BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian, Klasifikasi, Patofisiologi dan Gejala Klinik Hipertensi

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kesehatan masyarakat di Indonesia mengalami transisi

BAB I PENDAHULUAN. kematian yang terjadi pada tahun 2012 (WHO, 2014). Salah satu PTM

BAB I PENDAHULUAN. pada beban ganda, disatu pihak penyakit menular masih merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. penduduk. Menurut Kemenkes RI (2012), pada tahun 2008 di Indonesia terdapat

BAB 1 PENDAHULUAN. didominasi oleh penyakit infeksi bergeser ke penyakit non-infeksi/penyakit tidak

BAB I PENDAHULUAN I.I LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh perilaku yang tidak sehat. Salah satunya adalah penyakit

BAB I PENDAHULUAN. tekanan darah lebih dari sama dengan 140mmHg untuk sistolik dan lebih dari

BAB I PENDAHULUAN. membutuhkannya. Bila kondisi tersebut berlangsung lama dan menetap, maka dapat menimbulkan penyakit hipertensi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Ada sekitar 1 milyar penduduk di seluruh dunia menderita hipertensi,

BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. di negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. darah. Kejadian hipertensi secara terus-menerus dapat menyebabkan. dapat menyebabkan gagal ginjal (Triyanto, 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

FAKTOR-FAKTOR RISIKO HIPERTENSI PADA LAKI-LAKI PENGUNJUNG PUSKESMAS MANAHAN DI KOTA SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN.

BAB 1 PENDAHULUAN. lebih dari 90 mmhg (World Health Organization, 2013). Penyakit ini sering

BAB I PENDAHULUAN. kanan/left ventricle hypertrophy (untuk otot jantung). Dengan target organ di otak

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia. Dewasa ini perilaku pengendalian PJK belum dapat dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN UKDW. lanjut usia terus meningkat dari tahun ke tahun(rahayu, 2014). Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. diwaspadai. Hipertensi menjadi masalah kesehatan masyarakat yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. (overweight) dan kegemukan (obesitas) merupakan masalah. negara. Peningkatan prevalensinya tidak saja terjadi di negara

BAB 1 : PENDAHULUAN. utama masalah kesehatan bagi umat manusia dewasa ini. Data Organisasi Kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. disikapi dengan baik. Perubahan gaya hidup, terutama di perkotaan telah

BAB I PENDAHULUAN. degeneratif seperti jantung koroner dan stroke sekarang ini banyak terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. orang yang memiliki kebiasaan merokok. Walaupun masalah. tahun ke tahun. World Health Organization (WHO) memprediksi

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan usia harapan hidup dan penurunan angka fertilitas. mengakibatkan populasi penduduk lanjut usia meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. disebabkan oleh PTM terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian sebelum

BAB I PENDAHULUAN. inaktivitas fisik, dan stress psikososial. Hampir di setiap negara, hipertensi

BAB I PENDAHULUAN. 2009). Penyakit hipertensi sering disebut sebagai the silent disease atau penderita tidak

BAB 1 PENDAHULUAN. koroner, stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan. penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes.

BAB I PENDAHULUAN. Amerika Serikat (Rahayu, 2000). Berdasarkan data American. hipertensi mengalami peningkatan sebesar 46%.

BAB I PENDAHULUAN. psikologis dan sosial. Hal tersebut menimbulkan keterbatasan-keterbatasan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang terdiri dari orang laki-laki dan orang perempuan.

BAB I PENDAHULUAN. jantung beristirahat. Dua faktor yang sama-sama menentukan kekuatan denyut nadi

BAB I PENDAHULUAN. menular juga membunuh penduduk dengan usia yang lebih muda. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Insiden hipertensi mulai terjadi seiring bertambahnya usia. Pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Karakteristik Umum Responden

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit tekanan darah tinggi menduduki peringkat pertama diikuti oleh

Jurnal Keperawatan, Volume XI, No. 2, Oktober 2015 ISSN FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

BAB 1 PENDAHULUAN. dikenal juga sebagai heterogeneous group of disease karena dapat menyerang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

BAB I PENDAHULUAN. (Kemenkes RI, 2013). Hipertensi sering kali disebut silent killer karena

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Pasal 1 UU RI No. 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan. Lanjut Usia dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. tekanan darah diatas normal yang mengakibatkan peningkatan angka morbiditas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A

BAB I PENDAHULUAN. menular (PTM) yang meliputi penyakit degeneratif dan man made diseases.

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit tidak menular banyak ditemukan pada usia lanjut (Bustan, 1997).

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Penyakit degeneratif biasanya disebut dengan penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

HUBUNGAN OLAHRAGA TERHADAP TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI RAWAT JALAN DI RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan menuju hidup sehat 2010 yaitu meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. dari masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Indonesia saat ini juga

BAB 1 PENDAHULUAN. penyakit arteri koroner (CAD = coronary arteridesease) masih merupakan

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TEKANAN DARAH PEGAWAI DI KANTOR WILAYAH KEMENTERIAN AGAMA PROVINSI SUMATERA BARAT TAHUN 2017

BAB I PENDAHULUAN. sistolic dan diastolic dengan konsisten di atas 140/90 mmhg (Baradero, Dayrit &

BAB I PENDAHULUAN. produktifitas seseorang salah satunya adalah penyakit hipertensi.hipertensi atau

BAB I PENDAHULUAN. Depkes (2008), jumlah penderita stroke pada usia tahun berada di

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tidak menular (PTM) merupakan masalah kesehatan utama di

BAB I PENDAHULUAN. (Armilawati, 2007). Hipertensi merupakan salah satu penyakit degeneratif

BAB I PENDAHULUAN. dari penyakit infeksi ke Penyakit Tidak Menular (PTM). Terjadinya transisi

BAB 1 PENDAHULUAN. masalah kesehatan untuk sehat bagi penduduk agar dapat mewujudkan derajat

BAB III METODE PENELITIAN. berikut: Variabel bebas yaitu faktor-faktor pemicu hipertensi sesuai

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi memiliki istilah lain yaitu silent killer dikarenakan penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. terus menerus mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari data WHO

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan cairan empedu, dinding sel, vitamin dan hormon-hormon tertentu, seperti hormon seks dan lainnya (Gondosari, 2010).

BAB I PENDAHULUAN.

I. PENDAHULUAN. WHO (2006) menyatakan terdapat lebih dari 200 juta orang dengan Diabetes

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sirkulasi dan merupakan tekanan di dalam pembuluh darah ketika jantung

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik Responden yang Memengaruhi Tekanan Darah

BAB I PENDAHULUAN. jantung koroner (untuk pembuluh darah jantung) dan hipertrofi/left ventricle

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. dan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang banyak

BAB I PENDAHULUAN. daya regang atau distensibilitas dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan abnormal

BAB I PENDAHULUAN. dan kematian yang cukup tinggi terutama di negara-negara maju dan di daerah

BAB I PENDAHULUAN. 7%, sehingga Indonesia mulai masuk dalam kelompok negara berstruktur

BAB 1 PENDAHULUAN. Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang usia 65 tahun keatas (Potter

BAB I PENDAHULUAN. ditularkan dari orang ke orang. Mereka memiliki durasi panjang dan umumnya

BAB I PENDAHULUAN. Tekanan darah adalah tenaga pada dinding pembuluh darah arteri saat

BAB I PENDAHULUAN. atau tekanan darah tinggi (Dalimartha, 2008). makanan siap saji dan mempunyai kebiasaan makan berlebihan kurang olahraga

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan berbagai penyakit atau gangguan kesehatan salah satunya

BAB V PEMBAHASAN. A. Karakteristik responden yang mempengaruhi tekanan darah. rentang tahun dan lansia akhir pada rentang tahun.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. yang mendadak dapat mengakibatkan kematian, kecacatan fisik dan mental

BAB I PENDAHULUAN. Triple Burden Disease, yaitu suatu keadaan dimana : 2. Peningkatan kasus Penyakit Tidak Menular (PTM), yang merupakan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu masalah yang dapat timbul akibat perkembangan jaman. adalah gaya hidup tidak sehat yang dapat memicu munculnya penyakit

BAB I PENDAHULUAN. penyempitan pembuluh darah, penyumbatan atau kelainan pembuluh

BAB I PENDAHULUAN. penyakit infeksi ke penyakit tidak menular ( PTM ) meliputi penyakit

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian, Klasifikasi, Patofisiologi dan Gejala Klinik Hipertensi Hipertensi adalah kelainan sistem sirkulasi darah yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah di atas nilai normal atau tekanan darah 140/90 mmhg (Kemenkes RI, 2014) dan dapat digolongkan menjadi klasifikasi normal bila tekanan sistolik <120 mmhg dan diastolik <80 mmhg, pre hipertensi bila tekanan sistolik 120-139 mmhg dan diastolik 80-89 mmhg, hipertensi grade 1 bila tekanan sistolik 140-159 mmhg dan tekanan diastolik 90-99 mmhg serta hipertensi grade 2 bila tekanan sistolik 160 dan diastolik 100 (Kemenkes RI, 2012). Patofisiologi hipertensi secara umum dapat dikaitkan dengan ginjal dan sistem syaraf. Ginjal adalah organ dalam yang memegang peranan sangat penting di dalam sistem pengendalian tekanan darah, sehingga setiap gangguan maupun kondisi abnormal yang terjadi pada ginjal dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi. Patofisiologi hipertensi apabila dikaitkan dengan sistem syaraf, maka akan berhubungan dengan istem syaraf simpatis yang merupakan bagian dari system syaraf otonom yang akan meningkatkan tekanan darah yang bersifat sementara apabila tubuh bereaksi akibat adanya ancaman dari luar (Tahitiaannoni-ss.com, 2015). Hipertensi memiliki gejala yang tidak khas sehingga sering dijuluki sebagai the sillent killer (Kemenkes RI, 2012). 9

10 2.2 Epidemiologi Hipertensi Secara global prevalensi tertinggi peningkatan tekanan darah usia 18 tahun pada tahun 2014 terdapat di Afrika sebesar 30% dan yang terendah terdapat di Amerika yaitu sebesar 18%. Di negara-negara dengan penghasilan rendah prevalensi hipertensi lebih tinggi dibandingkan dengan negara berpenghasilan menengah ke atas (WHO, 2015). Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat ke-6 dengan prevalensi hipertensi sebesar 24% setelah Bhutan (27,7%), Timor Leste (26%), Nepal (25,9%), India (25,9%) dan Bangladesh (25,1%), sedangkan prevalensi hipertensi terendah yaitu Srilanka sebesar 21,6% (WHO, 2015). Prevalensi hipertensi tertinggi di Indonesia berdasarkan pengukuran pada umur 18 tahun menurut Hasil Riskesdas 2013 terdapat di Bangka Belitung (30,9%), disusul Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi yang paling rendah di Papua sebesar 16,8%, sedangkan prevalensi hipertensi di Provinsi Bali yaitu 19,9% (Kemenkes RI, 2013). Prevalensi hipertensi tertinggi di Provinsi Bali berdasarkan pengukuran tahun 2013 terdapat di Kabupaten Tabanan (25,8%), disusul Kabupaten Bangli (23,9%) dan Kabupaten Badung (22,4%). Prevalensi hipertensi terendah terdapat di Kabupaten Gianyar sebesar 13,3% (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2013). Secara geografis masyarakat yang tinggal di daerah pesisir lebih rentan terkena hipertensi dibandingkan dengan masyarakat yang tinggal di daerah pegunungan, karena pola konsumsi garam yang tinggi sedangkan masyakarat

11 pegunungan lebih banyak mengkonsumsi sayur mayur (Wahyuni dan Martini, 2006). Demikian pula halnya masyarakat yang tinggal di perkotaan memiliki prevalensi hipertensi lebih tinggi dibandingkan yang tinggal di pedesaan (Kemenkes RI, 2013). Epidemiologi hipertensi berdasarkan orang dapat diklasifikasikan menurut umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga. Laki-laki berpeluang menderita hipertensi diatas 55 tahun dan perempuan diatas 65 tahun (Kemenkes RI, 2011). Hasil Riskesdas Tahun 2013 menunjukkan bahwa semakin tinggi kelompok umur maka prevalensi hipertensi akan cenderung meningkat, baik melalui pengukuran maupun wawancara (Kemenkes RI, 2013). Laki-laki lebih cenderung menderita hipertensi dibandingkan wanita, namun wanita berpeluang lebih besar terkena hipertensi apabila berusia di atas 50 tahun. Hal ini karena hormon estrogen yang melindungi wanita dari risiko terkena penyakit cardiovascular akan semakin menurun pada saat seorang wanita memasuki masa menopause. Hal ini sesuai dengan Hasil Riskesdas Tahun 2013 di mana prevalensi hipertensi pada wanita lebih tinggi dibandingkan laki-laki baik melalui pengukuran maupun wawancara. (Kemenkes RI, 2013). Seseorang berpeluang hingga 2 kali lipat terkena penyakit hipertensi bila memiliki riwayat keluarga yang sebelumnya sudah menderita penyakit tersebut dibandingkan yang tidak (Kemenkes RI, 2010). Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan wawancara (apakah pernah didiagnosis tenaga kesehatan dan minum obat hipertensi) mengalami peningkatan yaitu dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% pada tahun 2013 (Kementerian

12 Kesehatan RI, 2013). Prevalensi hipertensi di Provinsi Bali juga mengalami peningkatan berdasarkan wawancara menurut hasil Riskesdas Tahun 2013. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Badung hipertensi menempati peringkat ke-3 dalam sepuluh besar penyakit di Kabupaten Badung baik pada Tahun 2013 maupun Tahun 2014, namun terjadi penurunan yaitu dari 7.713 kasus pada Tahun 2013 menjadi 6.625 pada Tahun 2014 (Dinas Kesehatan Kabupaten Badung, 2015). Sementara itu berdasarkan Laporan Sepuluh Besar Penyakit di Puskesmas Kuta Utara Tahun 2015, penderita hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Kuta Utara mengalami peningkatan dari 888 kasus pada tahun 2013 menjadi 944 kasus pada Tahun 2014 (Puskesmas Kuta Utara, 2015). 2.3 Faktor Risiko Hipertensi 2.3.1 Umur Semakin bertambahnya umur akan meningkatkan faktor risiko hipertensi karena anatomi tubuh yang mulai mengalami perubahan, dimana arteri akan kehilangan kelenturan yang mengakibatkan pembuluh darah menjadi kaku dan sempit sehingga tekanan darah akan meningkat (Kemenkes RI, 2012). Penelitian kasus dan control yang dilakukan di Kabupaten Rembang menunjukkan bahwa faktor umur merupakan faktor risiko hipertensi dengan OR=11,340; 95%CI=346 95,553 (Kartikasari, 2012). Demikian juga hasil penelitian cross secsional yang dilakukan di Kota Tengah terhadap 276 responden yang membuktikan bahwa umur merupakan faktor risiko terhadap hipertensi dengan OR=2,219; 95%CI=1,366 3, 605 (Gobel, 2013).

13 2.3.2 Jenis Kelamin Pria memiliki prevalensi sedikit lebih tinggi menderita hipertensi bila dibandingkan wanita (WHO, 2014). Hal itu berlaku untuk umur di bawah 50 tahun, karena bila sudah memasuki umur 50 tahun, wanita memiliki risiko yang lebih besar untuk mendapatkan hipertensi daripada pria, yang disebabkan karena menurunnya hormon estrogen yang berperan didalam memberikan perlindungan terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk tekanan darah tinggi (Wahyuni, 2006). Penelitian kasus dan control yang melibatkan 106 responden di Kabupaten Rembang menunjukkan bahwa jenis kelamin laki-laki merupakan faktor risiko terkena hipertensi dengan OR=3,051; 95%CI=1,318 7,062 (Kartikasari, 2012). Namun hasil berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan di Kabupaten Cikarang Barat di mana jenis kelamin tidak berhubungan dengan tekanan darah, p=0,355 dan 95%CI=0,66-4,92 (Anggara dkk, 2012). 2.3.3 Riwayat Keluarga Hipertensi dikaitkan pula dengan faktor riwayat keluarga dimana bila ayah atau ibu mempunyai penyakit hipertensi besar kemungkinan akan menurun kepada anak anaknya dengan perkiraan sebesar 30% dan bila baik ayah maupun ibu menderita hipertensi maka anak-anaknya berisiko terkena hipertensi sebesar 50%. Risiko menderita hipertensi essensial semakin tinggi bila baik ayah maupun ibu mengidap penyakit tersebut sebelumnya (Windyningtyas, 2009). Sebuah studi potong lintang yang dilakukan di daerah pedesaan Oyo di Barat Daya Nigeria melibatkan 367 responden berusia >18 tahun menunjukkan

14 hasil bahwa riwayat keluarga merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap hipertensi dengan nilai p<0,05 (Abdulsalam dkk, 2014). Namun hasil berbeda ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan pada kalangan wanita usia subur sebanyak 88 responden di Yogyakarta di mana riwayat keluarga tidak signifikan menyebabkan hipertensi, nilai p>0,05 (Yeni dkk, 2009). 2.3.4 Penghasilan WHO menyatakan bahwa di negara-negara yang berpenghasilan rendah, prevalensi hipertensi cenderung meningkat bila dibandingkan dengan negaranegara yang berpenghasilan menengah ke atas. Hal tersebut secara tidak langsung menyatakan bahwa status ekonomi seseorang yang salah satunya dipengaruhi oleh besar kecilnya penghasilan yang diperoleh memiliki kaitan dengan kejadian hipertensi. Namun penelitian kasus dan control yang dilakukan pada 84 responden yang dilakukan di Kota Surakarta menunjukkan bahwa status ekonomi tidak berhubungan dengan hipertensi, nilai p=0,450 (Prasetyo, 2015). 2.3.5 Stres Stres merupakan suatu keadaan ketegangan fisik dan mental/kondisi yang dialami oleh seseorang yang dapat mempengaruhi emosi, proses berpikir dan dapat menyebabkan ketegangan. Stres atau kondisi jiwa yang sedang tegang (perasaan tertekan, bersedih, amarah, ketakutan, perasaan patut disalahkan) dapat memacu anak ginjal menghasilkan hormon adrenalin dan memompa jantung untuk berdetak untuk lebih cepat dan kuat, yang berujung pada meningkatnya tekanan darah. Jika kondisi ini terjadi dalam periode yang lama, maka tubuh selanjutnya akan beradaptasi yang dapat menimbulkan ketidaknormalan organis

15 atau perubahan patologis dengan manifestasi yang menonjol adalah hipertensi (Gunawan, 2001). Hasil penelitian cross sectional yang dilakukan pada sampel sejumlah 91 orang di Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu pada tahun 2012, menunjukan bahwa stres secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat hipertensi nilai p=0,03 (Mahmudi, 2012). Penelitian yang dilakukan Finda Amriana tahun 2012 menunjukkan stres memiliki hubungan dengan hipertensi (Nilai p=0,021). Demikian juga halnya dengan penelitian cross sectional yang dilakukan di Daerah Pedesaan Oyo Barat Daya Nigeria terhadap 166 pria dan 201 wanita dewasa tahun 2014, menunjukkan bahwa stres secara signifikan berpengaruh kepada hipertensi nilai p=0,01 (Abdulsalam dkk, 2014). Namun penelitian yang dilakukan oleh Bernard Agyei, dkk yang dipublikasikan pada Bulan Juli 2014 di Belanda, tidak menemukan bukti bahwa stres berhubungan dengan hipertensi di kalangan migran sub sahara afrika. 2.3.6 Merokok Rokok mengandung zat racun seperti tar, nikotin dan karbon monoksida. Zat beracun tersebut akan menurunkan kadar oksigen ke jantung, meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi, penurunan kadar kolesterol HLD (kolesterol baik), peningkatan gumpalan darah dan kerusakan endotel pembuluh darah koroner (Kemenkes RI, 2012). Hasil penelitian oleh Kartikasari pada masyarakat pedesaan di Kabupaten Rembang tahun 2012 menunjukkan hasil bahwa merokok berhubungan dengan terjadinya hipertensi dengan OR=9,537. Berikutnya, sebuah

16 penelitian cross sectional yang dilakukan di Kecamatan Cikarang Barat dengan melibatkan 75 responden laki-laki dan perempuan menemukan adanya pengaruh antara kebiasaan merokok dengan hipertensi dengan OR=8,1; 95%CI=2,55-25,64 (Anggara, 2012). Bukan hanya perokok aktif, para perokok pasif pun memiliki risiko untuk menderita hipertensi akibat seringnya terpapar asap rokok. Sebanyak 392 perempuan berkebangsaan Cina bukan perokok berpartisipasi dalam penelitian cross sectional di Propinsi Shanxi, Cina Utara pada Tahun 2015 yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan resiko hipertensi pada wanita bukan perokok akibat tingginya proporsi laki-laki perokok terutama di daerah Cina pedesaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa merokok pasif meningkatkan risiko menderita hipertensi sebesar 2 kali lipat dengan Adjusted OR=1,99; 95% CI=1,16-3,39 (Li N, dkk., 2015). Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Airul Nuroh yang meneliti faktor yang berkaitan dengan hipertensi di kalangan pasien yang berkunjung di RSUD Kabupaten Karanganyar tahun 2012, di mana merokok tidak berhubungan dengan hipertensi (Nilai p=0,155 atau p>0,05). 2.3.7 Konsumsi Buah dan Sayur Buah dan sayuran utamanya kentang memiliki berbagai kandungan vitamin dan mineral yang berguna untuk memaksimalkan kerja dan fungsi organ tubuh serta merupakan sumber kalium yang dapat melindungi tubuh kita dari penyakit hipertensi (Weaver, 2013). Pola hidup di perkotaan di mana masyarakatnya lebih cenderung memilih makanan cepat saji yang minim

17 mengandung buah dan sayur akan memperbesar peluang terjadinya penyakit degenerative seperti hipertensi (Kemenkes RI, 2012). Sebuah penelitian cross sectional dilakukan di wilayah Mediterania tahun 2012 melibatkan 3995 orang yang terdiri dari 58% wanita usia rata-rata 67 tahun dimana 81% diantaranya menderita hipertensi. Dari hasil penelitian diketahui bahwa mengkonsumsi gazpacho (Soup sayur khas mediterania) dengan kategori sedang dan tinggi dapat menurunkan tekanan darah sistolik rata-rata masingmasing 1,9 mmhg dan 2,6 mmhg. Sedangkan tekanan darah diastolik dapat diturunkan rata-rata masing-masing 1,5 mmhg dan 1,9 mmhg (Medina-Remon A dkk, 2012). Penelitian yang dilakukan oleh Airul Nuroh yang meneliti faktor yang berkaitan dengan hipertensi di kalangan pasien yang berkunjung di RSUD Kabupaten Karanganyar tahun 2012 menunjukkan bahwa kurang mengkonsumsi buah dan sayur memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian hipertensi (OR=3,6). Hasil yang berbeda diungkapkan oleh Dian Lestari tahun 2010 yang menyebutkan bahwa tidak terdapat kaitan antara asupan kalium dengan hipertensi (Nilai p=0,315). Penelitian yang dilakukan oleh Etika Hasna Dina Putri tahun 2014 juga tidak dapat membuktikan adanya hubungan antara asupan kalium dengan kejadian hipertensi pada wanita menopause (Nilai p=1,000). 2.3.8 Konsumsi Kopi Penelitian menunjukkan bahwa minum kopi dapat meningkatkan tekanan darah pada pasien hipertensi berusia lanjut. Apabila kebiasaan mengkonsumsi kopi disertai dengan merokok, maka tekanan darah akan lebih

18 meningkat jika dibandingkan dengan orang yang hanya minum kopi saja. Oleh karena itu, pasien hipertensi sangat disarankan untuk membatasi konsumsi kafein dan nikotin (Windyningtyas, 2009). Penelitian kohort prospektif yang dilakukan di Italia dengan melibatkan 1201 partisipan, menunjukkan hasil bahwa mengkonsumsi kopi merupakan faktor risiko yang signifikan dari meningkatnya kejadian hipertensi yang memerlukan pengobatan dengan Hazard Rasio (HR) 1.5 (CI=1.1-1.9) di kalangan pengkonsumsi kopi berat (>3 cangkir per hari) dan HR 1.1 (CI=0.9-1.3) di kalangan pengkonsumsi kopi sedang (1-3 cangkir sehari) dibandingkan dengan yang tidak mengkonsumsi kopi sama sekali (Mos L dkk, 2015). Hal yang senada juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Ngateni pada tahun 2009 yang meneliti tentang hubungan kebiasaan minum kopi pada sopir bemo di terminal Joyoboyo Surabaya, dimana kopi merupakan faktor risiko terhadap kejadian hipertensi dengan OR=3,35 (Mannan, dkk., 2012). Namun penelitian yang dilakukan oleh Hasrin Manan Tahun 2012 justru menunjukkan bahwa minum kopi tidak bermakna secara statistik dengan penyakit hipertensi (CI 95% 0,52-4,60). Begitu pula penelitian yang dilakukan Andi Emmy tahun 2010 pada golongan umur dewasa muda di Kabupaten Pinrang yang menunjukkan bahwa konsumsi kopi bukan faktor resiko terhadap kejadian hipertensi (Mannan dkk, 2013). Hasil penelitian hubungan pola kebiasaan konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada masyarakat miskin di Indonesia justru menunjukkan bahwa mengkonsumsi kopi cenderung menurunkan risiko kejadian hipertensi (95%CI=0,865-0,929) (Indrawati, 2009).

19 2.3.9 Aktivitas Fisik Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat menurunkan tekanan darah karena aktivitas fisik yang teratur dapat melebarkan pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi normal (Kemenkes RI, 2012). Orang yang kurang berolah raga atau kurang aktif bergerak dan mereka yang kurang bugar, memiliki risiko menderita tekanan darah tinggi atau hipertensi meningkat 20 50% dibandingkan mereka yang aktif dan bugar (Windyningtyas, 2009). Penelitian yang dilakukan di kalangan pengguna sistem layanan kesehatan publik di Brazil Tahun 2015 yang melibatkan 963 responden menunjukkkan bahwa kurangnya aktivitas fisik dalam 3 domain yaitu domain kerja, olahraga dan waktu luang meningkatkan risiko kejadian hipertensi, OR=2,46; 95%CI=1,14-5,32 (Turi BC, dkk., 2015). Demikian juga halnya dengan penelitian case control yang dilakukan di Kabupaten Sleman Tahun 2013 terhadap 50 responden, menunjukkan hasil bahwa aktivitas fisik yang kurang dapat meningkatkan risiko terkena hipertensi dengan OR=4,9; 95%CI=1,29-18,26 (Listiyaningsih Atun dkk., 2013). Hasil berbeda ditunjukkan oleh penelitian kasus dan kontrol yang dilakukan pada masyarakat pedesaan di Kabupaten Rembang dimana aktivitas fisik tidak signifikan sebagai faktor risiko hipertensi (OR=0,492) (Kartikasari, 2012). Senada dengan hasil penelitian Bulkiah di Kabupaten Luwu tahun 2013 yang menyatakan bahwa tingkat aktivitas fisik tidak berpengaruh terhadap hipertensi (nilai p=0,06).

20 2.3.10 Konsumsi Makanan Asin Garam memiliki sifat mengikat cairan sehingga mengkonsumsi garam dalam jumlah yang berlebihan secara terus-menerus dapat berpengaruh secara langsung terhadap peningkatan tekanan darah. Natrium yang umumnya berasal dari garam memegang peranan penting terhadap timbulnya hipertensi, natrium dan klorida merupakan ion utama cairan ekstraseluler. Mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang berlebihan mengakibatkan kadar natrium dalam cairan ekstraseluler meningkat. Untuk menstabilkannya, cairan intraseluler ditarik keluar, sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat. Akibat dari meningkatnya volume cairan ekstraseluler maka volume darah akan ikut bertambah dan dampaknya adalah menimbulkan tekanan darah yang tinggi. Takaran mengkonsumsi garam yang ideal agar terhindar dari penyakit tekanan darah yaitu maksimal 6 gram (1 takar sendok teh) sehari (Kemenkes RI, 2011). Penelitian case control yang dilakukan di Kabupaten Rembang menunjukkan bahwa garam merupakan faktor risiko bagi kejadian hipertensi, dengan OR=3,446; 95%CI=1,509 7,872 (Kartikasari, 2012). Namun penelitian potong lintang yang dilakukan terhadap 333 responden yang berusia 45 tahun di Desa Sigaol Simbolon, Kabupaten Samosir menunjukkan bahwa mengkonsumsi garam bukan merupakan faktor risiko hipertensi, nilai p=0,074 (Siringoringo dkk, 2013).

21 2.3.11 Konsumsi Makanan Mengandung Lemak Pola hidup masyarakat saat ini menyukai makanan yang tinggi lemak akibat menjamurnya gerai-gerai makanan cepat saji yang kandungan lemaknya sangat tinggi. Lemak merupakan penyumbang kolesterol terbesar dimana kolesterol yang berlebihan konsentasinya dalam darah akan menempel pada dinding pembuluh darah sehingga pembuluh darah akan menyempit dan mengakibatkan tekanan darah meningkat (Kemenkes RI, 2011). Mengkonsumsi lemak berpengaruh terhadap kejadian hipertensi ditunjukkan oleh penelitian potong lintang terhadap 333 responden berusia 45 tahun yang dilakukan di Desa Sigaol Simbolon, Kabupaten Samosir di mana nilai p=0,032 (Siringoringo dkk, 2013). Namun penelitian kasus dan kontrol yang dilakukan di Kabupaten Rembang menunjukkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi lemak bukan merupakan faktor risiko bagi kejadian hipertensi, dengan nilai p=0,05 ; 95%CI=0,995 4,768 (Kartikasari, 2012). 2.3.12 Kegemukan (Obesitas) Kegemukan atau obesitas didefinisikan sebagai peningkatan berat badan lebih dari 20% berat badan normal atau Index Massa Tubuh (IMT), yaitu suatu angka yang didapat dari hasil berat badan dalam kilogram dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat. Seseorang dikatakan mengalami kegemukan bila Index Massa Tubuhnya >27 kg/m 2 (Kemenkes RI, 2015). Kegemukan dapat menyebabkan hipertensi karena semakin berat bobot tubuh seseorang, maka volume darah yang diperlukan untuk mengantarkan oksigen dan sari makanan ke seluruh tubuh juga semakin banyak. Akibatnya jumlah darah yang beredar pada

22 pembuluh darah semakin banyak dan tekanan pada dinding arteri akan bertambah (Kartikasari, 2012). Penelitian kasus dan kontrol yang dilakukan terhadap 106 responden di Kabupaten Rembang menunjukkan bahwa kegemukan merupakan faktor risiko hipertensi OR=9,051; 95%CI=1,804 45,420 (Kartikasari, 2012).