BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 2 Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN. dengan norma di suatu lingkungan masyarakat (Santoso, 2003). Salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil pengolahan data mengenai derajat psychological wellbeing

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. tetapi di dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi berbagai konflik. Konflik

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGESAHAN...i. KATA PENGANTAR.ii. ABSTRAK..v. DAFTAR ISI..vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR DIAGRAM.xi. DAFTAR LAMPIRAN..

BAB I PENDAHULUAN. berubah dari perubahan kognitif, fisik, sosial dan identitas diri. Selain itu, terjadi pula

DAFTAR ISI Dina Meyraniza Sari,2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Carol D. Ryff merupakan penggagas teori Psychological well-being.

SM, 2015 PROFIL PENERIMAAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DENGAN ORANG TUA TUNGGAL BESERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHINYA

HUBUNGAN FORGIVENESS TERHADAP PERISTIWA PERCERAIAN ORANG TUA DENGAN PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA REMAJA KORBAN PERCERAIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Indonesia merupakan negara hukum. Hal itu dibuktikan melalui Undang-

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. massa baik elektronik maupun non-elektronik yang sepertinya setiap hari tak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab II ini akan menjelaskan Psychological well-being, dimensidimensi

Bab I Pendahuluan. Berdasarkan laporan Statistik Kriminal 2014, jumlah kejadian kejahatan (total crime) di

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dian Lidriani, 2014

BAB I PENDAHULUAN. yang sehat, pintar, dan dapat berkembang seperti anak pada umumnya. Namun, tidak

BAB 5 Simpulan, Diskusi, Saran

BAB I PENDAHULUAN. individu. Kegiatan bekerja dilakukan untuk berbagai alasan seperti; mencari uang,

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa dimana manusia mengalami transisi dari masa anakanak

BAB I PENDAHULUAN. Holmes dan Rahe tahun 1967 dengan menggunakan Live Event Scale atau biasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. potensi individu dimana individu dapat menerima kekurangan dan kelebihan

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan suatu hal yang penting dalam kehidupan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. Lembaga Pemasyarakatan ini merupakan Unit Pelaksana Teknis di bawah

BAB 1 PENDAHULUAN. Jenis Kelamin Tahun Agustus Agustus

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Strategi Coping. ataupun mengatasi Sarafino (Muta adin, 2002). Perilaku coping merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. oleh individu. Siapapun bisa terkena stres baik anak-anak, remaja, maupun

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa dimana peserta didik bergaul, belajar dan

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. 2001). Untuk selanjutnya kaum homoseksual yang berjenis kelamin pria dan

BAB I PENDAHULUAN. menjalin relasi sosial. Kebutuhan individu untuk. membangun relasi sosial meningkat seiring bertambahnya

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. selayaknya mendapatkan perhatian utama baik dari pemerintah maupun. Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. tidak bisa menangani masalahnya dapat mengakibatkan stres. Menurut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua

BAB I PENDAHULUAN. yang beragam dan terus bertambah seiring dengan pertumbuhan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Kriminalitas adalah sebuah permasalahan yang sering disajikan di berbagai

I. PENDAHULUAN. istilah remaja atau adolenscence, berasal dari bahasa latin adolescere yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. tekanan mental atau beban kehidupan. Dalam buku Stress and Health, Rice (1992)

BAB I PENDAHULUAN. dengan harapan. Masalah tersebut dapat berupa hambatan dari luar individu maupun

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. bersifat universal. Pembunuhan, pencurian, penipuan, hingga kejahatan-kejahatan

BAB 2 Tinjauan Pustaka

Abstrak. i Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. masa untuk menjadi sakit sakitan, sesuatu hal buruk, mengalami penurunan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Keadaan disabilitas yang adalah keterbatasan fisik, kecacatan baik fisik maupun mental, serta berkebutuhan

BAB II TINJAUAN TEORITIS Kesejahteraan Psikologis (Psycological Well Being) Pengertian Kesejahteraan Psikologis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pemasyarakatan mengalami keadaan yang jauh berbeda dibandingkan dengan

5. KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan keterikatan aturan, emosional dan setiap individu mempunyai peran

BAB II LANDASAN TEORI. A. Psychological Well-Being. kehidupan berjalan dengan baik. Keadaan tersebut merupakan kombinasi dari

Kesejahteraan Psikologis pada Survivor Kanker di Bandung Cancer Society (BCS)

BAB I PENDAHULUAN. Setelah kurang lebih lima hingga sepuluh tahun, HIV ini dapat berubah menjadi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat Indonesia. Menurut Undang-Undang nomor 35 tahun 2009 tentang

2015 KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS PEREMPUAN KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bebas terlepas dari paksaan fisik, individu yang tidak diambil hak-haknya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa perpindahan dari anak-anak ke remaja

BAB I PENDAHULUAN. terjadi dibeberapa daerah, seperti banjir dan tanah longsor.

menempati posisi paling tinggi dalam kehidupan seorang narapidana (Tanti, 2007). Lapas lebih dikenal sebagai penjara. Istilah tersebut sudah sangat

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai manusia yang telah mencapai usia dewasa, individu akan

BAB II LANDASAN TEORI. sebutan psychosexual hermaphroditism yaitu eksistensi dua seks biologis dalam satu

BAB 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. menerima dirinya apa adanya, membentuk hubungan yang hangat dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. yang paling dinanti-nantikan. Pada pasangan yang sulit memiliki anak, segala

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB II LANDASAN TEORI. Lazarus dan Folkman (dalam Morgan, 1986) menyebutkan bahwa kondisi

Bab 2. Landasan Teori

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. sebagai seorang ibu. Wanita sebagai Ibu adalah salah satu dari kedudukan sosial yang

Jurnal Keperawatan, Volume X, No. 1, Oktober 2014 ISSN

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap individu menginginkan sebuah pemenuhan dan kecukupan atas

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan. Sumber daya manusia itu sendiri dapat dirincikan menjadi seorang

Lampiran 1. Verbatim. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. kanker di negara-negara berkembang. Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. narkoba ataupun seks bebas di kalangan remaja. Pergaulan bebas ini akan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Duvall & Miller (1985) pernikahan bukan semata-mata legalisasi,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. manusia menggunakan fungsi panca indera dan bagian-bagian tubuh lainnya, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Manusia senantiasa membutuhkan kehadiran orang lain untuk berinteraksi

BAB V PENUTUP. orang lain, memiliki otonomi, dapat menguasai lingkungan, memiliki. tujuan dalam hidup serta memiliki pertumbuhan pribadi.

BAB 1 PENDAHULUAN. mencapai 18,04 juta orang atau 7,59 persen dari keseluruhan penduduk (Badan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Remaja. suatu konsep yang sekarang kita sebut sebagai remaja (adolescence). Ketika buku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu dan teknologi yang diikuti dengan meningkatnya

BAB 2 LANDASAN TEORI. Pada bab 2 akan dibahas landasan teori dan variabel-variabel yang terkait

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Hasil Presentase Pernikahan Dini di Pedesaan dan Perkotaan. Angka Pernikahan di Indonesia BKKBN (2012)

BAB I PENDAHULUAN. kalanya masalah tersebut berbuntut pada stress. Dalam kamus psikologi (Chaplin,

Transkripsi:

BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Erikson (dalam Lahey, 2009), mengungkapkan individu pada masa remaja akan mengalami konflik psikososial antara identity versus identity role confusion. Dalam menghadapi konflik psikososial tersebut, para remaja akan melakukan pencarian jati diri yang sesuai dengan diri mereka. Pada masa pencarian jati diri ini, para remaja mungkin akan terjebak dalam permasalahan perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial yang ada. Salah satu permasalahan yang sering muncul dalam masa remaja adalah tindakan kenakalan (Santrock, 2012). Di Indonesia tingkat kenakalan remaja yang melanggar hukum tidaklah sedikit. Berdasarkan data dari KOMNASHAM (2013), terdapat 811 kasus pelanggaran hukum (index offenses) yang dilakukan oleh remaja dan jumlah remaja yang berhadapan dengan hukum sebesar 136.000 orang. Jenis tindak kenakalan yang dilakukan meliputi tawuran, kekerasan, pelecehan seksual, narkotika & miras, perjudian, pencurian, penganiayaan berat, pembunuhan, dan lain-lainnya (KOMNASHAM, 2013). Remaja yang berhadapan dengan hukum akan melalui proses hukum dan menjalani masa hukuman dalam penjara. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1995 (Hukumonline, 2014), istilah penjara telah berubah menjadi Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), karena tempat tersebut merupakan tempat pembinaan untuk pemasyarakatan. Data dari sistem database pemasyarakatan (DITJENPAS, 2014), jumlah penghuni Lapas di Indonesia mencapai 167.226 orang, sekitar 5437 orang tersebut merupakan anak didik Lapas (Andik Lapas). Di Indonesia, Lapas yang diperuntukkan untuk anak dan remaja hanya berjumlah 17 unit dari 33 provinsi. Berdasarkan data dari Awi (2013), dari 17 unit Lapas tersebut hanya delapan unit yang benar-benar berfungsi untuk menangani anak dan remaja, sedangkan sisanya berfungsi untuk menampung anak-anak dan orang dewasa.

2 Salah satu Lapas yang benar-benar menampung anak dan remaja adalah Lapas Anak Pria Tangerang (Fuadi, 2014).Oleh karena jumlah Lapas yang tidak sebanding, maka mengakibatkan Lapas melebihi kapasitas penghuni daripada yang seharusnya. Kelebihan kapasitas yang terjadi di Lapas menyebabkan pengawasan di Lapas menjadi kurang ideal. Dalam Lapas Anak Pria Tangerang, terdapat tujuh petugas Lapas dalam satu shift penjagaan yang bertugas menjaga 203 Andik Lapas dengan perbandingan 1 petugas : 29 Andik (Fuadi, 2014). Perbandingan tersebut melebihi perbandingan ideal yaitu 1 petugas : 25 Andik, sehingga menyebabkan pengawasan di Lapas menjadi kurang ideal (Angkasa, 2010). Kurangnya pengawasan yang ideal dalam Lapas dapat megakibatkan munculnya permasalahan. Permasalahan yang muncul dalam Lapas berupa sarana dan prasarana yang kurang, masalah gizi dan kesehatan, sanitasi (Darmawa & Aquina, 2011), dan kekerasan (Makitan & Mustika, 2012). Dalam survei yang dilakukan di Lapas Anak Pria Tangerang, Rumah Tahanan Pondok Bambu, dan Lapas Wanita Tangerang terdapat beberapa bentuk kekerasan yang dialami oleh Andik Lapas berupa pembentakan, pemukulan hingga luka permanen, penodongan dengan pistol, hingga dibakar (Makitan & Mustika, 2012). Kekerasan tersebut tidak hanya dilakukan oleh petugas Lapas, tetapi juga oleh sesama Andik dalam Lapas (Nasa, 2011). Menurut hasil wawancara dengan Andik Lapas Tangerang, kekerasan yang dilakukan oleh sesama Andik berupa pemukulan antar Andik (NN, 2014). Permasalahan-permasalahan yang harus dihadapi oleh Andik ini menyebabkan mereka menjadi stress. Stress adalah suatu peristiwa atau keadaan yang menegangkan atau melebihi kemampuan invidu untuk mengatasi keadaan tersebut (Lahey, 2009). Stress tersebut muncul dikarenakan adanya stressor atau sumber stress yang berlebihan yang dihadapi oleh individu tersebut. Stress yang dialami oleh Andik ini dapat menganggu proses adaptasi dengan lingkungan baru dan juga dalam menjalani masa hukuman dalam Lapas. Dalam menghadapi stress yang muncul, setiap individu akan melakukan coping stress. Coping stress adalah tingkah laku dan cara pandang yang secara konstan berubah untuk mengatur tuntutan internal atau eksternal yang dinilai melebihi dari sumber daya seseorang (Lazarus & Folkman, 1984; Taylor, 2012).

3 Menurut Lazarus & Folkman (1984), coping stress terbagi menjadi dua yaitu problem-focused coping dan emotion-focused coping. Problem-focused coping adalah usaha yang menggunakan tindakan langsung untuk menyelesaikan atau mengurangi masalah yang ada. Emotion-focused coping adalah usaha untuk mengontrol atau mengurangi emosi atau perasaan negatif yang muncul dari suatu masalah (Lazarus & Folkman, 1984). Menurut Scholichatun (2011), para Andik Lapas cenderung menggunakan usaha coping yang bersifat emosi (emotionfocused coping) dengan strategi kognitif dan perilaku. Usaha coping yang dilakukan oleh para Andik adalah dengan melamun, berdoa, diam di kamar, bersabar, berusaha menaati peraturan Lapas, berpikir bahwa Andik dapat menyelesaikan masalahnya, dan lainnya. Strategi tersebut dilakukan karena terbatasnya pilihan dan kontrol yang dimiliki oleh Andik dalam Lapas. Dari hasil wawancara dengan Andik di Lapas Tangerang, usaha yang biasa mereka lakukan dalam menghadapi masalah adalah dengan melakukan olahraga, tidur, bercerita kepada orang lain atau berkelahi untuk menyelesaikan masalah (NN, 2014). Selain melakukan coping stress, para Andik juga dapat mengembangkan kemampuan resiliensi. Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk beradaptasi saat menghadapi tragedi, trauma, kesulitan, serta stressor dalam hidup yang bersifat signifikan (Newman, 2005). Dalam penelitian yang dilaksanakan oleh Riza dan Herdiana (2013), mengemukakan bahwa para narapidana dapat beradaptasi dengan baik dalam kehidupan Lapas karena memiliki kemampuan resiliensi yang tinggi. Dalam Handbook of Resilience in Children (2006), resiliensi dikembangkan ketika seorang individu dihadapkan terhadap kejadian yang menimbulkan stress dan melakukan coping stress terhadap kejadian tersebut, sehingga coping stress dan kemampuan resiliensi merupakan kemampuan yang saling berkaitan satu sama lain dalam menangani keadaan stress yang muncul. Menurut Wagnild (2009), kemampuan resiliensi pada seorang individu memliliki hubungan dengan kesehatan fisik dan mental. Oleh karena itu, para Andik Lapas yang memiliki kemampuan resiliensi yang tinggi akan memiliki kesehatan fisik dan mental yang lebih baik dalam menghadapi permasalahan yang muncul dalam Lapas.

4 Permasalahan dan stress yang dialami oleh individu dapat menyebabkan permasalahan kesehatan mental seorang individu, salah satunya adalah psychological well-being (Lazarus & Folkman, 1984), hal ini juga termasuk untuk para Andik Lapas. Psychological well-being adalah kondisi seorang individu yang ditandai dengan perasaan sehat, bahagia, dan puas dengan hidupnya (Ryff & Singer, 1996). Psychological well-being dibentuk dari enam dimensi yaitu autonomy, environmental mastery, personal growth, positive relation with others, purpose in life, dan self-acceptance (Ryff, 1989). Menurut Susanti dan Maryam (2013), para Andik yang berada dalam Lapas perlu memiliki psychological wellbeing yang baik agar mengembangkan potensi-potensi dalam dirinya setelah kembali ke masyarakat nanti. Para Andik yang kurang memiliki psychological well-being yang baik akan muncul perasaan ketidakmampuaan yang dapat menghambat pengembangan potensi diri yang mereka miliki. Para Andik yang baru masuk dalam Lapas harus beradaptasi dengan lingkungan Lapas, dan hal ini akan berpengaruh dengan salah satu dimensi dalam psychological well-being yaitu environmental mastery. Environmental mastery adalah salah satu indikator kesehatan mental saat seorang individu dapat membentuk lingkungan di sekitarnya agar sesuai dengan kemampuan psikisnya (Ryff, 1989). Hal ini sejalan dengan penelitian Liwarti (2013) bahwa dimensi environmental mastery berpengaruh secara signifikan terhadap psychological well-being penghuni Lapas. Selain dimensi environmental mastery, dimensi lain yang berhubungan dengan Andik Lapas adalah purpose in life. Purpose in life adalah salah satu indikator kesehatan mental saat seorang individu mengetahui tujuan dalam hidupnya dan makna kehidupannya.(ryff, 1989). Dimensi purpose in life berperan terhadap seorang individu dalam membentuk resiliensi seseorang (Reich, Zautra, & Hall, 2010). Adanya pembentukan lingkungan yang sesuai dengan individu dan tujuan hidup dari para Andik dalam menjalani kehidupan selama masa tahanan dapat mengembangkan resiliensi dalam menghadapi masalah yang ada dan juga meningkatkan psychological well-being para Andik. Selain resiliensi, hal lain yang mempengaruhi psychological well-being adalah coping stress (Tomas, Sancho, Melendez, & Mayordomo, 2012). Pernyataan tersebut sejalan dengan Jonker, Comijs, Knipsehcer, & Deeg (2009)

5 bahwa coping merupakan salah satu prediktor yang penting terhadap well-being. Dalam menggunakan coping terdapat dua strategi yang berbeda, maka dari itu penggunaan strategi yang berbeda akan memiliki efek yang berbeda pula pada dimensi psychological well-being (Tomas et al., 2012). Oleh karena itu para Andik dapat menggunakan coping stress dan kemampuan resiliensi dalam Lapas untuk meningkatkan psychological well-being sehingga dapat meningkatkan potensi yang mereka miliki. Berdasarkan penjelasan adanya hubungan antara coping stress dengan psychological well-being dan juga hubungan antara resiliensi dengan psychological well-being, maka penelitian akan ditujukan untuk mengetahui peran coping stress dan resiliensi terhadap psychological well-being pada Andik Lapas. 1.2 Rumusan Masalah Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah: Apakah terdapat peran strategi coping stress dan kemampuan resiliensi terhadap psychological wellbeing Andik Lapas Anak Pria Tangerang? Secara sepesifik rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat peran problem-focused coping terhadap psychological wellbeing Andik Lapas Anak Pria Tangerang? 2. Apakah terdapat peran emotion-focused coping terhadap psychological wellbeing Andik Lapas Anak Pria Tangerang? 3. Apakah terdapat peran resiliensi terhadap psychological well-being Andik Lapas Anak Pria Tangerang? 1.3 Tujuan Masalah Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya peran dari strategi coping stress terhadap psychological well-being, mengetahui peran kemampuan resiliensi terhadap psychological well-being, dan mengetahui keterkaitan antara kemampuan resiliensi dan coping stress terhadap psychological well-being pada Andik Lapas Anak Pria Tangerang.

6

7