Thieme, J.G., Coconout Oil Processinir. FAO Agriculture Development, Rome, Italia, 1968. ANALISIS ISOFLAVON DAN UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA TEMPE DENGAN VARIASI LAMA WAKTU FERMENTASIDAN METODE EKSTRAKSI Sri Retno Dwi Ariani 1) & Wiji Hastuti 1) 1) Kimia P.MIPA FKIP UNS Surakarta, Jl. Ir Sutami 36A Kentingan Surakarta HP 081804476412 ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui komponen penyusun isoflavon dan aktivitas antioksidan isoflavon total pada tempe kedelai hasil fermentasi 48 dan 72 jam dari proses isolasi isoflavon dengan 2 metode yang berbeda. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen laboratorium serta kajian pustaka. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah (1) penyediaan kedelai varietas Galunggung dan inokulum berupa tepung merek RAPRIMA yang mengandung Rhizopus oligosporus NRRL 2710, (2) penyediaan tempe meliputi : pencucian, perendaman, pengukusan, penambahan inokulum dan fermentasi selama 48 dan 72 jam sehingga dihasilkan tempe, (3) ekstraksi isoflavon dari tempe kedelai dengan metode A meliputi : pengovenan pada suhu 40 0 C selama 20 jam, penggilingan, maserasi dengan etanol, penyaringan, penguapan filtrat dengan rotary evaporator hingga dihasilkan ekstrak kental, ekstraksi menggunakan corong pisah dengan heksana dilanjutkan etil asetat, penguapan dengan rotary evaporator hingga dihasilkan isolat isoflavon), (4) ekstraksi isoflavon dari tempe kedelai dengan metode B meliputi : pengovenan pada suhu 40 0 C selama 20 jam, penggilingan, maserasi dengan etanol, penyaringan, penguapan dengan rotary evaporator hingga terbentuk ekstrak kental dan pengovenan pada suhu 40 0 C selama 6 jam), (5) identifikasi isoflavon dengan metode HPLC dengan isoflavon standar sebagai pembanding, dan 568 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009
ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia (6) uji aktivitas antioksidan isoflavon total dengan metode DPPH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis-jenis isoflavon dalam tempe kedelai hasil fermentasi 48 dan 72 jam pada kedua metode isolasi adalah sama yaitu, daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2. Aktivitas antioksidan isoflavon total pada tempe kedelai hasil fermentasi 48 dan 72 jam dengan metode eksktraksi A adalah sebesar 82,86 % + 0,89 % dan 85,15 % + 1,19 %, sedangkan aktivitas antioksidan isoflavon total pada tempe kedelai hasil fermentasi 48 dan 72 jam dengan metode eksktraksi B adalah sebesar 80,61 % + 0,45 % dan 82,39 % + 0,42 %. Kata Kunci : tempe, isoflavon, antioksidan PENDAHULUAN Tempe kedelai merupakan salah satu makanan tradisional asli Indonesia dengan bahan dasar kedelai, yang sangat digemari oleh penduduk Indonesia dan sering dijumpai sebagai makanan dalam menu sehari-hari, baik sebagai lauk pauk maupun sebagai makanan sambilan (Ariani, 1997:2). Tempe dihasilkan melalui proses fermentasi biji kedelai oleh berbagai mikroorganisme khususnya oleh kapang Rhizopus oligosporus. Teknologi pembuatan tempe merupakan proses yang sederhana, berkembang secara turun temurun karena penyesuaian dengan sarana dan kemampuan sumber daya yang tersedia. Proses dasar pembuatan tempe meliputi perebusan, perendaman, pengupasan kulit, pencucian, pengukusan, penambahan inokulum, pengemasan, dan pemeraman (Susanto, 1998 : 7-8). Prawiroharsono (1993) dalam Restuhadi (2001: 6), menyatakan bahwa 99% isoflavon yang terdapat pada biji kedelai dapat terhidrolisis menjadi aglukan isoflavon dan glukosa. Selama proses pengolahan, baik melalui proses fermentasi maupun non fermentasi, senyawa isoflavon dapat mengalami transformasi, terutama melalui proses hidrolisis sehingga dapat diperoleh senyawa isoflavon bebas yang disebut aglukan isoflavon yang lebih tinggi aktivitasnya. Senyawa aglukan tersebut adalah genistein, daizein dan glisitein. Isoflavon juga dijumpai pada tempe kedelai yang difermentasi. Jenis-jenis isoflavon yang ditemukan dalam tempe kedelai tersebut antara lain genistein (5,7,4 -trihidroksi isoflavon), daidzein (7,4 -trihidroksi isoflavon ), glisitein (6-metoksi-7,4 -trihidroksi Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 569
isoflavon ) dan faktor-2 (6,7,4 -trihidroksi isoflavon). Gyorgy, Murata, dan Ikehata (1964) menyatakan bahwa genistein, daidzein dan glisitein dijumpai pada kedelai yang merupakan bahan baku tempe, tetapi senyawa faktor-2 hanya dijumpai pada kedelai hasil fermentasi. Senyawa daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2 yang terkandung dalam tempe mempunyai manfaat dalam bidang kesehatan. Daidzein berkhasiat sebagai antioksidan, antikanker, dan estrogenik sehingga dapat mencegah osteoporosis. Genistein berkhasiat sebagai antioksidan, antitumor dan antikanker (menghambat perkembangan sel kanker payudara dan sel kanker hati). Glisitein berkhasiat sebagai antioksidan, anti tumor (prostat, usus besar, rahim dan paru-paru) serta estrogenik. Faktor-2 berkhasiat sebagai antioksidan, antikanker, antihemolisis, antiinflamasi, antikontriksi (arteriosclerosis) sehingga mencegah jantung koroner dan antikolesterol. (Gyorgy (1964), Jha (1985), Kramer (1984), Murata dan Ikehata (1968), Murata (1985), Zilliken (1987) dan Jha (1987) dalam Pawiroharsono, 2001 : 31-38). Salah satu aktivitas fisiologis dari isoflavon yang menonjol adalah aktivitas antioksidan. Pada umumnya senyawa antioksidan mempunyai struktur inti yang sama, yaitu mengandung cincin benzen dengan gugus hidroksi atau gugus amino (Ketaren, 1986 dalam Bambang Purwono, Chairil A, D.Fitriani, dan I.Anggraini, 2003 : 55). Adanya aktivitas antioksidan tersebut bermanfaat dalam menunda atau mencegah terjadinya oksidasi oleh radikal bebas (Kochhar dan Rossell, 1990 dalam Ardiansyah, 2007 : 18). Peranan antioksidan baik bagi kesehatan tubuh maupun di bidang pengawetan bahan makanan sangat penting. Fungsi antioksidan bagi tubuh adalah mencegah oksidasi lipid, asam lemak tidak jenuh dan kolesterol dalam membran sel atau tempat terakumulasinya zat tersebut. Akibat dari tidak adanya antioksidan dalam tubuh adalah terakumulasinya granula pigmen steroid di dalam ginjal, paru-paru, urat daging dan jaringan lemak yang akhirnya mempercepat proses penuaan (Horwit, 1980 dalam Sukib, Mahrus dan Mutiah, 2002 : 86-87 ). Pada umumnya zat antioksidan yang digunakan adalah zat antioksidan sintetik seperti Butylated Hydroxyanisole (BHA), Butylated Hydroxytoluene (BHT), Propyl Gallat (PG) dan Etylene Diamine Tetra 570 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009
ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia Acetic Acid (EDTA). Konsumsi zat antioksidan sintetik dapat menimbulkan akibat buruk terhadap kesehatan konsumen yaitu gangguan fungsi hati, paru, mukosa usus dan keracunan. Salah satu usaha untuk mengatasi masalah tersebut adalah mengganti zat antioksidan sintetik dengan zat antioksidan alami. Zat antioksidan alami diperoleh dari ekstrak bagian-bagian tanaman tertentu terutama yang banyak mengandung senyawa-senyawa flavonoid yang tersusun dari gugusgugus fenol (Suryo dan Tohari, 1995:50-51). Isolasi senyawa isoflavon dari tempe dapat dengan berbagai metode ekstraksi. Salah satu metode ekstraksi isoflavon yang umum dipakai dalam penelitian adalah ekstraksi bertingkat dengan pelarut metanol 80%, heksana dan etil asetat yang menghasilkan isolat isoflavon (Ariani, 1997 : 24). Metode ekstraksi lain yang dapat dipakai yaitu metode ekstraksi menggunakan pelarut tunggal metanol 80% yang menghasilkan isolat isoflavon (Susanto, 1998: 10). Metanol merupakan pelarut yang bersifat toksik sehingga sebagai pengganti yaitu pelarut etanol. Dengan berbagai metode ekstraksi isoflavon akan diperoleh hasil isolasi isoflavon yang berbeda-beda pula. Penelitian lama waktu fermentasi kedelai yang optimum untuk menghasilkan isoflavon dengan aktivitas antioksidan yang optimum selama ini belum pernah diteliti. Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang analisis isoflavon dan uji aktivitas antioksidan pada tempe kedelai (Glycine max L Merril ) dengan variasi lama waktu fermentasi dan metode ekstraksi. METODOLOGI PENELITIAN Bahan: kedelai kuning varietas galunggung, ragi tempe merek RAPRIMA, metanol p.a (E. Merck), etanol p.a (E. Merck), Na 2 SO 4 anhidrat p.a (E. Merck), heksana p.a (E. Merck), etil asetat p.a (E. Merck), DPPH, dan akuades, kertas saring. Alat: pipet mikro, penyaring Buchner KNF Neuberger D-79112 frelburg, seperangkat alat rotary evaporator merek Buchi, seperangkat alat spektrofotometer UV-VIS, Blender merek,nationalperalatan gelas yang umum dipakai, dan seperangkat alat HPLC merek Perkin Elmer, Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 571
Kondisi HPLC: kolomlichrosper (R) 100 RP-18 (non polar) dengan panjang 10 cm, fase gerak: metanol:asam asetat 0,02 ( 57,5% ; 42,5%), volume Injeksi 20 µl, detektor sinar UV pada panjang gelombang 265 nm, dan suhu Oven adalh suhu kamar Prosedur Kerja Pembuatan Tempe Kedelai. Biji kedelai dibersihkan dari kotoran seperti kerikil, ranting dan lain-lain kemudian direndam semalam sampai berbusa dan berbau khas masam. Selanjutnya dicuci, dikupas kulit arinya dan dikukus secara tertutup selama 45 menit. Kemudian hasil pengukusan didinginkan dengan diangin-anginkan lalu ditambah dengan inokulum. Kedelai yang telah diinokulasi selanjutnya dikemas dengan menggunakan plastik berlubang dan difermentasi selama 48 jam dan 72 jam pada suhu kamar (27 o C). Isolasi Isoflavon dengan Metode Ekstraksi A dan B. Isolasi isoflavon dengan metode ekstraksi A dilakukan dengan memotong tempe kedelai dalam ukuran kecil, ditambah dengan akuades dan diblender sampai berbentuk bubur selanjutnya direndam dengan pelarut etanol selama 24 jam. Kemudian disaring dan filtrat dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 60 o C hingga sepertiga volum dilanjutkan ekstraksi dengan n- heksana menggunakan corong pisah. Selanjutnya diambil fase bawah dan diekstraksi dengan etil asetat dan diambil fase atas. Kemudian ditambahkan Na 2 SO 4 dan disaring, filtrat lalu dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 60 o C sampai terbentuk isolat berwarna kuning. Isolasi isoflavon dengan metode ekstraksi B dilakukan dengan memotong tempe kedelai dalam ukuran kecil, kemudian diblender dan direndam dengan etanol selama 24 jam. Kemudian disaring dan filtrat ditampung, residu dicuci sebanyak dua kali dan direndam kembali selama dua kali dan disaring lalu filtrat disatukan dengan filtrat dari penyaringan pertama dan kedua dan dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu 45 o C hingga pekat dan terbentuk isolat yang merupakan ekstrak kental berupa pasta berwarna kuning. 572 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009
ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia Identifikasi Isoflavon dengan HPLC. Identifikasi isoflavon dengan HPLC dilakukan dengan pengkondisian instrumen HPLC dan pembuatan larutan sampel. Larutan sampel dibuat dengan mengambil 1 mg isolat isoflavon hasil ekstraksi lalu masing-masing dilarutkan dalam etanol 10 ml. Larutan kemudian disentrifuge lalu diambil 20 µl dengan alat injeksi. Selanjutnya sampel diinjeksikan ke dalam HPLC setelah pengkondisian HPLC selesai. Menganalisa kromatogram HPLC dengan menggunakan pembanding kromatogram isoflavon standar yang terdiri dari daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2. Uji Aktivitas Antioksidan Isoflavon. Pembuatan larutan DPPH dengan menimbang kristal sebanyak 6,32 mg DPPH dan dilarutkan dalam metanol 100 ml sehingga diperoleh konsentrasi 0,2 mm sebagai larutan kontrol. Pengukuran absorbansi larutan DPPH dilakukan dengan memipet 600 µl pelarut (metanol) ke dalam kuvet dan ditambahkan larutan DPPH sampai volume 3 ml kemudian ditutup dan dikocok sampai homogen warnanya. Selanjutnya membuat spektra sinar tampak pada panjang gelombang (λ) 400-600 nm dan mencatat absorbannya pada puncak panjang gelombang 517nm sebagai absorban kontrol. Pembuatan larutan uji dengan menimbang ekstrak sebanyak 1mg dan melarutkan ke dalam etanol 10 ml untuk membuat larutan uji dengan konsentrasi 100 ppm. Kemudian pengukuran antioksidan bahan uji digunakan metode yang sama, dimana 600 µl pelarut diganti dengan 600 µl larutan uji (sampel). Selanjutnya membuat spektra sinar tampak pada panjang gelombang (λ) 400-600 nm dan mencatat absorbannya pada puncak panjang gelombang mendekati 517nm sebagai absorban sampel. Aktivitas antioksidan dihitung dengan metode DPPH yang dinyatakan dalam bentuk persen penangkapan radikal DPPH dan dihitung denganpersamaan: % aktivitasantioksidan = (1 absorbansi sampel ) x 100 % absorbansi kontrol HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 573
Biji kedelai yang telah dibersihkan dari kotoran seperti kerikil, ranting dan lain-lain kemudian direndam semalam. Proses ini juga disebut proses hidrasi dan pengasaman yang bertujuan untuk penyerapan air oleh kedelai. Kedelai yang telah direndam dan dicuci dan dikupas kulit arinya selanjutnya dikukus secara tertutup selama 45 menit. Pengupasan kulit ari dilakuakn agar jamur tempe dibuat tumbuh sempurna pada kedelai. Pengupasan dapat dilakukan secara basah dengan tangan setelah proses hidrasi. Proses pengukusan ini merupakan proses sterilisasi untuk mematikan bakteri-bakteri yang tumbuh. Inokulum merupakan pembawa jamur yang akan melakukan proses fermentasi, dengan demikian inokulum merupakan bahan yang paling penting pada pembuatan tempe. Inokulum tersebut pada dasarnya adalah benih-benih mikroorganisme, terutama terdiri dari spora Rhizopus oligosporus. Penambahan inokulum dilakukan setelah kedelai dikukus dan dianginanginkan. Kedelai yang telah diinokulasi selanjutnya dikemas dengan menggunakan plastik. Proses pengemasan bertujuan agar proses fermentasi berjalan dengan baik dan mencegah kontaminasi mikroba yang akan mengganggu pertumbuhan jamur dalam proses fermentasi tempe. Kedelai yang telah diinokulasi dan dibungkus plastik kemudian difermentasi selama 48 jam 72 jam pada suhu kamar. Tempe kedelai yang dihasilkan dalam penelitian ini mempunyai ciri-ciri yang tercantum dalam Tabel 1. Tabel 1. Karakteristik Tempe Kedelai Waktu Fermentasi 48 jam Putih 72 jam Warna Aroma Penampilan Keterangan Putih kekuningan Khas tempe kedelai Sedikit berbau amoniak Miselium jamur berwarna putih, tumbuh merata dan kompak Miselium jamur mulai menguning, tumbuh merata di permukaan Diiris pecah Diiris pecah tidak tidak Isoflavon merupakan salah satu bentuk senyawa flavonoid yang banyak di temukan dalam bahan alam, salah satunya kedelai. Senyawa 574 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009
ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia flavonoid yang terisolasi dan teridentifikasi dalam kedelai semuanya berada dalam bentuk isoflavon ( Liu, 1997 dalam Agustina, 2005 : 28). Isolasi isoflavon dengan metode A dilakukan dengan cara maserasi menggunakan pelarut etanol-air dilanjutkan dengan ekstraksi cair-cair menggunakan pelarut heksana kemudian dengan etil asetat. Maserasi dilakukan dalam pelarut etanol-air. Air mempunyai konstanta dielektrik 78,5 yang menunjukkan sifat kepolaran tinggi, sedangkan metanol mempunyai konstanta dielektrik 24,3 yang menunjukkan sifat relatif polar. Umumnya senyawa flavonoid cukup larut dalam pelarut polar seperti metanol dan etanol. Adanya gula yang terikat pada flavonoid menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air. Dari proses maserasi didapatkan hasil berupa ekstrak berwarna kuning. Semakin lama waktu fermentasi, intensitas warna kuning dari ekstrak yang didapatkan tersebut meningkat. Ekstrak yang diperoleh selanjutnya diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 60 o C sampai hampir semua etanol menguap. Filtrat yang diperoleh dari hasil maserasi, kemudian diekstraksi menggunakan corong pisah. Ekstraksi dilakukan secara berulang-ulang sehingga diharapkan senyawa yang terekstrak semakin banyak. Filtrat hasil maserasi diekstraksi dengan 50 ml heksana sebanyak 5 kali. Heksana mempunyai konstanta dielektrik sebesar 1,9 yang menunjukkan sifat non polar. Ekstraksi dengan heksana berfungsi untuk membebaskan senyawa-senyawa non polar yang ada dalam filtrat, seperti asam lemak, lemak dan minyak. Fase air dikumpulkan dan diekstraksi lebih lanjut dengan 50 ml etil asetat sebanyak 5 kali. Etil asetat mempunyai konstanta dielektrik sebesar 6,0 yang menunjukkan sifat semi polar. Ekstraksi dengan etil asetat berfungsi untuk mengikat senyawa-senyawa isoflavon yang juga mempunyai sifat semi polar. Fase etil asetat yang mengikat senyawa isoflavon daidzein dan genistein tersebut ditampung kemudian ditambah dengan Na 2 SO 4 anhidrat yang berfungsi untuk mengikat air, kemudian disaring, sehingga didapatkan ekstrak bebas air. Ekstrak etilasetat yang telah bebas air kemudian diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 40 o C, yang bertujuan untuk menguapkan pelarutnya sampai didapatkan ekstrak pekat dan menjadi isolat isoflavon dengan berat sebesar 0,230 gram untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 575
dan berat sebesar 0,173 gram untuk tempe kedelai hasil fermentasi 72 jam. Sehingga kadar isoflavon total yang dihasilkan dengan metode A ini untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam adalah 0,230 gram/100 gram dan tempe kedelai fermentasi 72 jam adalah 0,173 gram/100 gram. Isolasi isoflavon dengan metode B dilakukan dengan ekstraksi menggunakan pelarut tunggal etanol. Proses penyiapan bahan dilakukan dengan memotong tempe kedelai dalam ukuran kecil, kemudian ditambah 100 ml etanol dan diblender selama 2 menit sampai berbentuk bubur. Hal ini dimaksudkan untuk memperkecil ukuran partikel sehingga dapat memperbesar luas permukaan, dengan demikian diharapkan senyawa yang akan terekstrak akan semakin banyak karena ekstraksi antara pelarut dengan senyawa yang akan diekstrak meningkat. Bubur sampel kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42, residu dicuci dengan penambahan etanol sebanyak 100 ml. pencucian dilakukan dua kali. Filtrat yang dihasilkan kemudian diuapkan dengan vakum evaporator pada suhu 40 0 C hingga pekat yang merupakan ekstrak isoflavon dan disebut isolat mengandung isoflavon dengan berat sebesar 13,847 g untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam dan berat sebesar 13,70 untuk tempe kedelai hasil fermentasi 72 jam. Kadar dari isolat yang mengandung isoflavon ini untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam yaitu 13,847 gram/100gram dan tempe kedelai fermentasi 72 jam yaitu 13,847 gram/100gram. Analisis dengan HPLC dilakukan untuk mengidentifikasi adanya senyawa isoflavon daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2 dalam sampel tempe kedelai fermentasi 48 jam dan 72 jam. Dari analisis HPLC terhadap isolat hasil isolasi isoflavon dengan metode ekstraksi A dan B sertaanalisis HPLC terhadap isoflavon standar, diperoleh kromatogram yang disajikan dalam gambar 1 dan gambar 2. Dengan metode A baik untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam maupun 72 jam dihasilkan kromatogram HPLC dengan empat puncak yang muncul pada waktu retensi yang dapat diurutkan berdasarkan urutan besarnya waktu retensi faktor-2, daidzein, glisitein dan genistein standar. Urutan waktu retensi senyawa isoflavon standar dari yang paling kecil ke paling besar berdasarkan hasil kromatogram HPLC yaitu senyawa faktor- 2, daidzein, glisitein dan genistein. Sehingga untuk hasil kromatogram 576 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009
ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia sampel isoflavon dengan empat puncak tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk puncak pertama yaitu senyawaa faktor-2, puncak kedua yaitu senyawa daizein, puncak keempat yaitu senyawa glisitein, dan puncak keempat yaitu senyawa genistein. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada tempe kedelai hasil fermentasi 48 jam dan 72 jam terdapat kandungan isoflavon faktor-2, daidzein, glisitein dan genistein. Untuk metode B baik tempe kedelai hasil fermentasi 48 jam maupun 72 jam dihasilkan kromatogram HPLC dengan delapan puncak dengan data pada tabel 6 dan tabel 8, dari delapan puncak tersebut dapat disimpulkan bahwa empat puncak dari delapan puncak yang ada sebagai empat senyawa isoflavon yaitu daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2 karena memiliki waktu retensi yang relative sama dengan waktu retensi isoflavon standar. Empat puncak yang lain merupakan senyawa lain yang terkandung dalam tempe kedelai hasil fermentasi 48 jam dan 72 jam yang ikut terekstraksi dengan metode ekstraksi B. Adanya delapan puncak yang ada menunjukkan bahwa metode ekstraksi B tidak mampu mengekstraksi lebih murni senyawa isoflavon dibandingkan metode ekstraksi A. Sehingga metode ekstraksi A lebih baik daripada metode ekstraksi B, tetapi penggunaan dalam bahan makanan untuk metode A tidak diperbolehkan karena menggunakan pelarut heksana dan etil asetat karena bersifat racun. A B Gambar 1. Hasil Kromatogram HPLC Isoflavon Tempe Kedelai Hasil Fermentasi 48 jam dengan (A) metode Ekstraksi A dan (B) metode ekstraksi B. Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 577
A B Gambar 3. Hasil Kromatogram HPLC Isoflavon Tempe Kedelai Hasil Fermentasi 72 jam dengan (A) metode Ekstraksi A dan (B) metode ekstraksi B.. Dari hasil identifikasi tersebut dapat diketahui tempe kedelai mempunyai kandungan isoflavon. Isoflavon tersebut berada dalam bentuk glukosida isoflavon dan aglukan isoflavon. Daidzein, genistein, dan glisitein adalah aglukan isoflavon yang terbentuk dari glukosidaglukosidanya, yaitu daidzein, genistein, dan glisitin. Glukosida daidzin, genistin, dan glisitin tersebut dapat dihidrolisis menjadi daidzein, genistein, dan glisitein oleh aktivitas enzim β-glukosidase. Enzim β-glukosidase terdapat pada biji kedelai dan jamur Rhizopus oligosporus. Enzim β-glukosidase yang berasal dari biji kedelai teraktivasi saat biji kedelai direndam, yaitu pada proses pembuatan tempe, sedangkan enzim β-glukosidase yang dihasilkan oleh Rhizopus oligosporus ikut berperan saat proses fermentasi. Aktivitas enzim-enzim dari biji kedelai dan Rhizopus oligosporus ini secara bersama-sama diperkirakan dapat meningkatkan reaksi hidrolisis glukosida isoflavon menjadi aglukan isoflavon. Senyawa faktor-2 (6,7,4 -trihidroksi isoflavon) yang terdapat pada tempe kedelai hasil fermentasi selama 48 jam tersebut diperkirakan terbentuk melalui reaksi dekarboksilasi enzimatis genistein menjadi daidzein yang kemudian mengalami hidroksilasi menjadi faktor-2. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya 578 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009
ISBN : 979-498-467-1 Kimia Organik, Bahan Alam, dan Biokimia reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid. Pengukuran aktivitas antioksidan sangat diperlukan untuk mengetahui kualitas antioksidan dan ketahanan produk selama proses pengolahan dan penyimpanan serta implikasinya ke jaringan tubuh. Pada penelitian ini penentuan aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode DPPH. Untuk pengukuran antiradikal bebas bahan uji digunakan metode yang sama, dimana 600 µl pelarut diganti dengan 600 µl larutan uji (sampel). Pembuatan larutan uji dengan menimbang ekstrak dan melarutkan ke dalam pelarutnya untuk membuat larutan uji dengan konsentrasi 100 ppm. Pada pelaksanaan uji aktivitas antioksidan / uji radikal bebas diawali dengan pembuatan spektra sinar tampak (400-600 nm) larutan uji untuk melihat apakah masih tampak adanya kurva normal (sigmoid) dengan puncak mendekati 517 nm. Semua spektra larutan uji menunjukkan kurva normal dengan puncak mendekati 517 nm. Peredaman warna ungu menjadi warna kuning menunjukkan penyerangan antioksidan oleh isoflavon. Dari tiga kali perulangan percobaan pengukuran absorbansi kontrol dan sampel dengan metode ekstraksi A serta perhitungan aktivitas antioksidan diperoleh rata-rata aktivitas antioksidan untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam sebesar 82,86 % + 0,89 % dan tempe kedelai fermentasi 72 jam sebesar 85,15 % + 1,19 % sedangkan untuk metode ekstraksi B diperoleh rata-rata aktivitas antioksidan untuk tempe kedelai fermentasi 48 jam sebesar 48,61 % + 0,93 % dan tempe kedelai fermentasi 72 jam sebesar 50,69 % + 1,38 %. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa: 1. Jenis-jenis senyawa isoflavon dalam tempe kedelai hasil fermentasi 48 jam dan 72 jam dengan metode eksktraksi A adalah daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2 dan metode ekstraksi B adalah daidzein, genistein, glisitein dan faktor-2. 2. Aktivitas antioksidan isoflavon total tempe kedelai hasil fermentasi 48 jam dengan metode eksktraksi A sebesar 82,86 % + 0,89 % dan metode ekstraksi B sebesar 48,61 % + 0,93 %, aktivitas antioksidan Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009 579
isoflavon total tempe kedelai hasil fermentasi 72 jam dengan metode eksktraksi A sebesar 85,15 % + 1,19 % dan metode ekstraksi B sebesar 50,69 % + 1,38 %. 3. Metode ekstraksi yang lebih baik untuk isolasi isoflavon dari tempe kedelai adalah metode ekstraksi A. Saran Berdasarkan penelitian yang diperoleh, penulis memberikan saran bahwa perlu dilakukan:. 1. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kandungan senyawa isoflavon pada beberapa bahan alam. 2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk isolasi senyawa isoflavon daidzein, genistein, glsitein dan faktor-2 dari beberapa bahan alam yang lebih optimum dan menggunakan pelarut yang tidak berbahaya bagi kesehatan. 3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk penggunaan senyawa antioksidan pada bahan makanan. 4. Senyawa isoflavon tempe kedelai memiliki aktivitas biologis selain aktivitas antioksidan sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas biologis yang lain dari isoflavon tempe kedelai. DAFTAR PUSTAKA Amrun, H. M; Umiyah; dan Umayah E. U. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Air dan Ekstrak Metanol Beberapa Varian Buah Kenitu (Chrysopylum cainito L.) dari Daerah Jember. Berkala Penelitian Hayati. 13. Ariani,S.R.D.1997. Pembuatan Keju Kedelai yang Mengandung Faktor-2 Hasil Biokonversi Isoflavon Pada Tahu oleh Rhizopus oligosporus. Biosmart, 5. 1. 8-12. Esaki,H., H. Onosaki,S. Kawasaki dan T.Osawa. 1996. New Antioksidan Isolated From Tempeh. J Agric Food. Gordon, M.H. 1990. The Mechanism of Antioxidant Action In Vitro. Food Antioxidant. Elsevier Applied Science London and New York. 1:9-10. Gyorgy, S., Murata, K. and Ikehata, H. 1964. Antioxydant isolated from fermented soybean. Nature. 23. 4947. 870-872. Imam Suryo dan Imam Tohari. 1995. Aktivitas Antiokidan Buah Jambu Mete dan Penerapannya pada Abon. Biosains. 1. 7 580 Prosiding Seminar Nasional Kima dan Pendidikan Kimia 2009