BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. Problema kemiskinan terus menjadi masalah besar sepanjang sejarah sebuah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

HALAMAN PENGESAHAN...

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan alat yang digunakan untuk mencapai tujuan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang akan mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan pembangunan dan hasilnya. Di awal pelita, yaitu pelita I, titik berat

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1999 yang disempurnakan dengan UU No. 12 Tahun 2008 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses pembangunan yang. dilaksanakan oleh suatu daerah atau negara dalam rangka memakmurkan warga

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia demi mencapai masyarakat yang sejahtera. Namun, mengingat Negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Tingkat kesejahteraan merupakan acuan utama yang mendeskripsikan

BAB I PENDAHULUAN. antar masing-masing daerah, antar golongan pendapatan dan di seluruh aspek. kehidupan sehingga membuat stuktur ekonomi tidak kokoh.

I. PENDAHULUAN. berdampak pada semakin meningkatnya angka pengangguran di Indonesia. Persoalan pengangguran dan kemiskinan merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. mengurus daerahnya sendiri, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan di Indonesia memiliki tujuan untuk mensejahterakan

BAB 1 PENDAHULUAN. karena sebagian orang tua lebih memilih untuk mempekerjakan anaknya dari pada

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

ANALISIS DISPARITAS ANTAR WILAYAH PEMBANGUNAN DAN PUSAT PERTUMBUHAN DI PROVINSI BALI. Oleh : INDAH SRI MULYANI NIM :

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai upaya dirancang dan dilaksanakan oleh pemerintah daerah semata-sama

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan sesuai prioritas dan kebutuhan masing-masing daerah dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah untuk pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi memiliki

BAB I PENDAHULUAN. pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan sila Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan pendudukyang

BAB I PENDAHULUAN. (Tanuwidjaya, 2013). Sejak tahun 1969 Pemprov Bali bersama masyarakat telah

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

ANALISIS PERGESERAN STRUKTUR EKONOMI DAN SEKTOR UNGGULAN DI KABUPATEN TABANAN PROVINSI BALI SKRIPSI. Oleh: I WAYAN MARDIANA NIM.

BAB I PENDAHULUAN. makro ekonomi. Tinggi rendah angka pembangunan dilihat dari trend

BAB I PENDAHULUAN. Kebijakan Pemerintah Indonesia tentang otonomi daerah sudah

BAB I PENDAHULUAN. Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan merupakan suatu keadaan dimana seseorang berpenghasilan rendah,

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem otonomi daerah, terdapat 3 (tiga) prinsip yang dijelaskan UU

ABSTRAK. Kata kunci: non labor income, mutu sumber daya manusia, tingkat upah, lama menganggur, pengangguran terdidik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

indikator keberhasilan kegiatan ekonomi daerah tersebut. Provinsi Bali merupakan

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional adalah pembangunan manusia seutuhnya serta

Regional Revenue. PENDAPATAN REGIONAL Regional Revenue

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

BAB I PENDAHULUAN. menjanjikan dalam hal menambah devisa suatu negara. Menurut WTO/UNWTO

Regional Revenue. PENDAPATAN REGIONAL Regional Revenue

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan perhatian utama semua negara terutama

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. nasional dimana keadaan ekonominya mula-mula relatif statis selama jangka

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan penggerak perekonomian suatu Negara karena

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kependudukan dan pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan yang

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I TAHUN 2013

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 44 TAHUN 2007 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. dibutuhkan berbagai indikator-indikator yang dapat menggambarkan potensi. maupun tingkat kemakmuran masyarakat suatu wilayah.

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini peningkatan kinerja Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang, terus melaksanakan

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN II TAHUN 2012

: PENENTUAN PRIORITAS PEMBANGUNAN MELALUI ANALISIS SEKTOR-SEKTOR POTENSIAL DI KABUPATEN GIANYAR. Abstrak

: Analisis Pendapatan Asli Daerah (PAD) Dalam Upaya Pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Badung Bali. : Tyasani Taras NIM :

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan (Danawati, dkk 2016).

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MARET 2017

BUPATI BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 65 TAHUN 2006 TENTANG TAMBAHAN BANTUAN PAJAK HOTEL DAN PAJAK RESTORAN

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JANUARI 2015

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

BAB I PENDAHULUAN. menentukan maju tidaknya suatu negara. Menurut Adam Smith (2007) tidak ada masyarakat

Abstrak. Kata kunci: modal, tenaga kerja, lama usaha, jam kerja, dan pendapatan

BAB I PENDAHULUAN. diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah pembangunan ekonomi bukanlah persoalan baru dalam

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JANUARI 2016

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI NOPEMBER 2007

BAB I PENDAHULUAN. bangsa kita. Dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI DESEMBER 2008

Judul : Analisis Potensi Ekonomi Daerah Provinsi Bali Nama : Luh Nyoman Fajar Nur Ayu NIM : Abstrak

BAB I PENDAHULUAN. daerah dalam mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan potensi, aspirasi

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan yang diharapkan itu adalah kemajuan yang merata antarsatu

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI FEBRUARI 2017

BAB I PENDAHULUAN. bukan lagi terbatas pada aspek perdagangan dan keuangan, tetapi meluas keaspek

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI APRIL 2017

BAB I PENDAHULUAN. Suatu negara yang melakukan kegiatan perekonomian biasanya ditujukan

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JANUARI 2017

INVESTASI SWASTA SEKTOR PARIWISATA DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI BALI (Sebuah Analisis Tipologi Daerah) Made Dwi Setyadhi Mustika ABSTRACT

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam rangka pembangunan nasional di Indonesia, pembangunan

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MEI 2015

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MARET 2012

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI MEI 2017

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI JUNI 2017

BAB I PENDAHULUAN. menyempit membuat petani berpikir bekerja dibidang lain yaitu industri dan

Abstrak. Kata Kunci: tingkat upah, teknologi, produktivitas kerja, penyerapan tenaga kerja

PERKEMBANGAN PARIWISATA BALI APRIL 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. cepat dimasa yang akan datang terutama di negara-negara berkembang.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan, selain menciptakan pertumbuhan GNP yang setinggi-tingginya dan penyediaan lapangan pekerjaan, juga menginginkan adanya penghapusan atau pengurangan kemiskinan, ketimpangan pendapatan dalam konteks perekonomian yang terus berkembang (Todaro, 2000). Tolok ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Jika pertumbuhan ekonomi tidak diikuti dengan pemerataan hasil-hasil pembangunan kepada semua golongan masyarakat maka hal tersebut tidak ada manfaatnya dalam usaha untuk mengurangi ketimpangan pendapatan. Pemerintah telah membangun pemerintahan nasional yang kuat dengan menempatkan stabilitas nasional sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan ekonomi Indonesia pada masa Orde Baru. Pemerintah orba telah berhasil menghilangkan hiper inflasi, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan menurunkan jumlah penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan. Sentralisasi dalam artian segala sesuatu kewenangan daerah dalam proses pembangunan ditentukan oleh pemerintah pusat. Sistem pemerintahan sentralisasi yang dijalankan pemerintah pada masa Orba menyebabkan pembangunan nasional tidak selalu merata. Beberapa daerah mencapai 1

pertumbuhan cepat, sedangkan daerah lainnya mengalami pertumbuhan yang lambat, yang dapat dilihat pada perbedaan pembangunan antar wilayah Indonesia bagian barat, tengah dan timur. Perbedaan kemajuan juga terjadi dalam lingkup yang lebih kecil yaitu kesenjangan antar daerah kabupaten/kota dan kesenjangan antar wilayah pembangunan dalam suatu provinsi. Perbedaan kemajuan yang terjadi pada masing-masing daerah ini disebabkan oleh adanya perbedaan sumber-sumber yang dimiliki. Perbedaan kemajuan antar daerah sebagai akibat dari sistem sentralisasi menyebabkan munculnya sistem desentralisasi dalam perencanaan pembangunan dengan strategi pertumbuhan dengan pemerataan (growth with equity). Sejak tahun 1999, telah dilaksanakan otonomi daerah menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 JO Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang mengatur tentang pemerintahan daerah. Otonomi daerah dimaksudkan untuk mendekatkan proses pengambilan keputusan kepada kelompok masyarakat yang paling bawah, dengan memperhatikan ciri khas budaya dan lingkungan setempat, sehingga kebijakan publik dapat lebih diterima dan produktif dalam memenuhi kebutuhan serta rasa keadilan mayarakat. Perencanaan pembangunan yang dilaksanakan di setiap daerah diharapkan dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, terjadi pemerataan distribusi pendapatan dan menurunkan jumlah penduduk miskin. Permasalahan mengenai disparitas atau ketimpangan ekonomi di Indonesia telah banyak diteliti oleh para ekonom, untuk menganalisis fenomena tersebut digunakan GDP per kapita sebagai indikator ekonomi, 2

fasilitas dan infrastruktur serta tingkat kemiskinan sebagai indikator sosial. Para ekonom menemukan bahwa perbedaan tersebut terjadi karena adanya jurang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan sosial antar provinsi. Ketimpangan pertumbuhan ekonomi regional menunjukkan perkembangan kesenjangan yang terus menerus bukan hanya antar provinsi dan kawasan serta antar kabupaten/kota dalam suatu provinsi, melainkan juga antar wilayah pembangunan dalam suatu provinsi. Disparitas pendapatan regional merupakan salah satu faktor yang digunakan untuk mengukur kondisi pembangunan ekonomi regional. Gambaran tentang ketimpangan pembangunan ekonomi regional dapat dijelaskan melalui perbandingan antar provinsi dengan menggunakan PDRB per kapita (Soenandar, 2005). Ketimpangan yang terjadi di negara Indonesia yang dilihat dari ketimpangan pembangunan antar provinsi juga terjadi di daerah Provinsi Bali. Provinsi Bali yang memiliki delapan kabupaten dan satu kota dengan potensi daerah yang berbeda telah mengalami disparitas pendapatan. Gejala disparitas pendapatan per kapita antar kabupaten/kota di Provinsi Bali dapat disajikan di Tabel 1.1 dengan menggunakan indikator PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000, tahun 1993 sampai 2007. Tabel 1.1 menunjukkan bahwa perkembangan PDRB per kapita Kabupaten Badung adalah tertinggi diantara delapan kabupaten dan satu kota yang ada di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Bali yang banyak dikunjungi oleh wisatawan domestik dan 3

wisatawan mancanegara, juga karena memiliki obyek wisata yang terkenal salah satunya adalah Pantai Kuta. Mulai tahun 1993 sampai tahun 2007, Kabupaten Badung memiliki PDRB per kapita yang tertinggi sedangkan kabupaten yang memiliki PDRB per kapita terendah adalah Kabupaten Karangasem. Tabel 1.1 PDRB Per Kapita Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 1993-2007 (Ribu Rupiah) Kabupaten/Kota Tahun Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali 1993 3.978 3.385 8.521 4.356 4.062 3.209 2.669 2.888 5.702 4.593 1994 4.199 3.602 9.048 4.680 4.344 3.395 2.826 3.084 6.048 4.897 1995 4.458 3.850 9.641 5.038 4.653 3.618 3.007 3.298 6.443 5.244 1996 4.775 4.119 10.295 5.436 4.988 3.867 3.213 3.533 6.889 5.628 1997 4.985 4.314 10.739 5.748 5.239 4.019 3.358 3.718 7.187 5.910 1998 4.801 3.969 10.059 5.041 5.078 3.718 3.242 3.684 6.162 5.472 1999 4.799 3.972 9.860 5.087 5.100 3.716 3.244 3.691 6.092 5.442 2000 4.929 4.059 10.101 5.292 5.213 3.794 3.309 3.795 6.141 5.550 2001 5.042 4.189 10.409 5.447 5.412 3.848 3.360 3.894 6.255 5.640 2002 5.104 4.250 10.601 5.546 5.650 3.913 3.426 4.008 6.420 5.724 2003 4.966 4.234 9.566 5.506 5.587 3.829 3.293 3.921 7.392 5.674 2004 5.189 4.413 9.909 5.704 5.847 3.948 3.436 4.048 7.594 5.876 2005 5.552 4.748 11.117 6.052 6.222 4.162 3.809 4.339 7.256 6.228 2006 5.730 4.939 11.406 6.281 6.473 4.276 3.958 4.506 7.569 6.465 2007 5.947 5.163 11.908 6.563 6.767 4.405 4.129 4.700 7.950 6.752 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2008 Pada tanggal 12 Oktober 2002, terjadi tragedi bom bali yang menyebabkan melemahnya keadaan perekonomian Bali. Pemerintah negara asal wisatawan mancanegara mengeluarkan Travel Warning yang melarang warga negaranya untuk berkunjung ke Bali karena alasan keamanan. Adanya Travel Warning menyebabkan terpuruknya perekonomian Bali khususnya pariwisata, yang dapat dilihat dari berkurangnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali. Dampak terbesar terjadi pada 4

berkurangnya PDRB per kapita Kabupaten Badung yang merupakan wilayah yang paling banyak dikunjungi wisatawan mancanegara. Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Pertengahan Tahun Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 1993-2007 (Orang) Tahun kabupaten/kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Bali 1993 221.150 351.350 292.500 341.250 150.950 178.400 347.450 548.600 412.350 2.884.000 1994 222.450 352.000 299.100 342.700 151.100 179.000 348.600 551.350 421.450 2.867.750 1995 223.750 352.550 305.700 343.950 151.300 179.550 349.600 553.800 430.500 2.890.850 1996 225.100 353.400 312.300 345.000 151.500 180.000 350.500 556.000 439.500 2.913.300 1997 226.450 354.050 318.850 345.950 151.700 180.350 351.250 558.050 448.550 2.935.200 1998 226.252 369.617 323.530 384.142 152.265 190.263 354.050 546.430 495.851 3.042.343 1999 228.379 371.430 331.940 387.408 152.966 191.253 356.388 551.295 508.739 3.079.460 2000 230.110 372.540 339.953 389.880 153.362 191.863 357.987 555.143 520.564 3.111.402 2001 233.278 378.418 348.059 395.652 156.248 195.006 362.775 563.301 537.323 3.170.061 2002 236.208 383.385 355.088 402.130 157.953 197.694 367.039 569.315 549.751 3.218.563 2003 251.464 403.771 405.299 418.550 164.695 209.241 396.805 610.135 502.873 3.362.833 2004 252.361 405.642 413.870 424.009 164.722 210.647 397.592 610.428 517.998 3.397.269 2005 247.635 399.561 389.569 421.534 163.172 208.727 377.073 601.346 574.955 3.383.572 2006 250.816 404.253 398.771 427.262 164.727 211.759 380.305 610.091 583.601 3.431.585 2007 253.998 408.936 408.126 432.999 166.294 214.801 383.504 618.843 592.284 3.479.785 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2008 Selain PDRB per kapita, pertumbuhan penduduk di suatu wilayah juga dapat mempengaruhi disparitas pendapatan di wilayah tersebut. Data pada Tabel 1.2 menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Buleleng terbanyak jika dibandingkan dengan kabupaten/kota yang lain yang ada di Provinsi Bali, jumlah penduduk ini dapat menyebabkan disparitas pendapatan per kapita antar Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Disparitas PDRB per kapita antar regional juga terjadi di Provinsi Bali yaitu disparitas antar wilayah pembangunan di Provinsi Bali. 5

Terdapat empat wilayah pembangunan di Provinsi Bali yaitu wilayah pembangunan Bali Timur yang mencakup Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Bangli, wilayah pembangunan Bali Selatan yang mencakup Kabupaten Gianyar, Kabupaten Badung, Kabupaten Tabanan dan Kota Denpasar, wilayah pembangunan Bali Barat yang mencakup Kabupaten Jembrana serta wilayah pembangunan Bali Utara yang mencakup Kabupaten Buleleng. Gejala disparitas pendapatan per kapita antar wilayah pembangunan di Provinsi Bali dapat disajikan di Tabel 1.3 dengan menggunakan indikator PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 selama tahun 1993 sampai 2007. Tabel 1.3 PDRB Per Kapita Menurut Wilayah Pembangunan di Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 1993-2007 (Ribu Rupiah) Tahun Wilayah Pembangunan Bali Timur Bali Selatan Bali Barat Bali Utara Bali 1993 3.313 5.491 3.978 2.888 4.593 1994 3.522 5.845 4.199 3.084 4.897 1995 3.759 6.243 4.458 3.298 5.244 1996 4.023 6.685 4.775 3.533 5.628 1997 4.205 6.997 4.985 3.718 5.910 1998 4.013 6.308 4.801 3.684 5.472 1999 4.020 6.253 4.799 3.691 5.442 2000 4.105 6.398 4.929 3.795 5.550 2001 4.207 6.575 5.042 3.894 5.640 2002 4.330 6.704 5.104 4.008 5.724 2003 4.236 6.675 4.966 3.921 5.674 2004 4.410 6.905 5.189 4.048 5.876 2005 4.731 7.293 5.552 4.339 6.228 2006 4.902 7.549 5.730 4.506 6.465 2007 5.100 7.896 5.947 4.700 6.752 Sumber: BPS Provinsi Bali (data diolah) 6

Tabel 1.3 menunjukkan bahwa PDRB per kapita wilayah pembangunan Bali Selatan adalah tertinggi jika dibandingkan dengan tiga wilayah pembangunan lain yang ada di Provinsi Bali. Hal ini disebabkan oleh kabupaten-kabupaten yang berada di dalam wilayah pembangunan ini merupakan kabupaten yang mempunyai PDRB per kapita tinggi, seperti Kabupaten Badung yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik domestik maupun asing, sedangkan wilayah pembangunan yang mempunyai PDRB terendah selama tahun 1993 sampai tahun 2007 adalah wilayah pembangunan Bali Utara yaitu Kabupaten Buleleng. Tabel 1.4 Laju Pertumbuhan PDRB per Kapita Menurut Wilayah Pembangunan di Provinsi Bali Tahun 1993-2007 (%) Tahun Wilayah Pembangunan Bali Timur Bali Selatan Bali Barat Bali Utara Bali 1993 - - - - - 1994 6,29 6,44 5,56 6,79 6,62 1995 6,75 6,82 6,17 6,94 7,09 1996 7,00 7,08 7,11 7,13 7,32 1997 4,54 4,67 4,40 5,24 5,01 1998-4,58-9,85-3,69-0,91-7,41 1999 0,18-0,87-0,04 0,19-0,55 2000 2,12 2,33 2,71 2,82 1,98 2001 2,47 2,76 2,29 2,61 1,62 2002 2,92 1,97 1,23 2,93 1,49 2003-2,16-0,44-2,70-2,17-0,87 2004 4,11 3,45 4,49 3,24 3,56 2005 7,27 5,62 7,00 7,19 5,99 2006 3,62 3,50 3,21 3,85 3,81 2007 4,03 4,60 3,79 4,31 4,44 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2008 (data diolah) 7

Apabila dilihat dari laju pertumbuhan PDRB per kapita masing-masing wilayah pembangunan pada Tabel 1.4, wilayah pembangunan Bali Selatan tidak selalu memiliki laju pertumbuhan PDRB per kapita tertinggi meskipun menurut wilayah pembangunan, Bali Selatan selalu memiliki PDRB per kapita yang tinggi dibandingkan dengan wilayah pembangunan yang lain di Provinsi Bali. Pada tahun 1998, wilayah pembangunan Bali Selatan memiliki laju pertumbuhan yang negatif terbesar dibanding wilayah pembangunan yang lain, hal ini disebabkan oleh krisis ekonomi yang terjadi yang bukan hanya secara nasional tapi juga terjadi secara regional termasuk di Provinsi Bali. Gejala disparitas pendapatan per kapita selain terjadi pada antar wilayah pembangunan di Provinsi Bali, disparitas juga terjadi pada pusatpusat pertumbuhan dari keempat wilayah pembangunan di Provinsi Bali. Terdapat empat pusat pertumbuhan dari wilayah-wilayah pembangunan di Provinsi Bali, wilayah pembangunan Bali Timur dengan pusat pertumbuhan di Kabupaten Klungkung, wilayah pembangunan Bali Selatan dengan pusat pertumbuhan di Kota Denpasar, wilayah pembangunan Bali Barat dengan pusat pertumbuhan di Negara dan wilayah pembangunan Bali Utara dengan pusat pertumbuhan di Singaraja. Gejala disparitas pendapatan per kapita pada pusat pertumbuhan wilayah pembangunan di Provinsi Bali dapat dilihat pada Tabel 1.5. Tabel 1.5 menunjukkan bahwa PDRB per kapita pusat pertumbuhan wilayah pembangunan Bali Selatan yaitu Kota Denpasar adalah tertinggi jika 8

dibandingkan dengan pusat pertumbuhan wilayah pembangunan lain yang ada di Provinsi Bali dan juga jika dibandingkan dengan PDRB Provinsi Bali. Tabel 1.5 PDRB Per Kapita Menurut Pusat Pertumbuhan Wilayah Pembangunan di Provinsi Bali Atas Dasar Harga Konstan 2000, Tahun 1993-2007 (Ribu Rupiah) Tahun Pusat Pertumbuhan Klungkung Denpasar Negara Singaraja Bali 1993 4.062 5.702 3.978 2.888 4.593 1994 4.344 6.048 4.199 3.084 4.897 1995 4.653 6.443 4.458 3.298 5.244 1996 4.988 6.889 4.775 3.533 5.628 1997 5.239 7.187 4.985 3.718 5.910 1998 5.078 6.162 4.801 3.684 5.472 1999 5.100 6.092 4.799 3.691 5.442 2000 5.213 6.141 4.929 3.795 5.550 2001 5.412 6.255 5.042 3.894 5.640 2002 5.650 6.420 5.104 4.008 5.724 2003 5.587 7.392 4.966 3.921 5.674 2004 5.847 7.594 5.189 4.048 5.876 2005 6.222 7.256 5.552 4.339 6.228 2006 6.473 7.569 5.730 4.506 6.465 2007 6.767 7.950 5.947 4.700 6.752 Sumber: BPS Povinsi Bali, 2008 (data diolah) Gejala disparitas pendapatan per kapita antar wilayah pembangunan selain dapat dilihat dengan indikator PDRB per kapita, juga dapat dilihat melalui faktor utama penyebab disparitas. Faktor utama penyebab disparitas yaitu jumlah penduduk yang bekerja per wilayah pembangunan, alokasi investasi dilihat dari Pembentukan Modal Tetap Domestik Regional Bruto (PMTDB), dan persentase penduduk 10 tahun ke atas yang memiliki ijasah minimal SLTA menurut wilayah pembangunan. 9

Jumlah penduduk merupakan salah satu faktor penentu adanya disparitas pendapatan antar wilayah pembangunan. Semakin banyak jumlah penduduk dalam suatu daerah dapat memberikan dua hal yang bisa berdampak positif dan negatif. Dilihat dari segi positifnya, bahwa semakin banyak penduduk yang diikutsertakan dalam proses pembangunan daerah maka semakin meningkat pula produktivitas ekonomi suatu daerah terkait output regional yang akan dihasilkan, dengan asumsi mereka memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Sebaliknya jika dilihat dari segi negatifnya, semakin banyak jumlah penduduk dapat pula menghambat proses pembangunan daerah karena rasio ketergantungan akan meningkat. Kondisi tersebut berdasarkan asumsi banyak penduduk memiliki kualitas sumber daya manusia yang rendah. Perbedaan jumlah penduduk yang bekerja per wilayah pembangunan pada suatu provinsi juga merupakan faktor yang menentukan disparitas. Banyaknya penduduk yang bekerja telah mencerminkan tingkat produktivitas masyarakat terhadap pembentukan PDRB dan PDRB per kapita. Semakin bayak penduduk usia kerja yang memiliki pekerjaan maka PDRB per kapita akan meningkat. Hal ini disebabkan penduduk yang bekerja tersebut secara langsung berperan aktif dalam pembentukan output daerahnya. Data pada Tabel 1.6 berikut ini mencerminkan bahwa telah terjadi perbedaan jumlah penduduk yang bekerja menurut wilayah pembangunan, yang memiliki arti bahwa terdapat perbedaan produktivitas tenaga kerja masing-masing wilayah pembangunan di Provinsi Bali. Jumlah penduduk 10

yang bekerja di wilayah pembangunan Bali Selatan adalah yang terbanyak diantara empat wilayah pembangunan yang ada di Provinsi Bali, hal ini disebabkan oleh wilayah pembangunan Bali Selatan yang terdiri dari empat kabupaten yaitu kabupaten Gianyar, Tabanan, Badung dan Denpasar. Keadaan perekonomian di Kabupaten Badung dan kota Denpasar lebih maju jika dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten yang lain sehingga lebih banyak lapangan kerja yang tersedia yang dapat menampung penduduk yang masuk dalam usia angkatan kerja. Tabel 1.6 Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Wilayah Pembangunan di Provinsi Bali Tahun 1993-2007 (orang) Tahun Wilayah Pembangunan Bali Timur Bali Selatan Bali Barat Bali Utara Bali 1993 436.122 753.430 194.555 294.608 1.541.418 1994 417.006 780.513 117.159 305.954 1.620.632 1995 413.214 769.396 121.062 300.321 1.603.993 1996 400.045 772.099 123.420 289.263 1.584.827 1997 412.773 780.079 131.656 320.900 1.645.408 1998 384.906 784.577 120.776 306.920 1.597.179 1999 419.887 839.745 135.081 308.228 1.702.941 2000 422.352 845.473 135.923 309.980 1.713.728 2001 440.190 875.956 135.898 300.044 1.754.089 2002 411.614 844.544 129.442 284.852 1.715.452 2003 416.829 903.537 131.268 288.504 1.740.138 2004 448.896 933.243 128.191 324.835 1.835.165 2005 423.696 1.052.672 132.056 337.151 1.945.595 2006 440.425 962.486 124.605 319.308 1.846.824 2007 457.046 1.048.407 130.106 346.575 1.982.134 Sumber : Bappeda Provinsi Bali dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali, 2007 Pada wilayah pembangunan Bali timur, Bali Utara dan Bali Barat jumlah penduduk yang bekerja mengalami penurunan pada tahun 1998, hal ini 11

disebabkan oleh adanya krisis moneter yang terjadi di Indonesia yang juga berdampak pada perekonomian daerah Bali. Penurunan jumlah penduduk yang bekerja juga terjadi pada tahun 2002 karena terjadi tragedi bom Bali yang menyebabkan terpuruknya perekonomian Provinsi Bali sehingga mempengaruhi jumlah penduduk yang bekerja terutama yang bekerja di sektor pariwisata. Penyerapan tenaga kerja di empat wilayah pembangunan di Provinsi Bali dipengaruhi oleh tersedianya lapangan pekerjaan atau proyek-proyek yang dijalankan di wilayah tersebut atau seberapa banyak investasi baik PMDN maupun PMA yang ada di masing-masing wilayah tersebut. Faktor kebutuhan investasi di daerah dapat dijadikan indikator untuk melihat disparitas PDRB per kapita antarwilayah pembangunan. Perbedaan alokasi investasi untuk masing-masing wilayah pembangunan dapat menyebabkan terjadinya perbedaan PDRB yang dihasilkan oleh daerah yang kemudian akan berpengaruh pada disparitas PDRB per kapita. Perkembangan persetujuan rencana PMA dan PMDN BKPMD Provinsi Bali untuk investasi fisik dapat disajikan di Tabel 1.7. Tabel 1.7 menunjukkan bahwa jumlah proyek terbanyak adalah di wilayah pembangunan Bali Selatan sebesar tiga unit untuk penanaman modal dalam negeri dan 76 unit untuk penanaman modal asing. Investor asing lebih banyak menanamkan modalnya di wilayah pembangunan Bali Selatan seperti Kabupaten Badung karena di kabupaten ini merupakan daerah pariwisata sehingga prospek untuk menanamkan modal di wilayah ini lebih 12

menguntungkan. Sebagian besar modal asing ini diinvestasikan pada sektor jasa dalam industri pariwisata. Tabel 1.7 Rekapitulasi Perkembangan Persetujuan Rencana PMA dan PMDN BKPMD Provinsi Bali Menurut Wilayah Pembangunan Tahun 2007 No Lokasi Jumlah Proyek (unit) Nilai Investasi (Rp) 1 Bali Timur PMDN - - 2 3 PMA 2 26.402.000.000 Bali Selatan PMDN 3 12.551.776.955 PMA 76 462.398.020.000 Bali Barat PMDN 1 3.100.000.000 PMA 1 10.445.490.000 4 Bali Utara PMDN - - PMA 1 2.250.000.000 Jumlah PMDN + PMA 84 517.147.286.955 Sumber : BKPMD Provinsi Bali, 2008 Investasi yang akan digunakan sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas pendapatan dalam penelitian ini adalah investasi fisik atau yang lebih dikenal dengan Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB). Nilai dan kontribusi Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto (PMTDB) terhadap PDRB menurut wilayah pembangunan di Provinsi Bali tahun 2007 dapat disajikan di Tabel 1.8. Tabel 1.8 menunjukkan bahwa investasi fisik tertinggi berada pada wilayah pembangunan Bali Selatan dengan nilai PMTDB sebesar 2.831.880,13 (juta Rupiah) dan wilayah pembangunan Bali Barat merupakan wilayah pembangunan yang memiliki 13

investasi riil terendah yaitu dengan nilai 322.726,34 (juta Rupiah). Hal ini membuktikan bahwa telah terjadi ketimpangan dalam hal investasi jika dilihat dari PMA dan PMDN, terlihat pula dalam investasi riil (PMTDB) yang berupa investasi fisik. Tabel 1.8 Nilai dan Kontribusi PMTDB terhadap PDRB Menurut Wilayah Pembangunan di Provinsi Bali Tahun 2007 Kontribusi No. Wilayah PMTDB PMTDB (Jt Rp) PDRB (Jt Rp) Pembangunan Thd PDRB (%) 1 Bali Timur 683.028,34 3.654.865,24 18,69 2 Bali Selatan 2.831.880,13 14.521.838,95 19,50 3 Bali Barat 322.726,34 1.510.512,68 21,37 4 Bali Utara 546.437,91 2.908.760,60 18,79 Sumber: Bappeda Provinsi Bali, 2008 Selain jumlah penduduk yang bekerja dan alokasi investasi, faktor yang menyebabkan disparitas pendapatan per kapita antar wilayah pembangunan di Provinsi Bali adalah banyaknya penduduk 10 tahun ke atas yang memiliki ijasah minimal SLTA pada masing-masing wilayah pembangunan di Provinsi Bali. Masih terjadi kesenjangan tingkat pendidikan menurut wilayah pembangunan di Provinsi Bali karena hanya daerah-daerah tertentu yang dijadikan sebagai pusat pendidikan sehingga dalam hal ini penyebaran atau pemerataan pendidikan belum merata. Tabel 1.9 menunjukkan bahwa dalam bidang pendidikan, persentase penduduk 10 tahun ke atas yang memiliki ijasah minimal SLTA wilayah pembangunan Bali Selatan adalah yang tertinggi diantara wilayah pembangunan lainnya, hal ini disebabkan oleh penyediaan sarana atau fasilitas 14

pendidikan yang lebih banyak disediakan di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Sekolah-sekolah dengan fasilitas dan kualitas yang baik lebih banyak terdapat di Kota Denpasar, begitu juga Perguruan Tinggi Negeri terbesar di Provinsi Bali. Tabel 1.9 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut wilayah Pembangunan dan Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan (minimal SLTA) di Provinsi Bali Tahun 1993-2007 Tahun Wilayah Pembangunan Bali Timur Bali Selatan Bali Barat Bali Utara Bali 1993 12,84 30,88 13,40 14,92 22,28 1994 10,63 24,88 12,35 10,36 17,98 1995 19,19 40,70 23,35 21,50 30,79 1996 19,84 40,92 23,02 23,44 31,35 1997 11,02 30,16 11,43 12,29 21,18 1998 12,10 31,12 12,55 14,52 22,44 1999 13,28 31,38 14,61 15,05 23,11 2000 15,27 35,77 14,39 18,47 26,53 2001 12,75 32,63 15,41 15,75 24,24 2002 14,99 36,32 19,40 16,70 27,39 2003 13,39 35,49 20,48 17,09 25,89 2004 20,14 41,24 24,06 19,86 31,81 2005 14,92 38,20 22,83 18,46 28,39 2006 23,19 41,91 27,58 22,67 33,95 2007 21,76 36,16 22,56 20,56 29,59 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2007 Disparitas pendapatan antar daerah merupakan topik yang perlu dikaji dengan memperhitungkan beberapa alasan. Alasan utama menariknya hal ini untuk diteliti karena disparitas merupakan suatu hal yang dapat menghambat pembangunan daerah khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. Kondisi disparitas yang cenderung meningkat inilah yang menyebabkan daerah kaya akan semakin kaya dengan potensi sumber daya dan ekonomi 15

yang dimilikinya, sedangkan daerah miskin akan semakin miskin karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki sehingga tidak mampu untuk meningkatkan pendapatannya, meskipun memiliki sumber daya tetapi tidak mampu mengelola secara efisien. Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut, beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimana tingkat disparitas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita wilayah pembangunan dan pusat pertumbuhan di Provinsi Bali selama tahun 1993 sampai tahun 2007? 2. Bagaimana tipologi wilayah pembangunan di Provinsi Bali? 3. Faktor apa yang menyebabkan terjadinya disparitas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita antar wilayah pembangunan di Provinsi Bali selama tahun 1993 sampai tahun 2007? 1.2 Tujuan penelitian Sesuai dengan uraian pada latar belakang dan pokok permasalahan, maka penelitian ini memiliki tujuan : 1. Untuk mengetahui tingkat disparitas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita wilayah pembangunan dan pusat pertumbuhan di Provinsi Bali selama tahun 1993 sampai tahun 2007. 2. Untuk mengetahui tipologi wilayah pembangunan di Provinsi Bali. 3. Untuk mengetahui Faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kapita antar wilayah pembangunan di Provinsi Bali selama tahun 1993 sampai tahun 2007. 16

1.3 Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan yang ada dan sebagai bahan bacaan bagi peneliti. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumber informasi bagi peneliti lain dalam mengembangkan penelitian ini lebih lanjut. 2. Kegunaan praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan yang penting bagi Pemerintah Provinsi Bali sebagai pemegang dan pelaksana pembangunan di Provinsi Bali terutama dalam melaksanakan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya sebagai upaya mengurangi disparitas pendapatan antar wilayah pembangunan di Provinsi Bali. 1.4 Sistematika Penyajian Sistematika penyajian skripsi ini dibagi atas 5 (lima) bab dengan adanya keterkaitan antara bab yang satu dengan bab yang lainnya. Tujuan dari sistematika penyajian ini adalah untuk mengetahui secara jelas konsep penelitian ini. Oleh karena itu, untuk memberikan gambaran tentang skripsi ini maka secara garis besar isi dari masing-masing bab dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 17

Bab I Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan pendahuluan yang mengemukakan latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan, dan kegunaan penelitian serta menguraikan sistematika penulisan. Bab II Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini menguraikan berbagai landasan teori yang terkait dengan pokok permasalahan yaitu teori pembangunan daerah, konsep kesenjangan dan konsep pertumbuhan neoklasik serta hasil penelitian sebelumnya dan rumusan hipotesis. Bab III Metode Penelitian Pada bab ini disajikam mengenai metodologi penelitian yang meliputi lokasi dan obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data serta teknik analisis data. Bab IV Pembahasan Hasil Penelitian Pada bab ini dikemukakan tentang gambaran umum daerah penelitian dan pembahasan hasil penelitian dengan perhitungan dari alat analisis yang digunakan, yang meliputi Indeks Entropi Theil dan analisis penyebab disparitas. Bab V Simpulan dan Saran Bab ini mengemukakan simpulan yang diperoleh dari hasil penulisan yang telah dibahas dalam bab sebelumnya. Bab ini juga mengemukakan saran-saran yang diharapkan dapat digunakan oleh pihak yang berkepentingan. 18