Itulah hakikat khittah NU yang kemudian dirumuskan dalam Khittah NU oleh Muktamar ke-27 tahun 1984 di Situbondo.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Bab ini berisi interpretasi penulis terhadap judul skripsi Penerimaan Asas

BAB I PENDAHULUAN. Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan menyatakan tidak berpolitik

BAB V PENUTUP. 1. Pemikiran Kiai Said Aqil Siroj tidak terlepas dari Nahdltul Ulama dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kenyataan ini dapat dilihat dari kondisi sosio-kultural maupun geografis yang

KHOLIDIN CH & FAHRUR ROZI ASWAJA NU CENTER BOJONEGORO

BAB IV PELUANG DAN TANTANGAN NU SIDOARJO DALAM USAHA PEMBERDAYAAN CIVIL SOCIETY

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan, sehingga tanpa belajar sesungguhnya tak pernah ada pendidikan.

yang sama bahwa Allah mempunyai sifat-siafat. Allah mempunyai sifat melihat (al-sami ), tetapi Allah melihat bukan dengan dhat-nya, tapi dengan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki visi, misi dan tujuan yang berbeda. Organisasi adalah sebuah wadah

BAB IV RESPON NU TERHADAP PEMBERLAKUAN ASAS TUNGGAL PANCASILA. A. Respon NU Terhadap Pemberlakuan Asas Tunggal Pancasila

BAB V KESIMPULAN. menyebabkan beliau dihargai banyak ulama lain. Sejak usia muda, beliau belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk sosial yang senantiasa saling

REVITALISASI IDEOLOGI MUHAMMADIYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul. terhadap perubahan ataupun kemajuan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. mengajar dengan materi-materi kajian yang terdiri dari ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu

Landasan Sosial Normatif dan Filosofis Akhlak Manusia

PENGELOLAAN PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL ASWAJA/KE-NU-AN DI MTS AS SYAFI IYAH POGALAN, TRENGGALEK TAHUN PELAJARAN 2015/2016 SKRIPSI

ANGGARAN DASAR IKATAN MAHASISWA MUHAMMADIYAH

Lampiran: Keputusan Kongres XIV GP Ansor Tahun 2011 No. 06/K-XIV/P5/ I/2011. PERATURAN DASAR DAN PERATURAN RUMAH TANGGA Surabaya, 16 Januari 2011

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya

FORUM SILATURRAHIM PONDOK PESANTREN ( FSPP )

TATA TERTIB KONFERENSI CABANG NAHDLATUL ULAMA JOMBANG TAHUN 2017

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

BAB IV ANALISIS PROBLEMATIKA PENGAJIAN TAFSIR AL-QUR AN DAN UPAYA PEMECAHANNYA DI DESA JATIMULYA KEC. SURADADI KAB. TEGAL

BAB I PENDAHULUAN. Dakwah merupakan suatu kegiatan atau usaha yang di lakukan kaum

BAB 1 PENGANTAR Latar Belakang. demokrasi sangat tergantung pada hidup dan berkembangnya partai politik. Partai politik

BAB VI PENUTUP. Adanya penyelewengan terhadap pelaksanaan khittah Tarbiyah yang lebih

ASTA CITRA ANAK INDONESIA

BAB IV ANALISIS KEBIJAKAN PEMERINTAH KELURAHAN SAMPANGAN KOTA PEKALONGAN DALAM MENINGKATKAN KUALITAS LEMBAGA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB IV SIKAP ORGANISASI MASYARAKAT TERHADAP POLITIK ORDE BARU

BAB I PENDAHULUAN. manusia untuk membina budi pekerti luhur seperti kebenaran, keikhlasan, kejujuran,

BAB I PENDAHULUAN. menjamin kesejahteraan hidup material dan spiritual, dunia, dan ukhrawi. Agama Islam yaitu agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW

PARTISIPASI POLITIK NAHDLATUL ULAMA PASCA MUKTAMAR KE- 27 DI SITUBONDO TAHUN SKRIPSI. Oleh Fani Ahmad Ariwibowo NIM

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang bertanggung jawab

BAB I PENDAHULUAN. bangsa diantaranya yang paling meresahkan adalah penyalahgunaan. narkoba dan bahkan sampai menjerumus kepada seks bebas.

Sosok Pendidik Umat Secara Total dan Dijalani Sepanjang Hayat

BAB V PENUTUP. yang berbeda. Muhammadiyah yang menampilkan diri sebagai organisasi. kehidupan serta sumber ajaran. Pada sisi ini, Muhammadiyah banyak

BAB I PENDAHULUAN. Kaderisasi merupakan sebuah proses pencarian bakat atau pencarian sumber

bentuk hubungan tertentu (bersosialisasi) dengan dunia sekitarnya dan memiliki jenjang struktural yang jelas, memiliki tujuan dan prinsip-prinsip

BAB I PENDAHULUAN. melalui proses pendidikan yang baik akan sangat berpengaruh dari generasi ke generasi

BAB II MUKTAMAR NU KE-27 TAHUN 1984 DI SITUBONDO. A. Latar Belakang dilaksanakannya Muktamar Nahdlatul Ulama ke-27

ANGGARAN DASAR MUHAMMADIYAH

BAB IV PENUTUP. lainnya yang cenderung bersikap reaktif dan keras terhadap kasus-kasus. 1. Pandangan/Pemikiran yang berkembang di Nahdlatul Ulama

PERATURAN KELUARGA BESAR MAHASISWA FAKULTAS NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG GARIS-GARIS BESAR HALUAN KERJA KELUARGA BESAR MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sistem dan cara meningkatkan kualitas hidup

ANGGARAN DASAR MAJELIS TA LIM TELKOMSEL BAB I NAMA, WAKTU, TEMPAT KEDUDUKAN DAN LAMBANG. Pasal 1 N a m a. Pasal 2 Waktu Diresmikan

BAB I PENDAHULUAN. Islam sebagai agama tidak dapat dipisahkan dari politik. Dalam artian

ANGGARAN DASAR PEMUDA MUAHMMMADIYAH BAB I NAMA, IDENTITAS, TEMPAT KEDUDUKAN DAN LAMBANG. Pasal 1. Nama, Identitas dan Tempat Kedudukan

2.4 Uraian Materi Pengertian dan Hakikat dari Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia Sebagai pendangan hidup bangsa Indonesia,

MUQODDIMAH DAN ISI ANGGARAN DASAR DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA MUHAMMADIYAH. Pertemuan ke-6

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Sambutan Presiden RI pada Jambore Nasional IX Gerakan Pramuka th 2011, Kab. OKI, 2 Juli 2011 Sabtu, 02 Juli 2011

BAB I PENDAHULUAN. Islam, baik yang dilakukan oleh perorangan, maupun oleh kelompok atau

AD ART NU terbaru ( Download )Under arsip:next post : data post:edition of : 203 / download AD ART NU terbaruad ART NU terbaru

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Negara demokrasi adalah negara yang kekuatan sejatinya bukan berada

BAB I PENDAHULUAN. hlm. 12. hlm Siti Muriah, Metodologi Dakwah Kontemporer, Mitra Pustaka, Yogyakarta, 2000,

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan dan perkembangan individu dan masyarakat serta melibatkan

LANDASAN PERJUANGAN ANGKATAN MUDA PEMBAHARUAN INDONESIA PENDAHULUAN

PROFIL KADER MUHAMMADIYAH. Majelis Pendidikan Kader Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah

2014 PERKEMBANGAN PONDOK PESANTREN AL-ISLAMIYYAH DESA MANDALAMUKTI KECAMATAN CIKALONGWETAN KABUPATEN BANDUNG BARAT

Pengantar Presiden RI pada Hari Pramuka ke-53, di Cibubur, Jakarta, Tgl. 14 Agustus 2014 Kamis, 14 Agustus 2014

PETUNJUK PENYELENGGARAAN SATUAN KOMUNITAS MA ARIF NU

BAB VI P E N U T U P

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu usaha yang bisa dilakukan oleh orang dewasa untuk memberi

PEMERINTAH KABUPATEN KUDUS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG LEMBAGA KEMASYARAKATAN DI KELURAHAN

Pendidikan Agama Islam

BAB I PENDAHULUAN. (Jakarta: Amzah, 2007), hlm Yatimin Abdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur an,

Sambutan Presiden RI pada Peresmian Sarana dan Prasarana DDII, Bekasi, 27 Juni 2011 Senin, 27 Juni 2011

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

RANCANGAN ANGGARAN DASAR IKATAN SARJANA NAHDLATUL ULAMA

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

FATWA NOMOR 03 TAHUN 2014 TENTANG PEMILIHAN UMUM MENURUT PERSPEKTIF ISLAM MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH

PEMERINTAH KABUPATEN ACEH TAMIANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB VII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. 7.1 Kesimpulan. mobilisasi tidak mutlak, mobilisasi lebih dalam hal kampanye dan ideologi dalam

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

PERATURAN ORGANISASI IKATAN PERSAUDARAAN HAJI NOMOR : II TAHUN 2010 TENTANG KODE ETIK

BAB IV PERAN NAHDLATUL ULAMA DALAM PEMILIHAN KEPALA DAERAH KABUPATEN SIDOARJO TAHUN

DRAFT GARIS GARIS BESAR HALUAN ORGANISASI (GBHO) MUSYAWARAH BESAR XI KELUARGA BESAR MAHASISWA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR

STRATEGI BELAJAR DAN MENGAJAR

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan satu unsur generasi muda yang menjadi titik tumpu

untuk mengirim delegasi ke Saudi Arabia, dan membentuk

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB II TINJAUAN UMUM MUI, NU DAN METODE HUKUM, SERTA KONSEP DENDA DALAM ISLAM

Sambutan Presiden RI Pd Silaturahmi dg Peserta Musabaqah Hifzil Quran, tgl 14 Feb 2014, di Jkt Jumat, 14 Pebruari 2014

Rajawali Pers, 2009), hlm Abudin Nata, Ilmu Pendidikan Islam dengan Pendekatan Multidisipliner, (Jakarta:

KODE ETIK DOSEN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA 2007

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan penyelenggaraan pembangunan juga tidak terlepas dari adanya

PEMBUKAAN MUSABAQAH TILAWATIL QURAN TINGKAT NASIONAL XXII, 17 JUNI 2008, DI SERANG, PROPINSI BANTEN Selasa, 17 Juni 2008

BAB III PROSES IJMA MENURUT ABDUL WAHAB KHALLAF DAN PROSES PENETAPAN HUKUM DALAM KOMISI FATWA MUI

TAFSIR INDEPENDENSI HIMPUNAN MAHASISWA ISLAM

KEPUTUSAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH NOMOR 17 TAHUN 2014 TENTANG HASIL NADWAH/MUBAHASAH ILMIAH MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA ACEH TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. merupakan watak agama Islam yang dibawanya semenjak lahir.banyak cara. kesempatan untuk meninggikan syi ar Islam.

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

BAB IV TANTANGAN DAN RESPON UMAT ISLAM TERHADAP ALIRAN KEROKHANIAN SAPTA DARMA DI DESA BALONGDOWO

2015 PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL KE PUI AN PERSATUAN UMAT ISLAM SEBAGAI UPAYA MENANAMKAN KESADARAN SEJARAH

BAB I LANDASAN KURIKULUM AL-ISLAM, KEMUHAMMADIYAHAN DAN BAHASA ARAB DENGAN PARADIGMA INTEGRATIF-HOLISTIK

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan

A. Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

KHITTAH NAHDHIYAH A. Pengertian Khittah Nahdhiyah Khittah artinya garis yang diikuti, garis yang biasa atau selalu ditempuh. Kalau kata khittah dirangkai dengan Nahdhatul Ulama (selanjutnya disingkat NU), maka artinya garis yang biasa ditempuh oleh orang orang NU dalam kiprahnya mewujudkan cita cita yang dituntun oleh faham keagamaannya sehingga membentuk kepribadian khas NU. Jadi pengertian Khitthah NU adalah landasan berfikir, bersikap, dan bertindak warga NU, secara individual maupun organisatoris.landasan yang dimaksud adalah faham Ahlussunnah wal jama ah yang diterapkan menurut kondisi masyarakat Indonesia. Itulah hakikat khittah NU yang kemudian dirumuskan dalam Khittah NU oleh Muktamar ke-27 tahun 1984 di Situbondo. B. Latar Belakang Perumusan Khittah Nahdliyah Gagasan untuk merumuskan khittah NU baru muncul sekitar tahun 1975-an, ketika NU sudah kembali menjadi jam'iyyah diniyah. (organisasi sosial keagamaan). Karena sebelumnya NU memfusikan fungsi politik praktisnya ke dalam PPP, sebagai tindak lanjut dari langkah penyederhanaan partai-partai di Indonesia(1973). Setelah kembali menjadi jam iyah diniyah, baru terasa bahwa NU kembali kepada garisnya yang semula, kepada khitthahnya. Terasa sekali selama ini ada kesimpangsiuran. Ada kesemrawutan di dalam tubuh dan gerak NU. Banyak yang berharap terutama kalangan ulama sepuh serta generasi muda, bahwa akan tumbuh udara segar di dalam tubuh NU sehingga ada pembenahan dalam bergerak. Saat itulah mulai terdengar kalimat kembali kepada semangat 1926, kembali pada khitthah 1926 dan lain-lain. Makin lama gaung semboyan tersebut kian kencang. Apalagi fakta menunjukkan sesudah berfusi politik ke dalam PPP, kondisi NU bukan bertambah baik, justru kian semrawut dan terpuruk.

Tetapi gagasan kembali pada khitthah itu terhadang oleh kesulitan tentang bagaimana rumusannya. Apa saja yang termasuk unsur atau komponen khitthah danbagaimana rumusan redaksionalnya. Orang sudah sering mengemukakan bahwa NU sudah memiliki khitthah yang hebat. Tetapi bagaimana runtutnya dan bagaimana jluntrungnya kehebatan itu, belum dapat diketahui, dipelajari dengan mudah dan cepat. Adapun sebab utama timbulnya kesulitan perumusan itu adalah: Pertama, Nahdliyyin melalui ketauladanan dan petunjuk yang berangsur-angsur diberikan oleh para ulama, dibanding dengan diberikan secara tertulis sekaligus legkap berupa risalah. Kedua, aktivitas tulis-menulis di kalangan para tokoh-tokoh NU belum membudaya, masih lebih banyak merumuskan atau menyampaikan pesan secara lisan dan kesulitan ketiga, kaum nahdliyyin umumnya belum biasa menerima pesan-pesan atau pikiranpikiran tertulis sebab budaya membaca belum tinggi. Namun betapapun sulitnya merumuskan Khitthah NU, perumusan harus dilakukan karena hal itu sangat diperlukan. Sudah banyak generasi baru NU yang tidak sempat berguru secara intensif kepada tokoh generasi pertama. Tidak salah kalau kemudian pemahaman dan penghayatan mereka terhadap apa dan bagaimana NU secara benar, kurang mendalam dan lengkap. Padahal di antara mereka yang tidak memiliki pengetahuan cukup memadai itu sudah banyak berperan penting sebagai pengurus, wakil-wakil NU di berbagai lembaga dan lain-lain. Pada sisi lain dokumen-dokumen yang dapat dipergunakan sebagai sarana pewarisan penghayatan khitthah sangat minim atau boleh dibilang tidak ada. Pada tahun 1979 menjelang diselenggarakannya Muktamar di semarang, Kiai Achmad Siddiq yang tergolong pemikir di antara para pemikir NU yang sedikit jumlahnya, merintis rumusan khitthah dengan menulis sebuah buku yang berjudul Khitthah Nahdliyyah. Cetakan kedua dari buku tersebut terbit pada 1980 dan merupakan cikal bakal rumusan khitthah. Pada 12 Mei 1983 di Hotel Hasta Jakarta, ada 24 orang yang mayoritas terdiri dari tokohtokoh muda NU. Mereka membicarakan kemelut yang melanda NU dan bagaimana

mengantisipasinya. Meskipun mereka tidak memiliki otoritas apa-apa pada masa itu, namun kesungguhan mereka ternyata mendatangkan hasil. Mula-mula mereka menginventariskan gagasan-gagasan, kemudian membentuk tim tujuh untuk pemulihan khitthah yang bertugas merumuskan, mengembangkan dan memperjuangkan gagasan. Rumusannya berjudul Menatap NU di Masa Depan yang kemudian ditawarkan kepada segenap kelompok di dalam NU. Pendekatan demi pendekatan dilakukan. Hasil pertama ialah keberanian Rais Aam Kiai Haji Ali Ma sum beserta para ulama sepuh lainnya untuk mengadakan Musyswarah Nasional Alim Ulama NU di Situbondo tepatnya di Pesantren Salafiyah Syafi iyah asuhan KH. As ad Syamsul Arifin tahun 1983. Panitia penyelenggara Munas adalah KH. Abdurrahman Wahid dan kawan-kawan yang sebagian juga tokoh-tokoh Tim Tujuh atau juga dikenal sebagai Majelis 24. Ternyata Munas Alim Ulama NU kali ini benar-benar monumental, memiliki arti sejarah penting bagi NU, bahkan bagi tata kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Ada dua keputusan yang sangat penting, yaitu: Pertama, penjernihan kembali pandangan NU dan sikap NU dan Pancasila, yang dituangkan dalam dekralasi tentang hubungan Pancasila dengan Islam dan Rancangan Mukaddimah Anggaran Dasar NU. Kedua, pemantapan tekad kembali pada khatthah NU yang dituangkan dalam pokok-pokok pikiran tentang pemulihan khitthah NU 1926. Dengan keputusan-keputusannya, terutama dua keputusan tersebut, Munas Alim Ulama NU 1983 dapat menerobos kemacetan menuju penanggulangan kemelut internal NU, sekaligus mengubah citra organisasi dalam pandangan hampir semua pihak di luar NU, terutama pihak pemerintah. NU yang selama dasawarsa ini dijauhi, sekarang didekati bahkan disanjung-sanjung. Keberhasilan Munas ini berlanjut dengan rujuk internal di Sepanjang, Sidoarjo (rumah alm. KH. Hasyim Latif) beberapa waktu berselang. Dengan begitu Muktamar ke-27 setahun kemudian, dapat diselenggarakan oleh PBNU dalam kondisi sudah utuh kembali. Ketika itu NU tidak lagi dipandang sebagi kelonpok eksklusif yang sulit diajak

bekerjesama, tetapi sebagai kelompok yang positif konstruktif, tidak lagi sebagai kelompok yang harus ditinggalkan tetapi menjadi pihak yang selalu diperlukan. Muktamar ke-27 yang diadakan di tempat yang sama pada 1984dan dibuka oleh presiden, mendapat perhatian sangat besar dari semua pihak baik dalam maupun luar negeri, serta tidak ketinggalan masyarakst pada umumnya. Seseorang karyawan televisi Jepang menerangkan bahwa kunjungan massa sebanding dengan ketika pemakaman Presiden Aquino di Filipina dan pemakaman Gamal Abdul Naser di Mesir. Perusahaannya ingin menyuting dari udara. Tetapi sayang tidak diizinkan. Dengan bekal semangat dan tekad kembali kepada khitthah 1926 dan dengan modal cikal bakal risalah Khitthah Nahdliyyah karya KH. Achmad Siddiq yang dikembangkan dengan menatap NU masa depan (Tim Tujuh untuk pemulihan Khitthah, 1983), serta dipadukan dengan makalah Pemulihan Khitthah NU 1926. (KH. Achmad Siddiq pada Munas Alim Ulama NU,1983) serta pokok-pokok pikiran tentang pemulihan khitthah NU 1926 (kesimpulan Munas), maka Muktamar ke-27 Nahdlatul Ulama pada tahun 1984 di Situbondo menetapkan rumusan terakhir Khitthah Nahdlatul Ulama. Di samping itu, Muktamar juga menerima dan mengesahkan keputusan Munas Alim Ulama pada 1983, termasuk Deklarasi Tentang Hubungan Pancasila dengan Islam. Inilah perjalanan panjang tentang Khitthah NU. Para pendahulu telah berusaha memberikan alternatif bagi perjalanan NU pada masanya. Sekarang tugas generasi muda NU untuk meneruskan prestasi para ulama terdahulu dengan tetap menjaga kemurnian NU sebagai sebuah jam iyyah diniyyah ijtima iyyah seperti harapan pendiri dan para pendahulu. C. Ikhtisar ( ringkasan) Khitthah 1. Mukaddimah a. NU didirikan atas kesadaran terhadap perlunya bermasyarakat untuk memenuhi kebutuhan dengan persatuan dan saling membantu. b. NU adalah jam iyyah diniyah, berfaham Islam Ahlusunnah wal Jama ah, berhaluan salah satu madzhab empat.

c. NU adalah gerakan keagamaan, ikut membangun insan dan masyarakat yang bertaqwa, berakhlak, cerdas, terampil, adil, tentram, dan sejahtera. d. Ikhtiyar dan faham keagamaan NU membentuk kepribadian khas NU, yang kemudian disebut khitthah NU. 2. Pengertian a. Khitthah NU adalah landasan berfikir, bersikap, dan bertindak warga NU, secara individual maupun organisatoris. b. Landasan itu adalah faham Ahlussunnah wal jama ah yang diterapkan menurut kondisi masyarakat Indonesia. c. Khitthah itu juga digali dari sari sejarah perjuangan NU. 3. Dasar Faham Keagamaan Dasar-dasar faham keagamaan NU : a. Al-Qur an b. Al-Hadits c. Al-ijma d. Al-Qiyas Di dalam penafsiran dasar-dasar tersebut dipergunakan jalan pendekatan (madzhab); a. Dalam aqidah mengikuti faham yang dipelopori oleh Imam Asy ari dan Imam Maturidzi. b. Dalam Fiqh mengikuti salah satu madzhab empat. c. Dalam tasawuf mengikuti Imam Junaid al-baghdadi, al-ghozali dan sebagainya. 4. Sikap Kemasyarkatan

a. A-tawassuth dan i tidal yakni sikap tengah dengan inti keadilan dalam keadilan. b. At-tasamuh yakni toleran dalam perbedaan, toleran dalam urusan kemasyarakatan dan kebudayaan. c. At-tawazun, kesembangan antara beribadah kepada Allah SWT, dan berkhidmah kepada sesama manusia serta keselarasan masa lalu, masa kini dan masa depan. d. Amar ma ruf nahi munkar, mendorong perbuatan baik dan mencegah hal yang merendahkan nilai-nilai kehidupan. 5. Perilaku Keagamaan dan Sikap Kemasyarakatan a. Menjunjung tinggi norma atau nilai agama. b. Mendahulukan kepetingan bersama dari pada kepetingan sendiri. c. Menjunjung tinggi keikhlasan dalam berkhidmah dan berjuang. d. Menjunjung tinggi ukhuwwah, ijtihad dan saling mengasihi. e. Meluhurkan akhlaq dan menjunjung tinggi kejujuran. f. Menjunjung tinggi kesetiaan kepada agama, negara dan bangsa. g. Menjunjung tinggi nilai kerja dan prestasi, sebagian dari ibadah. h. Menjunjung tinggi ilmu dan ahli ilmu. i. Siap menyesuaikan diri dengan perubahan yang bermanfaat dan bermaslahat. j. Menjunjung tinggi kepeloporan untuk mempercepat perkembangan. k. Menjunjung tinggi kebersamaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara 6. Ikhtiyar a. Silaturrahmi antar ulama` b. Kegiatan dibidang keilmuan c. Penyiaran Islam, pembangunan sarana peribadatan dan pelayanan sosial.

7. Fungsi Organisasi dan kepemimpinan Ulama a. Menggunakan organisasi struktural untuk mencapai tujuan. b. M enempatkan ulama (sebagai mata rantai pembawa faham Ahlussunnah wal jama`ah) pada kedudukan kepemimpinan yang amat dominan. 8. N.U dan kehidupan bernegara a. Dengan sadar mengambil posisi aktif,menyatukan diri dalam perjuangan nasional. b. Menjadi warga Negara RI yang menjunjung tinggi Pancasila dan UUD 1945. c. Memegang yeguh ukhuwwah dan tasamuh. d. Menjadi warga Negara yang sadarakan hak dan kewajiban ;tidak terikat secara teroganisatoris,dengan organisasi politik atau organisasi kemasyarakatan manapun. e. Warga yang tetap memiliki hak-hak politik. f. Menggunakan hak politiknya secara bertanggung jawab, untuk menumbuhkan sikap demokratis,koinstitusional,taat hukum dan mengembangkan mekanisme musyawarah. 9. Khotimah. a. Khittah NU merujpakan landasan dan patokan dasar. b. Keberhasilan khithoh NU tergantung kepada semangat dan amal para pemimpin serta seluruh warga NU, dengan seizin Allah SWT. c. Isyaaa Allah D. SOSIALISASI KHITTAH NAHDLIYAH Harus diakui secara jujur, bahwa sampai sekarang upaya sosialisasi Khitthah NU dikalangan warga NU belum dilakukan secara serius, terencana, terarah, dan terkoordinasi dengan baik. Anehnya, sebagian tokoh dan kader NU merasa sudah mengerti Khitthah. Sehingga memberikan penafsiran sendiri, tanpa membaca naskahnya

Sesungguhnya sosialisasi Khitthah NU adalah identik dengan kaderisasi NU dibidang wawasan ke-nu-an. Kalau saja ada koordinasi antara badan-badan otonom yang ada dengan lembaga-lembaga (lakpesdam, RMI dan lain sebagainya) dan pesantren, Insya Allah hasilnya akan lumayan. Sayang sosialisasi yang terkoordinasi ini tidak dilakukan. Akibat dari macetnya upaya sosialisasi ini, Khitthah menjadi merana, hidup segan mati tak mau. Betapa kacaunya pemahaman terhadap Khitthah NU, dapat ditangkap oleh seorang kiai pengasuh pesantren sebagai berikut: Di era Khitthah selama 14 tahun ini, pesantren terputus hubunganya dengan NU. Tokoh NU dilarang masuk pesantren ini. Kami hanya berhubungan dengan PPP, sampai pesantren ini dimusuhi oleh pemerintah habis-habisan. Tetapi NU sekarang sudah punya PKB secara total, tidak ada yang ketinggalan dari PPP seorang pun. E. MENGAMALKAN KHITTAH NAHDLIYAH Proses perumusan khittah sangat panjang, melibatkan banyak pihak, mulai dari orang tua (Munas Alim Ulama tahun 1983), sampai kepada yang muda(majelis 24 dan Tim Tujuh), sampai kepada yang formal struktural (Muktamar 1984) dan lain sebagainya, sehingga patut dipercaya bahwa hasilnya sudah mantap, baik substansinya maupun sistematikanya. Tujuan menjadikan Khitthah NU sebagai landasan berfikir, bersikap dan bertindak warga NU seperti yang disebutkan dalam naskah adalah untuk diamalkan dalam kehidupan sehari hari warga NU. Tetapi sampai saat ini pengamalannya masih jauh dari keinginan khittah itu sendiri. Meskipun pengamalannya merupakan perjuangan berat tetapi warga NU harus tetap berusaha semaksimal mungkin untuk mengamalkannya.. Secara garis besar, Khitthah NU yang harus direalisasikan oleh Nahdliyin, telah terbingkai dalam fungsi dan missi NU itu sendiri, yaitu: 1. Sebagai Jam iyyah diniyyah, wadah perjuangan bagi ulama dan pengikutnya. 2. Sebagai gerakan keagamaan, ikut membangun insane masyarakat yang bertakwa, cerdas, terampil, berakhlak, tentram, adil dan sejahtera. 3. Sebagai bagian tak terpisahkan dari keseluruhan bangsa dan senantiasa menyatukan diri dengan perjuangan nasional.

4. Sebagai bagian tak terpisahkan dari umat Islam Indonesia, memegang teguh prinsip Ukkluwwah, toleransi dan hidup berdampingan, baik dengan sesama umat Islam maupun dengan sesama warga Negara yang mempunyai keyakinan maupun Agama berbeda. 5. Sebagai Organisasi yang mempunyai fungsi pendidikan, senantiasa berusaha menciptakan warga Negara yang menyadari hak dan kewajibanya.