8 PENERAPAN POLA USAHA TANI TERINTEGRASI TRIBIONIK SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI 1 Sri Arnita Abutani, Darlis, Yusrizal, Metha Monica dan M. Sugihartono 2 ABSTRAK Pemeliharaan ternak sapi yang dilakukan petani pada umumnya masih bersifat tradisional, dengan pemeliharaan yang sederhana tanpa adanya nilai agrisbisnis pada usaha yang dilakukan, sehingga pendapatan yang diperolehpun menjadi tidak optimal. Limbah dari ternak sapi dibuang percuma tidak diolah sehingga berpotensi mencemari lingkungan. Melalui inovasi teknologi, limbah ternak sapi dapat menjadi produk yang mempunyai nilai jual, dan dapat menambah pendapatan petani. Dalam rangka mencapai tujuan dari kegiatan ini maka diimplementasikan pola usaha tani dengan leading sector ternak sapi, salah satunya adalah penerapan pola Tribionik yakni suatu pola usaha tani terintegrasi dengan memanfaatkan kotoran sapi menjadi trichokompos, biogas dan tanaman organik. Kesimpulan kegiatan menunjukkan bahwa penerapan pola tribionik pada usaha tani yang dilakukan melalui pengolahan kotoran sapi dengan menggunakan bioaktivator trichoderma dapat menghasilkan kompos yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman sayuran dan padi. Biogas dari kotoran sapi dapat menurunkan biaya rumah tangga karena itu dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak, disamping menghasilkan pupuk padat dan cair. Kata kunci: Kotoran sapi, trichokompos, biogas dan tanaman organik. PENDAHULUAN Latar Belakang Pupuk saat ini merupakan masalah ditingkat petani, karena harga selalu meningkat ketersediaan tidak kontinue, sehingga hal ini mengganggu produktivitas dari usaha tani yang dilakukan. Disamping itu pemeliharaan sapi yang dilakukan oleh peternak masih bersifat tradisonal tanpa adanya usaha lebih bersifat agrisbisnis. Limbah ternak berupa kotoran sapi dan urine dibuang tanpa termanfaatkan dengan baik. Kondisi ini dikarenakan pengetahuan petani tentang pengolahan limbah belum optimal, sehingga limbah ini terbuang dengan percuma. Berdasarkan permasalahan ini perlu dilakukan transfer teknologi kepada petani melalui program IbW (Ipteks Bagi Wilayah), sehingga diimplementasikanlah pola usaha tani terintegrasi Tribionik untuk dapat meningkatkan pendapatan petani. Pola usaha tani terintegrasi menjadikan usaha optimal dimana adanya satu usaha berkontribusi terhadap usaha yang lain. Leading sektor dari kegiatan adalah pemeliharaan ternak sapi. Melalui limbah kotoran sapi dapat dihasilkan pupuk organik trichokompos, energi alternatif dan pupuk organik padat dan 1 Dibiayai oleh dana DP2M Ditjen Dikti Tahun Anggaran 2010 2 Staf pengajar Fakultas Peternakan Universitas Jambi
cair. Seluruh limbah ini dapat diolah melalui pemanfaatan teknologi sehingga selain dapat digunakan untuk petani sendiri dapat dijadikan suatu produk yang mempunyai nilai jual, dan dapat meningkatkan pendapatan petani. Tujuan kegiatan ini adalah bagaimana pola usaha tani Tribionik ini dapat meningkatkan tambahan pendapatan petani, sehingga petani dapat menjadi petani mandiri, dan berjiwa enterpreuneur. METODE Untuk mencapai tujuan kegiatan maka beberapa langkah yang dilakukan adalah mensosialisasikan kegiatan yang akan diterapkan, kemudian dipilih petani demplot yang dapat dijadikan motivator dan percontohan bagi petani lain. Petani demplot yang dipilih adalah petani yang lahannya dapat dimanfaatkan untuk mengimplementasikan pola usaha tani Tribionik yang akan dilaksanakan. Untuk ini maka dipilihlah ketua kelompok tani tunas muda di desa pudak. Terpilihnya petani ini berdasarkan kepada beberapa hal antara lain, merupakan tokoh masyarakat, ketua kelompok tani, dan mempunyai kemauan untuk melakukan perubahan terhadap usaha yang dilakukan. Dalam pelaksanaan kegiatan ini pada tahap awal memperbaiki kandang sapi sesuai dengan standar pembuatan kandang yang baik dengan kapasitas awal untuk enam ekor sapi, pada tahap kegiatan berikutnya dilakukan perluasan kandang untuk kapasitas 10 ekor, yang dilengkapi dengan tempat pengolahan kotoran sapi untuk dijadikan trichokompos. Awalnya kapasitas pengolahan ini hanya untuk beberapa ton, tapi saat ini telah berkembang menjadi lebih besar mencapai hampir 80 ton produksi. Bahan dan lat-alat yang digunakan dalam pengolahan kompos adalah bak kotoran sapi, tempat pengolahan kompos, sekop, garu, trichderma harzianum Spp, sekam bakar, serbuk gergaji. Trichokompos yang dibuat mempunyai komposisi; kotoran sapi (75%), sekam (10%) dan (15%) sebuk gergaji berikutnya trichoderma dengan ukuran 1 liter trichoderma cair untuk 250 kg kotoran sapi. Pengolahan kompos ini dilakukan selama 21 hari. Guna menghasilkan kompos dengan struktur yang lebih baik maka didukung dengan beberapa alat antara lain, alat pencacah bahan kompos, ayakan untuk mendapatkan struktur kompos yang lebih halus, semprotan trichoderma, timbangan 100 kg, mesin jahit karung. Setelah diolah trichokompos yang dihasilkan akan dipackaing dengan ukuran karung 50 kg. Trichokompos yang telah dipacking akan dipasarkan ditingkat petani maupun instansi pertanian yang membutuhkan. Untuk lebih mempromosikan produk trichokompos maka dilokasi demplot dibuat percontohan tanaman berupa padi dengan bahan pupuk berasal dari trichokompos dengan metode SRI- Legowo dan Trichokompos. Produktivitas usaha trichokompos menunjukkan peningkatan produksi dari 30-40 ton tapi saat ini sudah mencapai 80 ton/priode pengolahan. Selanjutnya penerapan biogas juga dilakukan sebagai suatu alternatif pengganti bahan bakar minyak yang dapat mengurangi biaya rumah tangga. Pengumpulan data dilakukan secara langsung. Data yang diambil berupa jumlah kotoran sapi basah, sekam dan serbuk gergaji yang dibutuhkan yang akan dikonversikan kedalam rupiah. Selanjutnya penyusutan yang terjadi setelah kotoran sapi diolah menjadi kompos. Untuk biogas akan dihitung berdasarkan kebutuhan minyak tanah petani perbulan yang juga nantinya akan dikonversikan kedalam rupiah. Perhitungan ini untuk melihat besarnya 9
10 pendapatan petani setelah menerapkan pola tribionik dalam usaha taninya. Analisis data akan dilakukan secara kualitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Implementasi Pola Usaha Tani Terintegrasi Tribionik Pelaksanaan kegiatan dari berbagai program pada sektor pertanian, peternakan biasanya berjalan sektoral tanpa bersinergis satu samalain. Pola seperti ini biasanya tidak memberikan hasil optimal bagi peningkatan pendapatan petani. Jika kedua program ini ditingkat masyarakat dan petani umumnya dapat berintegrasi dengan baik dapat meningkatkan produktivitas usaha tani yang dilakukan. Agar kegiatan berjalan optimal maka dilibatlah satu contoh/demplot usaha yang nantinya dapat dijadikan percontohan bagi petani lainnya. Untuk itu dipilihlah lokasi pada ketua kelompok tani tunas muda dalam mengimplementasikan pola usaha tani tribionik ini. Pola usaha tani terintegrasi ini merupakan perpaduan antara usaha Trichokompos, biogas dan tanaman organik. Diluncurkannya program ini sesuai dengan program pemerintah untuk Go Organik 2010. Seperti diketahui selama ini pemeliharaan sapi hanya dilakukan sebagai suatu usaha sambilan tanpa memperhatikan banyak hal yang dapat dilakukan sebagai tambahan pendapatan dari pemeliharaan sapi seperti belum termanfaatkan secara optimal limbah kandang. Limbah kandang terbuang percuma dan berpotensi mencemari lingkungan. Seiring dengan kondisi ini pupuk merupakan kebutuhan petani dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Pupuk bersubsidi biasanya selalu bermasalah di lapangan, sehingga sering pupuk dibutuhkan pada waktu yang tidak tepat pada saat tanam. Selain itu harga pupuk selalu meningkat dan ketersediaannya di lapangan tidak kontinue di pasaran. Issue lain yang sangat krusial adalah mahalnya harga bahan bakar minyak sehingga perlu dicari solusi mengatasi dengan cara memanfaatkan kotoran sapi sebagai bahan baku biogas sebagai pengganti bahan bakar minyak. Ketidak tahuan peternak dalam mengintegrasi semua sektor usaha menjadikan produktivitas yang dilakukan tidak optimal. Untuk itu perlu adanya kegiatan bersinergis antar instansi terkait dimana pemerintah kabupaten membuat program dan kebijakan, Perguruan Tinggi mengaplikasikan IPTEKS serta masyarakat ikut bersama menjalani program yang telah terintegrasi dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat. Dari penerapan pola tribionik ini dampak positif yang terlihat antara lain: 1. Pengolahan Kotoran Sapi Menjadi Trichokompos Pada awal kegiatan pada tahun I pengolahan kotoran sapi menjadi trichokompos dilakukan pada lokasi yang sangat sederhana, yakni pemanfaatan lahan pekarangan, petani binaan telah mampu memproduksi sebanyak ± 40 ton. Dampak positif dari pemberdaayaan petani melalui pengolahan kotoran sapi menjadi Trichokompos antara lain: Penyerapan Tenaga Kerja Pada umunya di perdesaan khususnya desa Pudak, petani ataupun peternak umumnya mempunyai banyak waktu luang. Diantara waktu ini mereka memanfaatkan waktunya untuk ikut melakukan pengolahan kotoran sapi menjadi Trichokompos sebagai tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja berkisar antara 3-6 orang/hari. Saat ini produksi trichokompos telah mencapai 80 ton dengan perkilonya Rp.850,-. Pemasaran saat ini masih berasal dari beberapa instansi untuk pengembangan program go organik. Peningkatan Pendapatan dari Petani Peternak Sebelum dilakukan usaha pengolahan trichokompos, kotoran sapi yang ada di peternak dibuang tanpa ada pemanfaatannya. Kondisi ini tentu saja akan berpotensi mencemari
lingkungan. Setelah ada kegiatan ini, kotoran sapi tidak terbuang lagi, tetapi sudah dijual untuk memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan trichokompos. Rata-rata peternak disekitar lokasi usaha telah menjual kotoranya, dan ini akan menambah pendapatan peternak selain hanya memelihara sapi. Harga jual kotoran sapi/karung 40 kg adalah Rp.3.000,- Jika rata-rata kotoran sapi perekor menghasilkan 15 kg/hari dan kepemilikan sapi 4-5 ekor. Perhari produksi kotoran (5 ekor x 15 kg = 75 kg) maka penjualan kotoran sapi adalah (75kg/40 kg = 75 kg) maka penjualan kotoran sapi/hari adalah (75 kg/40kg x Rp.3.000,- = Rp.5.625,-). Lebih rincinya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Analisis usaha tani terintegrasi pola tribionik/ha No. Uraian Kegiatan Penerimaan (Rp) Pengeluaran (Rp) 1. a. Pembuatan trichokompos (1 ton) 1000 x Rp.850,- 850.000,- b. Pembelian Kotoran Sapi Sebagai bahan sebagai bahan baku (krg/40 kg) 1000/40 x Rp.3000,- 75.000,- c. Pembeliaan dedak (15%) 15/100 x 1000 x Rp.750,- 112.500,- d. Pembeliaan serbuk gergaji (10%) 10% x 1000 x Rp.750,- 75.000,- e. Bioaktivator Trichoderma (1l = 250 kg), 1000/250 kg @ Rp.16.000,- 64.000,- f. Tenaga kerja untuk pengolahan 1 ton (4 orang/hari selama 2 hari) @ Rp.40.000,- 320.000,- 646.200,- Keuntungan/ton 203.500,- 2. Biogas a. Penggunaan Minyak tanah /bulan/rt sebanyak 30l b. Harga minyak tanah /liter @ Rp.5.000,- c. Total pengeluaran /bulan untuk minyak tanah 30 iletr @ Rp.5.000,- 150.000,- Penghematan/bln 150.000,- 3. Sayuran organik (luas lahan = 200 m) a. Benih sayur (kangkung dan bayam) 60.000,- b. Tenaga kerja untuk pengolahan 4 oh@ Rp.40.000,- 160.000,- c. Bahan Bakar solar untuk penyiraman 4 ltr @Rp.5.000,- 20.000,- d. Penjualan Produksi 150 ikat/18 bedeng/@ Rp.400,- Penerimaan 1.080.000,- Penerimaan bersih 840.000,- 4. Padi 7.2 ton/ha @ Rp.3000,- 21.600.000,- a. pupuk kompos 1 ton: Rp.850.000,- 850.000,- b. Benih 15 kg @ Rp.8.000,- 120.000,- c. Tenaga kerja: Olah tanah pupuk kompos 1.500.000,- 200.000,- Tanah 10 OH 500.000,- Siangan 10 OH 500.000,- Panen 20 OH 1.000.000,- Jemur 8 OH 400.000,- d. Transportasi ke penggilingan 300.000,- e. Karung 90 krg @ Rp.1.500,- 135.000,- Penerimaan 16.095.000,- Total Keselurahan 17.288.500,- Biogas Pemanfaatan kotoran sapi sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak akan memberikan kontribusi dalam pengurangan jumlah minyak tanah. Asumsi saja jika perkepala keluarga menggunakan minyak tanah yang saat ini harganya cukup tinggi sebanyak 30 liter/bulan, maka telah terjadi penghematan biaya rumah tangga sebanyak Rp.150.000,-/bulan. 11
12 Angka ini diperoleh jika harga minyak tanah Rp.5.000,-/liter. Hal ini menunjukkan bahwa pengolahan limbah kandang apabila dilakukan dengan baik akan memberikan manfaat yang optimal. Apalagi jika hasil biogas berupa padatan dan cair dapat diolah menjadi pupuk padat dan cair. Ini jelas memberikan manfaat yang optimal. Tanaman Organik Tanaman organik dimaksud ádalah tanaman sayuran berupa bayam ataupun kangkung serta tanaman padi. Penerapan pola ini untuk memanfaatkan peluang usaha melalui pola terintegrasi dengan pemanfaatan pupuk dari trichokompos dan sluri biogas. Untuk tanaman padi telah diterapkan pola SRI-Legowo dan Trichokompos, ternyata produksi tanaman padi meningkat jika dibandingkan dengan perlakuan yang dilakukan petani. Hasil estimasi perhitungan di lapangan ternyata penerapan pola SRI-Legowo dan Trichokompos dapat menghasilkan 7.2 ha gabah kering jika dibandingkan dengan perlakuan petani biasanya dengan hasil 5-6 ton gabah kering. Dilihat analisis di atas ternyata dengan menerapkan pola tribionik dapat meningkatkan pendapatan petani jika petani memiliki lahan satu Ha adalah sebesar Rp.17.288.500,- KESIMPULAN Kesimpulan kegiatan menunjukkan bahwa penerapan pola tribionik pada usaha tani yang dilakukan melalui pengolahan kotoran sapi dengan menggunakan bioaktivator trichoderma dapat menghasilkan kompos yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman sayuran dan padi. Biogas dari kotoran sapi dapat menurunkan biaya rumah tangga, karena itu dapat dijadikan sebagai alternatif pengganti bahan bakar minyak, disamping menghasilkan pupuk padat dan cair. Penerapan pola terintegrasi tribionik dalam usaha tani dengan leading sector ternak sapi akan meningkatkan pendapatan petani. DAFTAR PUSTAKA Anonim, 2010. Biogas Skala Rumah Tangga. Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian. Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Rahman, B. 2005. Biogas Sumber Energi Alternatif. Kompas, 8 Agustus 2005. Energihttp://www. Energi,LIPI.go.id. Priska, E.S. 2010. Manfaat Kompos dan Cara pengolahan. Blog.Ub.co.id/../2010/Manfaat Kompos dan Cara Pengolahannya/Tembolok. Subekti, S. 2010. Pemanfaatan Trichokompos Pada Tanaman Sayuran. BPTP jambi@litbang Reptan.go.id/Bptp. Jambi @yahoo.com.