I. PENDAHULUAN. dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk

dokumen-dokumen yang mirip
I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANG ANYAR: MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA MANDIRI

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

MATRIK RENSTRA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peternakan merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan cukup penting dalam memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya melimpah

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB II. PERJANJIAN KINERJA

I. PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan salah satu sumber protein hewani yang paling

I. PENDAHULUAN. potensi sumber daya alam yang besar untuk dikembangkan terutama dalam

KATA PENGANTAR. Dukungan Data yang akurat dan tepat waktu sangat diperlukan. dan telah dilaksanakan serta merupakan indikator kinerja pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. mendapatkan keuntungan dari kegiatan tersebut (Muhammad Rasyaf. 2002).

I. PENDAHULUAN. 1 Sapi 0,334 0, Kerbau 0,014 0, Kambing 0,025 0, ,9 4 Babi 0,188 0, Ayam ras 3,050 3, ,7 7

Bab 4 P E T E R N A K A N

I. PENDAHULUAN. pemenuhan protein hewani yang diwujudkan dalam program kedaulatan pangan.

PENDAHULUAN. Kemitraan merupakan hubungan kerjasama secara aktif yang dilakukan. luar komunitas (kelompok) akan memberikan dukungan, bantuan dan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya ayam ras khususnya ayam broiler sebagai ayam pedaging,

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. penyedia protein, energi, vitamin, dan mineral semakin meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. industri pertanian, dimana sektor tersebut memiliki nilai strategis dalam

KAJIAN USAHA PETERNAKAN AYAM RAS PEDAGING DI KABUPATEN KARANGANYAR : MEMBANDINGKAN ANTARA POLA KEMITRAAN DAN POLA MANDIRI LUSI DWI WINDARSARI

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

PENGANTAR. Latar Belakang. Peternakan merupakan salah satu subsektor yang berperan penting dalam

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. seperti karbohidrat, akan tetapi juga pemenuhan komponen pangan lain seperti

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB I PENDAHULUAN. pangan dan gizi serta menambah pendapatan (kesejahteraan) masyarakat. Hal ini

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL (Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul) Nomor : 1 Tahun : 2017

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam menopang perekononiam masyarakat. Pembangunan sektor

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Dalam pembangunan nasional Indonesia, sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan luas wilayah terbesar se-asia

I. PENDAHULUAN. Teknologi mempunyai peran penting dalam upaya meningkatkan

Kata kunci: Produksi, Tenaga Kerja, Modal, dan Lama Usaha

2 seluruh pemangku kepentingan, secara sendiri-sendiri maupun bersama dan bersinergi dengan cara memberikan berbagai kemudahan agar Peternak dapat men

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan bagian integral dari

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA 2013

PENGUKURAN KINERJA DINAS PETERNAKAN PROVINSI JAWA TIMUR CAPAIAN TUJUAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

PENDAHULUAN. Peternakan merupakan sektor andalan bagi perekonomian nasional Indonesia.

PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian merupakan salah satu pilihan strategis untuk

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Lampung Selatan adalah salah satu dari 14 kabupaten/kota yang terdapat di Provinsi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sub sektor memiliki peran penting dalam pembangunana nasional. Atas

PRAKIRAAN PRODUKSI DAN KEBUTUHAN PRODUK PANGAN TERNAK DI INDONESIA

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hubungi Kami : Studi Potensi Bisnis dan Pelaku Utama Industri PETERNAKAN di Indonesia, Mohon Kirimkan. eksemplar. Posisi : Nama (Mr/Mrs/Ms)

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Dengan kondisi geografis

BAB III. AKUNTABILITAS KINERJA

HASIL PENCACAHAN LENGKAP SENSUS PERTANIAN 2013

I. PENDAHULUAN. Sumber :

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. bujur timur. Wilayahnya sangat strategis karena dilewati Jalur Pantai Utara yang

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

FORMULASI PERHITUNGAN CAPAIAN KINERJA DINAS PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KABUPATEN LAMONGAN

BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN, DAN PENDANAAN INDIKATIF

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dihadapi di negara berkembang dalam. meningkatkan kualitas sumber daya manusianya adalah pada pemenuhan

PENDAHULUAN. Tabel 1. Konsumsi Telur dan Daging Broiler pada Beberapa Negara ASEAN Tahun 2009

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

PENDAHULUAN. Populasi ternak sapi di Sumatera Barat sebesar 252

BAB I PENDAHULUAN. Potensi usaha peternakan di Indonesia sangat besar. Kondisi geografis

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUTAI NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PERIZINAN DAN PENDAFTARAN USAHA PETERNAKAN DI KABUPATEN KUTAI

CAPAIAN KINERJA KELUARAN (OUTPUT ) UTAMA APBN PKH TAHUN 2014

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Uraian Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur

III. PANGAN ASAL TERNAK DAN PERANANNYA DALAM PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai bobot badan antara 1,5-2.8 kg/ekor dan bisa segera

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Otonomi Daerah telah ditindaklanjuti dengan ditetapkannya Undang-undang

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

IV. MACAM DAN SUMBER PANGAN ASAL TERNAK

I. PENDAHULUAN. Permintaan dunia terhadap pangan hewani (daging, telur dan susu serta produk

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tabel 1. Hortikultura

POLA PERDAGANGAN MASUKAN DAN KELUARAN USAHA TERNAK AYAM RAS"

I. PENDAHULUAN. serta dalam menunjang pembangunan nasional. Salah satu tujuan pembangunan

I.PENDAHULUAN kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

STRUKTUR ONGKOS USAHA PETERNAKAN JAWA TENGAH TAHUN 2014

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru dalam pembangunan sektor pertanian. Pada tahun 1997, sumbangan Produk Domestik Bruto (PDB) subsektor peternakan terhadap sektor pertanian sebesar 11.57 persen, dan meningkat menjadi 11.80 persen pada tahun 2005. Rataan laju pertumbuhan selama periode 1998-2005 adalah sebesar 19.13 persen lebih besar dari laju pertumbuhan subsektor tanaman pangan (18.94 persen) (BPS, 2006). Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk dan tingkat pendapatan yang disertai dengan adanya perubahan pola konsumsi dan selera masyarakat, tingkat konsumsi daging per kapita cenderung meningkat. Perkembangan konsumsi daging di Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani, lebih banyak berasal dari Industri Unggas Nasional (IUN) (Purba, 1999). Konsumsi daging ayam ras pedaging pada tahun 1998 mencapai 1 239 ton, dan meningkat menjadi 1 624 ton pada tahun 2002. Meningkatnya permintaan daging ayam ras ini menyebabkan meningkatnya populasi ayam ras pedaging secara nasional yaitu dari 285 000 ribu ekor pada tahun 1998, menjadi 883 400 ribu ekor pada tahun 2005, atau mengalami peningkatan dengan laju sebesar 8.85 persen per tahun (Ditjen Peternakan, 2005). Usaha perunggasan (ayam ras) domestik telah menjadi suatu industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir, perkembangan usaha ini memberikan nilai strategis khususnya dalam penyediaan protein hewani untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan peluang ekspor. Selain outputnya,

2 nilai strategis industri ini juga tercipta dari penyerapan tenaga kerja, dimana sekitar dua juta tenaga kerja dapat diserap oleh industri ini (Suryana, et al., 2005). Daerah sentra utama produksi ayam ras pedaging di Indonesia adalah Jawa Barat dengan kontribusi sebesar 39.61 persen, Jawa Timur dengan kontribusi sebesar 21.13 persen dan Jawa Tengah dengan kontribusi sebesar 8.84 persen terhadap total populasi ayam ras pedaging nasional. Provinsi Jawa Tengah sebagai salah satu sentra produksi ayam ras pedaging di Indonesia mengalami perkembangan yang relatif baik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya laju peningkatan populasi ayam ras pedaging yang relatif besar. Selama empat periode waktu, yaitu tahun 2000 sampai dengan tahun 2004, rata-rata pertumbuhan populasi ayam ras pedaging di Jawa Tengah mencapai 6.60 persen dimana pada tahun 2004 populasi ayam ras pedaging mencapai 67 852 915 ekor (Ditjen Peternakan, 2005). Tabel 1. Populasi Ayam Ras Pedaging Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2000-2004 Tahun Populasi (Ekor) Pertumbuhan (%) 2000 71 554 382 2001 53 879 257-24.70 2002 97 485 267 80.93 2003 66 646 915-31.63 2004 67 852 915 1.81 Sumber : Ditjen Peternakan, 2005 Perkembangan populasi ayam ras pedaging di Jawa Tengah pada tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 secara lengkap disajikan pada Tabel 1. Dari Tabel 1 terlihat bahwa laju pertumbuhan populasi ayam ras pedaging tertinggi terjadi pada tahun 2002 yang mencapai 80.93 persen namun pada tahun 2003, populasi ayam ras pedaging mengalami kontraksi yang cukup besar, mencapai 31.63 persen.

3 Kontraksi ini disebabkan oleh mulai merebaknya isu flu burung (avian influenza) yang berakibat pada menurunnya permintaan akan daging ayam. Salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang memiliki potensi peternakan relatif besar adalah Kabupaten Karanganyar. Kontribusi sub sektor peternakan terhadap perekonomian Kabupaten Karanganyar selama periode tahun 2001-2005 berada pada kisaran 4.79-8.47 persen (Tabel 2). Sub sektor peternakan menduduki peringkat kedua setelah sub sektor tanaman bahan makanan sebagai penyumbang PDRB sektor pertanian Kabupaten Karanganyar. Relatif besarnya kontribusi sub sektor peternakan pada PDRB Kabupaten Karanganyar menunjukkan bahwa sub sektor ini potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sektor unggulan pada perekonomian Kabupaten Karanganyar. Tabel 2. Distribusi Persentase PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Karanganyar, Tahun 2001-2005 (%) Sub Sektor 2001 2002 2003 2004 2005 Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Rakyat Tanaman Perkebunan Besar Peternakan Kehutanan Perikanan 13.23 1.52 0.22 6.83 0.21 0.13 12.42 1.75 0.22 8.47 0.19 0.13 11.86 1.89 0.21 8.45 0.18 0.12 13.69 1.24 0.15 5.40 0.12 0.12 13.09 1.36 0.23 4.79 0.10 0.10 Pertanian 22.14 23.18 22.7 20.17 19.68 Sumber: BPS Beberapa Tahun (diolah) Kabupaten Karanganyar menghasilkan tiga belas jenis ternak yang dominan diusahakan oleh masyarakat seperti terlihat pada Tabel 3. Jika dilihat dari populasi ternak, ayam ras pedaging merupakan ternak yang paling banyak diusahakan oleh masyarakat, setelah ayam ras petelur. Pada tahun 2004, populasi ayam ras pedaging mencapai 1 070 000 ekor sedangkan populasi ayam ras petelur mencapai 1 237 000 ekor. Sedangkan dari perkembangan populasi ternak dibandingkan

4 tahun 2003, terlihat bahwa populasi ayam ras pedaging merupakan salah satu ternak unggas yang masih mengalami pertumbuhan walaupun tengah merebak serangan virus flu burung (avian influenza). Pertumbuhan populasinya menduduki peringkat ketiga (0.80 persen) setelah sapi potong (2.20 persen) dan kambing (1.90). Hal ini menunjukkan bahwa peternakan ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar masih memiliki potensi untuk dikembangkan. Tabel 3. Perkembangan Populasi Ternak Di Kabupaten Karanganyar, Tahun 2003-2004 No Jenis Ternak 2003 (Ekor) 1 Kuda 364 2 Sapi Potong 46 758 3 Sapi Perah 301 4 Kerbau 1 397 5 Kambing 21 599 6 Domba 114 952 7 Babi 54 132 8 Ayam Buras 841 182 9 Ayam Ras Petelur 1 237 000 10 Ayam Ras Pedaging 1 061 500 11 Itik 69 789 12 Kelinci 10 901 13 Puyuh 229 850 Sumber: Dinas Peternakan Karanganyar, 2005 1.2. Perumusan Masalah 2004 (Ekor) 360 47 794 299 1 388 22 024 115 366 54 233 841 790 1 237 000 1 070 000 69 789 10 901 229 850 Pertumbuhan (%) -1.10 2.20-0.60-0.60 1.90 0.30 0.20 0.06 0.00 0.80 0.00 0.00 0.00 Di Kabupaten Karanganyar sebagian besar usahaternak ayam ras pedaging merupakan usahaternak pola kemitraan. Usahaternak pola mandiri yang hanya sebagian kecil saja, kebanyakan dilaksanakan oleh jebolan-jebolan usahaternak pola kemitraan. Pola kemitraan dilakukan peternak dengan cara menjalin kerjasama atau bermitra dengan perusahaan penyedia sarana produksi, dengan ketentuan peternak diharuskan menjual semua hasil produksinya kepada perusahaan inti sesuai dengan harga kesepakatan yang tertera dalam kontrak yang

5 telah disepakati bersama oleh peternak dan perusahaan yang bersangkutan. Dalam kerjasama ini, perusahaan berperan sebagai inti dan peternak berperan sebagai plasma. Sebagai inti, perusahaan menyediakan sarana produksi ternak seperti makanan, Day Old Chick (DOC), obat-obatan dan alat-alat perkandangan seperti tempat pakan, alat pemanas, dan alat lainnya. Pada awal kerjasama, inti akan menyediakan alat kandang, dan peternak wajib untuk mengembalikan biaya dengan cara mencicil setiap kali panen. Tetapi bila peternak mampu menyediakan alat kandang sendiri, maka sebagai plasma ia hanya membeli sarana produksi ternak dari inti seperti DOC, pakan dan vaksin serta pembayarannya dilakukan setelah hasil panen terjual ke inti. Karena harga produksi ternak sudah disepakati sebelumnya, maka dapat terjadi perbedaan antara harga produk ternak yang diterima peternak kemitraan dengan harga produk ternak yang berlaku di pasar. Hal ini dapat menguntungkan peternak kemitraan bila harga di pasar ternyata lebih rendah daripada harga kesepakatan dan dapat merugikan bila harga di pasar ternyata lebih tinggi. Dalam prakteknya, pengamatan menunjukkan bahwa harga ayam ras pedaging di pasar seringkali lebih tinggi daripada harga kontrak. Persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kontrak kesepakatan inilah yang kemudian mendorong sebagian peternak kemitraan untuk keluar dari sistem kemitraan dan memilih untuk berusaha sendiri. Sedangkan usahaternak pola mandiri dilakukan peternak dengan cara menyediakan semua sarana produksi secara swadaya dan peternak memiliki kebebasan untuk menjual hasil produknya. Walaupun dapat dengan bebas menentukan kepada siapa mereka menjual produknya, tetapi karena sebagian

6 besar peternak mempunyai lokasi usaha yang terpencar-pencar dan kurangnya informasi pasar menyebabkan peternak bergantung kepada pedagang perantara yang biasanya langsung mendatangi tempat usaha peternak. Hal ini cenderung menyebabkan harga produk lebih ditentukan oleh pedagang perantara, mengingat posisi tawar peternak umumnya rendah. Beberapa kondisi produk yang dapat memperlemah posisi tawar peternak adalah: (1) karena umumnya berat hidup ayam pedaging yang disukai konsumen berkisar antara 1.19 sampai 1.9 kilogram per ekor, dan (2) sifat ayam ras pedaging yang tidak tahan lama jika telah keluar dari kandang (mudah mengalami kematian). Kondisi inilah yang menyebabkan kehadiran pedagang perantara masih sangat diperlukan oleh peternak, meski terkadang terasa merugikan bagi sebagian peternak. Adanya perbedaan pola dalam pengusahaan ayam ras pedaging, menyebabkan perbedaan penerimaan dan biaya yang digunakan untuk memproduksi ayam ras pedaging. Selain itu, perbedaan pola pengusahaan juga akan menyebabkan perbedaan pola pemasaran hasil. Melihat kondisi di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana struktur kelembagaan usahaternak ayam ras pedaging pola kemitraan? 2. Mana yang lebih menguntungkan usahaternak ayam ras pedaging pola kemitraan atau pola mandiri?

7 1.3. Tujuan dan Kegunaan Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis kelembagaan usahaternak ayam ras pedaging pola kemitraan. 2. Membandingkan tingkat keuntungan usahaternak ayam ras pedaging pola kemitraan atau pola mandiri. Sedangkan kegunaan yang diharapkan oleh peneliti adalah dapat memberikan gambaran yang menyeluruh tentang pemasaran ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar sehingga dapat digunakan oleh peneliti lain dan sebagai masukan bagi pengambil keputusan dalam pengembangan ekonomi, khususnya pengembangan usaha peternakan di wilayahnya. 1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian dibatasi menjadi tiga wilayah kecamatan di Kabupaten Karanganyar yaitu Tasikmadu, Kebakkramat dan Mojogedang. Hal ini didasari oleh pertimbangan bahwa dari seluruh kecamatan yang ada di Karanganyar, di tiga kecamatan tersebut dapat dijumpai peternak dengan pola pengusahaan mandiri dan kemitraan sehingga lebih memudahkan untuk membuat perbandingan atas kedua pola tersebut. Untuk menganalisis saluran pemasaran ayam ras pedaging, lembaga pemasaran yang dipilih sebagai responden adalah lembaga pemasaran yang benarbenar terlibat secara langsung dalam penyaluran produk dari produsen ke konsumen dengan wilayah pemasaran dibatasi hanya sampai Wilayah Karesidenan Surakarta yaitu Kabupaten Karanganyar, Sukoharjo dan Solo,

8 sehingga pemasaran di luar wilayah Surakarta tidak menjadi fokus bahasan dalam penelitian ini. Sedangkan untuk analisis pendapatan peternak, tidak dilakukan analisis berdasarkan skala usaha. Hal ini dilakukan karena pengusahaan ayam ras pedaging di Kabupaten Karanganyar memiliki skala usaha yang relatif sama yaitu di atas 5 000 ribu ekor DOC dan di bawah 20 000 ribu ekor DOC. Sedangkan dalam pengusahaan ayam ras pedaging, peternak di Kabupaten Karanganyar mengusahakan beberapa strain Day Old Chick (DOC). Namun dalam penelitian ini tidak dilakukan pembedaan berdasarkan strain DOC tersebut.