BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok. pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. Undang Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok. pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Selama ini pemerintahan di Indonesia menjadi pusat perhatian bagi

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah merupakan hal yang. pemberi pelayanan publik kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Dengan seringnya pergantian penguasa di negara ini telah memicu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Ditetapkannya Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

BAB. I PENDAHULUAN. bidang akuntansi pemerintahan ini sangat penting karena melalui proses akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. laporan pertanggungjawaban berupa Laporan Keuangan. Akuntansi sektor publik

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Seiring dengan adanya perubahan masa dari orde baru ke era

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perkembangan sistem tata kelola pemerintahan di Indonesia telah melewati serangkain

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun demikian, masih banyak

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government). Good governance. yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien.

BAB I PENDAHULUAN. lahirnya paket undang-undang di bidang keuangan negara, yaitu undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar dengan diterapkan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. reformasi yang semakin luas dan menguat dalam satu dekade terakhir. Tuntutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Tuntutan reformasi di segala bidang yang didukung oleh sebagian

BAB I PENDAHULUAN. tata kelola yang baik diperlukan penguatan sistem dan kelembagaan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan istilah otonomi daerah. pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa untuk mengelola

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. atau memproduksi barang-barang publik. Organisasi sektor publik di Indonesia

AKUNTANSI, TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN PUBLIK (SEBUAH TANTANGAN) OLEH : ABDUL HAFIZ TANJUNG,

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas tentang latar belakang dari dilakukan penelitian ini,

BAB 1 PENDAHULUAN. kelola kepemerintahan yang baik (good governance government), yaitu

BAB I PENDAHULUAN. ini bukan hanya orang-orang dari bidang akuntansi yang dapat memahami laporan

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah No.105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. negara/daerah dimulai dengan diterbitkannya 2 (dua) undang-undang yang

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintah daerah sepenuhnya dilaksanakan oleh daerah. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. Era reformasi telah memberikan peluang bagi perubahan cara-cara pandang

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia namun juga di negara-negara lain (Indra Bastian, 2010:5).

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

BAB I PENDAHULUAN. yang sering disebut good governance. Pemerintahan yang baik ini. merupakan suatu bentuk keberhasilan dalam menjalankan tugas untuk

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. pesat dengan adanya era reformasi dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. atau Walikota dan perangkat daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan

BAB I PENDAHULUAN. kewenangan lebih luas kepada pemerintah daerah. dana, menentukan arah, tujuan dan target penggunaan anggaran.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu bidang dalam akuntansi sektor publik yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk menjalankan pemerintahannya. Pemerintah pusat memberikan kewenangan

BAB I PENDAHULUAN. mencatat desentralisasi di Indonesia mengalami pasang naik dan surut seiring

BAB I PENDAHULUAN. kinerjanya kepada publik. Pemerintah merupakan entitas publik yang harus

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Manajemen keuangan daerah tidak terlepas dari perencanaan dan


BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi dan ekonomi, sudah pasti disemua negara di dunia

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dapat diraih melalui adanya otonomi daerah.indonesia memasuki era otonomi

BAB I PENDAHULUAN. dan fungsinya yang didasarkan pada perencanaan strategis yang telah ditetapkan.

BAB 1. Pendahuluan A. LATAR BELAKANG. Reformasi pada pemerintahan Indonesia mengakibatkan perubahan

BAB I PENDAHULUAN. memperbaiki kualitas kinerja, transparansi dan akuntabilitas pemerintahan di

BAB I PENDAHULUAN. Penyajian laporan keuangan di daerah-daerah khususnya di SKPD (Satuan

BAB I PENDAHULUAN. Good Government Governance merupakan function of governing. Salah

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi tersebut yaitu dengan diselenggarakannya otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan sejak adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. Penerapan otonomi daerah yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Berlakunya Otonomi Daerah di Pemerintahan Indonesia, sehingga setiap

BAB 1 PENDAHULUAN. mandiriurusan pemerintahannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi pengelolaan keuangan Negara masih terus dilakukan secara

BAB I PENDAHULUAN. dan Belanja Daerah (APBD). Wujud dari akuntabilitas, transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan sektor publik khususnya laporan keuangan. pemerintah adalah wujud dan realisasi pengaturan pengelolaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperhatikan asas keadilan, kepatutan dan manfaat untuk masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. menguatnya tuntutan akuntabilitas atas organisasi-organisasi publik tersebut,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah berjalan sejak tahun 1999-an

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. Politik, akan tetapi dibidang keuangan negara juga terjadi, akan tetapi reformasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. direvisi menjadi Undang-Undang No. 32 tahun 2004 serta Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah merupakan suatu tuntutan yang perlu direspon oleh

BAB I PENDAHULUAN. dan teori perlu berimplikasi pada praktik. Oleh karena itu antara teori dan praktik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan pada sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi

BAB I PENDAHULUAN. dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengeluarkan UU No. 33 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. Beralihnya masa orde lama ke orde baru telah menimbulkan banyak. perubahan baik dalam segi pemerintahan, ekonomi dan politik.

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaran pemerintahan yang baik (good governance), salah. satunya termasuk negara Indonesia. Pemerintahan yang baik adalah

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai peraturan yang ada diantaranya adalah; Peraturan Pemerintah (PP)

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. harus ditingkatkan agar menghasilkan laporan keuangan yang berkualitas. Dalam

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. karena entitas ini bekerja berdasarkan sebuah anggaran dan realisasi anggaran

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan diubah dengan Peraturan Perundang-undangan (Perpu) No. 3 Tahun 2005 serta UU No. 25 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004, menjadi tonggak awal dari otonomi daerah. Otonomi daerah merupakan upaya pemberdayaan daerah dalam pengambilan keputusan daerah berkaitan dengan pengelolaan sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan potensi daerah tersebut. Dengan pemberian otonomi daerah kabupaten dan kota, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan Pemerintah Daerah. Pengelolaan keuangan negara/daerah di Indonesia telah banyak mengalami perubahan atau perbaikan seiring dengan semangat reformasi manajemen keuangan pemerintah untuk mencapai keberhasilan otonomi daerah. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara beserta peraturan-peraturan turunannya yang juga telah banyak mengalami revisi dan penyempurnaan. Beberapa peraturan terkait dengan implementasi otonomi daerah yang telah dikeluarkan adalah paket undang-undang bidang keuangan negara yakni UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,, UU No. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 tahun 2004 tentang Pemeriksanaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Dalam rangka mengimplementasikan perundang

undangan bidang keuangan Negara telah dikeluarkan berbagai aturan pelaksanaan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP), antara lain PP No. 20 tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah, PP No. 21 tahun 2004 tentang Rencana Kerja dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga, dan PP No. 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Khusus berkenaan dengan pengelolaan keuangan daerah dikeluarkan Peraturan Pemerintah No 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebagai tindak lanjut PP No. 58 tahun 2005, Menteri Dalam Negeri telah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, dan terakhir telah direvisi dengan Permendagri No. 59/2007 tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13/2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan ini khusus mengatur mengenai pedoman pengelolaan keuangan daerah yang baru, sesuai arah reformasi tata kelola keuangan negara/daerah. Perubahan yang sangat mendasar dalam peraturan ini adalah bergesernya fungsi Ordonancering dari Badan/bagian/biro Keuangan ke setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), dan SKPD sebagai accounting entity berkewajiban untuk membuat laporan keuangan SKPD serta penegasan bahwa Bendahara Pengeluaran sebagai Pejabat Fungsional. Salah satu kebijakan pemerintah pusat terutama kebijakan dalam keuangan Negara sangatlah wajar harus melibatkan peran serta pemerintah pusat. Sebab, kinerja dan pengelolaan daerah saat ini menempati posisi penting dalam strategi pemberdayaan pemerintah daerah terlebih lagi dalam mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah dan mewujudkan desentralisasi yang luas, nyata dan dapat dipertanggungjawabkan. Pengelolaan keuangan yang dikelola secara baik

merupakan isu pertama yang harus dilakukan pemerintah daerah dalam rangka upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih dan baik, dimana pengelolaan keuangan daerah yang dapat dikatakan baik adalah kemampuan pemerintah daerah dalam mengontrol kebijakan-kebijakan keuangan daerah secara ekonomis, efisien, transparan dan akuntabel. Seiring berjalannya waktu dalam pelaksanaannya dirasakan sangat menyulitkan dalam hal mempelajari dan memahami serta juga ada beberapa kendala yaitu aturan-aturan pelaksanaan yang belum dikeluarkan, baik itu turunan dari Undang-undang maupun peraturanperaturan pemerintah itu sendiri sampai sekarang belum dapat diwujudkan. Dalam implementasinya pada Pemerintah Kota Binjai menganggap perubahan ini masih sangat merepotkan dikarenakan belum diadakannya pelatihan-pelatihan yang bersifat optimal dengan mengundang para ahli keuangan untuk mengatasi ketidakpahaman pengelolaan keuangan daerah dimasing-masing satuan kerja perangkat daerah. Selanjutnya mengenai kebijakan pengelolaan keuangan daerah tidak terlepas dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yang dilakukan dengan menekankan pada konsekuensi hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Undang Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagai pengganti Undang-undang No. 22 tahun 1999 memberikan penyegaran terhadap acuan atau arahan penyelenggaraan pemerintah daerah dimana undang-undang tersebut mengacu pada peningkatan efisiensi, efektifitas, akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan sektor publik yang dapat dilihat dari pendapatan maupun belanja.

Beberapa fenomena yang terjadi pada Pemerintah kota Binjai pada tahun 2007 adalah temuan dari hasil pemeriksaan oleh Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) berdasarkan nomor 1/S/XVIII.MDN/08/2008 untuk tahun anggaran 2007 terdapat ketiadaksesuaian penggunaan dana bantuan sosial. Hal tersebut berupa ketidaksesuaian ketentuan dengan tata cara pemberian bantuan sosial yang ternyata belum diatur dalam peraturan Kepala Daerah dan dari hasil uji juga diketahui terhadap SPJ yang tidak dilengkapi dengan dokumen pendukung seperti proposal kegiatan dan atau penggunaan dana bantuan. Bahkan terdapat pencairan dana bantuan yang hanya didukung dengan bukti kwitansi. Selain itu, terdapat SPJ yang sudah dilengkapi dengan dokumen pendukung, tetapi dokumen pendukung tersebut masih diragukan keabsahannya. Sebagai contoh, surat permohonan bantuan dana tidak ditujukan kepada penanggungjawab kegiatan atau surat permohonan bantuan dana tidak menjelaskan berapa jumlah dana yang diajukan dalam surat permohonan tersebut tetapi mendapatkan pencarian dana bantuan social (www.ksemar.wordpress.com.) Berikutnya atas pelaporan dari Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) untuk Laporan Keuangan Pemerintah Daerah tahun anggaran 2011, pemerintah kota Binjai meraih opini Wajar dengan Pengecualian dan naik satu peringkat dari opini Tidak Wajar atas Laporan Keungan Pemerintah Daerah tahun anggaran 2010. (www.binjai.go.id). Namun di akhir tahun 2011, Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) mendapatkan temuan terkait surat keputusan pengahapusan asset Wali Kota Binjai Nomor 028-649/K/2011 tertanggal 28 Desember 2011 sebesar Rp. 17 Miliar yang dinilai oleh BPK tidak sesuai dengan prosedur dan merugikan Negara sebesar Rp. 17 Milliar. Lelang yang dilakukan oleh Pemko

Binjai terhadap sejumlah aset diantaranya, tanah, bangunan, mobil, paralatan kantor lainnya, melanggar Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 93/PMK.06/2010 tentang petunjuk pelaksanaan lelang, juga tidak melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). BPK berpendapat setelah telaah hasil audit BPK-RI tahun 2011 Nomor: 5.A/LHP/XVIII.MDN/07/2012 tanggal 04 Juli 2012 di Binjai, melihat bahwa berdasarkan laporan keuangan Pemerintah Kota Binjai diketahui terdapat penghapusan aset tetap senilai Rp 17.742.439.359,85. Penghapusan tersebut telah ditetapkan dengan keputusan Walikota Binjai Nomor:028-649/K/2011 tanggal 28 Desember 2011. Atas penghapusan tersebut telah dilakukan penjualan oleh panitia penghapusan dan hasilnya telah disetor ke kas daerah hanya senilai Rp 35.911.400. Bahkan, setelah BPK-RI melakukan konfirmasi kepada Kepala Bidang aset Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) diketahui bahwa penjualan tidak melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL). Lalu, Pemilik barang dalam hal ini pemerintah Kota Binjai tidak melakukan permohonan pelaksanaan lelang non eksekusi wajib kepada KPKNL. Selain itu, penjualan tidak terbuka untuk umum karena panitia penghapusan hanya melakukan undangan kepada tiga calon pembeli tanpa mengumumkan rencana lelang barang inventaris melalui surat kabar harian yang terbit di Kota Binjai dan penjualan dilakukan oleh panitia penghapusan bukan dilakukan oleh pejabat lelang. Jika dilihat kondisi diatas pemerintah kota Binjai diasumsikan belum dapat mewujudkan good public governance khususnya di bidang pengelolaan keuangan daerah dan pelayanan public dengan baik, tetapi masih membutuhkan pengkajian yang lebih mendalam, khususnya menyangkut peran manajer, kualitas sdm di

SKPD serta pengelolaan keuangan daerah dalam kaitannya dengan pelayanan publik. Salah satu perubahan mendasar dalam manajemen keuangan daerah pasca reformasi keuangan daerah adalah perubahan sistem akuntansi pemerintah pusat dan daerah. Inti dari perubahan tersebut adalah tuntutan dilaksanakannya akuntansi dalam pengelolaan keuangan daerah oleh pemerintah, baik pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten dan kota, bukan pembukuan seperti yang dilaksanakan selama ini. Pengelolaan keuangan daerah yang baik perlu ditunjang oleh peran manajer atau pengguna kuasa anggaran dan kualitas sdm yang baik agar penatasusahaan keuangan di daerah memiliki akurasi dan akuntabilitas yang tinggi. Selain, itu komunikasi dan sarana pendukung di setiap SKPD juga merupakan salah satu dimensi yang tidak kalah penting dalam pengelolaan. Dengan peran manajer yang baik maka alokasi anggaran publik yang tercermin dalam anggaran pendapatan daerah (APBD) dapat diperuntukan untuk kepentingan publik. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja Satuan Kerja Pemerintah Daerah Pada Pemerintahan Kota Binjai Dengan Pengelolaan Keuangan Daerah Sebagai Variabel Moderating. Adapun yang menjadi faktor-faktor adalah Peran Manajer, Komunikasi, Kualitas SDM dan Sarana Pendukung yang diduga mendukung Kinerja Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Binjai Provinsi Sumatara Utara. 1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Apakah Peran Manajer, Komunikasi, Kualitas SDM dan Sarana Pendukung berpengaruh secara simultan dan parsial terhadap kinerja SKPD pada Pemerintahaan Kota Binjai? 2. Apakah Pengelolaan Keuangan Daerah dapat Memoderasi hubungan antara Peran Manajer, Komunikasi, Kualitas SDM dan Sarana Pendukung dengan Kinerja SKPD pada Pemerintahan Kota Binjai? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui dan menganalisis Peran Manajer, Komunikasi, Kualitas SDM dan Sarana Pendukung secara simultan dan parsial terhadap kinerja SKPD pada pemerintahaan Kota Binjai. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis Pengelolaan Keuangan Daerah dapat Memoderasi Hubungan antara Peran Manajer, Komunikasi, Kualitas SDM dan Sarana Pendukung dengan Kinerja SKPD pada Pemerintah Kota Binjai. 1.4 Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak sebagai berikut: 1. Ilmu Pengetahuan : Hasil Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi penambahan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang nantinya dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan referensi dan perbandingan dalam penelitian lebih lanjut oleh peneliti berikutnya.

2. Objek yang diteliti : Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan ide masukan dan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Daerah Kota Binjai dalam pengambilan kebijakan terhadap pengawasan dan memahani sistem akuntansi keuangan daerah serta pengelolaan keuangan terhadap kinerja dari SPKD Pemerintah Kota Binjai khususnya. 3. Peneliti : Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya di bidang akuntansi sektor publik dan wawasan keilmuan dalam bidang akuntansi keuangan daerah dalam memahami Pengaruh Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja SKPD pada Pemerintah Kota Binjai dengan pengelolaan keuangan daerah sebagai variabel moderating. 1.5 Originalitas Penelitian ini merupakan modifikasi dari peneliti Arisonaldi Sibagariang (2013) yang meneliti Pengaruh Kualtias SDM, Komunikasi, Sarana Pendukung dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja SKPD (Studi Empiris Pada Pemerintah Kota Sibolga). Dalam penelitian tersebut menyimpulkan Kualitas SDM tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja SKPD Kota Sibolga, Komunikasi berpengaruh signifikan positif terhadap Kinerja SKPD Kota Sibolga, Sarana Pendukung tidak berpengaruh terhadap Kinerja SKPD Kota Sibolga, Komitmen Organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap Kinerja SKPD Kota Sibolga. Perbedaan dengan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah di Variabel Independennya yaitu dengan mengganti variabel Komitmen Organisasi

dengan variabel Peran Manajer serta menggunakan Pengelolaan Keuangan Daerah sebagai Variabel Moderating. Perbedaan selanjutnya terdapat pada lokasi dan waktu penelitian yaitu pada penelitian sebelumnya berada di Kabapuaten Sibolga pada tahun 2013 sedangkan dalam penelitian ini lokasi penelitiannya adalah berada di pemerintahan Kota Binjai Provinsi Sumatara Utara pada tahun 2014. Perbedaan terakhir adalah terletak pada sampel yang diuji yaitu dalam penelitian ini digunakan sebanyak 52 SKPD dari Pemerintahan Kota Binjai. Sedangkan di Penelitian Sebelumnya digunakan sebanyak 32 Unit SKPD.