HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict

PERLINDUNGAN KOMBATAN. Siapa yang boleh dijadikan obyek peperangan dan tidak. Distinction principle. Pasal 1 HR Kombatan..?

BAB III PENUTUP. bersenjata internasional maupun non-internasional. serangan yang ditujukan kepada mereka adalah dilarang.

BAB III PENUTUP. prinsip Pembedaan (distinction principle) maka Tentara Pembebasan Suriah

BAB I PENDAHULUAN. kepentingan dan tujuan diantara negara negara yang ada. Perbedaan perbedaan

Norway, di Yogyakarta tanggal September 2005

Sumber Hk.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Haryomataram membagi HH menjadi 2 (dua) atura-aturan pokok, yaitu 1 :

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan dari pembahasan di atas mengenai. perlindungan pihak ICRC ditinjau dari Konvensi Jenewa 1949 dan

TINJAUAN HUKUM HUMANITER MENGENAI PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA BAGI PERSONIL MILITER YANG MENJADI TAWANAN PERANG

BAB I PENDAHULUAN. perang sebisa mungkin harus dihindari. lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional.

MAKALAH. Hukum Hak Asasi Manusia & Hukum Humaniter. Oleh: Dr. Fadillah Agus, S.H., M.H. FRR Law Office FH Unpad

PERLINDUNGAN ORANG SIPIL DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

ANALISIS PELANGGARAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL DALAM KONFLIK BERSENJATA ISRAEL-HEZBOLLAH Oleh

BAB I PENDAHULUAN. Perang atau konflik bersenjata merupakan salah satu bentuk peristiwa yang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VIII HUKUM HUMANITER DAN HAK ASASI MANUSIA TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)

BAB I PENDAHULUAN. ketika lawan terbunuh, peperangan adalah suatu pembunuhan besar-besaran

KONVENSI JENEWA II TENTANG PERBAIKAN KEADAAN ANGGOTA ANGKATAN PERANG DI LAUT YANG LUKA, SAKIT, DAN KORBAN KARAM DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. dapat dipakai untuk melakukan penyerangan kepada pihak musuh. Peraturanperaturan

BAB I PENDAHULUAN. dunia ini. Hal ini dikarenakan perang memiliki sejarah yang sama lamanya dengan

EKSISTENSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN (MERCENARIES) YANG TERLIBAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. Berdasakan hasil penelitian dan pembahasan pada Bab IV, maka

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

BAB I PENDAHULUAN. tidak turut serta dalam permusuhan (penduduk sipil= civilian population). 2. PBB dan Kellogg-Briand Pact, atau Paris Pact-1928.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. A. Sejarah Lahirnya Hukum Humaniter Internasional

STATUS TENTARA ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB I PENDAHULUAN. yang bersengketa dengan menggunakan alat-alat dan metode berperang tertentu

BAB I PENDAHULUAN. 1. Jelaskan istilah-istilah yang digunakan untuk hukum humaniter! 2. Bagaimana Haryomataram membagi hukum humaniter?

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP RELAWAN KEMANUSIAN BERDASARKAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP WARGA SIPIL DALAM KONFLIK BERSENJATA (NON-INTERNASIONAL) LIBYA DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

BAB II PERAN KONVENSI JENEWA IV TAHUN 1949 DALAM HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL. Dalam kepustakaan Hukum Internasional istilah hukum humaiter

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara ialah subjek hukum internasional dalam arti yang klasik,

BAB II PENGERTIAN DAN PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DAN HAK AZASI MANUSIA. A. Pengertian Humaniter dan Hak Azasi Manusia

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK DI WILAYAH YANG MENGALAMI KONFLIK BERSENJATA. Oleh : Dentria Cahya Sudarsa*

PERAN DEWAN KEAMANAN PERSERIKATAN BANGSA BANGSA DALAM PEMBATASAN PENGGUNAAN SENJATA

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang cukup signifikan termasuk dalam peperangan. Perkembangan

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai peperangan yang ganas akibat digunakannya berbagai persenjataan modern

SILABUS 2015 KULIAH HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FISIPOL UGM

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil analisis data seperti yang tertuang pada Bab II, maka dapat. disimpulkan bahwa:

BAB I PENDAHULUAN. Perang sipil Libya Tahun 2011 adalah konflik yang merupakan bagian dari musim semi

BAB I PENDAHULUAN. dan pelaksanaan HAM lebih banyak dijadikan objek power game diantara blokblok

-2- Konvensi Jenewa Tahun 1949 bertujuan untuk melindungi korban tawanan perang dan para penggiat atau relawan kemanusiaan. Konvensi tersebut telah di

BAB I PENDAHULUAN. hubungan-hubungan yang ada di antara manusia itu sendiri. Perang adalah

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

LEGALITAS PENGGUNAAN PELURU KENDALI BALISTIK ANTARBENUA (INTERCONTINENTAL BALLISTIC MISSILE) DALAM PERANG ANTARNEGARA

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

PERLINDUNGAN TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK KETIKA PERANG DALAM HUKUM HUMINITER INTERNASIONAL. Oleh : Lusy K.F.R. Gerungan 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

Oleh : Ardiya Megawati E BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KETENTUAN PENGATURAN PERLINDUNGAN WARGA SIPIL dan OBYEK SIPIL DALAM PERANG DI SURIAH

PENDAHULUAN. yang sangat menonjol. Hal ini memerlukan perhatian yang bersungguh-sungguh, karena sangat

LEGALITAS PENGGUNAAN BOM CURAH (CLUSTER BOMB) PADA AGRESI MILITER ISRAEL KE PALESTINA DALAM PERSPEKTIF HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

PERLINDUNGAN RELAWAN KEMANUSIAAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAMBANG PALANG MERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Hukum Humaniter Internasional bertujuan untuk memanusiawikan perang agar korban

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

LAPORAN SINGKAT RAPAT RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM PANJA RUU KUHP KOMISI III DPR-RI DENGAN INTERNATIONAL COMMITTEE OF THE RED CROSS (ICRC)

PERLINDUNGAN TERHADAP ORANG-ORANG DALAM DAERAH KONFLIK BERSENJATA MENURUT HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Pengabaian Distinction Principle dalam Situasi Blokade oleh Israel di Jalur Gaza

PERKEMBANGAN HUKUM HUMANITER DALAM KONFLIK MILITER INTERNASIONAL Rubiyanto

POKOK-POKOK HUKUM HAK ASASI MANUSIA INTERNASIONAL

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

DAFTAR PUSTAKA. J.G.Starke, Pengantar Hukum Internasional 1, Sinar Grafika, Jakarta, 2010

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK-ANAK KORBAN PERANG DI SURIAH. A. Perlindungan yang di berikan pemerintah Suriah terhadap anak

Keywords : Iconoclast, International Law, International Criminal Court

Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida

INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL HAK ASASI MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suriah merupakan salah satu negara yang terletak di Asia Barat yang

( 1) Hukum HAM: mengatur secara umum perlindungari HAM individu dalam waktu/sittiasi apa pun;

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

A. Latar Belakang Masalah

BAB II HUKUM HUMANITER SEBAGAI BAGIAN DARI HUKUM INTERNASIONAL A. PENGERTIAN HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL

DAFTAR ISI. Halaman Sampul Dalam... Halaman Prasyarat Gelar Sarjana Hukum... Halaman Persetujuan Pembimbing Skripsi...

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TENTARA BAYARAN DALAM SENGKETA BERSENJATA DITINJAU DARI HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL SKRIPSI

BAB I. Pendahuluan. Amsterdam ke Kuala Lumpur pada tanggal 17 Juli 2014 dengan 298 penumpang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diajukan oleh pihak yang menang, karena itu banyak upaya-upaya yang digunakan

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA HAK ASASI MANUSIA YANG PALING SERIUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang. mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh

DAFTAR ISI. Maksud, Tujuan dan Kerangka Penulisan Buku...3 BAGIAN I BAB I EVOLUSI PEMIKIRAN DAN SEJARAH PERKEMBANGAN HAK ASASI MANUSIA...

Eksistensi Konvensi Jenewa di Masa Depan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

INTEGRASI HAM DAN HUKUM HUMANITER DALAM SISTEM PERADILAN HAM NASIONAL DALAM RANGKA PENERAPAN PERADILAN HAM TERHADAP PELAKU KEJAHATAN KEMANUSIAAN

Transkripsi:

HUKUM HUMANITER INTERNASIONAL KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Malahayati Kapita Selekta Hukum Internasional October 10, 2015

Kata Pengantar Syukur Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan bagi Penyusun dalam menyelesaikan makalah yang berjudul Hukum Humaniter Internasional: Konflik Bersenjata Non-Internasional. Makalah ini merupakan salah satu tugas dalam Mata Kuliah Kapita Selekta Hukum Internasional pada Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Syiah Kuala Tahun 2015. Makalah ini menguraikan tentang konflik non-internasional dalam perspektif hukum humaniter internasional. Makalah ini terdiri dari III (tiga) bab yang tersusun dalam sistematika: Bab I Pendahuluan; Bab II Pembahasan tentang konflik bersenjata non-internasional dalam perspektif hukum humaniter internasional; serta Bab III Penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran-saran. Makalah ini tentunya masih jauh dari kesempurnaan. Harapan Penyusun, masukan dan kritikan dari pembaca akan memberikan perbaikan terhadap substansi tulisan yang lebih akurat dan reliable. Di sisi lain, semoga makalah ini dapat memberi kontribusi dalam bidang hukum humaniter internasional dan konflik bersenjata non-internasional khususnya. Salam. Penyusun, Malahayati PAGE 1

Daftar Isi Kata Pengantar... 1 Daftar Isi... 2 PENDAHULUAN... 3 A. Latar Belakang... 3 B. Rumusan Masalah... 4 PEMBAHASAN... 5 A. Pengertian Konflik Bersenjata Non-Internasional... 5 B. Pengaturan Tentang Konflik Bersenjata Non-Internasional... 8 PENUTUP... 10 Daftar Pustaka... 11 PAGE 2

PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Konflik bersenjata baik yang berupa perang atau konflik bersenjata lainnya adalah suatu keadaan yang sangat dibenci oleh bangsa-bangsa beradab diseluruh dunia dan harus dihindari, karena akan mengakibatkan kesengsaraan dan penderitaan bagi umat manusia. Oleh karena itu dengan alasan apapun perang sebisa mungkin harus dihindari. Namun upaya menghapus perang sama sekali dari muka bumi nampaknya sia-sia karena perang akan selalu terjadi. Karena upaya menghapus perang tidak mungkin dilakukan maka umat manusia berupaya mengurangi penderitaan akibat perang dengan membuat hukum. Hukum yang dimaksud pada waktu dulu dikenal dengan istilah hukum perang dan sekarang lebih dikenal dengan istilah Hukum Humaniter Internasional. Istilah hukum humaniter atau lengkapnya disebut internasional humanitarian law applicable in armed conflict berawal dari istilah hukum perang (laws of war), yang kemudian berkembang menjadi hukum sengketa bersenjata (laws of armed conflict), yang akhirnya pada saat ini biasa dikenal dengan istilah hukum humaniter. 1 Hukum Humaniter Internasional merupakan salah satu cabang dari hukum internasional yang tertua. Sejarah Hukum Humaniter Internasional itu sendiri telah ada setua perang dan kehidupan manusia itu sendiri. Hukum perang dalam bentuknya yang sekarang walaupun baru, memiliki sejarah yang panjang. Bahkan jauh pada masa dahulu kala, para pemimpin militer kadang-kadang memerintahkan pasukan mereka untuk menyelamatkan jiwa musuh yang tertangkap atau terluka, merawat mereka dengan baik, dan menyelamatkan penduduk sipil musuh dan harta benda mereka. Manakala permusuhan berakhir, para pihak menyetujui untuk menukarkan tawanan yang berada di tangan mereka. Selama waktu tersebut, praktek ini dan praktek yang serupa telah berkembang secara bertahap kedalam seperangkat aturan kebiasaan yang berkaitan dengan tindakan perang. 2 1 Arlina Permanasari, Aji Wibowo, et all, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of the Red Cross, Jakarta, hlm.5 2 C. de rover, 2000, To Serve & To Protect, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 95. PAGE 3

Hukum perang pada awalnya hanya berdasarkan pada kebiasaan (custom) yang berlaku dalam perang. Kebiasaan (custom) ini sangat dipengaruhi oleh agama, asas perikemanusiaan dan asas kesatriaan. Baru dalam abad ke-19 ada usaha dari beberapa negara untuk mengadakan perjanjian yang berisi ketentuan tentang perang. Perang merupakan kejadian yang tidak diinginkan tetapi perang juga tidak dapat dicegah. Maka diusahakan dalam perang meminimalisir korban dan menciptakan perang yang manusiawi. 3 Hukum Humaniter Internasional berlaku dalam konflik bersenjata baik itu konflik bersenjata internasional maupun konflik bersenjata non-internasional yang menyebabkan terjadinya korban. B. RUMUSAN MASALAH Oleh karena itu, penelitian ini akan mencoba melihat bagaimanakah pengaturan terhadap konflik bersenjatan non-internasional menurut hukum internasional. 3 GPH Haryomataram, 1994, Sekelumit Tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta, hlm.8 PAGE 4

PEMBAHASAN A. PENGERTIAN KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Konflik bersenjata atau dalam bahasa asing disebut sebagai armed conflict merupakan suatu keadaan yang tidak asing lagi di mata dunia internasional. Dalam kurun waktu sekitar 60 tahun belakangan ini setelah munculnya Konvensi konvensi Jenewa 1949, umat manusia mengalami konflik bersenjata dengan jumlah yang sangat besar. Hampir di setiap negara mengalami konflik bersenjata. Terjadinya konflik bersenjata diawali dari adanya pertentangan kepentingan dengan bangsa lain atau pertentangan antar kelompok dalam suatu bangsa sendiri. Secara implisit, hal ini dapat disebut sebagai suatu bentuk perjuangan nasional atau memperjuangkan kepentingan nasional. Berdasarkan jumlah konflik bersenjata yang telah ataupun sedang terjadi di berbagai negara di dunia, konflik tersebut dapat dibedakan menjadi konflik bersenjata internasional dan konflik bersenjata non internasional (konflik dalam negeri). Konflik bersenjata adalah suatu peristiwa penuh dengan kekerasan dan permusuhan antara pihak-pihak yang bertikai. Dalam sejarah konflik bersenjata telah terbukti bahwa konflik tidak saja dilakukan secara adil, tetapi juga menimbulkan kekejaman. 4 Dapat dipastikan bahwa konflik bersenjata tidak bisa dihindarkan dari jatuhnya korban, baik pihak kombatan maupun dari pihak penduduk sipil yang tidak ikut berperang, baik golongan tua maupun golongan muda, wanita dan anak-anak. Akibat dari konflik bersenjata dapat mengenai siapa saja yang berada dalam daerah konflik tersebut. Beberapa akibat yang sering ditimbulkan selama terjadi nya konflik bersenjata antara lain: 1. Terjadinya kekerasan terhadap tubuh maupun nyawa seseorang 2. Penyanderaan 3. Pelecehan martabat, pemerkosaan 4 Asep Darmawan, Prinsip Pertanggungjawaban Pidana Komandan Dalam Hukum Humaniter KumpulanTulisan, Jakarta: Pusat Studi Hukum Humaniter dan HAM Fakultas Hukum Universitas Trisakti, 2005, hlm 51. PAGE 5

4. Penjatuhan dan pelaksanaan pidana tanpa proses peradilan yang menjamin hak-hak seseorang 5. Perbudakan dan perdagangan orang Melihat akibat-akibat seperti yang dicantumkan diatas, tentulah menjadi kekhawatiran bagi dunia apabila hal tersebut tidak diatasi dengan cepat. PBB sebagai suatu organisasi dunia yang turut menjaga dan memelihara keamanan dunia, akhirnya tidak tinggal diam melihat situasi yang ditimbulkan oleh konflik bersenjata. Oleh PBB, konflik bersenjata tersebut mendapat pengaturan dalam beberapa Konvensi seperti Konvensi Den Haag 1907, Konvensi Jenewa 1949 serta Protokol Tambahan I dan II 1977. Pengaturan-pengaturan tersebut tentunya diciptakan untuk mencegah atau memberi perlindungan terhadap setiap pihak yang menjadi korban dari konflik bersenjata, sehingga terhindar dari tindak kekerasan yang berakibat fatal. Namun sekalipun telah ada pengaturan mengenai tata cara peperangan dan pengaturan mengenai perlindungan terhadap korban perang, tampaknya para pihak yang berselisih kurang mengindahkan pengaturan-pengaturan tersebut. Setiap konflik yang terjadi, dapat diketahui bahwa masih banyak korban yang jatuh akibat konflik bersenjata tersebut. Keadaan ini menunjukkan bahwa keberadaan dari setiap pengaturan-pengaturan mengenai konflik bersenjata belum terlalu memberi dampak yang positif. Sengketa bersenjata noninternasional yang dimaksud dalam Protokol Tambahan II/1977 adalah sengketa bersenjata yang terjadi dalam wilayah suatu negara antara pasukan bersenjata pemberontak. negara tersebut dengan pasukan bersenjata Untuk menentukan pemberlakuan aturan Protokol Tambahan II/1997 perlu dilihat bahwa yang dihadapi oleh pasukan bersenjata negara tertentu adalah pasukan pemberonntak yang memiliki unsur atau kriteria sebagai berikut : Merupakan kelompok bersenjata terorganisasi Berada dibawah komando yang bertanggung jawab Melaksanakan kendali sedemikian rupa atas sebagian dari wilayah PAGE 6

Mampu melakukan operasi militer yang berkelanjutan dan berkesatuan Mampu menerapkan aturan-ataan HHI yanng termuat dalam Protokol Tambahan II/1997 Di samping mengetahui maksud atau pengertian konflik bersenjata noninternasional menurut Konvensi Jenewa 1949 dan Protokol Tambahan II tahun 1977, maka tidak ada salahnya mengetahui bagaimana pengertian konflik noninternasional menurut para ahli. Berikut dicantumkan bagaimana pendapat ahli dalam usaha mereka untuk merumuskan apa yang disebut dengan sengketa bersenjata non-internasional. Dieter Fleck menyebutkan bahwa Konflik bersenjata non-internasional adalah suatu konfrontasi antara penguasa pemerintah yang berlaku dan suatu kelompok yang dipimpin oleh orang yang bertanggung jawab atas anak buahnya, yang melakukan perlawananan bersenjata di dalam wilayah nasional serta telah mencapai intensitas suatu kekerasan bersenjata atau perang saudara. Pietro Verri menyatakan bahwa Suatu konflik non-internasional dicirikan dengan pertempuran antara angkatan bersenjata suatu negara dengan perlawanan dari sekelompok orang atau pasukan pemberontak Bagaimanapun juga suatu konflik di suatu wilayah negara antara dua kelompok etnis dapat pula diklasifikasikan sebagai konflik bersenjata non-internasional asalkan konflik tersebut memenuhi syarat-syarat yang diperlukan seperti intensitas konflik, lama atau durasi konflik dan partisipasi rakyat pada konflik tersebut. Selanjutnya, dikatakan pula oleh Verri, bahwa konflik bersenjata non-internasional ini adalah sinonim dari perang saudara. Hans-Peter Gasser menambahkan bahwa Konflik non-international adalah konfrontasi bersenjata yang terjadi di dalam wilayah suatu negara, yaitu antara pemerintah di satu sisi dan kelompok perlawanan bersenjata di sisi lain. Anggota kelompok perlawanan bersenjata tersebut apakah digambarkan sebagai pemberontak, kaum revolusioner, kelompok yang ingin memisahkan diri, pejuang kebebasan, teroris, atau istilah-istilah sejenis lainnya berperang untuk PAGE 7

menggulingkan pemerintah, atau untuk memperoleh otonomi yang lebih besar di dalam negara tersebut, atau dalam rangka memisahkan diri dan mendirikan negara mereka sendiri. Penyebab dari konflik seperti ini bermacam-macam; seringkali penyebabnya adalah pengabaian hak-hak minoritas atau hak asasi manusia lainnya yang dilakukan oleh pemerintah yang diktator sehingga menyebabkan timbulnya perpecahan di dalam negara tersebut. 5 B. PENGATURAN TENTANG KONFLIK BERSENJATA NON-INTERNASIONAL Sasaran dari tindakan penyanderaan dalam konflik bersenjata, salah satunya adalah warga sipil. Sementara, warga sipil merupakan salah satu pihak yang harus dilindungi selama pertikaian bersenjata itu berlangsung. Dalam suatu sengketa bersenjata, orang-orang yang dilindungi meliputi kombatan dan penduduk sipil. Penduduk sipil berhak mendapatkan perlindungan sebagaimana diatur dalam Konvensi Jenewa IV dan Protokol Tambahan 1977. Menurut Konvensi Jenewa IV, perlindungan terhadap warga sipil meliputi perlindungan umum (general protection) yang diatur dalam Bagian II dari Konvensi tersebut. Sedangkan pada Protokol Tambahan, perlindungan tersebut diatur dalam Bagian IV tentang penduduk sipil. Berdasarkan Konvensi Jenewa, perlindungan umum yang diberikan kepada penduduk sipil tidak boleh dilakukan secara diskriminatif. Dalam segala keadaan, penduduk sipil berhak atas penghormatan pribadi, hak kekeluargaan, kekayaan dan praktek ajaran agamanya. Terhadap warga sipil tersebut, tidak boleh dilakukan tindakan-tindakan sebagaimana disebutkan di dalam pasal 27-34, yaitu: 1. Melakukan pemaksaan jasmani maupun rohani untuk memperoleh keterangan. 2. Melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani. 3. Menjatuhkan hukuman kolektif. 4. Melakukan intimidasi, terorisme dan perampokan. 5. Melakukan pembalasan (reprisal). 6. Menjadikan mereka sebagai sandera. 5 Arlina web s blog, dapat diakses melalui https://arlina100.wordpress.com PAGE 8

7. Melakukan tindakan yang menimbulkan penderitaan jasmani atau permusuhan terhadap orang yang dilindungi. Berdasarkan uraian diatas, menjadikan warga sipil sebagai sandera adalah salah satu tindakan yang dilarang oleh konvensi ini. Pasal Umum III dari Konvensi Jenewa melarang pengambilan sandera. Tindakan penyanderaan terhadap penduduk sipil menurut Konvensi Jenewa IV juga dianggap sebagai suatu pelanggaran yang berat. Ketetapan-ketetapan yang terdapat dalam Konvensi Jenewa menunjukkan bahwa larangan penyanderaan kini tertanam kuat dalam hukum kebiasaan internasional dan dianggap sebagai kejahatan perang. Larangan penyanderaan diakui sebagai jaminan mendasar bagi warga sipil dan orang yang termasuk dalam hors de combat dalam Protokol Tambahan I dan II. Statuta Mahkamah Pidana Internasional juga mengaskan bahwa yang "mengambil sandera" merupakan kejahatan perang di kedua konflik bersenjata internasional dan non-internasional. Larangan ini juga diatur dalam undang-undang di berbagai negara. PAGE 9

PENUTUP Konflik bersenjata terdiri dari konflik bersenjata internasional dan konflik bersenjata non-internasional. Pasal 3 Konvensi Jenewa 1949 mengatur tentang perlindungan dalam konflik bersenjata non-internasional. Pasal 3 tersebut menentukan bahwa pihak-pihak yang bertikai dalam wilayah suatu negara berkewajiban untuk melindungi orang-orang yang tidak turut serta secara aktif dalam pertikaian. PAGE 10

Daftar Pustaka Arlina Permanasari, Aji Wibowo, et all, 1999, Pengantar Hukum Humaniter, International Committee of the Red Cross, Jakarta, hlm.5 Arlina web s blog, dapat diakses melalui https://arlina100.wordpress.com Asep Darmawan, Prinsip Pertanggungjawaban Pidana Komandan Dalam Hukum Humaniter KumpulanTulisan, Jakarta: Pusat Studi Hukum Humaniter dan HAM Fakultas Hukum Universitas Trisakti, 2005, hlm 51. C. de rover, 2000, To Serve & To Protect, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm. 95. GPH Haryomataram, 1994, Sekelumit Tentang Hukum Humaniter, Sebelas Maret University Press, Surakarta, hlm.8 PAGE 11