BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anggaran merupakan suatu hal yang sangat penting dalam suatu organisasi.

BAB I PENDAHULUAN. diperkenalkannya pendekatan penganggaran berbasis kinerja (performance. based budgeting) dalam penyusunan anggaran pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang. akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. serta bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Upaya pengembangan tersebut sejalan dengan Undang-undang Nomor 28

Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah Undang-Undang No.17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan,

BAB I PENDAHULUAN. birokrasi dalam berbagai sektor demi tercapainya good government. Salah

BAB. I PENDAHULUAN. perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan prima seharusnya dapat menjawab keluhan-keluhan tersebut, dimana

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Akuntansi sektor publik adalah system akuntansi yang dipakai oleh

BAB I PENDAHULUAN. yang bersih (good governance) bebas dari KKN sehingga hasil pelayanan dari

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan daerah yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. adalah menciptakan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan. masyarakat merupakan sebuah konsep yang sangat multi kompleks.

BAB I PENDAHULUAN. keuangan negara. Hal ini diindikasikan dengan telah diterbitkannya Undangundang

BAB I PENDAHULUAN. Penganggaran merupakan hal yang sangat penting di dalam suatu organisasi,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Kesadaran tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 2004, manajemen keuangan daerah Pemerintah Kabupaten Badung mengalami

BAB I PENDAHULUAN. pada organisasi privat atau swasta. Anggaran menjadi suatu hal yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. tidak berorientasi pada kinerja, dapat menggagalkan perencanaan yang telah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. menilai kinerja (Mardiasmo,2009,h.121). program sampai dengan tahun berjalan dengan sasaran (target) kinerja 5 (lima)

BAB I PENDAHULUAN. melakukan perubahan secara holistik terhadap pelaksaaan pemerintahan orde baru.

BAB I PENDAHULUAN. dan Belanja Daerah (APBD). Wujud dari akuntabilitas, transparansi dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai hal, salah satunya pengelolaan keuangan daerah. Sesuai dengan Undang-

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan baru dari pemerintah Republik Indonesia yang mereformasi

BAB 1 PENDAHULUAN. program ataupun kegiatan. Sebelum melaksanakan kegiatan, harus ada

BAB I PENDAHULUAN. Ateh (2016) dalam artikelnya mengungkapkan, pernah menyampaikan bahwa ada yang salah dengan sistem perencanaan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. kebijakan ekonomi untuk daerah maupun kebijakan ekonomi untuk pemerintah

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu hal yang harus diketahui oleh publik untuk dievaluasi, dikritik,

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran sebagai salah satu alat bantu manajemen memegang peranan

BAB 1 PENDAHULUAN. merupakan kesatuan yang utuh (Mahmudi, 2011). Menurut Mardiasmo (2009), keilmuan jika memenuhi tiga karakteristik dasar, yaitu:

BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik Bastian (2006:15) Mardiasmo (2009:2) Abdul Halim (2012:3)

BAB I PENDAHULUAN. pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman daerah.

BAB I PENDAHULUAN. kepada kebutuhan untuk belanja atau pembiyayaan, (Karhi Nisjar S, 2015).

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia semakin pesat

BAB III PENGELOLAAN KEUANGAN DAN KERANGKA PENDANAAN

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Otonomi daerah adalah suatu konsekuensi reformasi yang harus. dihadapi oleh setiap daerah di Indonesia, terutama kabupaten dan kota

PENGANGARAN BERBASIS KINERJA DAN UPAYA MEWUJUDKAN GOOD GOVERNMENT GOVERNANCE

SISTEM PENGANGGARAN PEMERINTAH

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pusat tersebut menyebabkan inisiatif dan prakarsa daerah cenderung

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Sejalan dengan dikeluarkannya peraturan perundang-undangan dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kualitas Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. oaching

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, perkembangan sektor publik dewasa

PERENCANAAN ANGGARAN BERDASARKAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM UPAYA MENINGKATKAN PENCAPAIAN KINERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN

BAB I PENDAHULUAN. melalui Otonomi Daerah. Sejak diberlakukannya Undang-Undang No.22 tahun

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dalam sektor publik, dalam hal ini adalah belanja modal,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah pada era reformasi ini dituntut untuk melaksanakan. perubahan penting dan mendasar yang dimaksudkan untuk memperbaiki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. program bukan pada unit organisasi semata dan memakai output measurement

kapasitas riil keuangan daerah dapat dilihat pada tabel berikut:

Disampaikan dalam Kunjungan Kerja Badan Anggaran DPRD Kabupaten Banyumas Jakarta, 6 Februari 2014

BAB I PENDAHULUAN. kontribusi penelitian, proses penelitian dan sistematika penelitian.

BAB 1 PENDAHULUAN. sesuai dengan UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. dari rahasia perusahaan yang tertutup untuk publik, namun sebaliknya pada sektor

KATA PENGANTAR BUPATI BARRU, TTD. Ir. H. ANDI IDRIS SYUKUR, MS.

BAB I PENDAHULUAN. berlebih sehingga untuk mengembangkan dan merencanankan daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menganut asas desentralisasi yang memberikan kebebasan dan

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Bangsa Indonesia saat ini sedang memasuki masa pemulihan akibat krisis

BAB I PENDAHULUAN. operasi perusahaan. Begitu juga dengan dinas-dinas yang bernaungan disektor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Purnomo (2015) melakukan penelitian tentang Penilaian Kinerja Berbasis

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERJANJIAN DAN PELAPORAN KINERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Pandangan Umum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB I PENDAHULUAN. satunya perbaikan terhadap pengelolaan keuangan pada instansi-instansi pemerintah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam mewujudkan aspirasi masyarakat dalam rangka meningkatkan

BADAN PENGELOLAAN KEUANGAN, PENDAPATAN DAN ASSET DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dalam mewujudkan good governance. Hal ini tercermin dari kinerja

Prinsip-Prinsip Penganggaran

PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN. Lab. Politik dan Tata Pemerintahan, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya

BAB I PENDAHULUAN. dewasa ini adalah menguatnya tuntutan akuntabilitas atas lembaga-lembaga publik,

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999

BAB I PENDAHULUAN. kepada daerah. Di samping sebagai strategi untuk menghadapi era globalisasi,

PEDOMAN PENYUSUNAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA (APLIKASI UNTUK PEMERINTAH PUSAT)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Undang Nomor 33 Tahun 2004, menjadi titik awal dimulainya otonomi. dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN. akuntabel serta penyelenggaraan negara yang bersih dari unsur-unsur KKN untuk

PEDOMAN PENYUSUNAN PERJANJIAN KINERJA DAN PELAPORAN KINERJA DI LINGKUNGAN KOMISI PEMILIHAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN. terwujudnya good public and corporate governance (Mardiasmo, 2009:27).

BAB II TELAAH PUSTAKA DAN MODEL PENELITIAN

BAB II PERENCANAAN KINERJA 2.1. RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT DPRD KOTA. Rencana strategis merupakan proses yang berorientasi

BAB II LANDASAN TEORI

PERATURAN GUBERNUR BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah Propinsi Bali serta pembangunan nasional. Pembangunan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 90 TAHUN 2010 TENTANG PENYUSUNAN RENCANA KERJA DAN ANGGARAN KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

BAB I PENDAHULUAN. manajemen yang berisi rencana tahunan yang dinyatakan secara kuantitatif,

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang baik (good government governance), telah mendorong

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. arah dan tujuan yang jelas. Hak dan wewenang yang diberikan kepada daerah,

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggaran dapat diinterpretasi sebagai paket pernyataan perkiraan penerimaan dan pengeluaran yang diharapkan akan terjadi dalam satu atau beberapa periode mendatang. Di dalam tampilan anggaran selalu disertakan data penerimaan dan pengeluaran yang terjadi dimasa lalu (Bastian, 2010). Pada Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010, anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004 memberikan perubahan dalam pengelolaan keuangan daerah sehingga terjadi reformasi dalam manajemen keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah harus dilakukan secara transparan dan akuntabel sesuai dengan regulasi yang mengatur mengenai keuangan daerah. Selain perubahan terhadap sistem pengelolaan keuangan daerah, kedua undang-undang tersebut merubah akuntabilitas atau pertanggungjawaban pemerintah daerah dari pertanggungjawaban vertikal (kepada pemerintah pusat) ke pertanggungjawaban horizontal (kepada masyarakat melalui DPRD). 1

2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 mengharuskan pemerintah memenuhi akuntabilitas dengan memperhatikan beberapa hal, antara lain anggaran, pengendalian akuntansi, dan sistem pelaporan. Anggaran memegang peranan penting karena anggaran merupakan wujud transparansi dan akuntabilitas pemerintah sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Bastian juga menyebutkan bahwa anggaran merupakan sebagai alat akuntabilitas, alat manajemen, dan instrumen kebijakan ekonomi. Sedangkan menurut Mardiasmo (2004), anggaran sebagai alat penilaian kinerja. Anggaran diperlukan dalam pengelolaan sumber daya tersebut dengan baik untuk mencapai kinerja yang diharapkan oleh masyarakat untuk menciptakan akuntabilitas terhadap masyarakat. Reformasi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah mengakibatkan perubahan struktur anggaran dan perubahan proses penyusunan APBD untuk menciptakan transparansi dan meningkatkan akuntabilitas publik. Bentuk reformasi anggaran dalam upaya memperbaiki proses penganggaran adalah penerapan anggaran berbasis kinerja. Penerapan anggaran berbasis kinerja diatur dalam Pemendagri Nomor 13 Tahun 2006 dan diubah lagi dengan Pemendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah. Dalam peraturan ini, disebutkan tentang penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (RKA- SKPD). Adanya RKA-SKPD ini berarti telah terpenuhinya kebutuhan tentang anggaran berbasis kinerja dan akuntabilitas. Anggaran berbasis kinerja menuntut

3 adanya output optimal atau pengeluaran yang dialokasikan sehingga setiap pengeluaran harus bersifat ekonomi, efisien, dan efektif. Anggaran berbasis kinerja (Performance Based Budgeting) merupakan sistem penganggaran yang berorientasi pada output dan outcome organisasi dan berkaitan sangat erat dengan visi, misi, dan rencana strategis organisasi (Bastian, 2006:171). Anggaran dengan pendekatan kinerja menekankan pada konsep value for money, yaitu dirancang untuk menciptakan ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Prinsip tersebut termasuk adanya pertanggungjawaban para pengambil keputusan atas penggunaan uang yang dianggarkan untuk mencapai tujuan, sasaran, dan indikator yang telah ditetapkan. Selain itu, anggaran berbasis kinerja juga dirancang untuk menciptakan akuntabilitas dalam pemanfaatan anggaran belanja publik dengan output dan outcome yang jelas sesuai dengan prioritas nasional sehingga semua anggaran yang dikeluarkan dapat dipertanggungjawabkan secara transparan kepada masyarakat luas. Pendekatan anggaran kinerja disusun untuk mencoba mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik (Mardiasmo, 2002:84). Dalam praktik, penerapan anggaran berbasis kinerja di Indonesia mempunyai tantangan yang tidak ringan karena berubahnya sistem penganggaran. Di masa lalu pengukuran kinerja Pemerintah Indonesia masih terfokus pada pengukuran masukan (input) dan keluaran (output) dibanding dengan pengukuran hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampak (impact). Tantangan karena

4 berubahnya sistem penganggaran ini bukan hanya terjadi pada lingkungan Pemerintah (eksekutif) saja, melainkan juga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga legislatif. Pola pikir DPR dalam rangka pembahasan dan penetapan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) diharapkan juga berubah menjadi berorientasi pada output, bukan input. Pentingnya dilakukan penelitian ini adalah melihat dari fenomena yang terjadi di lingkungan pemerintah daerah, dimana kinerja pemerintah saat ini banyak disoroti oleh masyarakat, terutama kinerja instansi pemerintah yang sebagian besar kegiatannya dibiayai oleh dana publik. Untuk Pemerintah Kota Bandung, berdasarkan APBD Tahun 2012 dan 2013, secara keseluruhan belum menunjukkan indikasi adanya peningkatan kinerja dan perbaikan kinerja yang signifikan dalam pelaksanaannya seperti yang diuraikan pada tabel dibawah ini: Tabel 1.1 APBD Pemerintah Kota Bandung Tahun 2012 NOMOR URUT URAIAN JUMLAH (Rp) CAPAIAN (%) ANGGARAN REALISASI SETELAH PERUBAHAN 2 Belanja 512.562.400.732,00 489.590.967.845,00 95,52 2.1 Belanja Operasi 509.868.964.625,00 488.827.550.001,00 95,87 2.1.1 Belanja Pegawai 17.900.000.000,00 17.245.511.463,00 96,34 2.1.4 Balanja Subsidi 62.055.500.000,00 62.055500.000,00 100,00 2.1.5 Belanja Hibah 428.630.606.304,00 408.328.642.999,00 95,26 2.1.6 Belanja Bantuan 468.585.880,00 383.850.600,00 81,92 Sosial 2.1.7 Belanja Bantuan 814.272.441,00 814.044.939,00 99,97 Keuangan 2.3 Belanja Tak Terduga 2.693.436.107,38 763.417.844,00 28,34

5 2.3.1 Belanja Tak Terduga 2.693.436.107,38 763.417.844,00 28,34 Tabel 1.2 APBD Pemerintah Kota Bandung Tahun 2013 NOMOR URUT URAIAN JUMLAH (Rp) CAPAIAN (%) ANGGARAN REALISASI SETELAH PERUBAHAN 2. Belanja 428.782.513.142,00 342.986.410.586,00 94,75 2.1 Belanja Operasi 419.739.004.4925,00 342.334.545.811,00 81,56 2.1.1 Belanja pegawai 21.456.680.701,00 18.049.174.783,00 84,12 2.1.4 Belanja subsidi 95.875.317.500,00 95.875.317.500,00 100,00 2.1.5 Belanja hibah 280.517.006.291,00 207.644.276.589,00 74,02 2.1.6 Belanja bantuan 21.075.000.000,00 19.951.732.000,00 94,67 sosial 2.1.7 Belanja bantuan 815.000.000,00 814.044.939,00 99,88 keuangan 2.3 Belanja tak 9.043.508.650,00 651.864.775,00 7,21 terduga 2.3.1 Belanja tak terduga 9.043.508.650,00 651.864.775,00 7,21 Dilihat dari tabel 1.1 dan 1.2, dapat dilihat dari jumlah belanja yang dianggarkan untuk membiayai program/kegiatan yang menunjukkan bahwa antara rencana anggaran yang ditetapkan dan realiasasi anggaran kegiatan terdapat ketidaktercapaian. Hal ini terlihat dari selisih antara anggaran dan realisasi belanja yang mengalami kelebihan anggaran, ini menunjukkan dalam penyusunan APBD belum sesuai dengan peraturan yang berlaku dan diindikasikan adanya program/kegiatan yang belum sepenuhnya dilaksanakan.

6 Berdasarkan APBD Tahun 2012 dan 2013 Pemerintah Kota Bandung menunjukkan bahwa belanja langsung yang dianggarkan untuk membiayai program/kegiatan mengalami peningkatan akan tetapi peningkatan anggaran belanja langsung itu tidak dibarengi dengan peningkatan kinerja hal ini dapat dilihat dari capaian kinerja pada tahun 2013 yang mengalami penurunan. Anggaran pada instansi pemerintah, selain berfungsi sebagai alat perencanaan dan alat pengendalian, juga berfungsi sebagai instrumen akuntabilitas publik atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik. Sebagai alat akuntabilitas publik, penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan menggunakan hasil dari dibelanjakannya dana publik tersebut. Sehingga pada akhirnya dapat diperoleh gambaran mengenai kinerja instansi pemerintah. Akuntabilitas publik termasuk di dalamnya akuntabilitas kinerja, merupakan perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik (Inpres Nomor 7 Tahun 1999). Dalam rangka untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dikeluarkan regulasi yang mengatur mengenai perubahan pengelolaan keuangan daerah untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab, pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 (Inpres 7/1999) tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

7 Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) tersebut dipandang perlu untuk mengetahui kemampuan setiap instansi dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi. Akuntabilitas kinerja ini merupakan bentuk pelaporan kinerja yang harus dipertanggungjawabkan oleh pihak yang diamanahkan untuk melaksanakan program atau kegiatan dalam rangka untuk mencapai visi dan misi dan rencana strategis yang telah ditetapkan oleh organisasi. Pengukuran capaian kinerja dalam LAKIP Kota Bandung Tahun 2013 didasarkan kepada pengukuran dan evaluasi pelaksanaan atas Rencana Kinerja Tahun 2013 yang telah ditetapkan dan merupakan implementasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Pemerintah Kota Bandung Tahun 2009-2013. Pengukuran kinerja dilakukan untuk membandingkan antara rencana kerja dengan capaian masing masing kegiatan meliputi input, output, outcome, benefit, dan impact yang dilakukan melalui suatu proses sistematis dan berkesinambungan untuk menilai tingkat keberhasilan maupun kegagalan suatu program dan kegiatan. Berdasarkan perhitungan dan analisis kinerja Pemerintah Kota Bandung yang dilakukan dengan cara membandingkan rencana kinerja dengan tingkat realisasi, ternyata tingkat pencapaian atas kegiatan dan sasaran melalui dana APBD menunjukkan capaian kinerja sebesar 81.61% (data sebelum dilakukan audit oleh BPK). Namun masih terdapat beberapa kekurangan yang terjadi pada Tahun 2013, yang meliputi beberapa sasaran diantaranya sasaran untuk peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak, peningkatan akses pelayanan perijinan dan kepastian hukum bagi dunia usaha, dan terkendalinya pencemaran air yang mendapatkan interpretasi kategori agak kurang baik dan

8 kurang baik. Sasaran untuk peningkatan kualitas hidup perempuan dan anak mencapai nilai 43.86 % sedangkan sasaran untuk peningkatan akses pelayanan perijinan dan kepastian hukum bagi dunia usaha mencapai nilai 40.09 % dengan interpretasi yang sama, yaitu agak kurang baik. Sasaran untuk terkendalinya pencemaran air mencapai nilai 9.09 % dengan interpretasi kurang baik. Dalam pengaruhnya terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, penerapan penganggaran berbasis kinerja yang terukur melalui tahapan siklus anggaran sesuai dengan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah yaitu, dimulai dari perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, pelaporan/pertanggungjawaban, dan evaluasinya harus benar-benar dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut maka penulis tertarik untuk meneliti: Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Studi Kasus pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kota Bandung).

9 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan, identifikasi masalah dari penelitian ini adalah seberapa besar pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud pelaksanaan penelitian ini adalah untuk mempelajari dan menyimpulkan pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji seberapa besar pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. 1.4 Kegunaan Penelitian antara lain: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, 1. Penelitian ini dapat berguna bagi peningkatan ilmu pengetahuan penulis mengenai anggaran berbasis kinerja dan pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah. 2. Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan bagi semua pihak yang berkepentingan dalam meningkatkan pemahaman mengenai anggaran berbasis kinerja.

10 3. Penelitian ini dapat berguna bagi instansi pemerintah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh anggaran berbasis kinerja terhadap akuntabilitas kinerja instansi pemerintah daerah. 4. Menjadi referensi bagi penulis berikutnya. 1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi ini, penulis akan melakukan penelitian pada Satuan Kerja Perangkat Daerah kota Bandung. Dengan waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai dengan September 2015.