BAB 1 PENDAHULUAN. Reserve), Penyu hijau termasuk dalam daftar appendix 1 yang berarti sedang. sangat memengaruhi jumlah penyu di lautan dunia.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. visualdan dipahami sebagai potongan gambar-gambar bergerak 1. Menurut Jaya

BAB I PENDAHULUAN. Sukabumi, Jawa Barat yang mencari nafkah dari penyu-penyu hijau (chelonia

BAB I PENDAHULUAN. menyebutkan dalam bukunya yang berjudul Memahami Film bahwa, masingmasing

BAB I PENDAHULUAN. Film adalah salah satu media komunikasi massa yang dapat

Referensi DOKUMENTER. dari Ide sampai ProduksI. Gerzon R. Ayawaila 2008 FFTV IKJ PRESS

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Tujuan yang akan dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film

BAB IV PENUTUP. sebuah karya film. Tanpa manajemen yang diterapkan pada sebuah produksi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, jenis-jenis film mulai bermunculan mengikuti perkembangan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB II LANDASAN TEORI

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

JURNAL PENYUTRADARAAN FILM DOKUMENTER ERAU ADAT KUTAI DENGAN GAYA EXPOSITORY

BAB 1 PENDAHULUAN. komunikasi. Dalam proses komunikasi, komunikator mengirimkan. pesan/informasi kepada komunikan sebagai sasaran komunikasi.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Menonton film merupakan kegemaran hampir semua orang dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam artikel Konflik Manusia Satwa Liar, Mengapa Terjadi? yang ditulis

Dokumenter Episode ke 3. Menemukan Ide dan Merumuskan Konsep

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Komunikasi merupakan hal paling mendasar dalam setiap tindakan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Di bidang seni, film merupakan suatu fenomena yang muncul secara

BAB I PENDAHULUAN. game berjalan beriringan, dan para desainer saling bersaing secara kreatif. Fakta

BAB I PENDAHULUAN. Ekosistemnya. Pasal 21 Ayat (2). Republik Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komunikasi merupakan hal yang paling mendasar dan paling penting dalam interaksi sosial. Manusia berkomunikasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

UPT PERPUSTAKAAN ISI YOGYAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Pelangi Depok, Pantai Samas, Pantai Goa Cemara, dan Pantai Baru Pandansimo

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada usia dini anak mengalami masa keemasan yang merupakan masa dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perancangan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PERANCANGAN. dapat digunakan ialah metode deskriptif analisis. Metode deskriptif merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Program Dokumenter Drama. Modul ke: 12FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB II DASAR PEMIKIRAN. merupakan film yang menampilkan ide cerita karangan atau cerita yang tidak

I. PENDAHULUAN. Desain Komunikasi Visual 1

BAB I PENDAHULUAN. oleh bangsa Indonesia dan tersebar di seluruh penjuru tanah air merupakan modal

DIRECTOR OF PHOTOGRAPHY DALAM KARYA FILM DOKUMENTER RIDER BMX BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

2015 ANANLISIS NILAI MORAL PAD A TOKOH UTAMA RED A D ALAM FILM LE GRAND VAJAGE(LGU) KARYA ISMAEL FERROUKHI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. video dan audio video (film). Selama ini kebanyakan orang tidak menyadari hal itu

BAB I PENDAHULUAN. Televisi saat ini telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia.

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

FEATURE-DOKUMENTER. RISET OBSERVASI Pertemuan 5

BAB III METODOLOGI DAN PERANCANGAN KARYA. Metodologi penelitian ini menggunakan kualitatif. Hal ini untuk mencari

BAB II LANDASAN TEORI. Pulau Giliyang terdiri dari dua kata gili (pulau) dan iyang (sesepuh). Konon

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan dalam penyampaian pesan. Salah satu media audio visual yaitu film.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Film merupakan media komunikasi massa pandang dengar dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB I PENDAHULUAN. pembacanya. Banyak sekali manfaat yang terkandung dari membaca buku. Selain

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan yang ingin dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah membuat film

JUDUL UNIT : Membaca dan Menafsirkan Naskah

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan satu dari sedikit tempat di dunia dimana penyu laut

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

Modul ke: 15Fakultas. 15Ilmu. Patricia Robin, S.I.Kom., M.I.Kom. Komunikasi. Program Studi Broadcasting

BAB III STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER KARINDING

BAB I PENDAHULUAN. animasi 2,5 dimensi bergenre drama tentang tentang berkurangnya populasi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam menyampaikan sebuah informasi, banyak media yang dapat dipakai

Structure (Sequence & Scene. Modul ke: 04FIKOM. Fakultas. Andi Fachrudin, M.Si. Program Studi Broadcasting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu media edukatif dalam bidang pendidikan yang memberikan

BAB. I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Televisi merupakan sarana hiburan free-to-air yang tidak sedikit masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Film merupakan salah satu media yang berfungsi menghibur penonton

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. dalam bentuk face to face maupun menggunakan alat (media). Media

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gambar bergerak (film) adalah bentuk dominan dari komunikasi

TEKNIK EDITING II. Pertemuan 2. Yosaphat Danis Murtiharso, S.Sn., M.Sn. Modul ke: Fakultas Ilmu Komunikasi. Program Studi Broadcasting

UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta BAB VI PENUTUP

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah karya seni tidak terlepas dari pembuatnya, yaitu lebih dikenal dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. kedalam bentuk film bukanlah hal baru lagi di Indonesia. membantu dalam menggagas sebuah cerita yang akan disajikan dalam film.

BAB IV IMPLEMENTASI KARYA. dan pasca produksi seperti penjelasan dari rancangan pra produksi pada bab

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Stasiun televisi ini berkembang karena masyarakat luas haus akan hiburan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 box office movies Akhir tayang 1 Star Wars : The Force $933,118,528 18/12 - No. Film Total pendapatan Awal tayang

JURNAL ANALISIS UNSUR DRAMATIK SEBAGAI PEMBANGUN STRUKTUR PENUTURAN PADA PROGRAM DOKUMENTER POTRET KALAWEIT WILDLIFE RESCUE SEASON I METRO TV

BAB I PENDAHULUAN. Film bermula pada akhir abad ke-19 sebagai teknologi baru, yang kemudian

BAB I PENDAHULUAN. Ridha Wulan Kartika, 2014

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menurut IUCN (international Union Conservation of Nature and Natural Reserve), Penyu hijau termasuk dalam daftar appendix 1 yang berarti sedang menuju kepunahan. Populasi satwa langka ini kini menurun drastis dari tahun ke tahun. Diperkirakan dari 100 tukik hanya 1 ekor yang berhasil bertahan hidup dilautan dan kembali ke pantai untuk bertelur. Konservasi penyu Sukabumi merupakan area penangkaran penyu terbesar di Indonesia yang menjadi salah satu breeding point utama penyu hijau dari seluruh dunia. Bisa dibilang kawasan ini sangat memengaruhi jumlah penyu di lautan dunia. Kebanyakan dokumenter yang bertemakan konservasi penyu selalu membahas unsur fisiologis dan habitat. Secara khusus dokumenter ini akan menggambarkan suasana yang berbeda jika dibandingkan dengan dokumenter sejenis. Sedikit sekali dokumenter yang membahas unsur sosio-kultur dari konservasi. Karena itu kami tertarik untuk menampilkan unsur yang tidak biasa dijadikan sudut pandang utama yaitu unsur sosio-kultur pada dokumenter jenis ini. Setiap konservasi memiliki cerita unik untuk disampaikan. Dari pengalaman para petugas sampai efek konservasi kepada lingkungan, selalu ada kisah yang menarik untuk didiskusikan. Kami memilih Konservasi Penyu Sukabumi karena badan penangkaran satwa ini merupakan role model untuk konservasi penyu di 1

2 Indonesia. Sebagai seorang dokumentarian, kami merasa banyak sekali unsurunsur filmis pada tema ini dan menarik bila di aplikasikan kedalam sebuah film. Istilah film pada awalnya dimaksudkan pada media penyimpan gambar atau yang biasa disebut celluloid, yaitu lembaran plastik yang dilapisi oleh emulsi. Berawal dari itu, pengertian film kemudian berubah menjadi tayangan audio visualdan dipahami sebagai potongan gambar-gambar bergerak 1. Menurut Jaya Panca Javandalasta menyebutkan dalam bukunya 5 Hari Mahir Bikin Film setidaknya ada 5 keistimewaan media film. Diantaranya adalah: 1. Film dapat menghadirkan pengaurh emosional yang kuat, sanggup menghubungkan penonton dengan kisah-kisah personal. 2. Film dapat mengilustrasikan kontras visual secara langsung 3. Film dapat berkomunikasi dengan para penontonnya tanpa batas menjangkau luas kedalam perspektif pemikiran. 4. Film dapat memotivasi penonton untuk membuat perubahan 5. Film dapat menjadi alat yang mampu menghubungkan penonton dengan pengalaman yng terpampang melalui bahasa gambar 2. Perlu diketahui kategori film pada dasarnya terbagi menjadi dua jenis, fiksi dan non fiksi. Film fiksi merupakan film yang menampilkan ide cerita karangan atau cerita yang tidak terjadi di kehidupan nyata sementara film non fiksi merupakan film yang ceritanya berdasarkan kejadian nyata dan benar-benar terjadi di kehidupan nyata. Kita dapat melihat contoh dari film non fiksi salah satunya adalah film dokumenter. Film dokumenter adalah sebuah film yang menyajikan fakta sebagai cerita. Seperti yang dikatakan Sheila Curran Bernard dalam bukunya Documentary Storytelling yaitu: Documentaries bring viewers into new worlds adn experiences through the presentation of factual information about real people, places, and events, 1 Panca Javandalasta, 5 Hari Mahir Bikin Film, MUMTAZ Media, Surabaya, 2011, hal 1 2 Ibid

3 generally-but not always- portrayed through the use of actual images and artifacts 3. Seiring majunya zaman, dokumenter modern telah membarui film dokumenter sebelumnya. Para analis box office telah mencatat bahwa genre film ini telah menjadi sukses dengan bukti banyaknya film yang sudah dirilis dibioskop. Bila dibandingkan dengan film naratif dramatik, film dokumenter banyak dibuat dengan anggaran yang lebih murah daripada film fiksi. Hal ini cukup menarik bagi perusahaan perfilman yang ingin mendapatkan laba besar dengan modal yang tidak terlalu besar. Hal ini menunjukkan bahwa yang menjadi kekuatan pada film dokumenter adalah seberapa kuat pesan yang disampaikan kepada para audien lewat penuturan fakta dan data. Ukuran berhasil atau tidaknya sebuah film dokumenter dapat dilihat dari sejauh mana film kita dapat berbicara dengan khalayak pada waktu sekarang, maksudnya adalah film kita dapat memberikan reaksi kognitif kepada audien ketika sedang menonton dan sesudah menonton. Meskipun program dokumenter berusaha menyajikan sesuatu seperti bagaimana adanya, hampir tidak mungkin para documentarian menyajikan semuanya dengan objektif. Seperti yang dikatakan Fred Wibowo dalam bukunya Dasar-Dasar Produksi Program Televisi yaitu : bagaimana mungkin sesuatu dapat objektif seratus persen, sementara dari angle mana gambar diambil, sepenuhnya ditentukan menurut selera juru kamera. Gambar mana yang dipakai dan mana yang dibuang ditentukan oleh editor dan produser atau sutradara. Oleh karena itu, objektivitas berarti juga serangkaian 3 Sheila Curran Bernard, Documentary Storytelling : Creative Non Fiction on Screen, Elsevier, Oxford, 2011, hal. 1

4 gambar tentang kebenaran hasil pilihan dengan nilai atau makna yang paling tinggi dari apa yang di shooting dan bagaimana itu di-shooting 4 Sutradara dokumenter ketika mengawali kerjanya itu sudah harus memiliki ide dan konsep jelas, mengenai apa yang akan disampaikan dan bagaimana menyampaikannya secara logis dan mampu memberi emosi dramatik. Untuk bisa menguasai teknik penyampaian data yang baik diperlukan riset yang sangat mendalam. Film dokumenter jelas berbeda dengan program feature. Walaupun sama-sama berada dalam kategori non fiksi, feature tidak menyampaikan data secara mendalam dan hanya bersifat teasing sedangkan dalam film dokumenter memerlukan pendekatan ilmiah untuk mendapatkan data selama riset dan bersifat informative. Setiap film dokumenter memiliki gaya sendiri dalam pemaparan faktafaktanya. Gaya dalam dokumenter terdiri dari bermacam-macam kreativitas, seperti gaya humoris, puitis, satir, anekdot, serius, semi serius dan seterusnya. Kemudian dalam gaya ada tipe pemaparan eksposisi (Expository documentary) yang konvensional, umumnya merupakan tipe format dokumenter televisi dengan menggunakan narator sebagai penutur tunggal. Oleh karena itu narasi disini disebut sebagai Voice of God karena aspek subjektivitas narator, kita dapat melihat contohnya pada dokumenter Discovery Channel, Natonal Geographic, ataupun BBC Documentary. Dipihak lain adapula tipe observasi (Observational documentary) yang hampir tidak menggunakan narator, akan tetapi berkonsentrasi pada dialog antar 4 Fred Wibowo, Dasar-Dasar Produksi Program Televisi, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 1997

5 subjek-subjeknya. Pada tipe ini sutradara menempatkan posisinya hanya sebagai observator. Lee Hirsch dalam Bully (2011) melalui kamera dia mengamati semua kejadian yang terjadi setiap hari kelima siswa korban bullying di tempat yang berbeda (Georgia, Iowa, Texas, Missisipi, dan Oklahoma). Lee Hirsch berusaha mengikuti semua kejadian di sekolah mereka dari tahun ajaran 2009 2010. Dia juga membawa serta orangtua korban bullying tersebut dalam cerita sebagai subjek naratif. Dalam film ini, Lee Hirsch tampak berusaha sangat keras menuturkan eksposisi ceritanya sehingga terlihat agak membingungkan. Namun film dokumenter ini mendapat respon yang luar biasa dari publik. Lain halnya dengan Frederik Wiseman dalam High School I & II melalui kamera dia hanya mengamati semua kejadian yang terjadi setiap hari di sebuah sekolah menengah umum di Philadelphia, Amerika Serikat. Wiseman berusaha menengahkan konflik yang terjadi antara sesama murid, guru dengan murid, hingga antara murid, guru, dan orang tua murid. Akan tetapi konflik yang terjadi antara sesama murid, guru dengan murid, hingga antara murid, guru, dan orang tua murid. Akan tetapi konflik yang ditampilkan tak mampu memberikan aspek dramatik, sehingga alur penuturan terasa datar. Konsep Wisseman terlihat sederhana yaitu hanya merekam kejadian sehari-hari yang ada di sekolah itu, filmya itu dianggap sebagai contoh gaya cinema verite yang baik, dan menjadi bahan bahasan hampir di setiap literatur dokumenter, meskipun butuh kesabaran untuk menikmati film yang terasa monoton itu. Adapula sutradara yang berperan aktif didalam filmnya, dimana komunikasi sutradara dengan subjeknya ditampilkan dalam gambar (in frame),

6 dengan tujuan memperlihatkan adanya interaksi langsung antara sutradara dengan subjeknya, dan ini merupakan gaya Interaktif (Interactive documentary). Apabila ada wawancara maka tipe ini tidak sekedar memperlihatkan adegan wawancara tetapi sekaligus memperlihatkan bagaimana wawancara itu dilakukan. Disini sutradara memposisikan diri bukan sebagai observator tetapi justru sebagai partisipant. Gaya ini dapat di lihat pada karya Michael Moore dalam Bowling for Columbine (2002) dan Fahrenheit 9/11 (2003) dimana sutradara menjadi benang merah di dalam menuntun alur penuturan isi film tersebut. Gaya yang kini sangat jarang ditemui adalah gaya dimana film tersebut merupakan sebuah refleksi (Reflexive documentary) dari proses pembuatan (shooting) film tersebut. Dokumentaris Rusia Dziga Vertov merupakan pelopor dalam gaya ini. Dengan filmnya yang berjudul Man with The Movie Camera (1928), Vertov hanya bertujuan merefleksikan dua prinsip teorinya mengenai apa itu film kebenaran (Kino Pravda = Film Truth), dimana semua adegan harus sesuai apa adanya. 5 Melihat berbagai gaya pemaparan dalam penuturan film dokumenter, kami menemukan bahwa peran semua kru menjadi faktor penting dalam upaya membuat film dokumenter yang mampu berbicara kepada publik. Tidak hanya sutradara, tetapi juga pengarah gambar (Director of Photography), penyunting gambar (Editor), penata musik (Music Engineer) dan semua kru yang telibat langsung dalam pembuatan film dokumenter. 5 Gerzon R. Ayawaila, Dokumenter dari Ide sampai Produksi, FFTV-IKJ Press, Jakarta, 2008, hal 91

7 1.2. Permasalahan Berdasarkan film yang kami buat yaitu PESISIR HARAPAN, film ini bercerita tentang sekelompok orang yang berjuang demi kelestarian penyu-penyu di kawasan konservasi penyu Sukabumi. Selain kepedulian mereka di bidang konservasi penyu, Mereka harus melawan dan menyadarkan masyarakat yang suka mengambil telur, daging, dan karapas penyu untuk dijual. Seperti yang kita tahu, populasi penyu sudah sangat kritis keberadaannya di alam akibat rusaknya habitat peneluran, menipisnya tempat penyu mencari makan (feeding ground), dan yang paling mengancam adalah ganasnya berbagai jenis predator seperti babi hutan, ikan hiu, anjing, burung elang dan juga manusia. Penyu juga sangat terancam punah karena spesies itu membutuhkan waktu 15 hingga 30 tahun mencapai dewasa untuk bisa bertelur. Berdasarkan dua faktor tadi sudah selayaknya upaya pelestarian ini ditingkatkan baik dari kuantitas dan juga kualitas. Walaupun jumlah telur yang dihasilkan seekor penyu dalam satu kali bertelur dapat mencapai ratusan butir, namun yang dapat bertahan hingga dewasa hanya beberapa butir saja, bahkan hanya satu ekor. Hal tersebut menyebabkan penurunan populasi penyu hijau di alam. Saat ini penyu hijau termasuk dalam daftar Appendix 1 menurut IUCN (international Union Conservation of Nature and Natural Reserve). 6 Jika kita amati, sebenarnya warga lokal tidak punya banyak pilihan untuk mencari nafkah di pesisir pantai Pangumbahan, Sukabumi. Kebanyakan dari mereka bekerja sebagai petani dan peternak. Menurut profil desa pangumbahan 6 Ahmad Nontji, Laut Nusantara, Djambatan, Jakarta, 2005, hal. 372

8 periode Desember 2013, dengan jumlah penduduk sebanyak 4.567 orang, hanya kurang dari sepuluh persen warga lokal yang berpenghasilan tetap di kawasan eko wisata pantai Pangumbahan. Sepuluh persen itu antara lain pemilik villa, pemilik toko kelontong, pemilik restoran, Nelayan dan petugas konservasi. Selebihnya adalah petani dan peternak yang bekerja diluar area eko wisata. Setiap hari penyu-penyu selalu naik ke pantai untuk bertelur, warga merasa mengambil telur penyu bisa dijadikan mata pencaharian tambahan. Selain karena harga telurnya terbilang mahal yaitu lima ribu hingga sepuluh ribu rupiah per butir, telur penyu mudah diambil karena sarangnya tersebar di sepanjang pantai. Para pencari telur cukup mencari waktu yang tepat untuk panen agar tidak diketahui oleh para pelaku konservasi. Dalam penelitian ini kami menemukan sebuah fakta yang mengagetkan yaitu hampir semua petugas adalah mantan penggemar, sebutan bagi para pencuri telur penyu. Bahkan banyak dari mereka yang menyatakan bahwa saat ini sebagian besar pencuri telur merupakan petugas. Alasan mereka tak lain adalah kecilnya honor yang mereka dapat per bulan. Tetapi banyak juga yang telah sadar untuk tidak melakukan tindakan ilegal itu. Mereka yang telah sadar inilah yang menjadi karakter dalam film kami dengan anggapan bahwa mereka adalah para pejuang konservasi yang ingin keberadaan penyu tetap lestari dan masyarakat tercerahkan akan pentingnya eksistensi penyu di muka bumi. Seandainya ada usaha untuk mengubah paradigma masyarakat setempat yang suka mengambil telur penyu untuk menyambung hidup, masyarakat tidak perlu lagi merasa was-was ketika mencari nafkah karena disangka pencuri. Selain

9 itu, upaya konservasi juga akan berjalan dengan efektif karena penangkaran tukik dilakukan dengan baik dan terarah. Dari fakta-fakta itulah kami mencoba mengangkat cerita para PESISIR HARAPAN kedalam film dokumenter kami. Dengan harapan masyarakat dapat terbuka pandangan dan pemikirannya tentang kondisi lingkungan hidup di Indonesia dan juga fenomena-fenomena sosial yang terjadi di negara kita. Kami berharap juga akan muncul gerakan dan inovasi baru dalam upaya memberdayakan masyarakat tanpa harus mengganggu konservasi. Pemberdayaan masyarakat dan konservasi lingkungan hidup haruslah berjalan bersisian dan saling memberi manfaat tanpa merugikan satu sama lain. Melalui film dokumenter PESISIR HARAPAN kami akan mencoba mengaplikasikan teknik-teknik penuturan data dengan gaya pemaparan observational documentary meliputi teknik penyutradaraan, teknik pengambilan gambar, juga penyuntingan gambar yang selanjutnya akan dibahas dalam skripsi ini. 1.4. Tujuan Perancangan Film PESISIR HARAPAN dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan S1 di bidang studi Broadcasting Universitas Mercu Buana. Film dokumenter ini adalah aplikasi dari penulisan skripsi aplikatif yang dibuat berdasarkan ketentuan akademik di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana. Skripsi aplikatif merupakan karya tulis ilmiah, berupa paparan tulisan hasil penelitian dan perancangan yang membahas suatu permasalahan dalam bidang ilmu tertentu

10 dengan menggunakan kaidah-kaidah yang berlaku dalam ilmu komunikasi. Skripsi aplikatif ini lebih bersifat keahlian, jadi proses penerapannya diarahkan secara visual maupun audio visual sebagai metode pemecahan masalah yang kreatif, rasional dan estetis. 1.5. Alasan Pemilihan Judul Kami memilih judul PESISIR HARAPAN karena melihat berbagai unsur sosio kultur yang ada pada kawasan konservasi penyu Sukabumi. Kata pertama, yaitu pesisir atau daratan berpasir di tepian pantai merujuk pada lokasi pegambilan gambar yaitu di pantai Pangumbahan, Ujung Genteng, Sukabumi. Kata pesisir menggeneralisasi makna pantai, pemukiman marjinal di sekitar pantai, dan konservasi penyu sendiri yang merupakan zona ekowisata di pesisir pantai Pangumbahan. Sementara kata kedua yaitu harapan bermakna lebih luas. Seperti yang kita tahu, logo kabupaten Sukabumi adalah penyu, pemerintah setempat sudah memproklamirkan kepada masyarakat bahwa penyu adalah ikon dari daerah Sukabumi, ini bermakna bahwa pemerintah mengupayakan agar keberadaan penyu harus selalu dijaga. Penyimbolan ini tentu saja menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat untuk ikut andil dalam proses pelestarian penyu dengan konservasi menjadi salah satu instrumen untuk mewujudkannya. Kata harapan merujuk ke sudut pandang sosio-kultur yang ada di daerah setempat, bahwa sejak dulu, masyarakat memanfaatkan penyu sebagai komoditas ekonomi daerah yang potensial.

11 Masyarakat menaruh banyak harapan pada penyu sebagai sumber mata pencaharian. Namun kini, setelah populasi penyu kian sedikit bahkan hampir menuju kepunahan, masyarakat tidak bisa lagi memandang penyu sebagai komoditi, melainkan sebagai objek untuk menarik wisatawan. Tidak hanya golongan masyarakat yang memanfaatkan keberadaan penyu demi mendapatkan mata pencaharian, tetapi ada juga masyarakat yang menaruh harapan pada keberadaan penyu lewat upaya-upaya pelestarian, yaitu para pekerja konservasi itu sendiri. Para pekerja konservasi-lah yang terjun langsung dalam upaya menjalankan tanggung jawab menjaga keberadaan penyu, bukan komunitaskomunitas pecinta alam yang membantu tugas para pekerja konservasi. Petugas konservasi, atau yang biasa disebut Tenaga Harian Lepas (THL) lebih memahami pentingnya keberadaan penyu bagi ekosistem laut dan pesisir, karena mereka juga merupakan warga pribumi yang tinggal di daerah sekitar konservasi. Jadi penggunaan kata harapan pada film ini mengarah kepada seluruh elemen sosial yakni kepada masyarakat yang menaruh harapan pada penyu sebagai sumber mata pencaharian, harapan pada kesadaran masyarakat bahwa penyu penting bagi ekosistem pesisir, dan juga harapan dari masyarakat kepada pemerintah setempat agar dapat memberikan perhatian lebih kepada daerah yang menjadi pembuktian atas simbol dan ikon pada kabupaten Sukabumi sendiri. Secara keseluruhan, judul PESISIR HARAPAN bermakna: suatu pesisir dimana berbagai lapisan masyarakat menaruh banyak harapan untuk kesejahteraan mereka dan masa depan yang lebih baik. Judul ini didapat dari hasil diskusi bersama seluruh kru setelah beberapa kali melakukan perubahan judul seperti:

12 Between Man and Sea Turtles dan The Saviors of Shore yang kemudian menjadi Pesisir Harapan. 1.6. Manfaat Tayangan 1.6.1. Manfaat Akademis Secara akademis khususnya bagi Fakultas Ilmu Komunikasi, penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan pengetahuan dibidang Broadcasting mengenai film dokumenter. Terutama dari teknik penyutradaraan observational documentary yang masih jarang diaplikasikan oleh mahasiswa Universitas Mercu Buana. Serta dapat menjadi bahan referensi bagi mahasiswa yang ingin membuat film dokumenter untuk tujuan apapun tidak terbatas tugas akhir kuliah. Selain itu secara personal film ini menambah wawasan dan pengalaman para pembuat film agar kelak bisa membuat film dokumenter serupa dengan lebih baik dan berkualitas. Secara spesifik film dokumenter ini bermanfaat untuk menyajikan kebenaran mengenai realita yang terjadi pada salah satu objek wisata yang dibuat dengan konsep ekowisata, serta menjelaskan permasalahan yang terjadi pada lingkungan konservasi penyu, mengenai lingkungan ataupun permasalahan sosial, karena penyajian disajikan dengan observational maka pendapat narasumber menguatkan fakta yang telah diobservasi pembuat film. Riset ini membuat manfaat menjadi lebih luas karena menyajikan fakta yang belum diketahui penonton.

13 1.6.2. Manfaat Praktis Secara praktis film ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemerintah agar dapat melihat kondisi konservasi penyu Sukabumi secara gamblang dan tidak dengan sebelah mata. Pemerintah harus menyadari bahwa masih banyak yang harus dibenahi agar cita-cita yang dimiliki dapat tercapai tanpa mengorbankan berbagai pihak terutama masyarakat. Lewat data yang ditampilkan film ini, kami mengharapkan manfaat yang lebih luas lagi yakni bagi kualitas lingkungan hidup Indonesia yang masih perlu ditingkatkan, juga kepada semua orang yang menonton film untuk lebih peka terhadap lingkungan, dan agar masyarakat tahu apa yang harus dilakukan untuk menyelamatkan lingkungan hidup minimal dengan upaya sederhana. Lewat penuturan film dokumenter ini, penulis mengharapkan pesan yang dikandung dapat terkomunikasikan dengan baik karena story telling film PESISIR HARAPAN dirangkai semudah mungkin untuk diserap seluruh masyarakat. Visualisasi film yang sinematografis juga menjadi elemen utama untuk memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada penonton.