteri penginduksi dengan patogen pada tempat infeksi. Menurut Sticher et al. (1997), beberapa hal yang membedakan antara mekanisme ISR dengan antagonisme, antara lain : tidak ada pengaruh toksik dari stimulan terhadap patogen, sifat induksi ketahanan menurun bila inhibitor (aktinomisin D) diaplikasikan, dan tidak ada korelasi dengan produksi metabolit toksik dari stimulan. Mulya et al. (1996) melaporkan adanya kelompok bakteri yang mempunyai habitat pada risosfer tanaman atau disebut dengan risobakteri yang dapat mengkolonisasi jaringan dan menginduksi ketahanan tanaman. Bakteri Pseudomonas fluorescens PfG32R dapat hidup dalam jaringan daun tembakau dan menginduksi aktivitas enzim fenilalanin amoniliase. Kemampuan hidup dan menginduksi ensim tersebut diduga ada kaitannya dengan keberadaan gen yang memiliki homology dengan gen asal patogen yang mengkode hipersensitivitas dan patogenesitas, yaitu gen hrp. Risobakteri diaplikasikan melalui pencampuran dengan tanah steril, perendaman akar bibit tanaman atau pelapisan biji (Kloeper 1996). Faktor-faktor yang menentukan induksi ketahanan oleh risobakteri meliputi produksi asam salisilat, siderofor, dan lipopolisakarida (LPS). Pada risosfer tanaman tembakau atau kacang buncis dimana ketersediaan ion besi cukup terbatas, P. aureoginosa 7NSK2 memproduksi pyoverdin, pyochelin dan

12 asam salisilat. Asam salisilat tersebut menjadi faktor penentu dalam induksi ketahanan tanaman tembakau terhadap tobacco mosaik virus (TMV) atau ketahanan kacang buncis terhadap Botrytis cinerea (Sticher et al. 1997). Bakteri Endofit Keberadaan mikroorganisme non-patogenik dalam jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit telah lama diketahui (Trevet dan Hollis 1948). Mikroorganisme tersebut dikenal sebagai endophytic microorganisms, termasuk bakteri endofit. Pada tanaman hortikultura musiman populasi bakteri endofit dalam jaringan tanaman dapat mencapai 10 7 cfu per gram tanaman, sedangkan pada tanaman tahunan seperti pinus berkisar antara 10 5 cfu per gram tanaman. Berbagai spesies bakteri endofit terisolasi dari berbagai jenis tanaman dan dapat menginduksi ketahanan tanaman. Kemampuan bakteri untuk hidup dalam jaringan tanaman, sifat antagonisme terhadap patogen dan kemampuan menginduksi ketahanan merupakan sifat menonjol dari bakteri endofit (Nejad dan Johnson 2000). Keberadaan bakteri langsung dalam jaringan tanaman mengurangi cekaman lingkungan yang sering mempengaruhi efektifitas pengendalian. Strain bakteri tertentu selain menginduksi ketahanan juga dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan mencegah infeksi nematoda (Chanway 1998). Bakteri endofit umumnya mengkolonisasi bagian interselluler dari jaringan tanaman dan hanya sedikit laporan mengenai kolonisasi bakteri endofit pada daerah intra seluler. Disamping itu bakteri endofit juga dapat mengkolonisasi sistem pembuluh dan dapat ditranslokasikan secara sistemik ke seluruh bagian tanaman (Hallmann et al. 1997). Mekanisme bakteri endofit dalam menginduksi ketahanan tanaman yang telah dilaporkan adalah menstimulasi akumulasi senyawa antimikrobia yang merupakan suatu substansi dengan berat molekul rendah seperti fitoaleksin dan senyawa fenol, pembentukan pathogegenesis-related protein (protein-pr), dan pembentukan barier sel tanaman baik barier fisik maupun kimiawi dengan pembentukan biopolymer protektif seperti lignin, kallose, dan glycoprotein yang

13 kaya akan hidroxiproline sehingga patogen tidak dapat menyebar ke dalam jaringan tanaman. Beberapa spesies bakteri endofit yang telah dilaporkan diantaranya adalah Bacillus subtilis, Pseudomonas, Clavibacter, Micrococus yang diisolasi dari tanaman jagung efektif terhadap Fusarium moniliforme; Pseudomonas sp, P. fluorescens dari tanaman tomat efektif terhadap R. solanacearum (Bacon 1998, Trevet dan Hollis 1948). Lebih lanjut dikemukakan oleh Hartman et al. (1992) bahwa Pseudomonas fluorescens dan P. gladiol dapat menekan pertumbuhan Ralstonia solanacearum sebesar 60-90 % pada tanaman tomat.

14

15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di laboratorium dan rumah kaca Hama dan Penyakit dan rumah kaca Balai penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor; pada bulan Oktober 2008 Januari 2010. Kelimpahan bakteri endofit Eksplorasi bakteri endofit dilakukan di daerah sentra produksi tanaman obat. Beberapa contoh tanaman obat (jahe, kencur, kunyit) yang tidak menunjukkan gejala penyakit (tanaman sehat). Bagian tanaman yang diambil adalah rimpang, akar atau batang. Selanjutnya contoh tanaman diisolasi di laboratorium bakteri BALITTRO. Isolasi bakteri endofit dilakukan dengan cara mensterlisasi permukaan akar/batang menggunakan larutan NaOCL 10 dan air steril. Air cucian yang terakhir ditumbuhkan pada media 1/10 Tryptic Soy Agar (TSA), kemudian diinkubasikan pada suhu 37 o C. Bila pada medium tidak ada mikroorganisme yang tumbuh menandakan sterilisasi permukaan sudah berhasil. Contoh tanaman yang telah disterilisasi permukaannya digerus dengan mortar steril sampai halus dan diencerkan dengan air steril. 0,1 ml suspensi ekstrak tanaman ditumbuhkan pada medium 1/10 TSA dan diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 48 jam. Setelah 48 jam koloni bakteri yang tumbuh dimurnikan dan diperbanyak pada medium TSA. Isolat bakteri endofit dikoleksi dan disimpan dalam botol berisi air steril untuk diuji potensinya. Isolasi bakteri patogen Bakteri patogen diisolasi dari tanaman jahe terinfeksi bakteri R. solanacearum di lapang. Contoh tanaman dicuci dengan air mengalir sampai bersih kemudian permukaannya disterilisasi dengan alkohol 70 %. Selanjutnya

16 dimasukkan kedalam tabung reaksi berisi air steril. Setelah 5 menit, suspensi bakteri yang terbentuk digoreskan pada medium selektif Tryphenyl Tetrazolium Chloride (TTZA) dengan menggunakan jarum ose. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 48 jam. Koloni bakteri virulen yang tumbuh dimurnikan dan diperbanyak pada medium Sucrose Peptone Agar (SPA). Isolat bakteri murni disimpan dalam botol berisi air steril dan siap untuk digunakan. Seleksi sifat antibiosis secara in vitro Isolat bakteri endofit yang diperoleh dari hasil isolasi diseleksi untuk mendapatkan isolat potensial. Isolat diseleksi berdasarkan kemampuannya memproduksi bakteriosin. Isolat ditumbuhkan pada medium SPA dalam cawan petri dengan metode titik dan diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 48 jam. Setelah biakan tumbuh dimatikan dengan uap chloroform selama 30 menit kemudian dituangi dengan suspensi R. solanacearum dengan kerapatan populasi 10 8 cfu/ml (OD 600 = 0,1) dan diinkubasikan lagi selama 24 jam. Pengamatan dilakukan terhadap zona bening (hambatan) yang terbentuk disekitar koloni bakteri endofit dan diukur diameternya. Diamater zona hambatan dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu lemah (< 8mm), sedang (8-16 mm), dan kuat (> 16 mm). Isolat bakteri endofit yang mampu memproduksi bakteriosin atau bersifat antibiosis dikoleksi untuk diuji potensinya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada benih dan tanaman mentimun di rumah kaca. Uji potensi dalam memacu pertumbuhan tanaman Biakan bakteri endofit berumur 48 jam disuspensikan dengan akuades steril hingga diperoleh kerapatan 10 8 cfu/ml. Benih mentimun yang telah disterilkan permukaanya dengan larutan natrium hipoklorit 1 % kemudian dibilas dengan akuades selanjutnya ditumbuhkan dalam nampan perkecambahan yang berisi campuran, pasir, dan pupuk kandang steril dengan perbandingan 2 : 1 : 1 didalam rumah kaca pada suhu kamar. Masing-masing suspensi bakteri endofit diteteskan sebanyak 1 ml pada benih mentimun, sedangkan untuk kontrol

17 diteteskan akuades steril dengan volume yang sama. Perlakuan diulang sebanyak 10 kali. Pengamatan dilakukan satu minggu setelah perlakuan terhadap panjang akar dan jumlah akar serabut bibit mentimun. Peningkatan pertumbuhan tanaman dihitung berdasarkan persentase panjang akar dan jumlah akar serabut bibit mentimun yang diberi perlakuan bakteri endofit dibandingkan dengan kontrol. Isolat bakteri endofit antibiosis yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan tanaman dikarakterisasi dan diidentifikasi untuk digunakan dalam pengujian induksi ketahanan di rumah kaca. Karakterisasi bakteri endofit Isolat bakteri endofit bersifat antibiosis yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan tanaman dikarakterisasi berdasarkan sifat morfologi koloni dan fisiologinya sebagaimana diuraikan dalam Supriadi (1994), Kerr (1980) dan Schaad et al. (2001). Beberapa tahapan yang dilakukan, antara lain : Karakter koloni. Bakteri endofit ditumbuhkan pada medium SPA dan King s B Agar (KBA) dan diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 48 jam. Karakter koloni bakteri yang tumbuh diamati. Menurut Kerr (1980), pembentukan pigmen fluorescens ditandai oleh adanya warna kuning kehijauan yang berpendar di bawah cahaya ultra violet). Reaksi Gram. Pada permukaan kaca objek diletakkan 1-2 tetes KOH 3%. Koloni bakteri dicampur dengan KOH menggunakan jarum ose selama 10 detik. Koloni yang membentuk lendir dan bila ditarik seperti benang menandakan bereaksi positif atau termasuk gram negatif, sebaliknya bila tidak berlendir bereaksi negatif atau gram positif (Schaad et al. 2001).

18 Reaksi oksidatif/fermentatif. Isolat bakteri ditusukkan ke dalam dua tabung reaksi yang berisi medium oksidatif-fermentatif, satu tabung ditutup dengan parafin cair steril dan satu lagi dibiarkan terbuka kemudian diinkubasikan selama 7 hari. Medium yang berwarna kuning pada tabung terbuka dan tertutup menandakan reaksi fermentatif, sedangkan reaksi oksidatif ditandai terbentuknya warna kuning pada medium hanya pada tabung yang terbuka (Kerr, 1980). Hidrolisis arginin. Isolat bakteri ditusukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi medium arginin dan diinkubasikan selama 7 hari. Terjadinya hidrolisis arginin ditandai dengan perubahan warna merah pada media (Kerr, 1980). Reaksi hipersensitif. Isolat bakteri ditumbuhkan pada medium TSA dan diinkubasikan pada suhu 37 o C selama 48 jam, selanjutnya disuspensikan dalam air steril hingga diperoleh kerapatan populasi 10 8 (OD 600 = 0,1). Suspensi bakteri diinjeksikan pada tulang sekunder daun tembakau. Isolat yang bersifat patogen terlihat dari gejala putih transparan, kematian jaringan daun (collapse) dalam waktu 24 48 jam setelah injeksi (Lelliot dan Stead, 1987). Uji potensi di rumah kaca Efektifitas isolat bakteri endofit yang bersifat antibiosis kuat dan berpotensi meningkatkan pertumbuhan tanaman diuji di rumah kaca. Bibit jahe yang digunakan adalah jahe putih besar. Aplikasi bakteri endofit dengan cara penyiraman 50 ml suspensi bakteri endofit 10 8 cfu/ml kedalam polibag yang telah ditanami bibit jahe umur 2 bulan, sebagai kontrol dilakukan penyiraman dengan menggunakan air steril. Satu minggu setelah aplikasi bakteri endofit tanaman

19 diinokulasi R. solanacearum isolat T-954 dengan cara menyiramkan 25 ml ml/tanaman inokulum dengan kerapatan populasi 10 8 cfu/ml (OD 600 = 0,1). Rancangan percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan jumlah perlakuan tiga isolat bakteri endofit yang paling berpotensi dari uji in-vitro diulang tiga kali. Masing-masing unit perlakuan terdiri dari 10 bibit. Peubah yang diamati Kejadian penyakit Kejadian penyakit dihitung dengan menggunakan rumus : P = a / b x 100 % Keterangan : P = Kejadian penyakit layu a = Jumlah tanaman yang menunjukan gejala layu b = Jumlah tanaman yang diamati Keparahan penyakit Indeks penyakit dihitung menggunakan rumus seperti digunakan oleh Winstead dan Kelman (1954), Arwiyanto et al. (1994) yang dimodifikasi. Keparahan penyakit dihitung berdasarkan skala : 0 = tidak ada gejala daun menguning 1 = 10 % daun menguning 2 = 20 50 % daun menguning 3 = semua daun menguning kecuali daun pucuk 4 = semua daun menguning 5 = tanaman mati.

20 Rumus keparahan penyakit (KP) adalah : (n1 x 1) + (n2 x 2) + (n3 x 3) + n4 x 4) + (n5 x 5) K P = x 100 % N x 5 n1 5 = jumlah tanaman dengan skala penyakit tertentu 0, 1,, 5 = skala penyakit N = Jumlah tanaman pada tiap perlakuan Penekanan penyakit Indeks penekanan penyakit dihitung dengan rumus : DIc DIb Indeks penekanan penyakit = x 100 % DIc DIc = Indeks penyakit pada kontrol DIb = indeks penyakit pada perlakuan agens biokontrol Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis secara statistika dengan dengan menggunakan Anova dan dilanjutkan dengan uji Tukey Test pada taraf 5 %.

21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kelimpahan bakteri endofit Hasil eksplorasi dan isolasi bakteri endofit dari akar, rimpang, dan batang tanaman jahe, kencur, tomat, dan jagung disajikan pada Tabel 1. Bakteri endofit yang diperoleh sebanyak 222 isolat, paling banyak diperoleh pada bagian akar dibandingkan pada bagian batang tanaman. Banyaknya isolat bakteri endofit yang diperoleh menunjukkan bahwa keberadaan bakteri endofit di alam berlimpah. Tabel 1 Jumlah isolat bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman jahe, kencur, tomat, dan jagung Tanaman Asal Bagian Isolat Akar Rimpang/ (%) batang Jahe Sukabumi 13 32 45 20,27 Kencur Bogor 21 12 33 14,86 Tomat Lembang 36 24 60 27,03 Jagung Bogor 45 39 84 37,84 Jumlah 222 100 Data Tabel 1 menunjukkan bahwa bakteri endofit bisa ditemukan di dalam jaringan tanaman pada bagian akar, batang, maupun rimpang temu-temuan seperti kencur dan jahe. Sebagaimana dikemukakan oleh Adams dan Kloepper (1996), bahwa bakteri endofit dapat berasal dari biji dan bahan vegetatif tanaman. Selanjutnya Zinniel et al. (2002), mengemukakan bakteri endofitik dapat diisolasi dari bagian akar, batang, bunga, dan kotiledon. Bakteri dapat masuk melalui proses perkecambahan biji, akar-akar sekunder stomata, atau melalui kerusakan yang terjadi pada daun. Di dalam tanaman, bakteri endofitik dapat terlokalisir pada bagian dimana bakteri tersebut mulai masuk atau menyebar ke bagian tanaman lainnya. Di dalam jaringan tanaman bakteri berada di dalam sel, diruang antar sel, atau dalam jaringan pembuluh.

22 Hasil isolasi bakteri endofit diperoleh jumlah isolat yang bervariasi, dengan urutan pertama diperoleh dari tanaman jagung (37,84 %), diikuti tanaman tomat (27,03 %), tanaman jahe (20,27 %), dan terendah dari tanaman kencur (14,86 %), dengan peluang diperoleh bakteri endofit paling banyak pada bagian akar. Liang et al. (2003), melakukan pengamatan terhadap kolonisasi bakteri endofit tomat 01-144 pada akar dan batang tanaman tomat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa bakteri endofit lebih kuat mengkolonisasi akar dibandingkan batang dan fluktuasi populasi pada bagian akar juga lebih tinggi. a b Gambar 1 Penampilan koloni bakteri endofit hasil isolasi (a) dan koloni bakteri endofit yang sudah dimurnikan (b) pada media TSA Peranan bakteri endofit di dalam jaringan tanaman tomat dan jagung sudah banyak dilaporkan, diantaranya bakteri endofit yang diisolasi dari tanaman jagung efektif terhadap Fusarium moniliforme (Bacon 1998), dan bakteri endofit P. fluorescens dari tanaman tomat efektif terhadap R. solanacearum (Trevet dan Hollis 1948). Lebih lanjut dikemukakan oleh Hartman et al. (1992) bahwa P. fluorescens dan P. gladiol dapat menekan pertumbuhan R. solanacearum sebesar 60-90 % pada tanaman tomat. Sebaliknya peranan bakteri endofit di dalam jaringan tanaman temutemuan seperti jahe dan kencur belum banyak diketahui. Studi pustaka dari berbagai sumber juga menunjukkan belum adanya informasi tentang keberadaan dan peran bakteri endofit di dalam tanaman jahe dan kencur. Oleh karena itu, isolat-isolat bakteri endofit yang diperoleh dari kedua tanaman tersebut perlu

23 dikarakterisasi, khususnya kemungkinan sebagai agens hayati untuk pengendalian penyakit layu bakteri. Bakteri endofit bersifat antibiosis Kemampuan bakteri endofit dalam menghambat pertumbuhan bakteri patogen R. solanacearum merupakan langkah pertama dalam pemilihan agen biokontrol potensial. Hasil pengujian secara in vitro menunjukkan, dari 222 isolat bakteri endofit yang diperoleh terdapat 39 atau 18 % di antaranya mampu memproduksi bakteriosin atau bersifat antibiosis, sedangkan 82 % sisanya tidak bersifat antibiosis (Gambar 2). Bakteri endofit 100 80 non antibiosis antibiosis 60 40 18% 20 0 Jahe Kencur Tomat Jagung a 82% b Endofit Antibiosis Gambar 2 Persentase bakteri endofit bersifat antibiosis hasil koleksi (a), dari tanaman jahe, kencur, tomat, dan jagung (b) Terbentuknya zona bening (hambatan) di sekitar koloni bakteri endofit mengindikasikan adanya senyawa antibiotik yang dikeluarkan oleh bakteri endofit yang diuji untuk menghambat perkembangan bakteri patogen R. solanacearum penyebab penyakit layu pada tanaman jahe. Hal ini menunjukkan bakteri endofit tersebut mempunyai mekanisme penekanan secara antibiosis.

24 a b Gambar 3. Zona hambatan bakteri endofit dengan R. solanacearum (a) dan koloni R. solanacearum pada media TTZA (b) Bakteri endofit mampu menekan bakteri patogen R. solanacearum secara in vitro karena pada kondisi laboratorium, bakteri endofit hanya berhadapan dengan patogen dalam lingkungan yang kaya nutrisi, sehingga muncul potensinya dalam menghambat perkembangan patogen. Zona hambatan yang terbentuk bervariasi, dengan diameter hambatan berkisar antara 3 mm sampai 24 mm. Bakteri endofit yang menunjukkan sifat antibiosis paling tinggi berasal dari tanaman jagung (41,03 %), berturut-turut diikuti isolat dari tanaman jahe (28,20 %), tomat (25,64 %), dan kencur (5,13 %). Diameter hambatan dikelompokkan dengan kategori lemah (1 8 mm), sedang (9-16 mm), dan kuat (17-24 mm). Walaupun isolat dari tanaman jahe termasuk ke dalam urutan kedua setelah jagung, tapi sifat antibiosis yang dimiliki mayoritas bersifat lemah (Tabel 2).

25 Tabel 2. Diameter zona hambatan isolat bakteri endofit penghasil bakteriosin. Asal 1-8 mm (Lemah) Diameter zona hambatan (mm) 9-16 mm (Sedang) 17-24 mm (Kuat) Isolat Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%) Total (%) Jahe 7 63,6 3 27,3 1 9,1 11 (28,20) Kencur 2 0 0 0,0 0 0,0 2 ( 5,13) Tomat 6 60,0 3 30,0 1 10,0 10 (25,64) Jagung 6 37,5 7 43,8 3 18,8 16 (41,03) 21 54 13 33 5 13 39 Diameter zona hambatan yang terbentuk dari kelompok kuat (13 %) dan sedang (33 %) terbanyak dari tanaman jagung, sedangkan kelompok lemah (54 %) dari tanaman kencur dan jahe (Gambar 4). Sifat menonjol dari bakteri endofit adalah kemampuannya untuk hidup dalam jaringan tanaman, sifat antagonisme terhadap patogen dan kemampuan untuk menginduksi ketahanan (Nejad dan Johnson 2000). lemah sedang kuat 100 80 13% 60 lemah 40 sedang a 33% 54% 20 0 b Jahe Kencur Tomat Jagung kuat Gambar 4 Persentase kelompok diameter hambatan bakteri endofit antibiosis hasil koleksi (a) dari tanaman jahe, kencur, tomat, dan jagung (b) Antibiosis merupakan salah satu mekanisme penghambatan pertumbuhan patogen oleh agens antagonis dan berperan penting dalam mengendalikan penyakit tanaman di lapangan (Ryder dan Mc.Clure 1997). Bakteri endofit yang

26 diisolasi dari tanaman kentang dan jagung dilaporkan dapat mengendalikan patogen, dengan mekanisme pengendalian menghasilkan senyawa antibiosis (Hinton dan Bacon 1995). Antibiotik yang dihasilkan agens antagonis menyebabkan pertumbuhan patogen terhambat. Antibiotik phenazine-1-1 carboxylate yang dihasilkan P. fluorescens 2-79 dapat aktif pada media yang kekurangan unsur Fe, seperti pada media KBA sehingga dapat menekan pertumbuhan patogen (Thomashow dan Weller 1998). P. cepacia menghasilkan antibiotik phenazine carboxylic acid juga senyawa pengikat besi cephabactin (Meyer et al. 1989). Bacillus sp strain Ba- 118 dan P. putida strain pf-20 telah dilaporkan menunjukkan aktivitas antibiosis secara in vitro terhadap R. solanacearum bakteri patogen penyebab layu pada tanaman tembakau. Kedua bakteri tersebut juga mampu menekan perkembangan penyakit layu bakteri baik di rumah kaca maupun di lapangan (Arwiyanto dan Hartana 2001). Kebaradaan bakteri endofit dalam tanaman jagung sudah banyak diteliti dan diuji potensinya sebagai agens hayati. Eliza (2004), melaporkan bahwa peluang terbesar dari bakteri yang diisolasi dari empat jenis tanaman dengan kemampuan antibiosis tertinggi didapatkan dari bakteri endofit akar jagung yaitu sebesar (37,9 %). Bakteri endofit sebagai pemacu pertumbuhan tanaman (PGPR) Bakteri endofit yang mampu menghambat perkembangan R. solanacearum secara invitro selanjutnya diseleksi potensinya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman secara in vivo pada tanaman mentimun di rumah kaca (Gambar 5). Hasil pengujian 39 isolat bakteri endofit antibiosis dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman secara in vivo pada tanaman mentimun menunjukkan bahwa, beberapa isolat bakteri endofit mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman. Kemampuan isolat bakteri endofit dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman disajikan pada Tabel 3.

27 Gambar 5 Pertumbuhan bibit mentimun yang diberi perlakuan bakteri endofit Hasil pengamatan menunjukkan tidak semua isolat bakteri endofit bersifat antibiosis yang diuji mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman mentimun dibandingkan dengan tanaman kontrol (yang bernilai minus tidak mampu meningkatkan pertumbuhan). Peningkatan pertumbuhan tanaman tertinggi terdapat pada tanaman mentimun yang beri perlakuan isolat bakteri endofit antibiosis yang berasal dari tanaman jagung, yaitu sebesar 35,96 % diikuti dari tanaman tomat (33,40 %), dan tanaman jahe (31,34 %). Peningkatan pertumbuhan ini diduga karena keberadaan bakteri endofit yang menyebabkan jumlah akar dan panjang akar lateral meningkat dan memacu pertumbuhan tanaman. Akar lateral dapat memperluas daerah penyerapan unsur hara oleh tanaman sehingga kebutuhan nutrisi lebih cepat terpenuhi dan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman (Vasudevan et al. 2002). Isolat bakteri endofit yang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman mentimun dengan persentase tertinggi dibandingkan dengan kontrol yang akan diuji lebih lanjut potensinya sebagai agens hayati terhadap R. solanacearum pada tanaman jahe. Pemilihan tersebut sejalan dengan pendapat Kloepper et al. (1999), bahwa mayoritas agens hayati yang berpotensi memiliki kemampuan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dan meningkatkan ketahanan tanaman.

28 Tabel 3. Persentase peningkatan pertumbuhan bibit mentimun mentimun pada umur 7 hari setelah diberi perlakuan bakteri endofit. Panjang akar Jumlah akar lateral Peningkatan*) Perlakuan Panjang (cm) Peningkatan (%) Jumlah Peningkatan (%) Pertumbuhan (%) Kontrol 3,76 0,00 10,37 0,00 0,00 EJH1 4,01 6,65 10,7 3,18 9,83 EJH2 4,21 11,97 11,1 7,04 19,01 EJH3 3,85 2,39 10,1-2,60-0,21 EJH4 4,23 12,50 11,5 10,90 23,40 EJH5 4,29 14,10 11,4 9,93 24,03 EJH6 4,53 20,48 11,5 10,90 31,38 EJH7 4,16 10,64 11,3 8,97 19,61 EJH8 4,29 14,10 11,1 7,04 21,14 EJH9 4,19 11,44 11,4 9,93 21,37 EJH10 4,11 9,31 10,2-1,64 7,67 EJH11 3,74-0,53 10-3,57-4,10 EK1 4,09 8,78 10,5 1,25 10,03 EK2 4,04 7,45 10,4 0,29 7,74 ET1 4,23 12,50 10,7 3,18 15,68 ET2 4,31 14,63 10,8 4,15 18,77 ET3 4,36 15,96 11,1 7,04 23,00 ET4 4,38 16,49 11,2 8,00 24,49 ET5 3,72-1,06 9,9-4,53-5,60 ET6 3,93 4,52 10-3,57 0,95 ET7 4,22 12,23 11,2 8,00 20,24 ET8 4,17 10,90 11,3 8,97 19,87 ET9 4,57 21,54 11,6 11,86 33,40 ET10 4,25 13,03 11,4 9,93 22,96 EJG1 4,22 12,23 10,8 4,15 16,38 EJG2 3,89 3,46 10,1-2,60 0,85 EJG3 4,3 14,36 11,5 10,90 25,26 EJG4 4,04 7,45 11,2 8,00 15,45 EJG5 3,98 5,85 10,9 5,11 10,96 EJG6 3,97 5,59 10,3-0,68 4,91 EJG7 4,19 11,44 10,6 2,22 13,65 EJG8 4,32 14,89 11,3 8,97 23,86 EJG9 4,16 10,64 11 6,08 16,71 EJG10 4,37 16,22 11,4 9,93 26,16 EJG11 3,79 0,80 10,1-2,60-1,81 EJG12 4,07 8,24 11,1 7,04 15,28 EJG13 4,1 9,04 10,8 4,15 13,19 EJG14 4,63 23,14 11,7 12,83 35,96 EJG15 4,42 17,55 11,3 8,97 26,52 EJG16 4,31 14,63 11,2 8,00 22,63 *) Peningkatan pertumbuhan akar dihitung dari jumlah peningkatan panjang dan jumlah akar dibandingkan dengan kontrol

29 Hasil seleksi pada Tabel 3 menunjukkan terdapat tiga isolat bakteri endofit yang mampu meningkatkan pertumbuhan perakaran tanaman mentimun tertinggi. Ketiga isolat tersebut berasal dari tanaman jahe (EJH6), tomat (ET9), dan jagung (EJG14) yang selanjutnya akan digunakan dalam uji potensi dalam menekan perkembangan penyakit layu bakteri R. solanacearum pada tanaman jahe di rumah kaca. Mekanisme utama peningkatan pertumbuhan adalah mekanisme penyerapan nutrisi oleh tanaman. Keberadaan bakteri pemacu pertumbuhan tanaman menyebabkan tanaman mampu menyerap nutrisi makro maupun mikro lebih baik. Mekanisme lainnya adalah yang berkaitan dengan kemampuan dalam memproduksi hormon pertumbuhan, siderophore yang dapat mengikat ion Fe dan membuatnya tersedia bagi perakaran tanaman, serta kemampuan melarutkan mineral P (Nelson 2004). Salamone et al. 2001 melaporkan bahwa P. fluorescens dapat menghasilkan hormon pertumbuhan sitokinin, tiga jenis sitokinin yang dihasilkan adalah sitokinin dihydrozeatin riboside (DHZR), isopentenyladenosine (IPA), dan trans-zeatin ribose (ZR). Hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh bakteri juga dapat dimanfaatkan oleh tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Karakterisasi morfologi dan fisiologi bakteri endofit Isolat bakteri endofit antibiosis yang berpotensi meningkatkan pertumbuhan tanaman terbaik dikarakterisasi dan diidentifikasi, untuk digunakan dalam pengujian induksi ketahanan di rumah kaca. Hasil karakterisasi morfologi dan fisiologi bakteri endofit dari tiga isolat terpilih hasil seleksi antibiosis dan PGPR yang berasal dari tanaman jahe, tomat dan jagung disajikan pada Tabel 4.

30 Tabel 4 Karakter morfologi dan fisiologi bakteri endofit isolat EJH6, ET9, dan EJG14 Karakter EJH6 ET9 EJG14 Gram positif negatif negatif Warna Koloni putih putih kekuningan putih kekuningan Pigmen fluorescens tidak berpendar berpendar berpendar Endospora berspora tidak berspora tidak berspora Uji O/F tidak diuji oksidatif oksidatif Hidrolisis arginin tidak diuji positif positif Reaksi Hipersensitif negatif negatif negatif Hasil pengamatan menunjukkan tiga isolat yang dikarakterisasi terbagi dalam dua kelompok yang berbeda. Terdapat dua isolat (ET9 dan EJG14) termasuk kedalam kelompok P. fluorescens dan satu isolat (EJH6) kelompok Bacillus. Koloni ET9 dan EJG14 berwarna putih kekuningan pada media King s B agar, dan berfluorescens dengan warna kuning kehijauan dibawah sinar ultra violet. Kedua isolat bakteri tersebut termasuk kedalam kelompok bakteri fluorescens. Sebagaimana dikemukakan oleh Goto (1992), bahwa fluorescensi dihasilkan oleh pigmen fluoresesns, yaitu senyawa fluoresein atau pioverdin yang terbentuk apabila bakteri tumbuh pada media yang kekurangan unsur besi, seperti KBA. Karakter Pseudomonas kelompok fluorescens yang berfluorescensi di bawah cahaya ultra violet memudahkan untuk membedakannya dengan kelompok bakteri lain. Koloni EJH6 berwarna putih pada media SPA, tekstur kering tidak beraturan, dan tumbuh dengan cepat. Menurut Schaad et al. (2001), bahwa untuk membedakan karakter Bacillus dengan kelompok bakteri lainnya antara lain terbentuknya endospora dan gram positif.

31 (a) (b) (c) Gambar 6 Ciri pertumbuhan bakteri endofit isolat EJH6 dari tanaman jahe (a), isolat ET9 dari tomat (b), dan EJG14 dari jagung (c). Studi yang berfokus untuk mendapatkan bakteri pemacu pertumbuhan tanaman seringkali berhasil ditemukan pada genus Pseudomonas dan Bacillus. (Merriman et al. 1974.). Viswanathan et al. (2003) melaporkan P. fluorescens berhasil diisolasi dari tebu dan dan dari tanaman kentang Reiter et al. (2002). Menurut Landa et al. (2002), kelompok bakteri antagonis yang banyak ditemukan di rizosfer dan dalam jaringan akar graminae adalah Bacillus spp, Paenibacillus, Pseudomas, dan Stenotrophomonas spp, dan Pseudomonas kelompok fluorescens (Larkin et al. 1996). Lemaga et al. (2001) melaporkan pada rizofer jagung ditemukan Pseudomonas cepacia yang bersifat antagonis terhadap R. solanacearum yang dapat menurunkan kerapatan populasi bakteri patogen ini. Potensi bakteri endofit di rumah kaca Isolat R. solanacearum (T 954) yang digunakan dalam pengujian bakteri endofit mempunyai virulensi yang tinggi, terlihat dari perkembangan gejala penyakit layu yang cepat pada tanaman jahe yang diinokulasi. Munculnya gejala awal penyakit layu bakteri, yang ditandai dengan daun menguning sudah terlihat pada hari ke-6 setelah inokulasi baik pada perlakuan kontrol positif (RS) maupun tanaman yang diberi perlakuan dengan tiga isolat bakteri endofit (Gambar 7). Kejadian penyakit hari ke-7 setelah inokulasi, terendah (1,33 %) pada perlakuan EJH6 dan EJG14 yang tertinggi (8 %) pada perlakuan kontrol positif