BAB I PENDAHULUAN. opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun demikian, masih banyak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun demikian, masih banyak"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun demikian, masih banyak pemerintah daerah yang mendapatkan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP). Berdasarkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2015 BPK RI dapat dilihat opini Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) pada tahun 2014 sebagai berikut: terhadap 504 LKPD Tahun 2014, BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian atas 251 LKPD, opini Wajar Dengan Pengecualian atas 230 LKPD, opini Tidak Wajar atas 4 LKPD, dan opini Tidak Memberi Pendapat atas 19 LKPD. Menurut Gutomo (2014), permasalahan yang menghambat belum diperolehnya opini WTP dari hasil audit BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah cukup beragam, namun fenomena yang terjadi lebih sering disebabkan masalah dari pengelolaan aset tetap yang tidak akuntanbel sehingga penyajian aset tetap di neraca tidak dapat diyakini kewajarannya oleh auditor. Pengelolaan barang milik daerah dilakukan dari siklus perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan. Menurut Yusuf (2010: 38), salah satu penyebab tidak bagusnya pengelolaan aset daerah adalah karena saat penganggaran salah dalam menentukan jumlah belanja modal. Berdasarkan PSAP No. 7 Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 paragraf 5, dijelaskan bahwa biaya perolehan aset tetap meliputi harga beli aset tetap ditambah semua biaya yang dikeluarkan 1

2 2 sampai aset tetap siap untuk digunakan. Biaya yang dikeluarkan diluar harga beli, misalnya biaya transportasi, biaya uji coba, biaya konsultan perencanaan, konsultan pengawas dan pengembangan software, dan lain-lain. Komponenkomponen tersebut harus dianggarkan dalam APBD sebagai belanja modal dan bukan sebagai belanja operasional. Sehingga jika biaya-biaya tersebut dianggarkan sebagai belanja operasional maka harus dilakukan konversi harga, agar didapatkan harga perolehan aset tetap yang wajar (Yusuf, 2010: 38). Selain penganggaran belanja modal, permasalahan pengelolaan barang milik daerah juga terkait masalah penganggaran belanja pemeliharaan aset tetap. Menurut Yusuf (2010: 35), Setiap aset tetap daerah yang dibeli perlu diimbangi dengan pemeliharaan aset agar aset yang ada tetap terawat dan umur ekonomisnya dapat bertambah. Berdasarkan Permendagri No. 17 Tahun 2007 pasal 7 dinyatakan bahwa dalam menyusunan anggaran belanja pemeliharaan untuk tahun berjalan, seharusnya mengacu pada kondisi aset tetap pada tahun sebelumnya. Pemerintah daerah harus mengetahui kondisi barang milik daerah (rusak berat, rusak ringan atau baik) yang akan dipelihara sehingga dapat dengan jelas mengetahui berapa jumlah dana yang akan dibutuhkan untuk memelihara aset tetap agar dapat digunakan untuk kegiatan pemerintahan. Menurut Abdullah (2009), proses pemeliharaan aset tetap harus didukung dengan pencatatan pemeliharaan aset dalam upaya agar tidak terjadi fenomena ghost expenditures yaitu alokasi untuk pemeliharaan selalu dianggarkan secara incremental meskipun banyak aset yang sudah tidak berfungsi atau hilang. Hal ini terjadi karena tidak adanya transparansi dalam penghapusan dan pemidahtanganan aset-aset pemerintah. Untuk aset yang sudah lama dan tidak

3 3 dapat digunakan secara optimal lagi oleh pemerintah daerah, aset tersebut dapat dilakukan penghapusan, selain itu secara ekonomis lebih menguntungkan bagi daerah apabila dihapus, karena biaya operasional dan pemeliharaannya lebih besar dari manfaat yang diperoleh. Namun dalam pelaksanaan penghapusan dan pemindahtanganan, masih terdapat penghapusan dan pemindahtanganan yang tidak sesuai dengan mekanisme yang berlaku karena pelaksanaannya tidak berdasarkan peraturan yang ada dan dapat menimbulkan kemungkinan adanya penyalahgunaan wewenang ataupun tindakan untuk menguntungkan diri sendiri yang akan merugikan daerah ( Selain itu kendala lain dari proses penghapusan aset daerah adalah prosedur penghapusan yang dipandang rumit oleh pemerintah daerah karena banyak persyaratan yang dipenuhi agar dapat disetujuinya penghapusan suatu barang milik daerah dan membutuhkan waktu yang lama ( Menurut Sugito (2014), penyebab lain yang menyebabkan terkendalanya pengelolaan barang milik daerah yang baik adalah saldo per jenis aset tetap di neraca SKPD (dan konsolidasiannya) tidak didukung dengan rincian per jenis aset tetap per SKPD. Pengakuan aset tetap oleh Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK)-SKPD dan/ atau bidang akuntansi di Bendahara Umum Daerah (BUD) atas transaksi belanja barang, belanja modal, belanja lainnya, atau dari hibah tidak sama dengan pencatatan yang dilakukan oleh pengurus barang di SKPD. Untuk mengatasi permasalahan perbedaan pencatatan aset tetap di buku inventaris dengan neraca keuangan di SKPD sebenarnya memerlukan rekonsiliasi secara berkala antara PPK-SKPD dengan pengurus/ penyimpan barang dan antara bagian

4 4 akuntansi di Bendahara Umum Daerah (BUD) dengan bidang administrasi barang milik daerah. Menurut Gutomo (2014), permasalahan aset tetap pemerintah daerah pada umumnya terkait adanya barang milik daerah tidak dicatat, barang milik daerah yang tidak ada justru masih dicatat, barang milik daerah dicatat tapi tidak didukung dengan dokumen kepemilikan yang sah. Hal ini terjadi dikarenakan aset tetap daerah jumlahnya terlalu banyak dalam kuantitas, juga diakibatkan data pencatatan yang sudah belasan atau bahkan puluhan tahun lamanya. Selain itu juga, kelemahan dari segi aset tetap ini juga muncul karena pada masa lalu pemerintahan daerah memposisikan pengelolaan barang milik daerah tidak lebih penting dari pengelolaan keuangan dan menumpukan seluruh permasalah pengelolaan barang kepada pengurus barang Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Berdasarkan artikel pada www. kepriprov.go.id, permasalahan lain dari pengelolaan aset tetap di pemerintah daerah adalah masalah pengelolaan aset yang berasal dari hibah barang milik negara (HBN) asal kegiatan dekonsentrasi dan tugas perbantuan. Permasalahan ini, menurut Respationo (2014) disebabkan penyelesaian aset daerah yang bersumber dari kegiatan dekonsentrasi dan tugas perbantuan tidak segera ditindaklanjuti karena penyerahan aset dari pemerintah pusat kepada daerah terhambat dari segi administrasinya. Masalah administrasi ini menyebabkan keberadaan aset negara tersebut sulit terlacak keberadaannya. Padahal, jika pemerintah daerah dapat segera menguasai aset tersebut, maka pemerintah dapat segera menguasai dan memelihara aset tersebut. Sesuai dengan permendagri No 71 Tahun 2013 pada pasal 36 dinyatakan bahwa barang yang

5 5 diperoleh dari dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan merupakan barang milik Negara, dan bisa dihibahkan kepada pemerintah daerah. Adapun beberapa permasalahan pengelolaan barang milik daerah yang terjadi pada pemerintah daerah dapat disimpulkan sebagai berikut. Tabel Permasalahan Aset Tetap Pemerintah Daerah Secara Umum No Permasalahan 1 Jumlah belanja modal seharusnya berdasarkan total biaya perolehan aset tetap dan dibuat dalam satu mata anggaran. 2 Penentuan jumlah anggaran pemeliharaan untuk tahun berjalan, seharusnya mengacu pada kondisi aset tetap pada tahun sebelumnya bukan secara incremental 3 Aset tetap ada fisik tidak tercatat, tercatat tidak ada fisik, tidak didukung dengan dokumen kepemilikan 4 Prosedur penghapusan yang dipandang rumit oleh pemerintah daerah karena banyak persyaratan yang dipenuhi 5 Pengelolaan aset yang berasal dari hibah barang milik negara (HBN) asal kegiatan dekonsentrasi dan tugas perbantuan yang belum dihibahkan kepada daerah. Pada tahun 2012 Pemerintah Kota Tebing Tinggi memperoleh opini Tidak Memberi Pendapat (disclaimer) pada laporan keuangannya diakibatkan permasalahan ketidaksesuaian nilai aset tetap di neraca dengan nilai aset tetap pada buku inventaris barang. Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 17 Tahun 2007 pasal 29 paragraf 1, bahwa laporan barang milik daerah digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca Pemerintah Daerah, jadi seharusnya jumlah pada neraca dan jumlah pada buku inventaris barang milik daerah adalah sama.

6 6 Permasalahan tersebut mengakibatkan Pemerintah Kota Tebing Tinggi harus memperbaiki jumlah aset tetap di neraca dengan melakukan inventarisasi barang milik daerah dan mendapat pendampingan dari BPKP perwakilan Provinsi Sumatera Utara. Kesulitan yang dirasakan oleh Pemerintah Kota Tebing Tinggi dalam menyusun kembali aset tetap di neraca adalah mengumpulkan data aset tetap serta menilai aset tetap. Untuk aset yang telah lama dibeli dicatat dengan nilai yang tidak wajar yaitu biasanya Rp.1 dalam buku inventaris. Oleh karena itu, Pemerintah Kota Tebing Tinggi bekerja sama dengan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) melakukan penilaian ulang aset-aset yang tidak wajar nilainya agar memperoleh nilai wajarnya. Pada tahun 2013, Pemerintah Kota Tebing Tinggi memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) pada laporan keuangannya dan masih terdapat permasalahan aset didalamnya. Salah satu permasalahan pengelolaan aset tetap pada Pemerintah Kota Tebing Tinggi adalah rekonsiliasi antara bagian keuangan, bagian administrasi barang milik daerah dan pengurus barang SKPD belum memadai. Dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tersebut, dapat dilihat bahwa Penatausahaan barang milik daerah ini akan berdampak pada penatausahaan keuangan daerah karena laporan barang milik daerah merupakan bahan untuk menyusun neraca daerah. Pada tahun 2014 Pemerintah Kota Tebing Tinggi memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian dengan Paragrap Penjelasan (WTP DPP) dan masih terdapat permasalahan aset tetap pada paragraf penjelasan tersebut. Pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah dapat berjalan dengan efektif dan efisien jika seluruh pegawai yang menangani sistem barang milik

7 7 daerah mengerti dan memahami tentang sistem barang milik daerah tersebut. Inayah (2010) menunjukkan bahwa faktor kualitas staf yang menjadi pelaksana pengelola barang milik daerah akan mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan pengelolaan aset daerah. Faktor sumber daya terhadap implementasi kebijakan pengelolaan aset daerah di Kota Tangerang memiliki hubungan yang kuat, karena indikator yang menjadi tolok ukur sumber daya yaitu pembagian kewenangan berjalan baik, informasi cukup karena komunikasi berjalan efektif, serta fasilitas fisik dan financial yang memadai. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Azhar (2013), yang menunjukkan bahwa kualitas aparatur daerah tidak berpengaruh terhadap manajemen aset daerah, dikarenakan banyak pengurus barang yang belum memenuhi syarat pendidikan tertentu, kurangnya sosialisasi terhadap pengelola barang di SKPD Pemko Banda Aceh mengenai tata cara pengelolaan aset daerah, pengurus barang tidak mengetahui tugas dan fungsinya terkait dengan pengelolaan barang milik daerah, dan peraturan daerah tentang pengelolaan barang milik daerah belum disusun secara rinci dan disesuaikan dengan kondisi daerah dalam mengatur pengelolaan barang milik daerah di Pemerintah Kota Banda Aceh. Proses yang panjang dalam pengelolaan barang milik daerah tentunya harus didasari pada regulasi agar tidak terjadi suatu kecurangan atau kesalahan dalam pencatatan barang milik daerah. Pedoman pelaksanaan secara teknis dari pengelolaan barang milik daerah, dijabarkan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pada Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 ditegaskan kepada

8 8 daerah untuk ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Daerah berpedoman pada kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah. Azhar (2013) membuktikan adanya pengaruh yang signifikan antara regulasi dengan manajemen aset daerah, karena regulasi merupakan alat bagi aparatur dalam menjalankan tugas dan fungsinya untuk mendukung pelaksanaan manajemen aset daerah. Menurut Munaim (2012) Hambatan utama yang menjadi kendala dalam pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah bukan terletak pada regulasi yang ada, namun lebih pada pemahaman dan kepatuhan aparatur terhadap regulasi tersebut. Sistem teknologi informasi manajemen dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan regulasi pengelolaan barang milik daerah. Sistem teknologi informasi manajemen akan memudahkan penatausahaan barang milik daerah secara akurat dan cepat. Hasil penelitian Azhar (2013), bahwa sistem informasi berpengaruh signifikan terhadap manajemen aset. Konsekuensinya pada pengurus barang selaku pelaksana teknis pengelola barang dalam melakukan penatausahaan barang milik daerah harus mampu dan mahir dalam mengoperasikan aplikasi SIMDA- BMD sekaligus memahami prosedur penatausahaan barang milik daerah sesuai dengan Permendagri 17 tahun Komunikasi pemerintahan digunakan untuk mengelola hubungan aparatur dan bertujuan agar aparatur mengetahui dan memahami apa yang harus dikerjakan, bagaimana mengerjakan dan agar eksekutif pemerintah mendapatkan informasi dari pegawai tentang hasil pelaksanaan pekerjaan yang kesemuanya bermanfaat untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi pemerintah secara efektif dan efisien. Hasil penelitian Inayah (2010) menunjukkan adanya hubungan antara

9 9 variabel komunikasi dalam memengaruhi implementasi kebijakan pengelolaan barang milik daerah. Inayah (2010) mengacu kepada teori Edward III, dalam menentukan indikator yang dijadikan tolok ukur dalam mengukur variabel komunikasi dalam implementasi kebijakan publik, yaitu penyaluran komunikasi, kejelasan informasi, konsistensi dan mekanisme koordinasi. Komitmen pimpinan sangat dibutuhkan untuk pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah. Komitmen pimpinan digunakan sebagai variabel moderating karena dalam prakteknya, pimpinan SKPD sering menomor duakan masalah pengelolaan aset daerah (Simamora, 2012). Menurut Kumorotomo (2012), salah satu isu kebijakan terkait pengelolaan aset adalah Kepala SKPD lebih berperan sebagai pengguna anggaran dan sering sekali lupa bahwa mereka juga diamanatkan sebagai pengguna/ kuasa pengguna barang yang bertanggungjawab atas pengelolaan barang di SKPD. Menurut Yusuf (2014: 47), disamping kompetensi sumber daya yang memadai untuk mengelola barang milik daerah, diperlukan juga komitmen pimpinan yang terus mendorong pengurus barang bekerja sesuai dengan visi dan misi yang diharapkan. Penerapan sistem teknologi informasi memerlukan komitmen pimpinan agar menyediakan peralatan dari hardware,software dan jaringan yang memadai untuk kelancaran proses penatausahaan barang milik daerah. Komitmen dari pimpinan diperlukan juga dalam pelaksanaan regulasi. Menurut Gusman (2012), sebagus apapun suatu peraturan disusun, tanpa adanya komitmen dari pimpinan untuk menerapkan peraturan tersebut maka peraturan tersebut tidak akan berhasil dalam penerapannya. Oleh karena itu, kepatuhan pada regulasi yang dilakukan

10 10 oleh para pelaksana pengelola barang milik daerah membutuhkan komitmen pimpinan. Komunikasi dalam pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah memerlukan komitmen pimpinan. Sejalan dengan pendapat Sugito (2014) bahwa Kepala SKPD selaku pengguna barang milik daerah kurang memiliki komitmen dalam pengelolaan barang milik daerah. Hal ini dapat terlihat bahwa ada perbedaan data antara Laporan Barang Pengguna Semesteran (LBPS) dan Laporan Barang Pengguna Tahunan (LBPT) yang dilaporkan oleh pengurus barang kepada pengelola aset dengan data dari bagian keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya komunikasi yang baik dalam pengelolaan asset di SKPD, yaitu antara pengurus barang, penyimpan barang dan seksi akuntansi di bagian keuangan, karena laporan aset yang dibuat oleh ketiga petugas tersebut berbedabeda, masing masing petugas membuat laporan sesuai dengan data yang diterimanya dan tidak ada pengecekan satu sama lain. Sebaliknya, jika kepala SKPD mau berkomitmen dalam pengelolaan barang milik daerah, seharusnya bisa mengkordinasikan pengurus/penyimpan barang dan seksi akuntansi agar berkomunikasi terlebih dahulu sebelum mengeluarkan laporan dengan cara rekonsiliasi. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti termotivasi untuk mengkaji lebih lanjut faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pengelolaan barang milik daerah pada SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi dengan komitmen pimpinan sebagai variabel moderating. Adapun yang dipandang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi adalah kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen, dan komunikasi yang diduga mempengaruhi kualitas

11 11 pengelolaan barang milik daerah di Satuan Perangkat Kerja Daerah (SKPD) Pemerintah Kota Tebing Tinggi Rumusan Masalah Penelitian Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat dirumuskan masalah penelitian ini sebagai berikut : 1. Apakah kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen, dan komunikasi berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah di SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi secara simultan dan parsial? 2. Apakah komitmen pimpinan dapat memoderasi hubungan antara kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen, dan komunikasi dengan kualitas pengelolaan barang milik daerah di SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi? 1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis pengaruh kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen, dan komunikasi terhadap kualitas pengelolaan barang milik daerah di SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi secara simultan dan parsial 2. Untuk menganalisis komitmen pimpinan sebagai pemoderasi hubungan antara kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi

12 12 manajemen, dan komunikasi dengan kualitas pengelolaan barang milik daerah di SKPD Pemerintah Kota Tebing Tinggi Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan adalah: 1. Bagi peneliti, sebagai pengetahuan dan pemahaman mengenai kualitas pengelolaan barang milik daerah. 2. Bagi akademis/ peneliti selanjutnya, sebagai pertimbangan untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai pengelolaan barang milik daerah. 3. Bagi Pemerintah Kota Tebing Tinggi diharapkan bisa memberikan kontribusi dalam mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan barang milik daerah serta dapat menjadi masukan dalam mengambil keputusan terkait pengelolaan barang milik daerah Originalitas Penelitian Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Azhar (2013) dengan judul: Pengaruh kualitas aparatur daerah, regulasi dan sistem informasi terhadap manajemen aset pada SKPD Pemerintah Banda Aceh. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya (tabel 1.1.) adalah : 1. Penelitian sebelumnya menggunakan kemampuan kualitas aparatur daerah, regulasi dan sistem informasi sebagai variabel independen, dan manajemen aset sebagai variabel dependen. Sementara penelitian ini kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen, dan komunikasi sebagai variabel independen, komitmen pimpinan sebagai

13 13 variabel moderating dan kualitas pengelolaan barang milik daerah sebagai variabel dependen. 2. Penelitian sebelumnya menggunakan LKPD tahun Pada penelitian ini menggunakan LKPD audited dari tahun 2012, 2013 dan 2014 sebagai objek penelitian. 3. Lokasi dan waktu penelitian yang digunakan pada penelitian sebelumnya adalah SKPD di Pemerintah Kota Banda Aceh tahun Pada penelitian ini lokasi penelitiannya adalah SKPD di Pemerintah Kota Tebing Tinggi Provinsi Sumatera Utara tahun Tabel 1.2 Originalitas Penelitian Uraian Penelitian Terdahulu Penelitian Saat Ini Variabel Independen Kualitas aparatur daerah, regulasi dan sistem informasi Kualitas aparatur daerah, kepatuhan pada regulasi, sistem informasi manajemen, dan komunikasi Variabel Dependen Manajemen aset daerah Kualitas pengelolaan barang milik daerah Variabel Moderating Tidak ada Komitmen pimpinan Lokasi Penelitian Pemerintah Kota Banda Aceh Pemerintah Kota Tebing Tinggi Waktu Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi. Artinya bahwa pemerintah pusat memberikan wewenang untuk BAB I PENDAHULUAN Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian dan kontribusi penelitian.

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN. Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa: Pengelolaan Barang Milik Daerah

BAB. I PENDAHULUAN. Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa: Pengelolaan Barang Milik Daerah BAB. I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pengelolaan Barang Milik Daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengelolaan keuangan daerah, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemerintah daerah diberi kewenangan untuk penyelenggaraan pengelolaan keuangan daerah sendiri sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) No. 32 Tahun 2004 sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi

BAB I PENDAHULUAN. sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Akuntansi sektor publik merupakan alat informasi baik bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Informasi akuntansi digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak diberlakukannya Otonomi Daerah di Indonesia, Pemerintah Daerah merupakan organisasi sektor publik yang diberikan kewenangan oleh pemerintah pusat dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sejak disahkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah merupakan hal yang. pemberi pelayanan publik kepada masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah merupakan hal yang. pemberi pelayanan publik kepada masyarakat. 1 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Perubahan paradigma baru tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah yang ditandai dengan keluarkannya PP Nomor 27 Tahun 2014 yang merupakan ketentuan pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring

BAB I PENDAHULUAN. Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan seiring BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 dan Undang- Undang No. 25 tahun 1999 oleh pemerintah, mengenai Pemerintah Daerah dan Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan

BAB I PENDAHULUAN. dituntut untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kinerja pemerintah saat ini sering menjadi sorotan publik. Masyarakat yang merima pelayanan dari instansi pemerintah mulai mempertanyakan kinerja pemerintah dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bagian Pendahuluan ini akan menguraikan rencana penelitian yang

BAB I PENDAHULUAN. Bagian Pendahuluan ini akan menguraikan rencana penelitian yang BAB I PENDAHULUAN Bagian Pendahuluan ini akan menguraikan rencana penelitian yang dijabarkan ke dalam latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. hal pengelolaan keuangan dan aset daerah. Berdasarkan Permendagri No. 21 Tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kewajiban penyelenggaraan Pemerintahan Daerah telah diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah termasuk dalam hal pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemerintah Daerah di Indonesia saat ini masih berupaya meningkatkan reformasi pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan diubah dengan Peraturan Perundang-undangan (Perpu)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Dengan diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dengan diberlakukannya otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, penyelenggaraan pemerintah daerah mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah adalah penyelenggaraan urusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dan pertanggungjawaban, maka dalam era otonomi daerah sekarang ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak diberlakukannya otonomi daerah pemerintah diberikan kewenangan yang luas untuk menyelenggarakan semua urusan pemerintah. Perubahan pada sistem pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. akuntabel, dalam hal ini adalah tata kelola pemerintahan yang baik (good

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. akuntabel, dalam hal ini adalah tata kelola pemerintahan yang baik (good BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Era reformasi saat ini menyebabkan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat atas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, adil, transparan, dan akuntabel,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Rochmansjah (2010) ditandai dengan adanya penyelenggaraan manajemen

BAB 1 PENDAHULUAN. dan Rochmansjah (2010) ditandai dengan adanya penyelenggaraan manajemen BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan good governance atau kepemerintahan yang baik sangat diperlukan dalam pemerintahan. Hal itu dimaksudkan untuk menjaga agar tujuan yang ditetapkan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan suatu tata kelola pemerintahan yang baik terutama di bidang keuangan, maka diperlukanlah suatu reformasi keuangan negara. Reformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia. ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia. ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak ditetapkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, telah terjadi berbagai perkembangan dan perubahan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pun berlaku dengan keluarnya UU No. 25 tahun 1999 yang telah direvisi UU No. 33 Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring diberlakukannya otonomi daerah pada tanggal 1 Januari 2001 melalui UU No. 22 Tahun 1999 yang telah direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja

BAB I PENDAHULUAN. bersih dan berwibawa. Paradigma baru tersebut mewajibkan setiap satuan kerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi keuangan pemerintah yang dilaksanakan pada awal tahun 2000 berdampak meningkatnya tuntutan masyarakat akan suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu bentuk pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah

BAB I PENDAHULUAN. melalui UU No. 22 Tahun Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah mulai berlaku di Indonesia pada tanggal 1 Januari 2001 melalui UU No. 22 Tahun 1999. Otonomi daerah memberikan Pemerintah Daerah hak, wewenang dan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya.

BAB I PENDAHULUAN. Penyusunan laporan keuangan merupakan salah satu kriteria dalam sistem reward. yang dapat menunjukkan kondisi sebenarnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Laporan keuangan pemerintah daerah adalah gambaran mengenai kondisi dan kinerja keuangan entitas tersebut. Satu diantaranya pengguna laporan keuangan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. yang mensyaratkan bentuk dan isi laporan pertanggungjawaban pelaksanaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pengelolaan keuangan, pemerintah melakukan reformasi dengan mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara yang mensyaratkan bentuk dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. dengan Good Government Governance (GGG). Mekanisme. penyelenggaraan pemerintah berasaskan otonomi daerah tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah mengarahkan Pemerintah Indonesia menuju gerbang kemandirian dalam mewujudkan tata kelola pemerintah yang baik atau sering disebut dengan Good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan 17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal merupakan komitmen Pemerintah Pusat dalam perbaikan pelaksanaan transparansi dan akuntabilitas publik. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk BAB I PENDAHULUAN 1 A. Latar Belakang Dewasa ini masyarakat Indonesia semakin menuntut pemerintahan untuk mengelola otonomi daerah dan sistem pengelolaan keuangan daerah agar lebih baik. Otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 pasal 32 ayat 1 dan 2 tentang keuangan negara mensyaratkan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok. pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok. pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah, diubah menjadi Undang-Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan

BAB I PENDAHULUAN. keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam pelaksanaan tugas audit atas laporan keuangan pemerintah masih menemukan fenomena penyimpangan informasi laporan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. menyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. menyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menyatakan bahwa keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. korupsi baik di level pusat maupun daerah menjadi penyebab utama hilangnya

BAB I PENDAHULUAN. korupsi baik di level pusat maupun daerah menjadi penyebab utama hilangnya BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Banyaknya ditemukan kecurangan-kecurangan yang terjadi saat ini seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme yang membuat kepercayaan masyarakat kepada kinerja aparat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat umum (Ritonga, 2012:173). Aset tetap dapat diklasifikasikan

BAB I PENDAHULUAN. oleh masyarakat umum (Ritonga, 2012:173). Aset tetap dapat diklasifikasikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Aset tetap pada hakikatnya diartikan sebagai aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan atau satu periode akuntansi untuk digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang

BAB I PENDAHULUAN. dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Paradigma baru pengelolaan barang milik negara/aset negara telah memunculkan optimisme baru dalam penataan dan pengelolaan aset negara. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah berjalan sejak tahun 1999-an

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pelaksanaan otonomi daerah yang telah berjalan sejak tahun 1999-an BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah yang telah berjalan sejak tahun 1999-an memiliki implikasi pada kewenangan daerah dalam mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan. Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui

BAB I PENDAHULUAN. prinsip- prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) melalui 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak reformasi keuangan negara bergulir, yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, pemerintah Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I INTRODUKSI. Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan

BAB I INTRODUKSI. Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan BAB I INTRODUKSI Bab I dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang, konteks riset, rumusan masalah, pertanyaan riset, tujuan riset, motivasi riset, kontribusi riset, proses riset, dan sistematika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan sebagai dasar

BAB I PENDAHULUAN. melalui laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan sebagai dasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pemerintah daerah mempunyai kewajiban mempublikasikan informasi melalui laporan keuangan pemerintah daerah yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara

BAB 1 PENDAHULUAN. berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3. Undang-Undang No.17 tahun 2003 tentang keuangan, negara BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perbaikan dalam pengelolaan keuangan negara masih terus berlangsung secara terus menerus. Untuk bisa memenuhi ketentuan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No.17

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah. Pemerintah Daerah memerlukan

BAB I PENDAHULUAN. yang dipisahkan pada perusahaan Negara/perusahaan daerah. Pemerintah Daerah memerlukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 2 Undang Undang No. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. salah satu unsur keuangan Negara antara lain kekayaan Negara/kekayaan daerah berupa uang,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH TERHADAP PENGAMANAN ASET DAERAH (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo)

PENGARUH PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH TERHADAP PENGAMANAN ASET DAERAH (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo) PENGARUH PENGELOLAAN BARANG MILIK DAERAH TERHADAP PENGAMANAN ASET DAERAH (Studi Kasus Pada Pemerintah Kabupaten Gorontalo) Oleh: IRA WATY ABAS NIM: 921409044 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah

BAB I PENDAHULUAN. Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada sistem pemerintahan yang ada di Indonesia, setiap pemerintah daerah yang ada, wajib bertanggung jawab untuk melaporkan segala kegiatan yang dilselenggarakan. Bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap

BAB I PENDAHULUAN. Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menyusun laporan keuangan merupakan sebuah kewajiban bagi setiap kepala daerah, hal ini bertujuan untuk mempertanggungjawabkan penggunaan uang negara sesuai mekanisme

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI. Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan 88 BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI 5.1 Kesimpulan Setelah penulis menggali dan mengganalisis data temuan BPK RI Perwakilan Lampung dari laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan partisipan yang memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance and clean government), maka penyelenggara pemerintahan wajib melaksanakan tugas dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya. Optimalisasi serta peningkatan efektivitas dan efisiensi di

BAB I PENDAHULUAN. kegiatannya. Optimalisasi serta peningkatan efektivitas dan efisiensi di BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan semangat otonomi daerah dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah diharapkan dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam pengelolaan keuangan negara. yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi,

BAB I PENDAHULUAN. baik dalam pengelolaan keuangan negara. yang bersifat umum meliputi penetapan arah, kebijakan umum, strategi, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kementerian Keuangan merupakan instansi pemerintah yang mempunyai peranan vital di dalam negara Indonesia untuk membantu melakukan pembangunan perekonomian. Peranan

Lebih terperinci

BAB 1 INTRODUKSI. Pengakuan merupakan proses pemenuhan kriteria pencatatan suatu

BAB 1 INTRODUKSI. Pengakuan merupakan proses pemenuhan kriteria pencatatan suatu BAB 1 INTRODUKSI 1.1 Latar Belakang Pengakuan merupakan proses pemenuhan kriteria pencatatan suatu transaksi atau peristiwa dalam catatan akuntansi yang akan dimuat dalam laporan keuangan suatu entitas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk menerapkan akuntabilitas publik. Akuntabilitas publik dapat diartikan sebagai bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance Government) telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam rangka mendukung terwujudnya tata kelola yang baik (good governance), Pemerintah Daerah terus melakukan upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diterbitkannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan daerah yang selanjutnya diikuti dengan undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, keaslian penelitian, dan sistematika pembahasan. BAB I PENDAHULUAN Bagian ini menjelaskan tentang pentingnya penelitian ini dilakukan. Bab ini meliputi latar belakang penelitian, permasalahan, tujuan penelitian, kontribusi penelitian, keaslian penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan

BAB I PENDAHULUAN. Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak Indonesia mulai memasuki era reformasi, kondisi pemerintahan cenderung dinamis. Bermunculan terobosan baru dalam pola pemerintahan yang berlaku di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah menyusun paket undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Peraturan Walikota Bandung Nomor 1404 tahun 2016 tentang kedudukan, susunan organisasi, tugas dan fungsi serta tata kerja badan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. satu indikator baik buruknya tata kelola keuangan serta pelaporan keuangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan otonomi daerah memberikan agenda baru dalam pemerintahan Indonesia terhitung mulai tahun 2001. Manfaat ekonomi diterapkannya otonomi daerah adalah pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, yang kemudian direvisi dengan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan. Kualitas audit

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan. Kualitas audit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP) adalah instansi pemerintah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi melakukan pengawasan. Kualitas audit yang bermutu tinggi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Fenomena hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Fenomena hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Fenomena hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap laporan keuangan pemerintah daerah yang memberikan predikat opini penilaian wajar, tidak wajar maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan hasil kegiatan operasional. Laporan keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan merupakan hasil kegiatan operasional. Laporan keuangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan keuangan merupakan hasil kegiatan operasional. Laporan keuangan dibuat untuk memberi informasi kepada pengguna internal dan eksternal dalam pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Manajemen perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Manajemen perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan hasil akhir dari proses akuntansi yang memuat informasi keuangan masa lalu perusahaan yang dinyatakan dalam satuan mata uang serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi isu yang sangat penting di pemerintahan Indonesia. Salah satu kunci BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam reformasi dibidang keuangan negara, perubahan yang signifikan adalah perubahan di bidang akuntansi pemerintah yang transparan dan akuntabel menjadi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN INTERNAL BARANG MILIK DAERAH (BMD) PADA DINAS PPKAD KABUPATEN TEGAL

PENGENDALIAN INTERNAL BARANG MILIK DAERAH (BMD) PADA DINAS PPKAD KABUPATEN TEGAL PENGENDALIAN INTERNAL BARANG MILIK DAERAH (BMD) PADA DINAS PPKAD KABUPATEN TEGAL Eka Putri Agustini, Sri Kusumaningrum, Siti Nur Hadiyati DIII Akuntansi Politeknik Harapan Bersama Jln. Mataram No.09 Tegal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Penyelenggaraan pemerintahan yang baik merupakan suatu tuntutan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.tata kelola pemerintahan yang baik (Good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka reformasi di bidang keuangan, pada tahun 2003 2004 pemerintah melakukan perombakan peraturan keuangan Negara, Pemerintah bersama dengan DPR mengeluarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mendapatkan opini

BAB I PENDAHULUAN. Idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mendapatkan opini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Idealnya Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Namun demikian, masih banyak pemerintah daerah yang masih

Lebih terperinci

INDIKATOR DAN TOLAK UKUR KINERJA BELANJA LANGSUNG

INDIKATOR DAN TOLAK UKUR KINERJA BELANJA LANGSUNG I. PROGRAM DAN KEGIATAN Program : Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Aset Daerah. Kegiatan : 1. Penyusunan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah 2. Peningkatan Manajemen Aset / Barang Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lemah dan pada akhirnya laporan keuangan yang dihasilkan juga kurang

BAB I PENDAHULUAN. lemah dan pada akhirnya laporan keuangan yang dihasilkan juga kurang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Akuntansi yang lemah menyebabkan pengendalian internal lemah dan pada akhirnya laporan keuangan yang dihasilkan juga kurang handal dan kurang relevan untuk pembuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia sebagai bagian dari masyarakat di dunia memiliki kewajiban untuk secara terus-menerus berpartisipasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (good

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui

BAB I PENDAHULUAN. informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk mengetahui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemberlakuan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Seiring dengan tuntutan transparansi dan akuntabilitas sebagai konsekuensi atas pelaksanaan otonomi daerah, yang ditandai dengan lahirnya UU No. 22 tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. menjalankan tugas dan fungsi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tuntutan pelaksanaan akuntabilitas sektor publik terhadap terwujudnya good governance di Indonesia semakin meningkat (Mardiasmo, 2009). Hal ini ditandai oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Reformasi manajemen keuangan negara di Indonesia diawali lahirnya paket peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara. Lahirnya regulasi ini sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan

BAB I PENDAHULUAN. yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance government), telah mendorong pemerintah pusat dan pemerintah daerah

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi

Bab 1 PENDAHULUAN. dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan, motivasi, dan kontribusi Bab 1 PENDAHULUAN Bab pendahuluan menguraikan tentang latar belakang masalah yang diteliti dan dikerucutkan dalam bentuk rumusan permasalahan. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan penelitian, tujuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin

BAB I PENDAHULUAN. penting. Otonomi daerah yang dilaksanakan akan sejalan dengan semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sesuai dengan tuntutan otonomi daerah, maka peranan pemerintah daerah dalam pelaksanaan tata kelola penyelenggaraan pemerintahan menjadi semakin penting. Otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. pertanggungjawaban keuangan pemerintah. Pemerintah daerah diwajibkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara maka Pemerintah Daerah berkewajiban menyampaikan laporan pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan.

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, proses penelitian dan sistematika penulisan. BAB I PENDAHULUAN Bab 1 dalam penelitian ini terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, manfaat penelitian, proses penelitian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukan kualitas yang semakin baik setiap tahunnya. Hal ini dikarenakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era reformasi saat ini pemerintahan yang ada di setiap negara baik itu negara berkembang ataupun negara maju pasti akan dituntut untuk dapat menunjukan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, dan ruang di angkasa, termasuk kekayaan alam yang

BAB I PENDAHULUAN. Bumi, air, dan ruang di angkasa, termasuk kekayaan alam yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bumi, air, dan ruang di angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran rakyat

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 2016, serta pengamatan langsung kondisi tahun 2017 diperoleh simpulan hasil sebagai

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. 2016, serta pengamatan langsung kondisi tahun 2017 diperoleh simpulan hasil sebagai BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari observasi dengan instrumen pemantauan pengelolaan barang milik daerah yang dilakukan terhadap dokumen tahun anggaran 2015 dan 2016,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola

BAB I PENDAHULUAN. sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam rangka memajukan pembangunan masyarakat yang makmur dan sejahtera, pemerintah Indonesia berusaha untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance),

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam rangka mewujudkan tata kelola yang baik (good governance), pemerintah daerah harus terus melakukan upaya untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Ben

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Ben - 2-3. 4. 5. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentang Berlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Propinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. audit, hal ini tercantum pada bagian keempat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1 BAB I PENDAHULUAN Bab I di dalam penelitian ini berisi tentang latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, motivasi penelitian, kontribusi penelitian, ruang

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL AUDIT LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA

ANALISIS HASIL AUDIT LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA ANALISIS HASIL AUDIT LAPORAN KEUANGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA Diana Tambunan Manajemen Administrasi ASM BSI Jakarta JL. Jatiwaringin Raya No.18, Jakarta Timur diana.dtb@bsi.ac.id ABSTRACT: This study aimed

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemeriksaan laporan keuangan/auditing secara umum adalah suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. satu dasar penting dalam pengambilan keputusan. Steccolini (2002;24) mengungkapkan bahwa : 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan sistem politik, sosial, dan kemasyarakatan serta ekonomi yang dibawa oleh arus reformasi, telah menyebabkan tuntutan yang beragam tentang pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi sektor publik adalah organisasi yang bertujuan untuk menyediakan /memproduksi barang-barang publik. Tujuan organisasi sektor publik berbeda dengan organisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. internal, intuisi, pemahaman terhadap SAP dan pengetahuan tentang pengelolaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. internal, intuisi, pemahaman terhadap SAP dan pengetahuan tentang pengelolaan 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori Bab ini akan menguraikan pengertian pengetahuan tentang proses audit internal, intuisi, pemahaman terhadap SAP dan pengetahuan tentang pengelolaan keuangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.25

BAB I PENDAHULUAN. dikeluarkannya UU No.22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.25 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah daerah sebagai pihak yang diberikan tugas menjalankan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat dituntut untuk melakukan transparansi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ghia Giovani, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam perkembangan sektor publik di Indonesia sekarang ini adalah semakin menguatnya tuntutan masyarakat kepada para penyelenggara pemerintahan. Salah satu yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan

BAB 1 PENDAHULUAN. Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pemerintah telah menerbitkan peraturan tentang tingkat pengungkapan laporan keuangan, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan

Lebih terperinci