I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

AKTIVITAS EKSTRAK ETANOL BATANG SIPATAH-PATAH (Cissus quadrangula Salisb) SEBAGAI ANTIOSTEOPOROSIS PADA TIKUS (Rattus norvegicus) MUSTAFA SABRI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DENGAN OSTEOPOROSIS

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Calcium Softgel Cegah Osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya patah tulang. Selama ini osteoporosis indentik dengan orang tua tapi

PENDAHULUAN Latar Belakang

OSTEOPOROSIS DEFINISI

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

Pengetahuan tentang overweight dan obesitas, baik yang menyangkut penyebab, maupun akibatnya perlu diketahui orang banyak khususnya bagi remaja, guna

II. TINJAUAN PUSTAKA

LATIHAN, NUTRISI DAN TULANG SEHAT

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

Density of Lumbal Vertebrae Bone Ovariectomized Rat (Rattus Norvegicus) Given the Extract Sipatah patah ( Cissus quadrangularis Salisb )

BAB I PENDAHULUAN. insiden penyakit degeneratif di tiap negara. Selain itu, meningkatnya usia harapan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah. perkembangan, sedangkan pada akhirnya perubahan itu menjadi kearah

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Unit Percobaan

Laporan Pendahuluan METASTATIC BONE DISEASE PADA VERTEBRAE Annisa Rahmawati Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengindraan terhadap suatu objek tertantu yang terjadi melalui panca indra manusia yaitu

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Kepadatan Tulang Wanita Menopause Pada Kelompok X di Bandung

BAB II KEROPOS TULANG (OSTEOPOROSIS)

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan salah satu penyakit degeneratif yang. menjadi permasalah global di bidang kesehatan termasuk di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakatakan hidup sehat. menyebabkan jumlah usia lanjut menjadi semakin banyak, tak terkecuali di

BAB I PENDAHULUAN. dibandingkan dengan pembentukan tulang. Salah satu penyakit yang

BAB I PENDAHULUAN. atau kesehatan, tetapi juga budaya. Budaya minum jamu ini masih terpelihara di

BAB 1 PENDAHULUAN. Bagi seorang wanita, menopause itu sendiri adalah datangnya masa tua.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

BAB I PENDAHULUAN. Manusia yang telah memasuki usia diatas 55 tahun mengalami proses penuaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. porous berarti berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang

EFEK JALAN KAKI PAGI TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG PADA WANITA LANSIA DI DESA GADINGSARI SANDEN BANTUL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

Mustafa Sabri 1. Diterima 20 Februari 2013/Disetujui 30 April 2013 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Osteoporosis. Anita's Personal Blog Osteoporosis Copyright anita handayani

ADMINISTRATION S EFFECTS OF ETHANOL EXTRACT OF Cissus quadrangularis Salisb ON GROWTH OF LUMBAL BONE IN OVARIECTOMIZED RATS

TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

OBAT YANG MEMPENGARUHI HOMEOSTASIS MINERAL TULANG

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan kualitas hidup manusia, baik kemajuan dalam bidang sosioekonomi

Jenis jaringan hewan ada empat macam, yaitu jaringan epitel, jaringan ikat, jaringan otot, dan jaringan saraf.

BAB I PENDAHULUAN. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia cukup tinggi (Sugiri, 2009), yakni

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kalsium merupakan mineral yang paling banyak di dalam tubuh, sekitar 99%

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. sebagai suatu studi telah menunjukkan bahwa obesitas merupakan faktor

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang kemudian, secara normal, terjadi setiap bulan selama usia reproduktif.

BAB I PENDAHULUAN. Osteoporosis merupakan penyakit tulang yang pada tahap awal belum

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Osteoporosis merupakan kondisi atau penyakit dimana tulang

JARINGAN DASAR HEWAN. Tujuan : Mengenal tipe-tipe jaringan dasar yang ditemukan pada hewan. PENDAHULUAN

EFEK PEMBERIAN TEPUNG TULANG IKAN TUNA MADIDIHANG

Patogenesis dan Metabolisme Osteoporosis pada Manula

BAB I PENDAHULUAN. 90% dari populasi dunia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan ekstraksi biji tanaman kopi. Kopi dapat digolongkan sebagai minuman

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tulang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Setiap perempuan akan mengalami proses fisiologis dalam hidupnya,

BAB I PENDAHULUAN. mengidap penyakit ini, baik kaya, miskin, muda, ataupun tua (Hembing, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berakibat pada rendahnya kepadatan ( densitas ) tulang. Orang-orang acap kali

statistik menunjukkan bahwa 58% penyakit diabetes dan 21% penyakit jantung yang kronik terjadi pada individu dengan BMI di atas 21 (World Heart

MANFAAT KEBIASAAN SENAM TERA PADA WANITA TERHADAP KEPADATAN MINERAL TULANG DI DUSUN SOROBAYAN, GADINGSARI, SANDEN, BANTUL SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan oleh tubuh manusia. Konsumsi Susu pada saat remaja terutama

BAB 1 PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Pada wanita, komposisi lemak tubuh setelah menopause mengalami

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur. telur dihasilkan bobot telur berkisar antara 55,73-62,58 gram.

Tulang dan sendi merupakan kerangka tubuh yang menyebabkan tubuh dapat berdiri tegak,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. ini adalah dengan cara mengumpulkan massa tulang secara maksimal selama masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Gigi merupakan jaringan keras pada rongga mulut yang berfungsi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

Lecithin Softgel, Herbal Obat Kolesterol

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

LATIHAN FISIK DAN OSTEOPOROSIS PADA WANITA POSTMENOPAUSE. Ni Made Sri Dewi Lestari

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut W.J.S Poerwodarminto, pemahaman berasal dari kata "Paham

BAB I PENDAHULUAN. yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa yaitu bila

Pilose Antler Capsule, Tingkatkan Fungsi Seksual

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kopi merupakan sejenis minuman yang berasal dari proses pengolahan biji

BAB I PENDAHULUAN. di dunia setelah kanker paru-paru, hepar dan kolon. Insidensi kanker payudara

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit asam urat atau biasa dikenal sebagai gout arthritis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. diabetes melitus (DM) tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM) dan

HIPOKALSEMIA DAN HIPERKALSEMIA. PENYEBAB Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH 20 DENGAN USIA MENARCHE PADA SISWI SEKOLAH DASAR DI SELURUH KECAMATAN PATRANG KABUPATEN JEMBER

Fase Penuaan KESEHATAN REPRODUKSI LANJUT USIA. Fase Subklinis (25-35 tahun) Fase Transisi (35-45 tahun) Fase Klinis ( > 45 tahun)

BAB 1 PENDAHULUAN. Osteoporosis adalah kondisi atau penyakit dimana tulang menjadi rapuh dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

Transkripsi:

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tulang adalah organ keras yang berfungsi sebagai alat gerak pasif dan menjadi tempat pertautan otot, tendo, dan ligamentum. Tulang juga berfungsi sebagai penopang tubuh, melindungi organ tubuh yang lunak dan mudah rusak, memberi bentuk tubuh serta juga sebagai tempat hemopoiesis darah (Favus 1993; Leeson et al. 1996). Tulang menjadi keras dan kuat karena dibentuk oleh kristal kalsium yang padat serta serabut kolagen yang lentur (Stevenson dan Marsh 1992), sehingga tulang juga berfungsi sebagai deposit mineral, khususnya kalsium, fosfat, dan magnesium dengan kepadatan tertentu melalui pengaturan sistem homeostasis tubuh (Burger et al. 1995). Tulang skeletal dewasa secara umum memiliki dua bagian, yaitu bagian kompakta yang mencapai proporsi sekitar 80 % dan bagian spongiosa sekitar 20 % (Stevenson dan Marsh 1992). Bagian kompakta bersifat lebih padat dan terletak di bagian tepi tulang sehingga dinamakan juga bagian korteks, yaitu bagian yang padat dan tebal sesuai dengan fungsinya sebagai penyangga tubuh. Bagian spongiosa disebut juga bagian trabekula karena bentuknya yang berongga atau lamelar yang tersusun dalam garis-garis trayektori dengan arah sesuai dengan tuntutan gerakan yang ditimbulkan oleh tarikan otot-otot dan ligamentum yang bertaut padanya. Pada tulang panjang, bagian korpus sebagian besar terdiri atas bagian tulang kompakta yang mengelilingi sumsum tulang dan pada kedua ujungnya (metafisis) mengandung bagian spongiosa yang dikelilingi oleh tulang kompakta. Seluruh permukaan tulang, kecuali pada permukaan persendian, dibungkus oleh lapisan jaringan ikat khusus yang disebut periosteum, sedang bagian dalam dilapisi oleh selapis endosteum yang membatasi rongga-rongga di bagian spongiosa, yaitu suatu lapisan jaringan ikat yang fungsinya sama dengan periosteum, yaitu menjadi tempat sel-sel osteoblas (Carola et al. 1990). Jaringan tulang dibentuk oleh sel-sel tulang, yaitu osteosit, osteoblas, dan osteoklas. Osteosit adalah sel osteoblas yang terpendam di dalam matriks tulang (Leeson et al. 1996). Osteoblas berfungsi sebagai pembentuk osteoid (matriks tulang) dan serabut kolagen tulang. Osteoklas berfungsi sebagai

penghancur tulang. Dalam keadaan normal, osteoblas dan osteoklas bekerja sama dalam pembentukan struktur tulang yang mencakup proses modeling dan remodeling (Smith 1993). Faktor yang memengaruhi kepadatan tulang adalah cara hidup (pola makan, aktivitas fisik, merokok, asupan kalsium), obesitas, paritas (jumlah anak), Iaktasi, usia yang masih terlalu muda pada saat pertama kali hamil, penyakit kelenjar tiroid, dan penggunaan obat-obat kontrasepsi hormonal (Winarno 1998). Secara normal, puncak kepadatan tulang pada manusia dicapai pada usia tiga puluhan. Setelah itu akan terjadi proses penurunan kepadatan tulang yang biasanya disertai dengan atau tanpa kerusakan arsitektur tulang, sehingga kekuatan tulang akan menurun yang mengarah kepada kerapuhan tulang (porous) atau dikenal sebagai osteoporosis. Secara umum keadaan ini dijumpai pada manusia lanjut usia, terutama pada wanita (Ott 1990). Satu dari tiga wanita yang berumur lebih dari 55 tahun akan terkena osteoporosis, sedangkan pada pria, satu dari 12 pria di atas umur 55 tahun akan terkena osteoporosis. Pada wanita kejadian ini menyebabkan kehilangan massa tulang yang lebih besar dibandingkan pria, sehingga risiko terjadinya osteoporosis dan patah tulang akan lebih tinggi pada wanita (Dawson-Hughes 1996; Magetsari 1999). Kepadatan tulang yang didapat selama masa pertumbuhan merupakan faktor yang menentukan terjadinya kasus osteoporosis di kemudian hari (Karlson et al. 1995). Kepadatan tulang yang tinggi pada masa premenopause dapat mempertahankan deposit kalsium tulang sehingga mengurangi kehilangan atau penurunan kalsium pada masa menopause. Dengan demikian, individu dengan kepadatan tulang yang tinggi pada masa pertumbuhan sampai masa premenopause akan terhindar dari osteoporosis pada masa pascamenopause (Compston et al. 1993). Apabila kekurangan kalsium pada usia awal, maka dapat mengalami patah tulang pada usia 57-58 tahun (Nguyen et al. 1995). Pada saat tulang yang mengalami osteoporosis mencapai puncaknya, maka tulang tersebut akan menjadi rapuh dan mudah patah. Hal ini merupakan konsekuensi dari berkurangnya jumlah kalsium dalam massa tulang yang merupakan faktor risiko untuk terjadinya osteopenia dan osteoporosis (Rachman et al. 1996; Ott 2002). Kondisi demikian akan sangat berbahaya karena apabila berlanjut dalam jangka waktu yang cukup lama, tulang sebagai kerangka tubuh tidak dapat lagi menyangga bobot tubuh sehingga apabila terjadi 2

patah tulang maka akan sulit untuk sembuh seperti sediakala. Studi epidemiologi menunjukkan banyaknya cedera pada penderita osteoporosis adalah pada ossa vertebrae, ossa coxae, dan collum femoris. Tulang-tulang ini lebih banyak mengandung trabekula dibandingkan tulang kompakta (Favus 1993). Bukti substansial mengindikasikan bahwa osteoporosis merupakan masalah kesehatan global dengan ciri kerusakan mikroarsitektur massa tulang, dan terjadi pada 150 juta orang di seluruh dunia per tahun. Proses osteoporosis terjadi karena berkurangnya kadar estrogen pascamenopause pada wanita. Estrogen merupakan salah satu faktor yang sangat diperlukan dalam mengaktifkan osteoblas di jaringan endosteum di sekitar jaringan mieloid sumsum merah pada individu dewasa. Faktor lain yang memengaruhi aktivitas osteoblas adalah nutrisi, hormon paratiroid, vitamin D, sitokin, kortisol, dan aktivitas individu (Smith 1993). Osteoblas ini berfungsi untuk sintesis unsur organik matriks tulang (osteoid), yaitu kolagen, proteoglikan, dan glikoprotein (Carola et al. 1990; Telford dan Bridgman 1995; Leeson et al. 1996). Memasuki usia 40 tahun, secara fisiologis produksi estrogen mulai berkurang hingga konsentrasinya hanya mencapai 10 % saat wanita memasuki masa pascamenopause (Smith 1993) yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal (Guyton 1996). Secara medis beberapa jenis preparat hormon estrogen sintetis dapat dipakai untuk mengobati osteoporosis, namun dalam praktiknya hal ini sangat berat karena harus diberikan seumur hidup (Gass dan Neff 1995). Selain itu pengobatan hormonal memiliki banyak kelemahan, misalnya meningkatkan risiko kanker payudara, karsinoma endometrium, perdarahan per vagina, tromboflebitis, dan tromboemboli (Nguyen et al. 1995; Genant et al. 1998). Oleh karena itu, kini fokus penelitian dan pengobatan osteoporosis diarahkan melalui pengobatan lain dengan risiko yang lebih rendah terhadap tubuh, antara lain memberikan penambahan dosis asupan mineral, khususnya imbangan kalsium fosfat di dalam makanan, pemberian vitamin A, vitamin C, vitamin D, peningkatan aktivitas fisik, dan penggunaan bahan alami dari tanaman yang mengandung fitoestrogen. Bahan alami tanaman ini telah lama digunakan secara tradisional oleh masyarakat untuk mengobati penyakit (Tiangburanatham 1996; Dalimartha 2003). Sementara itu Rachman et al. (1996) menyatakan penggunaan fitoestrogen memiliki efek keamanan yang lebih baik dibandingkan dengan estrogen sintetis atau obat-obat hormonal pengganti (hormonal replacement therapy). 3

Sejak dahulu, masyarakat telah mengenal beberapa tanaman untuk mengobati berbagai macam penyakit. Akhir-akhir ini hal tersebut semakin gencar didengungkan dengan slogan back to nature. Di Afrika, India, Sri Lanka, Malaysia, dan Jawa, Cissus qudrangularis Linn. banyak dipakai untuk mengatasi sakit sendi, sipilis, penyakit kelamin, dan osteoporosis (Shirwaikar et al. 2003). Studi literatur menunjukkan bahwa batang Cissus qudrangularis Linn. mengandung triterpen seperti α- dan β-amirin, β-sitosterol, ketosteroid, β- karoten, dan vitamin C (Attawish et al. 2002), γ-amirin, δ-amiron (Mehta et al. 2001). Semua senyawa ini mempunyai potensi efek metabolik dan fisiologik yang berbeda (Shirwaikar et al. 2003; Combaret et al. 2004) dan diketahui memberikan perlindungan terhadap kerusakan lambung pada hewan model (Navarrete et al. 2002; Sairam et al. 2002). Studi fitokimia pada Cissus qudrangularis Linn. menunjukkan adanya kandungan flavonoid seperti kuersetin dan vitamin C serta resveratrol, piceatannol, palidol, asam askorbat, ketosteroid, dan karoten (Tiangburanatham 1996; Swamy et al. 2006). Di India dan Sri Langka, Cissus qudrangularis Linn. dikenal dapat mengobati patah tulang karena kemampuannya mempertautkan tulang (Sivarajan dan Balachandran 1994). Nadkarni (1954) menjelaskan bahwa akar Cissus qudrangularis Linn. sangat berguna untuk pengobatan retak tulang baik diminum maupun digunakan sebagai plester eksternal. Di Aceh tanaman sipatah-patah telah lama dikenal sangat mujarab dipakai sebagai obat patah tulang dengan cara memakai tumbukan batangnya yang dibalutkan pada daerah yang patah. Sipatah-patah mempunyai bentuk struktur yang hampir sama dengan Cissus quadrangularis Linn. Tanaman ini tumbuh di Kecamatan Lam Nga, Kabupatan Aceh Besar, dan tanaman sipatahpatah ini telah diidentifikasi sebagai Cissus quadrangula Salisb oleh Herbarium Bogorinsis. Mengingat besarnya potensi tanaman sipatah-patah dan khasiat yang dikandungnya sebagai obat patah tulang, besar kemungkinan tanaman sipatah-patah yang ada di Aceh juga berpotensi sebagai antiosteoporosis. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai peranan sipatah-patah sebagai antiosteoporosis. Tanaman sipatah-patah ini belum pernah diteliti dan juga belum diketahui kandungan fitokimia yang terdapat di dalamnya. Oleh karena itu sipatah-patah perlu diteliti kandungan fitokimianya. 4

Predisposisi osteoporosis dimulai sejak masa kanak-kanak dan remaja. Oleh karena itu tahap pencegahan osteoporosis lebih ditekankan sejak usia dini melalui perbaikan proses fisiologi seperti peningkatan massa tulang selama pertumbuhan sampai mencapai puncak massa tulang (Karlson et al. 1995). Untuk itu maka perlu diteliti pengaruh sipatah-patah pada hewan percobaan yang diberi ekstrak sipatah-patah pada masa pertumbuhan dan menopause. Hewan percobaan yang akan dipakai adalah tikus sesuai dengan penelitian Shirwaikar et al. (2003). Dengan demikian maka diperlukan dua kelompok penelitian, yaitu untuk mengetahui kemampuan sipatah-patah dalam mencegah osteoporosis pada tikus betina normal masa pertumbuhan dan mengobati osteoporosis pada tikus betina yang dikondisikan mengalami menopause melalui ovariektomi. 1.2. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini dilakukan melalui tiga hal yaitu: 1). Mengetahui kandungan mineral kalsium dan fosfat serta komposisi fitokimia tanaman sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) asal Aceh. 2). Menguji kemampuan ekstrak etanol batang sipatah-patah dalam mencegah osteoporosis pada tikus betina normal masa pertumbuhan. 3). Mengobati osteoporosis pada tikus betina yang dikondisikan mengalami menopause melalui ovariektomi. 1.3. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi kandungan mineral dan bahan fitokimia tanaman sipatah-patah (Cissus quadrangula Salisb) asal Aceh dalam rangka memperkaya data biologi sumber daya alam hayati tanaman asli Indonesia dan memperteguh keyakinan kearifan lokal masyarakat dalam pemanfaatan tanaman asli Indonesia, khususnya sipatah-patah dalam mencegah dan mengobati osteoporosis pada tikus melalui proses kajian ilmiah. 1.4. Hipotesis Hipotesis yang akan dibuktikan dalam penelitian ini adalah: 1. Komponen utama sipatah-patah mengandung kalsium, fosfat, dan fitoestrogen. 2. Pemberian ekstrak etanol batang sipatah-patah asal Aceh dapat : a. Mencegah kejadian osteoporosis pada tikus betina prepubertas b. Mengobati osteoporosis pada tikus ovariektomi. 5