Tugas Sarjana Teknik Material 2008 Data dan Analisa

dokumen-dokumen yang mirip
Tugas Sarjana Teknik Material BAB IV DATA DAN ANALISA

PEMBUATAN ALUMINIUM FOAM DENGAN FOAMING AGENT CaCO 3 UNTUK APLIKASI PENYERAP ENERGI MEKANIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Jurnal Teknik Mesin UMY 1

PENGARUH PENAMBAHAN MAGNESIUM TERHADAP DENSITAS, KEKERASAN (HARDNESS) DAN KEKUATAN TEKAN ALUMINIUM FOAM MENGGUNAKAN CaCO 3 SEBAGAI BLOWING AGENT

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

PENGARUH PEREGANGAN TERHADAP PENURUNAN LAJU PERAMBATAN RETAK MATERIAL AL T3 Susilo Adi Widyanto

Sifat Sifat Material

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Asyari D. Yunus - Struktur dan Sifat Material Universitas Darma Persada - Jakarta

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

TEGANGAN (YIELD) Gambar 1: Gambaran singkat uji tarik dan datanya. rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

BAB II PENGUJIAN-PENGUJIAN PADA MATERIAL

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

PEMBUATAN ALUMINIUM BUSA MELALUI PROSES SINTER DAN PELARUTAN SKRIPSI

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Pada beberapa alloi/paduan, perambatan retak adalah sepanjang batas butir, patah ini disebut intergranular. (gb. 6b).

BAB II TEORI DASAR. Gage length

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul A Uji Tarik

BAB IV DATA HASIL PENELITIAN

Bab III Metodologi Penelitian

Konsep Dislokasi. Pengertian dislokasi

Mengenal Uji Tarik dan Sifat-sifat Mekanik Logam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV PEMBAHASAN Analisis Tekanan Isi Pipa

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

Terjemahan ZAT PADAT. Kristal padat

DESIGN UNTUK KEKUATAN LELAH

Gambar 4.1. Hasil pengelasan gesek.

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

BAB 1. PENGUJIAN MEKANIS

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

PROSES PELAPISAN SERBUK Fe-50at.%Al PADA BAJA KARBON DENGAN PENAMBAHAN Cr MELALUI METODA PEMADUAN MEKANIK SKRIPSI

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Tugas Sarjana Teknik Material Tinjauan Pustaka BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

4. Hasil dan Pembahasan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa sifat mekanis lembaran baja yang mcliputi : pengerasan. regang, anisotropi dan keuletan merupakan parameter-parameter penting

TIN107 - Material Teknik #5 - Mechanical Failure #1. TIN107 Material Teknik

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

BAB IV ANALISIS & HASIL PERCOBAAN

PENGARUH FRAKSI MASSA NaCl UKURAN MESH 4-16 PADA FABRIKASI ALUMINUM FOAM DENGAN MENGGUNAKAN METODE MELT ROUTE

Bab II STUDI PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

2.1 DEFINISI DAN MEKANISME KOROSI

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Alasan pengujian. Jenis Pengujian merusak (destructive test) pada las. Pengujian merusak (DT) pada las 08/01/2012

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kelompok Boron dalam unsur kimia (Al-13) dengan massa jenis 2,7 gr.cm-

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Metodologi Penelitian BAB III

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Sidang Tugas Akhir (TM091486)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KINETIKA REAKSI PROSES REDUKSI LANGSUNG BIJIH BESI LATERIT SKRIPSI. Oleh Rosoebaktian Simarmata

ANALISA KEGAGALAN FLANGE WELD NECK RAISE FACE 6 BERBAHAN ASTM A-105 PADA PIPA ALIRAN MINYAK BUMI DAN GAS DI CHEVRON COMPANY INDONESIA

02 03 : CACAT KRISTAL LOGAM

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

04 05 : DEFORMASI DAN REKRISTALISASI

PENGUJIAN MULUR (CREEP)

BAB II GELOMBANG ELASTIK DAN EFEK VIBRASI

MECHANICAL FAILURE (KERUSAKAN MEKANIS)

BAB 3 MODEL ELEMEN HINGGA

BAB 6 SIFAT MEKANIK BAHAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material 1 Modul D Uji Lentur dan Kekakuan

BAB I PENDAHULUAN. tinggi,menyebabkan pengembangan sifat dan karakteristik aluminium terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. nyata baik dalam tegangan maupun dalam kompresi sebelum terjadi kegagalan

Laporan Awal Praktikum Karakterisasi Material 1 PENGUJIAN TARIK. Rahmawan Setiaji Kelompok 9

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

MODUL 1 TERMOKIMIA. A. Hukum Pertama Termodinamika. B. Kalor Reaksi

PERILAKU BALISTIK BAJA KOMERSIAL SCR 440 DENGAN KEKERASAN BERLAPIS (DUAL HARDNESS) DALAM SIMULASI DAN EKSPERIMEN

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN ANALISA

Gambar 4.7. SEM Gelas BG-2 setelah perendaman di dalam SBF Ringer

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VII PROSES THERMAL LOGAM PADUAN

KUAT TARIK BAJA 2/4/2015. Assalamualaikum Wr. Wb.

Transkripsi:

berpengaruh pada surface tension juga menjadi limitasi terjadi pembentukan gas lanjutan. Gambar IV. 18 Penampang melintang produk, yang memperlihatkan sel porositas yang mengalami penggabugan dan pecahnya sel (cell rupture) Lubang dan Sobekan Dalam beberapa produk aluminium terdapat adanya lubang dan sobekan yang terlalu besar bila dibandingkan dengan porositas yang lain. Terlihat dalam gambar..., cacat ini terjadi saat proses pembuatan, dan bukan dipengaruhi oleh faktor-faktor stabilitas sel yang telah dijelaskan sebelumnya. Penyebab cacat lubang atau sobekan adalah karena terbentuknya lipatan aluminium saat pengadukan aluminium cair. Diperkirakan pada lipatan tersebut foaming agent berkumpul terlalu banyak. Oleh karena itu, saat terjadi dekomposisi foaming agent, maka yang terbentuk pada daerah tersebut adalah semacam lubang yang berukuran besar. Cacat lubang atau sobekan Gambar IV. 19 Produk aluminium foam yang mengalami cacat produk lubang atau sobekan Muhammad Fida Helmi 13703040 80

Untuk menghindari terjadi cacat ini tentunya perlu diperhitungkan kembali geometri pengaduk yang paling tepat sehingga dapat mendispersikan foaming agent secara merata tanpa menyebabkan terjadinya lipatan aluminium cair. IV.4 Analisa Proses Foaming dengan Kalsium Karbonat Pada proses foaming dengan menggunakan foaming agent CaCO 3, pembentukan gas CO 2 melalui reaksi : CaCO3( s) CaO( s) + CO2( g), ternyata tidak terjadi saat proses berlangsung. Hal ini dikarenakan secara termodinamika tidak terjadi reaksi (ΔG<0) saat temperatur prosesnya T<900 0 C. Selain itu, saat tekanan parsial CO 2 meningkat, kondisi ini akan menghambat proses dekomposisi berlangsung. Maka dari itu, diperlukan reaksi lain yang berlangsung saat proses foaming pada temperatur T<900 0 C dilakukan. Agar dekomposisi termal dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka diperlukan reaksi antara gas CO 2 yang telah terbentuk dengan logam di permukaan sel sehingga terjadi pengurangan tekanan parsial CO 2. Menurut teori yang ada, tekanan parsial CO 2 dibawah 10-2 atm diperlukan agar pada temperatur 650 0 C, reaksi dekomposisi secara termodinamika dapat berlangsung. [10] IV.4.1 Reaksi yang Terjadi Pada Gas Hasil Dekomposisi Foaming Agent. Beberapa reaksi dapat mungkin terjadi. Gas CO 2(g) dapat direduksi oleh Al (l) menjadi CO (g) pada permukaan sel, membentuk lapisan Al 2 O 3(s). Reaksi ini secara termodinamika dapat terjadi pada temperatur 650 0 C dengan ΔG 0 = -779 kj mol -1. 2Al + 3CO Al O + 3CO ΔG 0 (kj mol -1 ) = -840+0.066.T(K) () l 2( g) 2 3( s) ( g) Dua persamaan termodinamika diatas, dapat digabungkan sebagai reaksi satu tahap antara CaCO 3 dengan aluminium cair, menjadi: 2Al + 3CaCO Al O + 3CaO + CO ΔG 0 (kj mol -1 ) = -300+0.417.T(K) () l 3( s) 2 3( s) ( s) ( g) Energi bebas untuk beberapa reaksi ini digambarkan melalui kurva fungsi dari temperatur pada gambar IV.20 berikut, Muhammad Fida Helmi 13703040 81

Gambar IV. 20 Energi bebas gibbs terhadap temperatur pada beberapa reaksi [10] Pada reaksi satu tahap, memang terjadi batasan untuk dekomposisi CaCO 3 dapat berlangsung. Hal ini dikarenakan daerah kontak antara solid-liquid yang kecil, akibat terbentuknya oksida aluminium yang melapisi area permukaan sel. Keberadaan oksida aluminium ini terlihat melalui gambaran SEM pada permukaan sel. Terlihat pada gambar IV.20 dibawah, terdapat partikel CaCO 3 yang tersisa pada permukaan. Hal ini membuktikan bahwa ketika lapisan Al 2 O 3 terbentuk melapisi permukaan, maka reaksi lanjutan akan terhambat. Muhammad Fida Helmi 13703040 82

CaCO3 yang tersisa Gambar IV. 21 Sisa CaCO 3 pada permukaan sel, sampel Rasio=10:3, T=650 0 C Pada pemakaian paduan aluminium untuk sebagai bahan baku produksi, beberapa unsur paduan mempunyai aktifitas reaksi dengan CO 2(g) yang tinggi. Seperti halnya Mg dan Fe, yang dapat mereduksi tekanan parsial CO 2(g), melalui reaksi dengan CO 2(g) membentuk oksida magnesium, MgO (s) atau FeO (s), menurut reaksi sebagai berikut: Mg + CO MgO + CO ΔG 0 (kj mol -1 ) = -321+0.037.T(K) () l 2( g) ( s) ( g) IV.4.2 Hasil Uji X Ray Diffraction Pengujian X Ray Diffraction (XRD) dilakukan untuk mengetahui keberaadaan dan jenis oksida yang terdapat pada permukaan sel. Kemungkinan reaksi yang terjadi antara gas foaming agent dan aluminium cair, dibuktikan melalui pengujian ini. Hasil uji XRD memperlihatkan kurva posisi derajat 2Ө terhadap intensitas. Berikut hasil uji yang didapat, gambar IV.22. Muhammad Fida Helmi 13703040 83

Gambar IV. 22 Hasil uji XRD sampel produk dengan rasio 10:3, dan T = 650 0 C Pada spesimen dengan temperatur proses 650 0 C, memperlihatkan peak aluminium pada posisi 2Ө = 38.402[ 0 ]; 44.505[ 0 ]; 65.036[ 0 ]; 78.124[ 0 ]. Kemudian terdapat pula peak yang dimiliki oleh oksida besi FeO, yaitu 41.834[ 0 ]; 72.586[ 0 ]. Lalu CuFeS 2 mempunyai peak dengan posisi 2Ө = 29.332[ 0 ]; 49.890[ 0 ]. Kemudian Mg(OH) 3 mempunyai peak yang berinterferensi dengan Al dan FeO, yaitu pada posisi 2Ө = 38.402[ 0 ]; 72.586[ 0 ]; dan peak yang lain di 50.184[ 0 ]. Muhammad Fida Helmi 13703040 84

Gambar IV. 23 Hasil uji XRD sampel produk dengan rasio 10:3, dan T = 750 0 C Pada spesimen dengan temperatur proses 750 0 C terdapat 4 peak Aluminium pada posisi 2Ө = 38.402[ 0 ]; 44.621[ 0 ]; 64.961[ 0 ]; 78.135[ 0 ]. Kemudian terdapat pula peak CuFeS 2 pada 2Ө = 18.605[ 0 ]; 29.312[ 0 ]; 64.961[ 0 ]. Lalu oksida aluminium Al(OH) 3 mempunyai peak pada posisi 2Ө = 18.605[ 0 ]; 29.312[ 0 ]; 40.767[ 0 ]; 41.731[ 0 ]. Penghitungan kuantitas senyawa didapatkan hasil sebagai berikut : Tabel IV. 4 Tabel penghitungan kuantitas senyawa sampel T=650 0 C Tabel IV. 5 Tabel penghitungan kuantitas senyawa sampel T=750 0 C Sampel uji XRD, sebelumnya sempat bereaksi dengan air, saat dilakukan pengujian densitas menggunakan prinsip archimedes (celup), sehingga terdapat senyawa baru yang muncul dari hasil reaksi. Senyawa oksida yang didapatkan dari uji XRD, untuk spesimen 650 0 C adalah FeO dan Mg(OH) 2. Maka dapat diprediksi, bahwa senyawa Muhammad Fida Helmi 13703040 85

yang sebenarnya terbentuk pada permukaan sel setelah proses foaming adalah MgO. Adapun reaksi antara oksida magnesium dan air adalah : MgO(s) + H 2 O (l) = Mg(OH) 3(s). Melalui hasil XRD, terbukti bahwa terjadi reduksi CO 2(g) melalui reaksi unsur paduan Mg(s) dan Fe(s) dengan CO 2(g). Serupa halnya dengan spesimen 750 0 C, ternyata didapatkan senyawa Al(OH) 3 pada permukaan sel, yang sebenarnya merupakan hasil reaksi Al 2 O 3(s) + H 2 O (l) = Al(OH) 3(s). Maka, dari hasil uji XRD, terbuktilah bahwa reaksi antara CaCO 3(s) dengan Al(l) terjadi. IV.4.3 Gambaran Permukaan Sel a) Lapisan oksida aluminium b) Kerutan Gambar IV. 24 a) permukaan sampel 750 0 C dengan lapisan oksida Al 2 O 3 yang berpori, dan b) permukaan sampel 650 0 C dengan lapisan oksida FeO dan MgO yang berkerut Kedua gambar diatas, IV.24, memperlihatkan hasil SEM untuk permukaan sel sampel dengan T=750 0 C dan 650 0 C. Pada sampel T=750 0 C terbentuk oksida Al 2 O 3 yang berbentuk pori dan tidak nampak terdapat kerutan. Hal ini menandakan bahwa lapisan oksida cukup kuat dan tebal untuk menahan laju pembesaran sel. Berbeda halnya dengan sampel T=650 0 C, terdapat lapisan oksida FeO dan MgO yang berkerut. Kerutan tersebut menandakan bahwa lapisan oksida tidak terlalu kuat untuk menahan laju pembesaran sel. Sekilas dari penjelasan tersebut, dapat diprediksi bahwa sel dengan lapisan oksida Al 2 O 3 mempunyai kekuatan dan sifat getas yang lebih tinggi. Penjelasan mengenai perbedaan lapisan yang terbentuk pada kedua sampel dengan temperatur proses yang berbeda belum dapat dipahami lebih lanjut. Hal ini, dikarenakan termodinamika hanya dapat memprediksikan kemungkinan reaksi yang Muhammad Fida Helmi 13703040 86

terjadi menurut tingkat energi bebas gibbs nya. Diperlukan kajian kinematika mengenai perbedaan pembentukan oksida. Meskipun saja, jika kita melihat kurva energi gibbs pada gambar IV.20, maka dapat diprediksikan bahwa pada temperatur yang semakin tinggi (T=750 0 C), maka reaksi yang dipilih adalah yang mempunyai energi gibbs lebih rendah (pembentukan Al 2 O 3 ). Muhammad Fida Helmi 13703040 87

IV. 5 Hasil Pengujian Tekan IV.5.1 Analisa Kelakuan Spesimen Produk Alumnium Foam Saat Penekanan Gambar IV. 25 Penekanan spesimen dengan % reduksi yang bertahap Gambar IV.25 memperlihatkan kelakukan ketiga spesimen produk aluminium foam yang diberi pembebanan tekan, dengan kecepatan penekanan crosshead sebesar 1 mm/menit. Sesuai teori sebelumnya, saat penekanan terjadi 3 tahapan utama dalam Muhammad Fida Helmi 13703040 88

skala utuh, yaitu tahap deformasi elastis, tahap perambatan pemampatan pita deformasi, dan tahap densifikasi spesimen. Pada tahap deformasi elastis, reduksi 0%-2%, pada dasarnya merupakan mekanisme deformasi plastis yang terlokalisasi pada beberapa sel sehingga membentuk bakal pita deformasi. Pada pengujian ini, sulit dilihat bakal pita deformasi yang terbentuk, karena hanya melibatkan perubahan kecil pada dimensi sel. Pada tahapan selanjutnya, gambar reduksi 15%, deformasi plastis pada skala makro telah terlihat melalui terbentuknya pita deformasi. Diperkirakan pada daerah ini memiliki densitas lokal yang paling rendah, sehingga deformasi terlokalisasi disana. Pita ini merupakan deretan sel seluas penampang spesimen yang mengalami kegagalan. Pada reduksi sebesar 15%, telah terlihat pita deformasi pada ketiga spesimen. Tidak dapat ditentukan dimana pita tersebut akan muncul pertama kali, karena hal itu tergantung pada struktur sel pori yang terbentuk. Disekitar pita deformasi tersebut (gambar reduksi 15-30%), terlihat adanya sel-sel yang memampat. Hal ini membuktkan bahwa setelah kegagalan plastis terjadi maka akan didampingi dengan daerah yang mengalami deformasi elastis. Kemudian saat kegagalan sel pada pita deformasi pertama terjadi, maka akan diiringi dengan penggagalan deretan sel tetanggnya. Mekanisme ini terjadi secara berkelanjutan, yang mengindikasikan adanya perambatan deformasi atau penggagalan pada setiap deretan sel yang ada. Selama perambatan terbentuknya pita deformasi plastis, maka yang akan terlihat di kurva uji adalah daerah datar. Pada daerah inilah proses penyerapan energi mekanik sebenarnya terjadi. Pada gambar reduksi 45%, pita deformasi semakin banyak dan kemudian akan memasuki tahapan densifikasi. Efisiensi penyerapan energi mekanik tergantung pada kemampuan foam untuk merambatkan pita deformasi secara rapi. Saat reduksi 30-45%, produk foam 700 0 C mengalami keretakan searah dengan arah penekanan. Keretakan ini dimungkinkan oleh struktur sel yang lemah pada daerah tersebut. Data aspek rasio produk 700 0 C, yang memilki nilai dan kisaran (range) paling tinggi, mungkin dapat menjelaskan kenapa hal ini terjadi. Muhammad Fida Helmi 13703040 89

Diatas reduksi 45% dan 60%, ketiga produk memperlihatkan tahapan densifikasi. Yaitu, ketika semua bagian dari pori telah rusak dan memampat. Pada tahapan ini, terjadi kenaikan tegangan yang signifikan. Hal ini, disebabkan oleh terjadinya strain hardening dan penambahan dimensi spesimen pada setiap penambahan reduksi. Saat tahap reduksi ini juga, perlu diperhatikan lebih lanjut pecahnya beberapa bagian pada spesimen 700 0 C akibat keretakan struktur sel. Pecahnya spesimen ini akan berpengaruh pada profil kurva, yang nanti akan dijelaskan lebih lanjut. IV.5.2 Kurva Pengujian Tekan Gambar IV. 26 Kompilasi kurva uji tekan Hasil pengujian tekan memperlihatkan perbedaan profil kurva yang signifikan diantara ketiga produk foam. Sampel produk foam untuk pengujian ini mempunyai densitas yang tidak terlalu jauh berbeda. Data densitas dan kekuatan produk foam disajikan sebagai berikut. Meskipun, secara teori mengatakan bahwa parameter awal untuk membedakan kelakukan aluminium foam terhadap pembebanan tekan ditentukan oleh densitas, ternyata hal itu belumlah cukup. Muhammad Fida Helmi 13703040 90

Tabel IV. 6 Data pengujian tekan Densitas ρ (gr/cc) ρ* / ρ s σ Upper (MPa) σ lower (MPa) T proses ( 0 C) 650 0 C 0.406 0.150 1.44-700 0 C 0.401 0.148 1.35 1.01 750 0 C 0.416 0.154 2.31 1.72 Produk foam 650 0 C dan 700 0 C menunjukkan profil yang serupa, dengan kekuatan tekan yang berdekatan. Meskipun saja, pada keduanya juga terjadi perbedaan gradien kenaikan tegangan diatas 30% reduksi. Gradien kenaikan pada produk 650 0 C dikarenakan mulai terjadinya strain hardening dan densifikasi. Sedangkan pada 700 0 C, gradiennya tidak setinggi produk 650 0 C karena terjadi perpatahan pada bagian sel yang searah dengan arah penekanan. Hal ini menyebabkan dimensi luas penampang menjadi kecil. Sebagai akibatnya, bentuk tidak memperlihatkan kenaikan gradien tegangan sebenarnya. Pada produk 750 0 C mengalami profil kurva yang berbeda dengan kedua produk yang lain. Selain mempunyai kekuatan yang lebih tinggi, produk ini memperlihatkan profil gerigi yang lebih banyak dan tajam. Tidak terjadi gradien kenaikan tegangan yang signifikan saat densifikasi mulai berlangsung. Diperkirakan, produk mengalami jenis kegagalan yang berbeda, yang akan dijelaskan kemudian. a, Analisa Profil Kurva Uji tekan Ilustrasi 2 dimensi dari foam dengan rute melt based, dijelaskan secara skematik di gambar berikut ini. Meskipun pada umumnya, distribusi keseragaman sel hanya ditemukan dalam skala lokal, namun derajat ketidakseragaman ukuran, bentuk dan konfigurasi sel seperti halnya dengan densital lokal juga perlu diperhatikan. Gambar IV.27 menunjukkan daerah tengah spesimen, yang mempunyai sel lebih kecil dan ketebalan dinding sel yang lebih tebal, menjadikan daerah tersebut mempunyai densitas lokal yang lebih tinggi. Pada tahap pertama saat pembebanan tekan, yaitu ketika regangan dapat kembali ke awal, deformasi elastis lazimnya terlokalisasi pada satu atau lebih pita sel yang tegak lurus pada arah penekanan, diperlihatkan pada gambar IV.27. Muhammad Fida Helmi 13703040 91

Gambar IV. 27 Pemodelan awal penekanan aluminium foam [10] Saat permulaan deformasi plastis, diperlukan kegagalan yang terjadi pada seluruh bidang sel spesimen secara melintang. Penekukan (buckling) pada permukaan sel, dan sisi datar pita sel, diperlihatkan secara skematik di gambar IV.28, dimana garis putus-putus menunjukkan area dimana kegagalan terjadi. Gambar IV. 28 Pemodelan penekanan aluminium foam saat pita deformasi mulai terbentuk [10] Permulaan gagal karena penekukan (buckling) yang simultan di sepanjang penampang area spesimen akan mengurangi pembebanan yang ditahan oleh foam. Pada penekanan dengan laju konstan, maka yang terlihat di kurva tegangan regangan adalah penurunan yang tajam, terlihat pada gambar IV.28. Gambar IV. 29 Pemodelan kegagalan aluminium foam secara getas dan ulet [10] Muhammad Fida Helmi 13703040 92

Kegagalan yang berkelanjutan setelah tahapan ini dapat dilanjutkan dengan perpatahan getas, atau dengan penekukan (buckling), terlihat pada gambar IV.29. Jika tidak dengan mekanisme kegagalan, sisi yang berlawanan dari pita yang telah rusak, pada saat tertentu akan saling bertemu. Secara alami sturuktur sel yang dibuat melalui rute melt based, mempunyai deviasi kisaran lokal densitas, ukuran sel, dan konfigurasi sel yang besar. Hal ini, berakibat pada pita sel yang rusak tidak mampu menahan densifikasi secara simultan sepanjang lebar spesimen. Maka densifikasi akan lebih muncul pada suatu bagian penampang melintang spesimen sebelum yang lain. Hal ini diilustrasikan pada gambar IV.30, dimana daerah yang mempunyai sel yang lebih kecil, akan memadat sebelum area yang mengelilinginya, lalu tegangan ditransfer ke sel-sel tetangganya. Gambar IV. 30 Pemodelan penekanan aluminium foam saat perambatan pita deformasi [10] Secara alami, tipe struktur sel yang seperti ini, kontaknya akan bermula secara lokal. Hampir semua pembebanan eksternal yang diaplikasikan pada spesimen akan disangga oleh bagian penampang melintang dari spesimen. Hal, ini menyebabkan peluluhan yang terlokalisasi pada daerah dimana tegangan terkonsentrasikan. Yaitu, pada daerah dimana pembebanannya lebih rendah daripada yang dibutuhkan untuk menyebabkan peluluhan yang simultan pada sebuah pita sel sepanjang penampang melintang spesimen. Dari sini, akan terjelaskan bahwa bila hanya terdapat satu pita sel yang rusak sehingga terbentuk gerigi pertama, maka gerigi itu diperkirakan yang paling menonjol. Untuk semua tahapan selanjutnya, terutama untuk foam yang mempunyai keragaman sel pada penampang melintang, maka beragam pita sel lokal juga akan mengalami kegagalan pada derajat regangan yang berbeda. Spesimen foam akan memperlihatkan kekuatan sisa setelah gerigi pertama, karena pada regangan yang Muhammad Fida Helmi 13703040 93

diberikan, beberapa daerah pada sel akan mengalami puncak tegangan sebelum akhirnya gagal. Pada gambar IV.31, permulaan pita gagal lain yang terpisah dimanapun pada spesimen tersebut, akan memerlukan tegangan tekan yang lebih tinggi diatas permulaan tegangan plateau, yaitu ketika terjadi sampai permulaan densifikasi. Gambar IV. 31 Pemodelan perambatan pita deformasi [10] b. Pengaruh Ukuran dan Keberagaman Sel terhadap Profil Kurva Menurut teori yang dikemukakan oleh Curran, bahwa rasio d/d (diameter sel/panjang spesimen) yang semakin kecil akan mempengaruhi profil kurva yang lebih halus [10]. Dari ketiga foam tadi, dapat dibedakan dari kisaran keberagaman ukuran sel yang terbentuk. Dilihat dari morfologinya, kisaran diameter, luas area, dan aspek rasio produk 700 0 C adalah yang paling tinggi. Meskipun secara rata-rata hampir berdekatan, tetapi dengan terdapatnya ukuran sel yang jauh lebih besar pada produk ini, tentunya akan sangat berpengaruh terhadap kekuatan dan profil kurvanya. Produk 650 0 C dan 700 0 C, gambar IV.26, memperlihatkan profil kurva yang serupa tapi tak sama. Perbedaan profil terdapat pada gerigi yang dibentuk pada kurva uji tersebut. Pada produk 700 0 C terlihat adanya penurunan kurva saat pertama kali terdefomasi (lower yield) dan profil gerigi pada daerah plastis. Sedangkan pada produk 650 0 C, tidak terdapat lower yield dan profil daerah plastis terlihat sangat halus. Bila dibandingkan dengan statistik diameter rata-rata, luas area sel, dan aspek rasio, yang menunjukkan bahwa produk 700 0 C mempunyai kisaran lebih tinggi, maka terbukti bahwa penjelasan tersebut sesuai. Penjelasan serupa dapat digunakan untuk membedakan profil gerigi yang terlihat jelas pada produk 700 0 C dibanding dengan 650 0 C. Sesuai dengan ilustrasi gambar diatas (gambar IV.27-31), bahwa ketika terdapat densitas lokal yang berbeda dan lebih tinggi disekitar pita deformasi, maka pada daerah tersebut akan mengalami Muhammad Fida Helmi 13703040 94

deformasi plastis. Deformasi ini mengakibatkan adanya konsentrasi tegangan yang baru, sehingga untuk menggagalkan daerah ini diperlukan pembebanan yang lebih tinggi. Pembebanan ini diperlihatkan dengan adanya kenaikan tegangan setelah sebelumnya terjadi penurunan, atau dengan kata lain adanya bentuk gerigi yang lebih jelas. c. Modus Kegagalan Ulet dan Getas 12 10 8 6 4 2 0 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8-2 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0-0,5 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 0,7 0,8 (a) T=650 0 C (b) T=750 0 C Gambar IV. 32 Profil kurva dengan kegagalan ulet T=650 0 C dan kegagalan getas pada T=750 0 C Perbedaan yang mencolok terjadi pada profil kurva produk 750 0 C, gambar IV.32 (b). Produk ini memperlihatkan kekuatan tekan yang lebih tinggi, juga penurunan tegangan setelahnya yang lebih curam. Pada bagian plateau terlihat bentuk gerigi yang besar dan tajam, dan tidak diikuti oleh kenaikan tegangan yang signifikan saat memasuki tahapan densifikasi. Profil ini sesuai dengan penjelasan mengenai modus kegagalan getas pada bagian II.4.4 Bentuk gerigi yang tajam memperlihatkan kenaikan dan penurunan tegangan yang dibutuhkan ketika menghancurkan pita deformasi. Berbeda dengan bentuk gerigi yang lebih halus pada produk dengan T=650 0 C, gambar IV.32 (a). Diperkirakan produk ini mengalami kegagalan ulet. Dibuktikan dengan kenaikan gradien tegangan yang konstan, yang menunjukkan terjadinya deformasi plastis pada sel yang gagal. Kegagalan sel yang terjadi lebih menunjukkan penekukan daripada perpatahan. Maka dari sini dapat disimpulkan kenaikan gradien tegangan disebabkan karena terjadinya strain hardening pada setiap sel yang terdeformasi. Beberapa penjelasan mengenai modus kegagalan getas atau ulet belum dapat membuktikan pengaruh morfologi sel terhadap modus yang terjadi. Prediksi kuat Muhammad Fida Helmi 13703040 95

mengarah pada kelakuan material sel itu sendiri. Karena, bahan baku awal yang digunakan adalah sama, maka kemungkinan yang terjadi adalah pembentukan oksida yang dapat mempengaruhi kegetasan produk. Untuk itu, masih diperlukan karakterisasi lebih lanjut pada terbentuknya oksida saat proses foaming terjadi. IV.5.3 Kelakuan Penyerapan Energi Mekanik Untuk mendapatkan besaran energi mekanik yang dapat diserap oleh spesimen aluminium foam, maka yang dilakukan adalah menghitung luas dibawah kurva pada tahap deformasi elastis dan plastis (plateau curve). Untuk menghitung, dilakukan dengan cara mendekati kurva dengan persamaan polynomial, lalu diintegralkan dengan batas bawah 0 dan batas atasnya adalah regangan saat densifikasi mulai terjadi. Penghitungan disajikan sebagai berikut: Gambar IV. 33 Kurva dan pedekatan polynomial spesimen T=650 0 C Gambar IV. 34 Kurva dan pedekatan polynomial spesimen T=700 0 C Muhammad Fida Helmi 13703040 96

Gambar IV. 35 Kurva dan pedekatan polynomial spesimen T=750 0 C Tabel IV. 7 Penyerapan energi mekanik oleh spesimen aluminium foam T ( 0 C) ε pemampatan (mm/mm) σ pemampatan (Mpa) Energi yang diserap /volume (MJ/m 3 ) 650 0.53 4.98 1.382 700 0.66 3.248 1.383 750 0.7 3.172 1.83 Dari tabel IV.7, dapat dilihat bahwa energi yang diserap oleh spesimen 650 0 C dan 700 0 C menunjukkan nilai yang sama. Dalam aplikasi, penggunaan yang paling sesuai ditentukan kriteria kekuatan tekan, kekuatan densifikasi dan regangan yang cocok. Pada spesimen 750 0 C, energi yang diserap menunjukkan nilai yang lebih tinggi. Baik dari kekuatan tekan dan regangan yang bisa dipenuhi sampai terjadinya densifikasi. Hanya saja kekurangan dari kurva jenis ini adalah gerigi yang tajam tersebut sulit diprediksi. Oleh karena itu, perlu kehati-hatian yang lebih, karena produk foam jenis ini tidak mudah diprediksikan kegagalannya. Berikut ini, gambar IV.36, yang menunjukkan energi penyerapan/unit volume untuk beberapa produk komersial. Terlihat pada gambar, ketiga produk aluminium foam yang telah dibuat, berada dalam kisaran produk komersil. Muhammad Fida Helmi 13703040 97

Gambar IV. 36 Desain material antara energi/unit volume dan tegangan tekan saat 25% reduksi Muhammad Fida Helmi 13703040 98