BAB IV ANALISIS. Tabel IV-1 Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet pada Daerah Homogen. Wavelet

dokumen-dokumen yang mirip
Gambar IV-1. Perbandingan Nilai Korelasi Antar Induk Wavelet Pada Daerah Homogen Untuk Level Dekomposisi Pertama

BAB III PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

Pencocokan Citra Digital

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

BAB I. Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Created with Print2PDF. To remove this line, buy a license at:

BAB 2 LANDASAN TEORI

KAJIAN PENCOCOKAN CITRA (IMAGE MATCHING) SETELAH FILTERISASI DENGAN TRANSFORMASI WAVELET SATU DIMENSI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

Melalui persamaan di atas maka akan terbentuk pola radargram yang. melukiskan garis-garis / pola pendekatan dari keadaan yang sebenarnya.

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB III PENGOLAHAN DATA

Operasi Bertetangga KONVOLUSI. Informatics Eng. - UNIJOYO log.i. Citra kualitas baik: mencerminkan kondisi sesungguhnya dari obyek yang dicitrakan

BAB II LANDASAN TEORI. Pengolahan Citra adalah pemrosesan citra, khususnya dengan menggunakan

EKSTRAKSI JALAN SECARA OTOMATIS DENGAN DETEKSI TEPI CANNY PADA FOTO UDARA TESIS OLEH: ANDRI SUPRAYOGI NIM :

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM

BAB 3 ANALISIS DAN PERANCANGAN PROGRAM APLIKASI

BAB III PENGOLAHAN DATA

KONSEP DASAR PENGOLAHAN CITRA

BAB III ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Operasi Bertetangga (1)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2.

SAMPLING DAN KUANTISASI

Aplikasi Transformasi Wavelet Untuk Menghilangkan Derau Pada Sinyal Peluahan Sebagian

PENAJAMAN INFORMASI OBYEK PERMUKAAN BUMI DENGAN FUSI CITRA PENG1NDERAAN JAUH BERDASARKAN WAVELET

PENGENALAN POLA SIDIK JARI BERBASIS TRANSFORMASI WAVELET DAN JARINGAN SYARAF TIRUAN BACKPROPAGATION

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. MMS (Multimedia Messaging Service) adalah puncak dari evolusi SMS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian terkait Gunung Merapi merupakan hal yang menarik untuk dilakukan. Berbagai metode digunakan untuk

PENGENALAN CITRA IRIS MATA MENGGUNAKAN JARAK MINKOWSKI DENGAN EKSTRAKSI CIRI ALIHRAGAM GELOMBANG SINGKAT DAUBECHIES

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP )

PERBAIKAN KUALITAS CITRA BERWARNA DENGAN METODE DISCRETE WAVELET TRANSFORM (DWT)

BAB I PENDAHULUAN. terbesar (39%), diikuti kanker (27%), sedangkan penyakit pernafasan kronis,

BABI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KOMPUTASI DEKOMPOSISI WAVELET HAAR BERBASIS ALJABAR MAX-PLUS

HASIL DAN PEMBAHASAN. Generalisasi =

BAB 1 PENDAHULUAN. berkaitan dengan pemprosesan sinyal suara. Berbeda dengan speech recognition

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM. penelitian laboratorium. Studi kepustakaan dilakukan untuk mencari teori atau

Suatu proses untuk mengubah sebuah citra menjadi citra baru sesuai dengan kebutuhan melalui berbagai cara.

EKSTRAKSI CIRI CITRA TELAPAK TANGAN DENGAN ALIHRAGAM GELOMBANG SINGKAT HAAR MENGGUNAKAN PENGENALAN JARAK EUCLIDEAN

Ekstraksi Ciri Berbasis Wavelet Untuk Membedakan Bakteri Lactobacillus Bulgaricus Dan Streptococcus Thermophilus Pada Yogurt

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SIMULASI REDUKSI DERAU SINYAL SUARA PADA GEDUNG KEBUN RAYA PURWODADI PASURUAN DENGAN METODE DWT

BAB I PENDAHULUAN. Otot adalah sebuah jaringan konektif dalam tubuh dengan tugas utamanya

dan 3. Jumlah partisi vertikal (m) dari kiri ke kanan beturut-turut adalah 1, 2, 3, 4, dan 5. akurasi =.

BAB II LANDASAN TEORI

Pemampatan Citra Warna Menggunakan 31 Fungsi Gelombang-Singkat

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan digital watermarking. Watermarking bekerja dengan menyisipkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM

BAB IV. Perancangan Dan Realisasi Antena Horn

BAB III METODE PENELITIAN DAN PERANCANGAN SISTEM

Kata kunci: Fourier, Wavelet, Citra

PRESENTASI TUGAS AKHIR KI091391

SEGMENTASI CITRA MEDIK MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING) MENGGUNAKAN METODE REGION THRESHOLD

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

BAB II LANDASAN TEORI

Komunikasi Data POLITEKNIK NEGERI SRIWIJAYA. Lecturer: Sesi 5 Data dan Sinyal. Jurusan Teknik Komputer Program Studi D3 Teknik Komputer

Pendekatan Statistik Pada Domain Spasial dan Frekuensi untuk Mengetahui Tampilan Citra Yustina Retno Wahyu Utami 1)

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Perbandingan Kinerja Kompresi Wavelet Haar dan Daubechies 9/7 Berbasis MATLAB, Compiler GCC dan Mikrokontroler Arduino

BAB IV ANALISA. 4.1 Analisa teknik pengolahan citra

Percobaan 1 Percobaan 2

PENERAPAN DISCRETE DAUBECHIS WAVELET TRANSFORM D A L A M W A T E R M A R K I N G C I T R A D I G I T A L

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TEORI DASAR. Beberapa definisi tentang tutupan lahan antara lain:

Pemampatan Citra. Esther Wibowo Erick Kurniawan

PENERAPAN METODE SOBEL DAN GAUSSIAN DALAM MENDETEKSI TEPI DAN MEMPERBAIKI KUALITAS CITRA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II IDENTIFIKASI DAERAH TERKENA BENCANA MENGGUNAKAN TEKNOLOGI PENGINDERAAN JAUH

BAB III PROTEKSI TRANSFORMATOR DAYA MENGGUNAKAN TRANSFORMASI WAVELET. 1980, dalam bahasa Prancis ondelette, yang berarti gelombang kecil.

Pemisahan Sinyal Noise Pada Pengolahan Data Medan Magnet Bumi Menggunakan Transformasi Wavelet

BAB IV UJI COBA DAN ANALISIS

Analisa Suara Jantung Normal Menggunakan Discrete Wavelet Transform (DWT) dan Fast Fourier Transform (FFT)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 PENGENALAN KARAKTER DENGAN GABUNGAN METODE STATISTIK DAN FCM

ABSTRAK. PDF created with FinePrint pdffactory Pro trial version

DAFTAR ISI. Halaman LEMBAR PENGESAHAN SURAT PERNYATAAN ABSTRAK... i ABSTRACT... ii KATA PENGANTAR...iii DAFTAR ISI... v DAFTAR GAMBAR...

Model Citra (bag. I)

BAB II LANDASAN TEORI

MATHunesa (Volume 3: No 2) 2014

Batra Yudha Pratama

Karakteristik Spesifikasi

BAB 2 LANDASAN TEORI

Pengembangan Aplikasi Presensi Sidik Jari dengan menggunakan Alihragam Wavelet dan Jarak Euclidean di Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri

Konvolusi. Esther Wibowo Erick Kurniawan

Penggunaan Gray Level Co-Occurance Matrix Dari Koefisien Aproksimasi Wavelet untuk Deteksi Cacat Tekstil

Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

MKB3383 -TEKNIK PENGOLAHAN CITRA. Kompresi Citra. Muhammad Zidny Naf an, M.Kom. Genap, 2016/2017

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 5 PEMBAHASAN. 39 Universitas Indonesia

Transkripsi:

BAB IV ANALISIS IV.1 Perbandingan Nilai Antar Induk Pada daerah homogen, penggunaan transformasi satu dimensi hanya meningkatkan sedikit nilai korelasi, dilihat dari nilai korelasi sebelum dilakukan transformasi untuk induk Haar hanya naik sebesar ± 0.0002 untuk arah horisontal dan menurun nilai korelasinya untuk arah vertikal sebesar ± 0.002. Sementara untuk induk Daubechies 2 dan 3, justru penggunaan transfomasi menurunkan seluruh nilai korelasi sekitar ± 0.006 dari sebelum dilakukannya transformasi dengan satu dimensi. Tabel IV-1 Perbandingan Nilai Antar Induk Setelah Setelah Induk Sebelum (Horisontal) (Vertikal) Haar 0.43042317 0.43061185 0.42857024 Daubechies 2 0.81979798 0.81297556 0.81395579 Daubechies 3 0.8221029 0.81536741 0.81621767 Nilai 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 Haar db2 db3 Induk Gambar IV-1 Perbandingan Nilai Antar Induk 28

Pada daerah heterogen, setelah penggunaan transformasi satu dimensi dengan induk Haar terjadi peningkatan nilai korelasi sebesar ± 0.05 untuk sekuensial ke arah horisontal, tetapi menurunkan nilai korelasi sebesar ± 0.01 untuk sekuensial ke arah vertikal. Pada penggunaan induk Daubechies 2 dan 3, nilai korelasi naik hingga ± 0.05 untuk sekuensial ke arah vertikal hingga kenaikan sebesar ± 0.08 untuk sekuensial ke arah horisontal. Tabel IV-2 Perbandingan Nilai Antar Induk Induk Sebelum Setelah (Horisontal) Setelah (Vertikal) Haar 0.86111111 0.91076667 0.85210081 Daubechies 2 0.86111111 0.94368963 0.91386 Daubechies 3 0.86111111 0.948 0.92215185 0.96 0.94 0.92 Nilai 0.9 0.88 0.86 0.84 0.82 0.8 Haar db2 db3 Induk (horisantal) Gambar IV-2 Perbandingan Nilai Antar Induk 29

IV.2 Perbandingan Nilai Antar Level Dekomposisi Perbandingan nilai korelasi antar level dekomposisi pada citra homogen menunjukkan peningkatan nilai korelasi pada setiap kenaikan level dekomposisi setelah penggunaan transformasi satu dimensi. Dari level pertama terdapat selisih nilai korelasi dengan level kedua sebesar ± 0.35 dari sekuensial ke arah horisontal dan selisih sebesar ± 0.38 dari sekuensial ke arah vertikal. Sementara dari level kedua ke level ketiga hanya meningkat ± 0.03 untuk arah vertikal dan justru menurun ± 0.03 untuk arah horisontal. Namun, ada sedikit peningkatan nilai korelasi sebesar ± 0.03 dari sebelum penggunaan transformasi satu dimensi terhadap level pertama serta sebesar ± 0.4 terhadap level kedua dan ketiga. Tabel IV-3 Perbandingan Nilai Antar Level Dekomposisi Level Dekomposisi Sebelum Setelah (Horisontal) Setelah (Vertikal) 1 0.4240568 0.4602837 0.45619111 2 0.4240568 0.8111674 0.83108148 3 0.4240568 0.7875037 0.86399556 Nilai 1 0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 1 2 3 Level Dekomposisi Gambar IV-3 Perbandingan Nilai Antar Level Dekomposisi 30

Perbandingan nilai korelasi antar level dekomposisi pada citra heterogen menunjukkan peningkatan nilai korelasi pada setiap kenaikan level dekomposisi setelah penggunaan transformasi satu dimensi. Dari level pertama terdapat selisih nilai korelasi dengan level kedua sebesar ± 0.4. Sementara dari level kedua ke level ketiga hanya meningkat ± 0.01 untuk sekuensial ke arah vertikal. Selain itu, terjadi peningkatan nilai korelasi sebesar ± 0.03 dari sebelum penggunaan transformasi satu dimensi terhadap level pertama, sebesar ± 0.08 terhadap level kedua dari arah horisontal dan hanya ± 0.05 dari arah vertikal, serta kenaikan sebesar ± 1 terhadap level ketiga dari arah horisontal dan hanya ± 0.04 dari arah vertikal. Tabel IV-4 Perbandingan Nilai Antar Level Dekomposisi Level Dekomposisi Sebelum Setelah (Horisontal) Setelah (Vertikal) 1 0.8607674 0.8927136 0.87097803 2 0.8607674 0.9476659 0.91028333 3 0.8607674 0.962428 0.90874091 Nilai 0.98 0.96 0.94 0.92 0.9 0.88 0.86 0.84 0.82 0.8 1 2 3 Level Dekomposisi Gambar IV-4 Perbandingan Nilai Antar Level Dekomposisi 31

IV.3 Perbandingan Nilai terhadap Ukuran Citra Pencarian dan Waktu Pengolahan Pada daerah homogen, besar ukuran citra pencarian tidak terlalu berpengaruh dalam meningkatkan nilai korelasi. Dengan semakin besarnya ukuran citra pencarian, waktu yang diperlukan untuk mengolah justru menjadi semakin besar. Peningkatan nilai korelasi hanya terjadi sebesar ± 0.02, sementara waktu yang diperlukan bertambah hingga 100%. Namun, mengalami peningkatan hingga ± 0.2 dari hasil korelasi. Tabel IV-5 Perbandingan Nilai terhadap Ukuran Citra Pencarian Setelah Waktu Ukuran Setelah Waktu Sebelum Pengolahan Citra Pengolahan (Horisontal/ Pencarian (Vertikal/detik) (Horisontal) detik) (Vertikal) 21x21 0.441322 0.698563 2.175272 0.689943 2.185748 31x31 0.489 0.726267 7.312679 0.716415 7.37342 41x41 0.495733 0.730569 15.61618 0.731778 15.70816 51x51 0.506963 0.730569 27.35256 0.752838 27.02233 61x61 0.528857 0.748917 42.40585 0.752979 42.31114 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 Gambar IV-5 Perbandingan Nilai terhadap Ukuran Citra Pencarian 32

Waktu Penolahan (detik) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 Ukuran Citra Pencarian Gambar IV-6 Perbandingan Waktu Pengolahan terhadap Ukuran Citra Pencarian Begitupun pada citra daerah heterogen, peningkatan nilai korelasi dari sebelum dilakukan transformasi hingga hanya meningkatkan sekitar ± 0.01 saja. Tabel IV-6 Perbandingan Nilai terhadap Ukuran Citra Pencarian Setelah Waktu Setelah Waktu Ukuran Citra Sebelum Pengolahan Pengolahan Pencarian (Horisontal/detik) (Vertikal/detik) (Horisontal) (Vertikal) 21x21 0.867522 0.939635 2.217284 0.906663 2.211802 31x31 0.898388 0.94019 7.378494 0.907122 7.350444 41x41 0.907683 0.951065 15.68905 0.920254 15.32891 51x51 0.914743 0.951251 27.40473 0.924881 27.97224 61x61 0.914743 0.956495 39.71125 0.926018 38.83025 33

0.98 0.96 0.94 0.92 0.9 0.88 0.86 setelah transforasi 0.84 0.82 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 Gambar IV-7 Perbandingan Nilai terhadap Ukuran Citra Pencarian Waktu Pengolahan (detik) 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 21x21 31x31 41x41 51x51 61x61 Ukuran Citra Pencarian Gambar IV-8 Perbandingan Waktu Pengolahan terhadap Ukuran Citra Pencarian 34

IV.4 Perbandingan Hasil Pengolahan Data Dari hasil pengolahan data diketahui bahwa keberhasilan peningkatan nilai korelasi terbaik setelah dilakukan transformasi satu dimensi dalam pencocokan citra dijital adalah pada penggunaan induk Daubechies 3 bagi daerah homogen dan heterogen, dengan level dekomposisi ke-2 untuk sekuensial ke arah horisontal dan level dekomposisi ke-3 untuk arah vertikal pada daerah homogen, sebaliknya dengan level dekomposisi ke-3 untuk sekuensial ke arah horisontal dan level dekomposisi ke-2 untuk arah vertikal pada daerah heterogen. Sementara itu, penggunaan induk Haar menghasilkan nilai korelasi yang rendah, yaitu berkisar ± 0.4, yang berarti berada di bawah ambang batas kecocokan. Dilihat dari karakteristik induk Haar sendiri yang sederhana dimana aproksimasinya tidak terlalu presisi, Haar cenderung menghilangkan frekuensi tinggi dan mengasumsikannya sebagai noise, padahal belum tentu sinyal berfrekuensi tinggi tersebut merupakan noise. Jadi, kemungkinannya adalah justru semakin banyak data yang dapat digunakan sebagai karakterisasi obyek yang terbuang. Jika dilihat dari level dekomposisi yang dipergunakan, level dekomposisi dapat meningkatkan nilai korelasi pada setiap kenaikan levelnya. Hal ini mungkin disebabkan oleh aproksimasi dan detail yang sudah mengalami pengurangan noise pada level tersebut jauh lebih banyak dari level-level sebelumnya, sehingga derau yang mengganggu proses pencocokan citra pun menjadi semakin sedikit, tidak seperti pada dekomposisi level pertama. Walaupun pada proses transformasi dengan satu dimensi hilangnya data spasial menjadi lebih sedikit, namun tidak dapat dipungkiri bahwa setiap kenaikan penggunaan level dekomposisi dapat membuat semakin berkurangnya resolusi spasial dari citra, meskipun sedikit. Penggunaan ukuran citra pencarian yang berbeda pun ternyata dapat meningkatkan nilai korelasi, karena dengan semakin besarnya ukuran citra pencarian semakin besar pula nilai korelasinya, namun semakin lama pula waktu yang dibutuhkan bagi proses korelasi. Setelah dilakukannya transformasi pada citra homogen, dapat dilihat bahwa rentang histogramnya menjadi lebih lebar, hal ini dapat membuat citra menjadi tampak seperti citra heterogen sehingga keunikan obyek menjadi lebih tampak dan mudah untuk diidentifikasi. Setiap kenaikan level akan semakin meningkatkan rentang histogram pula. 35

Namun, tetap saja keunikan pada citra homogen akan lebih sulit ditemukan karena keseragaman nilai derajat keabuan yang tinggi. Gambar IV-9 Citra dan Histogram Daerah Homogen Sebelum dan Setelah (diolah dengan induk Daubechies-3 level dekomposisi ketiga yang disekuensialkan ke arah horisontal) Begitu pula pada citra heterogen. Setelah dilakukan transformasi, rentang histogram citra yang semakin lebar makin menunjukkan keunikan obyek pada citra, sehingga akan semakin memudahkan dalam identifikasi dan pencocokan. Ditambah lagi dengan adanya kenaikan nilai korelasi di setiap kenaikan level. 36

Gambar IV-10 Citra dan Histogram Daerah Heterogen Sebelum dan Setelah (diolah dengan induk Daubechies-3 level dekomposisi ketiga yang disekuensialkan ke arah horisontal) 37