BAB IV ANALISIS IV.1 Perbandingan Nilai Antar Induk Pada daerah homogen, penggunaan transformasi satu dimensi hanya meningkatkan sedikit nilai korelasi, dilihat dari nilai korelasi sebelum dilakukan transformasi untuk induk Haar hanya naik sebesar ± 0.0002 untuk arah horisontal dan menurun nilai korelasinya untuk arah vertikal sebesar ± 0.002. Sementara untuk induk Daubechies 2 dan 3, justru penggunaan transfomasi menurunkan seluruh nilai korelasi sekitar ± 0.006 dari sebelum dilakukannya transformasi dengan satu dimensi. Tabel IV-1 Perbandingan Nilai Antar Induk Setelah Setelah Induk Sebelum (Horisontal) (Vertikal) Haar 0.43042317 0.43061185 0.42857024 Daubechies 2 0.81979798 0.81297556 0.81395579 Daubechies 3 0.8221029 0.81536741 0.81621767 Nilai 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Haar db2 db3 Induk Gambar IV-1 Perbandingan Nilai Antar Induk 28
Pada daerah heterogen, setelah penggunaan transformasi satu dimensi dengan induk Haar terjadi peningkatan nilai korelasi sebesar ± 0.05 untuk sekuensial ke arah horisontal, tetapi menurunkan nilai korelasi sebesar ± 0.01 untuk sekuensial ke arah vertikal. Pada penggunaan induk Daubechies 2 dan 3, nilai korelasi naik hingga ± 0.05 untuk sekuensial ke arah vertikal hingga kenaikan sebesar ± 0.08 untuk sekuensial ke arah horisontal. Tabel IV-2 Perbandingan Nilai Antar Induk Induk Sebelum Setelah (Horisontal) Setelah (Vertikal) Haar 0.86111111 0.91076667 0.85210081 Daubechies 2 0.86111111 0.94368963 0.91386 Daubechies 3 0.86111111 0.948 0.92215185 0.96 0.94 0.92 Nilai 0.9 0.88 0.86 0.84 0.82 0.8 Haar db2 db3 Induk (horisantal) Gambar IV-2 Perbandingan Nilai Antar Induk 29
IV.2 Perbandingan Nilai Antar Level Dekomposisi Perbandingan nilai korelasi antar level dekomposisi pada citra homogen menunjukkan peningkatan nilai korelasi pada setiap kenaikan level dekomposisi setelah penggunaan transformasi satu dimensi. Dari level pertama terdapat selisih nilai korelasi dengan level kedua sebesar ± 0.35 dari sekuensial ke arah horisontal dan selisih sebesar ± 0.38 dari sekuensial ke arah vertikal. Sementara dari level kedua ke level ketiga hanya meningkat ± 0.03 untuk arah vertikal dan justru menurun ± 0.03 untuk arah horisontal. Namun, ada sedikit peningkatan nilai korelasi sebesar ± 0.03 dari sebelum penggunaan transformasi satu dimensi terhadap level pertama serta sebesar ± 0.4 terhadap level kedua dan ketiga. Tabel IV-3 Perbandingan Nilai Antar Level Dekomposisi Level Dekomposisi Sebelum Setelah (Horisontal) Setelah (Vertikal) 1 0.4240568 0.4602837 0.45619111 2 0.4240568 0.8111674 0.83108148 3 0.4240568 0.7875037 0.86399556 Nilai 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1 2 3 Level Dekomposisi Gambar IV-3 Perbandingan Nilai Antar Level Dekomposisi 30
Perbandingan nilai korelasi antar level dekomposisi pada citra heterogen menunjukkan peningkatan nilai korelasi pada setiap kenaikan level dekomposisi setelah penggunaan transformasi satu dimensi. Dari level pertama terdapat selisih nilai korelasi dengan level kedua sebesar ± 0.4. Sementara dari level kedua ke level ketiga hanya meningkat ± 0.01 untuk sekuensial ke arah vertikal. Selain itu, terjadi peningkatan nilai korelasi sebesar ± 0.03 dari sebelum penggunaan transformasi satu dimensi terhadap level pertama, sebesar ± 0.08 terhadap level kedua dari arah horisontal dan hanya ± 0.05 dari arah vertikal, serta kenaikan sebesar ± 1 terhadap level ketiga dari arah horisontal dan hanya ± 0.04 dari arah vertikal. Tabel IV-4 Perbandingan Nilai Antar Level Dekomposisi Level Dekomposisi Sebelum Setelah (Horisontal) Setelah (Vertikal) 1 0.8607674 0.8927136 0.87097803 2 0.8607674 0.9476659 0.91028333 3 0.8607674 0.962428 0.90874091 Nilai 0.98 0.96 0.94 0.92 0.9 0.88 0.86 0.84 0.82 0.8 1 2 3 Level Dekomposisi Gambar IV-4 Perbandingan Nilai Antar Level Dekomposisi 31
IV.3 Perbandingan Nilai terhadap Ukuran Citra Pencarian dan Waktu Pengolahan Pada daerah homogen, besar ukuran citra pencarian tidak terlalu berpengaruh dalam meningkatkan nilai korelasi. Dengan semakin besarnya ukuran citra pencarian, waktu yang diperlukan untuk mengolah justru menjadi semakin besar. Peningkatan nilai korelasi hanya terjadi sebesar ± 0.02, sementara waktu yang diperlukan bertambah hingga 100%. Namun, mengalami peningkatan hingga ± 0.2 dari hasil korelasi. Tabel IV-5 Perbandingan Nilai terhadap Ukuran Citra Pencarian Setelah Waktu Ukuran Setelah Waktu Sebelum Pengolahan Citra Pengolahan (Horisontal/ Pencarian (Vertikal/detik) (Horisontal) detik) (Vertikal) 21x21 0.441322 0.698563 2.175272 0.689943 2.185748 31x31 0.489 0.726267 7.312679 0.716415 7.37342 41x41 0.495733 0.730569 15.61618 0.731778 15.70816 51x51 0.506963 0.730569 27.35256 0.752838 27.02233 61x61 0.528857 0.748917 42.40585 0.752979 42.31114 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 Gambar IV-5 Perbandingan Nilai terhadap Ukuran Citra Pencarian 32
Waktu Penolahan (detik) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 Ukuran Citra Pencarian Gambar IV-6 Perbandingan Waktu Pengolahan terhadap Ukuran Citra Pencarian Begitupun pada citra daerah heterogen, peningkatan nilai korelasi dari sebelum dilakukan transformasi hingga hanya meningkatkan sekitar ± 0.01 saja. Tabel IV-6 Perbandingan Nilai terhadap Ukuran Citra Pencarian Setelah Waktu Setelah Waktu Ukuran Citra Sebelum Pengolahan Pengolahan Pencarian (Horisontal/detik) (Vertikal/detik) (Horisontal) (Vertikal) 21x21 0.867522 0.939635 2.217284 0.906663 2.211802 31x31 0.898388 0.94019 7.378494 0.907122 7.350444 41x41 0.907683 0.951065 15.68905 0.920254 15.32891 51x51 0.914743 0.951251 27.40473 0.924881 27.97224 61x61 0.914743 0.956495 39.71125 0.926018 38.83025 33
0.98 0.96 0.94 0.92 0.9 0.88 0.86 setelah transforasi 0.84 0.82 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 Gambar IV-7 Perbandingan Nilai terhadap Ukuran Citra Pencarian Waktu Pengolahan (detik) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 Ukuran Citra Pencarian Gambar IV-8 Perbandingan Waktu Pengolahan terhadap Ukuran Citra Pencarian 34
IV.4 Perbandingan Hasil Pengolahan Data Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa keberhasilan peningkatan nilai korelasi terbaik setelah dilakukan transformasi satu dimensi dalam pencocokan citra dijital adalah pada penggunaan induk Daubechies 3 bagi daerah homogen dan heterogen, dengan level dekomposisi ke-2 untuk sekuensial ke arah horisontal dan level dekomposisi ke-3 untuk arah vertikal pada daerah homogen, sebaliknya dengan level dekomposisi ke-3 untuk sekuensial ke arah horisontal dan level dekomposisi ke-2 untuk arah vertikal pada daerah heterogen. Sementara itu, penggunaan induk Haar menghasilkan nilai korelasi yang rendah, yaitu berkisar ± 0.4, yang berarti berada di bawah ambang batas kecocokan. Dilihat dari karakteristik induk Haar sendiri yang sederhana dimana aproksimasinya tidak terlalu presisi, Haar cenderung menghilangkan frekuensi tinggi dan mengasumsikannya sebagai noise, padahal belum tentu sinyal berfrekuensi tinggi tersebut merupakan noise. Jadi, kemungkinannya adalah justru semakin banyak data yang dapat digunakan sebagai karakterisasi obyek yang terbuang. Jika dilihat dari level dekomposisi yang dipergunakan, level dekomposisi dapat meningkatkan nilai korelasi pada setiap kenaikan levelnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh aproksimasi dan detail yang sudah mengalami pengurangan noise pada level tersebut jauh lebih banyak dari level-level sebelumnya, sehingga derau yang mengganggu proses pencocokan citra pun menjadi semakin sedikit, tidak seperti pada dekomposisi level pertama. Walaupun pada proses transformasi dengan satu dimensi hilangnya data spasial menjadi lebih sedikit, namun tidak dapat dipungkiri bahwa setiap kenaikan penggunaan level dekomposisi dapat membuat semakin berkurangnya resolusi spasial dari citra, meskipun sedikit. Penggunaan ukuran citra pencarian yang berbeda pun ternyata dapat meningkatkan nilai korelasi, karena dengan semakin besarnya ukuran citra pencarian semakin besar pula nilai korelasinya, namun semakin lama pula waktu yang dibutuhkan bagi proses korelasi. Setelah dilakukannya transformasi pada citra homogen, dapat dilihat bahwa rentang histogramnya menjadi lebih lebar, hal ini dapat membuat citra menjadi tampak seperti citra heterogen sehingga keunikan obyek menjadi lebih tampak dan mudah untuk diidentifikasi. Setiap kenaikan level akan semakin meningkatkan rentang histogram pula. 35
Namun, tetap saja keunikan pada citra homogen akan lebih sulit ditemukan karena keseragaman nilai derajat keabuan yang tinggi. Gambar IV-9 Citra dan Histogram Daerah Homogen Sebelum dan Setelah (diolah dengan induk Daubechies-3 level dekomposisi ketiga yang disekuensialkan ke arah horisontal) Begitu pula pada citra heterogen. Setelah dilakukan transformasi, rentang histogram citra yang semakin lebar makin menunjukkan keunikan obyek pada citra, sehingga akan semakin memudahkan dalam identifikasi dan pencocokan. Ditambah lagi dengan adanya kenaikan nilai korelasi di setiap kenaikan level. 36
Gambar IV-10 Citra dan Histogram Daerah Heterogen Sebelum dan Setelah (diolah dengan induk Daubechies-3 level dekomposisi ketiga yang disekuensialkan ke arah horisontal) 37