BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN

dokumen-dokumen yang mirip
HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bersifat nyata (Sarwono, 2002). Di kehidupan sehari-hari terdapat berbagai macam

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU PROSOSIAL PADA KARANG TARUNA DI DESA JETIS, KECAMATAN BAKI, KABUPATEN SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manusia dikatakan makhluk sosial yang mempunyai akal pikiran di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA KARANG TARUNA DESA PAKANG NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa sebagai makhluk sosial,

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISTIK PADA SISWA SMK BINA PATRIA 2 SUKOHARJO NASKAH PUBLIKASI

BAB III METODE PENELITIAN. objek lainnya (Hatch dalam Sugiono, 2006). Penelitian ini menggunakan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI PERILAKU ALTRUISTIK. kebaikan orang lain. Akert, dkk (dalam Taufik, 2012) mengatakan bahwa

BAB II KAJIAN PUSTAKA. oleh Kartini Kartono (1981) mengarikan perilaku (behavior) adalah respon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemampuan untuk saling tolong-menolong ketika melihat ada orang lain yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II LANDASAN TEORI. A. Empati. pikiran, serta sikap orang lain. Hetherington dan Parke (1986) mengemukakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Empati. mencoba menyelesaikan masalah, dan mengambil perspektif orang lain. Selain

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku prososial

BAB I PENGANTAR I.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan

EFEKTIVITAS BIBLIOKONSELING UNTUK MENINGKATKAN EMPATI REMAJA DI RUMAH PINTAR BUNGA PADI KECAMATAN BALEREJO, KABUPATEN MADIUN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB II KAJIAN TEORITIS. dengan apa yang dirasakan orang lain (Batso dan Coke dalam Eisenbeng & Trayer, 1987

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Rahman (2013), perilaku prososial adalah segala tindakan yang

c. Pengalaman dan suasana hati.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II LANDASAN TEORI. atau balasan. (Batson, 1991) Altruisme adalah sebuah keadaan motivasional

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Empati. Eissenberg dan Fabes (dalam Baron dan Byrne, 2005) mendefinisakan empati sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial, remaja akan selalu mengadakan kontak denganorang lain.

PERILAKU PROSOSIAL ANAK YANG DIASUH OLEH NENEKNYA. NAMA : ERIKA ERMAWATY NPM : KELAS : 3PA07 DOSEN : ERIK SAUT H. HUTAHAEAN, S.Psi, M.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Pemaafan. maaf adalah kata saduran dari bahasa Arab, al afw. Kata ini dalam al-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial, individu, dan berketuhanan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB IV HASIL PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. emosi yang bervariatif dari waktu ke waktu, khususnya pada masa remaja yang

BAB I PENDAHULUAN. Perilaku altruistik adalah salah satu dari sisi sifat manusia yang dengan

BAB I PENDAHULUAN. Semua ini membuat masyarakat semakin sadar akan pentingnya kesehatan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. secara bertahap yaitu adanya suatu proses kelahiran, masa anak-anak, remaja,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. untuk berpikir, kemampuan afektif merupakan respon syaraf simpatetik atau

BAB I PENDAHULUAN. bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicoliana Tabacum, Nicoliana

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang hidup dalam situasi lingkungan

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN. A. Orientasi Kancah dan Persiapan

BAB I PENDAHULUAN. Menolong merupakan salah satu tindakan yang diharapkan muncul dalam

PENDAHULUAN. dengan apa yang ia alami dan diterima pada masa kanak-kanak, juga. perkembangan yang berkesinambungan, memungkinkan individu

BAB III METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

HUBUNGAN EMPATI DENGAN COOPERATIVE LEARNING PADA PROSES BELAJAR SISWA DI SMP NEGERI 10 MEDAN SKRIPSI ABNES OKTORA GINTING

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku Prososial. prososial merupakan salah satu bentuk perilaku yang muncul dalam kontak sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB V PENUTUP. Sukun Malang mempunyai perbedaan dalam segi aspek-aspeknya. aspek yang masih membutuhkan bimbingan. lain melalui film yang dia lihat.

BAB 1 PENDAHULUAN. sejatinya bisa memberikan banyak pelajaran bagi hidup. Peristiwa yang mengharukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk ciptaan Allah SWT yang dikaruniai banyak

BAB II KAJIAN TEORI. Menurut Havighurst (1972) kemandirian atau autonomy merupakan sikap

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Budaya Indonesia sangat menjunjung tinggi perilaku tolong - menolong,

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN TEORI. lain (feeling into), atau berasal dari perkataan yunani phatos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata drama berasal dari bahasa Yunani draomai yang berarti. bertujuan untuk menghibur. Seiring berjalannya waktudrama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan pepatah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Nilai kesetiakawanan,

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN. maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. perbedaan harus diwujudkan sejak dini. Dengan kata lain, seorang anak harus belajar

BAB I PENDAHULUAN. Bandung saat ini telah menjadi salah satu kota pendidikan khususnya

BAB III METODE PENELITIAN. A. Metode Penelitian. korelasional. Penelitian ini dirancang untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang

BAB I PENDAHULUAN. dimana kedua aspek tersebut terjadi secara bersama-sama. Sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. penuh keramahan. Namun akhir-akhir ini banyak ahli yang harus berpikir

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi. Terjadi pada usia kurang lebih lima

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Rangkuman Subjek Penelitian. Kemampuan empati siswa SMA Kolese Loyola tidak dapat

I. PENDAHULUAN. lain. Menurut Supratiknya (1995:9) berkomunikasi merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

PERAN KELUARGA INTI DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. sendiri. Sebagai makhluk sosial manusia tumbuh bersama-sama dan mengadakan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. Siswa sebagai generasi muda diharapkan berani untuk mengemukakan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk sosial yang akan selalu memerlukan bantuan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses hidup, manusia selalu membutuhkan orang lain mulai dari lingkungan

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

HUBUNGAN ANTARA SECURE ATTACHMENT DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJADI SMAN 2 PADANG. Winda Sari Isna Asyri Syahrina

BAB II KAJIAN TEORETIS

Transkripsi:

BAB V DISKUSI, KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 DISKUSI Berdasarkan hasil analisis pada bab IV, maka hipotesis yang menyatakan bahwa empati dan pola asuh demokratis sebagai prediktor perilaku prososial pada remaja PPA Solo diterima. Hal ini terlihat dari nilai F hitung sebesar 149,801dengan tingkat signifikansi 0,000; p<0,05. Sedangkan nilai R square (R 2 ) sebesar 0,728 yang menunjukkan bahwa 72,8 % dari variable perilaku prososial (Y) dapat dijelaskan oleh kedua variabel independen yaitu empati (X1) dan pola asuh demokratis (X2). Empati merupakan salah satu faktor yang berpengaruh signifikan terhadap perilaku prososial remaja. Hal ini terbukti dari hasil uji t pada tabel 4.25 (β=0,512) dan ternyata empati memberi pengaruh yang lebih besar dari pada pola asuh demokratis. Ini berarti bahwa perilaku prososial remaja lebih disebabkan oleh rasa empati seseorang. Hal ini senada dengan Walgito (2002), yang mengungkapkan bahwa empati sebagai tanggapan afeksi seseorang terhadap suatu hal yang dialami orang lain seolah-olah mengalami sendiri hal tersebut dan diwujudkan dengan bentuk perilaku prososial yaitu menolong, menghibur, berbagi dan bekerjasama dengan orang lain. Temuan penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agnes Permatasari (2008) dalam jurnalnya yang berjudul hubungan antara empati dengan kecenderungan perilaku prososial pada perawat di RSU Kardinah Tegal, menunjukkan hubungan positif yang sangat signifikan antara variabel empati dengan variabel kecenderungan perilaku prososial pada perawat dengan koefisien korelasi (r) sebesar 0,790 peluang kesalahan (p) sebesar 0,000 (p< 0,01). Hal senada juga diungkapkan oleh Agustin Pujiyanti (2000) 99

mengenai kontribusi empati terhadap perilaku prososial pada siswa siswi SMA negeri 1 Setu Bekasi dan hasil perhitungan diperoleh nilai F sebesar 69,183 dan p = 0,000 dimana p < 0,05; dengan nilai R diperoleh sebesar 0,710 dan R square sebesar 0,504. Dengan demikian, dapat disimpulkan adanya kontribusi empati secara signifikan terhadap perilaku prososial pada siswa siswi, dan empati memberikan kontribusi terhadap prososial sebesar 50,4 %. Kontribusi empati pada penelitian Agnes sangat besar dibandingkan dengan penelitian ini, hal ini disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan sampel dalam penelitian ini serta adanya perbedaan jumlah variabel bebas dalam penelitian tersebut. Empati dalam hal ini merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam perilaku prososial remaja, karena dalam empati ada kecenderungan untuk memahami kondisi atau keadaan orang lain dan ini sejalan dengan pendapat ahli di atas Johnson, Check, dan Smither (1983). Juga dijelaskan oleh Chaplin (2000) bahwa empati adalah realisasi dan pengertian terhadap perasaan, kebutuhan dan penderitaan pribadi lain. Dalam hal ini sebelum ada tindakan prososial, faktor empati berperan terlebih dahulu untuk dapat merasakan apa yang dialami oleh seseorang kemudian baru akan diwujudkan dalam perilaku yang nyata, seperti berbagi, kerjasama, menyumbang, menolong, kejujuran, dan kedermawanan. Rose (dalam Hogan, 1980) mengemukakan lima aspek yang merupakan karakterstik orang yang berempati tinggi (highly empathic concern), salah satunya adalah mempunyai rasa pengertian sosial. Pengertian sosial ini dapat diartikan memahami pandangan orang lain, kebutuhan-kebutuhannya serta pemikiran dan tindakan orang lain, Higgins (1982) serta mampu mengerti dan memahami respon emosional, berasal dari pemahaman terhadap keadaan keadaan emosi dan keadaan orang lain, dan sangat sesuai dengan pengalaman yang diterima oleh orang lain (Eisenberg, 1994). 100

Selain empati, pola asuh demokratis juga berpengaruh terhadap perlaku prososial remaja. Hasil uji t pada tabel 4.25 memperlihatkan bahwa pola asuh memberi pengaruh lebih kecil dari empati (β=0,476), namun pengaruh pola asuh demokratis terhadap perilaku prososial ini juga tidak dapat diabaikan. Pola asuh demokratis ini didapat dari pengalaman sosialisasi menurut Eissenberg dan Mussen (1989). Pengalaman sosialisasi yang dimaksud adalah banyaknya interaksi anak dengan agen-agen sosialisasi seperti orang tua yang merupakan agen sosialisasi utama. Pengalaman sosialisasi ini penting dalam membentuk kecenderungan prososial anak. Sebagian besar perilaku prososial anak dipelajari individu dari orang tua pada masa kanak-kanak dalam pola pengasuhan setiap hari. Baumrind (1991) mengemukakan bahwa pola asuh yang dapat menumbuhkan perilaku prososial adalah pola asuh demokratis, karena dalam pola asuh ini terdapat beberapa prinsip : pertama, kebebasan dan pengendalian merupakan prinsip yang saling mengisi, dan bukan suatu pertentangan. Kedua, hubungan orang tua dengan anak memiliki fungsi bagi orang tua dan anak. Ketiga, adanya kontrol yang diimbangi dengan pemberian dukungan dan semangat. Keempat, adanya tujuan yang ingin dicapai yaitu kemandirian, sikap bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan tanggung jawab terhadap lingkungan masyarakat. Baumrid dan Black (dalam Kusjamilah, 2001), dari hasil penelitiannya menemukan bahwa teknik-teknik asuhan orang tua yang demokratis akan menumbuhkan keyakinan dan kepercayaan diri maupun mendorong tindakan-tindakan prososial, mandiri serta mampu membuat keputusan sendiri yang akan berakibat munculnya tingkah laku mandiri yang bertanggung jawab. Selain itu pola asuh demokratis ini ditandai dengan sikap terbuka dan jujur antara orang tua dan anak. Mereka membuat aturan-aturan yang disetujui bersama. Anak diberi kebebasan untuk mengemukakan pendapat, 101

perasaan dan keinginannya. Jadi, dalam pola asuh ini terdapat komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Berdasarkan aspek-aspek dalam empati, yang paling menonjol dalam memberikan pengaruh terhadap perilaku prososial adalah aspek distress pribadi yaitu sebanyak 25,33 %, ini sejalan apa yang diungkap Sears, Freedman, dan Peplau (1994) mendefinisikan personal Distress sebagai kepedulian terhadap ketidaknyamanan diri sendiri dalam menghadapi kesulitan orang lain, dan motivasi untuk mengurangi ketidaknyamanan tersebut. Dalam skala pengukur distress pribadi, reaksi-reaksi yang dianggap mencerminkan hal ini adalah ketakutan, kegelisahan, cemas, khawatir kalau tidak menolong, terganggu, dan terkejut atau bingung dalam menghadapi orang lain yang kesulitan. Kemudian aspek fantasi menempati urutan kedua dalam fungsinya memengaruhi perilaku prososial yaitu sebanyak 14,77 %. Aspek fantasi merupakan daya pikir untuk membayangkan (dalam angan-angan) atau menciptakan gambar (lukisan, karangan, dsb) kejadian berdasarkan kenyataan atau pengalaman seseorang. Fantasi berdasarkan penelitian Stotland, dkk (Davis1983) berpengaruh pada reaksi emosi terhadap orang lain dan menimbulkan perilaku menolong. Sedangkan urutan ketiga yaitu aspek pengambilan perspektif yaitu sebanyak 9,88 %, ini sejalan apa yang diungkap Eissenberg dan Mussen (1989) mengenai salah satu factor yang memengaruhi prososial dari sudut pandang kognitif yaitu Role taking yang merupakan kemampuan untuk memahami dan menarik kesimpulan dari perasaan, reaksi emosi, pemikiran, pandangan, motivasi dan keinginan orang lain. Pengambilan perspektif dari empati inilah yang paling menentukan seseorang mampu berperilaku prososial, karena pengambilan perspektif yang tinggi berhubungan dengan baiknya fungsi sosial seseorang. Kemampuan ini, seiring dengan antisipasi seseorang terhadap 102

perilaku dan reaksi emosi orang lain, sehingga dapat dibangun hubungan interpersonal yang baik dan penuh penghargaan. Pengambilan perspektif juga berhubungan secara positif dengan reaksi emosional dan perilaku menolong pada orang dewasa. Namun ada satu aspek yang memberi pengaruh sangat kecil yaitu perhatian empatik sebesar 7,71%. Perhatian empatik meliputi perasaan simpatik, belas kasihan dan peduli (lebih terfokus pada orang lain). Orientasi seseorang terhadap orang lain yang ditimpa kemalangan. Aspek ini berpijak pada penelitian Coke (dalam Davis, 1983) yang berhubungan positif dengan reaksi emosional dan perilaku menolong pada orang dewasa. Selanjutnya (Davis, 1983) menyatakan bahwa perhatian empatik merupakan cermin dari perasaan kehangatan dan simpati yang erat kaitannya dengan kepekaan serta kepedulian terhadap orang lain. Dan aspek ini menjadi hal yang menarik untuk dikaji selanjunya. Selanjutnya aspek dalam variabel pola asuh demokratis yang paling menonjol dalam memberikan pengaruh terhadap perilaku prososial adalah aspek kebebasan yang terkendali yaitu sebesar 21,15 %. Aspek kebebasan yang terkendali sangat tinggi kontribusinya dalam memengaruhi perilaku prososial, karena dalam kebebasan yang terkendali ada kebebasan dalam berpendapat, dalam menyampaikan keinginan anak, serta berusaha mendengarkan keluhan, penjelasan dengan segala pertimbangan yang bijaksana dalam bertingkah laku di sekolah, masyarakat ataupun keluarga. 103

5.2 KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh secara simultan antara empati dan pola asuh demokratis terhadap perilaku prososial remaja PPA Solo. Dengan kata lain, empati dan pola asuh demokratis dapat dijadikan prediktor terhadap perilaku prososial remaja PPA Solo. Berdasarkan hasil analisa tersebut, maka berikut ini adalah beberapa saran yang dapat penulis berikan, baik kepada orang tua, remaja, PPA dan peneliti selanjutnya. 5.3 SARAN 5.3.1 Orang tua 1. Mampu mengajak anak remajanya untuk sering berdikusi atau membicarakan sekaligus memecahkan masalah-masalah yang dihadapi remaja khususnya masalah yang menyangkut lingkup sosial. 2. Memberikan contoh nyata dalam berperilaku prososial seperti berbagi, mau bekerjasama, bersedia menyumbang, tulus dalam menolong, jujur dalam berperilaku serta berderma bagi orang lain. 3. Memberikan pengarahan dan bimbingan mengenai pentingnya memahami perasaan, kondisi, keadaan orang lain terutama yang sedang membutuhkan. 5.3.2 Remaja 1. Belajar untuk meningkatkan perilaku prososial seperti berbagi, mau bekerjasama, bersedia menyumbang, tulus dalam menolong, jujur dalam berperilaku serta berderma bagi orang lain dalam kehidupan sehari-hari. 104

2. Mampu lebih lagi memahami perasaan, kondisi, keadaan orang lain terutama yang sedang membutuhkan. 5.3.3 Pusat Pengembangan Anak (PPA) Solo 1. Menambah pengajaran yang bermuatan budi pekerti mengenai perilaku empati dan prososial. 2. Mengadakan program kebersamaan dalam rangka meningkatkan perilaku prososial dan empati seperti kunjungan ke panti asuhan, panti wreda, yayasan anak-anak cacat, peduli kasih bagi anak jalanan, dsb. 3. Memberi pemahaman bagi para pengajar agar mampu menjadi teladan dalam berperilaku empati dan prososial. 5.3.4 Peneliti Selanjutnya Penelitian ini masih sangat terbatas, karena hanya meneliti empati dan pola asuh demokratis terhadap perilaku prososial remaja PPA Solo. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisa di bab IV, maka saran bagi peneliti selanjutnya adalah menggunakan variabel lain yang turut memengaruhi perilaku prososial seperti : faktor bystander, faktor atribusi, faktor intensitas desakan waktu, faktor jenis kelamin dan faktor lingkungan tempat tinggal. 105