III. KERANGKA PEMIKIRAN

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

II. KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB II LANDASAN TEORITIS. Pengertian pasar telah banyak didefinisikan oleh ahli-ahli ekonomi. Pasar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

III KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

IV. METODE PENELITIAN

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA KONSEPTUAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Istilah pangsa pasar sering digunakan dalam ekonomi perusahan ataupun

ANALISIS TATANIAGA BERAS

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Gambaran Umum Stroberi. Stroberi merupakan salah satu tanaman buah-buahan yang mempunyai nilai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Kerangka Teoritis Kelayakan Usahatani

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Kinerja Pasar Komoditas Pertanian

SISTEM PEMASARAN AGRIBISNIS Sessi 4

PENDEKATAN DALAM MENELAAH PEMASARAN

3. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

MINGGU 6. MARKETING MARGIN

III KERANGKA PEMIKIRAN

RESEARCH. Ricky Herdiyansyah SP, MSc. Ricky Sp., MSi/Pemasaran Agribisnis. rikky Herdiyansyah SP., MSi. Dasar-dasar Bisnis DIII

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Provinsi Lampung khususnya di PTPN VII UU

TINJAUAN PUSTAKA. mall, plaza, pusat perdagangan maupun sebutan lainnya; Pasar Tradisional adalah

TATANIAGA PERTANIAN (lanjutan) OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

ASPEK SOSIAL EKONOMI JENIS: SUNGKAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS TATANIAGA BUAH NAGA ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN PETANI DI KABUPATEN BANYUWANGI

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

margin pemasaran dapat dihitung dengan rumus matematis sebagai berikut:

III. PEMASARAN HASIL PERTANIAN. pertemuan III 1

SISTEM PEMASARAN DAN NILAI TAMBAH KEDELAI (Glycine Max (L) Merill) DI DESA SUKASIRNA KECAMATAN SUKALUYU KABUPATEN CIANJUR NURNIDYA BTARI KHADIJAH


Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

PEMASARAN PRODUK PERTANIAN Konsep Pemasaran. Julian Adam Ridjal PS Agribisnis Universitas Jember

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor

B. Fungsi - Fungsi Pemasaran

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU YENI PURNAMASARI

IV. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Duku merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Indonesia. Sekarang

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

KERANGKA PENDEKATAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

11. KERANGKA PEMIKIRAN

Transkripsi:

III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian yang akan dilakukan. Batsan-batasan tersebut terkait dengan variabel-variabel yang akan diteliti. Variabel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah analisis pemasaran Tebu di Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang terdiri dari saluran pemasaran, lembaga pemasaran, fungsi-fungsi pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar. Selain itu variabel yang akan diteliti meliputi marjin pemasaran, farmer s share dan rasio keuntungan dan biaya untuk menilai efisiensi pemasaran secara operasional. 3.1.1. Sistem Tataniaga Definisi tataniaga adalah serangkaian fungsi yang diperlukan dalam penanganan atau pergerakan input ataupun produk mulai dari titik produksi primer sampai ke konsumen akhir (Hammond dan Dahl, 1977). Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa tataniaga adalah seluruh aktivitas bisnis yang terlibat dalam arus produk dan pelayanan dari titik awal produk tersebut dihasilkan hingga produk tersebut sampai ke tangan konsumen. Menurut Kotler (2002), tataniaga adalah suatu proses sosial yang yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Limbong dan Sitorus (1987) menyatakan bahwa tataniaga mencakup segala aktivitas yang diperlukan dalam pemindahan hak milik yang menyelenggarakan saluran fisiknya termasuk jasa-jasa dan fungsi-fungsi dalam menjalankan distribusi barang dari produsen sampai ke konsumen termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan-perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yanng lebih tinggi kepada konsumen. Sehingga tataniaga 20

dapat didefinisikan sebagai fungsi yang digunakan untuk menggerakan produk jadi dari produsen hingga konsumen akhir. Sistem tataniaga merupakan keterkaitan antara sub-sub sistem dalam aliran tataniaga tersebut,mulai dari aliran produk atau jasa yang melibatkan semua perusahaan, industri dengan berbagai aktifitas bisnis (fungsi-fungsi tataniaga) yang sasarannya kepuasan konsumen (Asmarantaka, 2009). Menurut Kohl dan Uhl (1985) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem tataniaga yaitu: Pendekatan Fungsi (the functional approach), merupakan pendekatan yang mempelajari fungsi-fungsi yang ada dalam proses penyaluran barang dan jasa mulai dari produsen hingga ke konsumen. Pendekatan fungsi terdiri dari : fungsi pertukaran yang meliputi fungsi pembelian dan fungsi penjualan; fungsi fisik yang meliputi fungsi penyimpanan, fungsi pengolahan dan fungsi pengangkutan; dan fungsi fasilitas meliputi fungsi standarisasi dan grading, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan risiko dan fungsi informasi pasar. Pendekatan Kelembagaan (the institutional approach), mempelajari dan mengamati peranan lembaga-lembaga yang turut serta dalam proses penyaluran barang dan jasa mulai dari produsen hingga ke konsumen. Kelompok yang terlibat dalam kegiatan tataniaga atau tataniaga adalah pedagang perantara (merchant middlemen), agen perantara (agent middlemen), spekulator (speculative middlemen), pengolahan dan pabrikan (processors and manufactures) dan organisasi (fasilitative organization). Pendekatan Sistem Perilaku (the behavioral systems approach), menganalisis aktifitas-aktifitas yang ada dalam proses tataniaga seperti perubahan dan perilaku lembaga tataniaga. Terdapat empat pendekatan dalam sistem perilaku, yaitu input-output system, power system, communications system, dan the behavioral system for adapting to internal and external change. 21

3.1.2. Lembaga dan Saluran Tataniaga Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses menjadikan produk atau jasa siap digunakan untuk dikonsumsi (Kotler, 2002). Saluran tataniaga dapat didefinisikan sebagai himpunan perusahaan atau perorangan atau serangkaian lembaga-lembaga tataniaga yang mengambil alih hak atas barang dan jasa tertentu selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Menurut Limbong dan Sitorus (1987) penyaluran produk yang dihasilkan oleh produsen tidak dapat dilakukan oleh produsen itu sendiri dikarenakan jarak antara produsen dengan konsumen berjauhan, maka fungsi lembaga tataniaga sangat diharapkan untuk menggerakkan produk dari produsen hingga ke konsumen. Perantara ini bisa dalam bentuk perseorangan, perserikatan ataupun perseroan. Fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas ini akan dilakukan oleh lembaga-lembaga perantara tersebut. Lembaga tataniaga ini harus tepat waktu dalam penyaluran barang dan jasa terutama produk pertanian karena sifat dari produk tersebut adalah mudah rusak, volume yang besar dan cepat busuk sehingga dibutuhkan penanganan khusus terhadap produk tersebut. Menurut Kohl dan Uhl (2002) lembaga-lembaga yang terlibat dalam proses tataniaga digolongkan menjadi lima kelompok diantaranya : Pedagang perantara (merchant middlemen) adalah perantara yang memiliki hak dan menguasai produk yang mereka tangani. Mereka membeli dan menjual produk tersebut untuk mendapatkan keuntungan sendiri. Yang termasuk ke dalam pedagang perantara ini adalah retail dan pedagang grosir. Agen perantara (agent middlemen) adalah perwakilan dari institusi atau lembaga mereka tidak memiliki kekuasaan atas produk tersebut. Agen perantara mendapatkan keuntungan komisi dari penanganan atas produk yang dikehendaki oleh lembaga atau institusi. Agen perantara meliputi pencari komisi (commission men) dan broker. 22

Spekulator (speculative middlemen) adalah perantara yang melakukan pembelian dan penjualan atas produk dengan tujuan mendapatkan keuntungan dari pergerakan harga. Pengolahan dan pabrikan (processors and manufacture) adalah lembaga yang menangani produk dan merubah bentuk produk yaitu bahan baku menjadi bahan setengah jadi atau produk akhir. Organisasi (facilitative organizations) adalah lembaga yang membantu agar aktivitas berjalan dengan lancar. 3.1.3. Fungsi-Fungsi Tataniaga Limbong dan Sitorus (1985) menyatakan bahwa proses penyampaian barang dari tingkat produsen ke tingkat konsumen diperlukan tindakan-tindakan untuk memperlancar kegiatan tersebut, kegiatan tersebut dinamakan fungsi tataniaga. Fungsi-fungsi tataniaga dikelompokan menjadi tiga fungsi utama, yaitu fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas (Kohl dan Uhl 2002). Fungsi pertukaran (exchange function) adalah kegiatan yang berhubungan dengan pemindahan kepemilikan barang dan jasa yang dipasarkan mulai dari produsen kepada konsumen. Fungsi pertukaran meliputi fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian dimulai dengan pencarian pemasok kemudian mengubah bahan baku menjadi produk jadi yang akan dijual kepada konsumen untuk memenuhi permintaan akhir konsumen. Fungsi penjualan merupakan kegiatan yang meliputi pencarian tempat, waktu, pengemasan, saluran tataniaga yang tepat untuk melakukan penjualan barang dan jasa yang diinginkan oleh konsumen. Fungsi fisik (physical function) adalah semua tindakan yang berhubungan dengan barang dan jasa sehingga proses tersebut menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk dan kegunaan waktu. Fungsi fisik terdiri dari (1) fungsi penyimpanan, merupakan kegiatan untuk membuat produk selalu tersedia pada waktu yang dibutuhkan; (2) fungsi pengangkutan, merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan kebutuhan konsumen menurut waktu, jumlah dan mutu; (3) fungsi pengolahan, merupakan kegiatan untuk meningkatkan nilai tambah pada barang dan jasa 23

dengan cara mengolah bahan baku menjadi komoditi yang dibutuhkan oeh konsumen. Fungsi fasilitas (facilitating function) adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran barang dan jasa antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas meliputi (1) fungsi standarisasi merupakan suatu keseragaman dalam penentuan kualitas dan kuantitas produk yang akan diproduksi, sedangkan grading adalah pengelompokkan atau pengklasifikasian hasil-hasil produk menurut standarisasi yang diinginkan; (2) fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk berbagai keperluan produksi dan tataniaga; (3) fungsi penanggungan risiko adalah penerimaan kemungkinan kehilangan selama proses tataniaga produk akibat dari risiko fisik maupun risiko pasar; (4) fungsi informasi pasar merupakan kegiatan mengumpulkan informasi pasar dan menafsirkan informasi tersebut. 3.1.4. Struktur Pasar Struktur pasar adalah karakteristik dari produk maupun institusi yang terlibat pada pasar yang akan memperngaruhi perilaku pasar dan keragaan pasar. Struktur pasar merupakan tipe atau jenis pasar yang didefinisikan sebagai hubungan (korelasi) antara pembeli (calon pembeli) dan penjual (calon penjual) yang secara strategis mempengaruhi penentuan harga dan pengorganisasian pasar (Asmarantaka, 2009). Menurut Hammond dan Dahl (1997), ada empat karakteristik yang merupakan faktor yang menentukan struktur pasar yaitu (1) jumlah dan ukuran perusahaan; (2) kondisi dan keadaan produk; (3) kemudahan untuk keluar dan masuk pasar; (4) tingkat informasi harga. Kohl dan Dahl (2002) mengelompokkan pasar ke dalam empat struktur pasar yang berbeda, yaitu (1) pasar persaingan sempurna (perfect competition); (2) pasar monopoli atau monopsoni (monopoly/monopsony); (3) pasar oligopoli atau oligopsoni (oligopoly/oligopsony); (4) pasar persaingan monopolistik (monopolistic competition). Struktur pasar persaingan sempurna adalah pasar dimana terdapat banyak pembeli dan penjual yang memperdagangkan komoditi dimana output yang 24

dihasilkan merupakan sebagian kecil dari total komoditi di pasar oleh karena itu komoditi memiliki sifat homogen sehingga pembeli dan penjual tidak dapat mempengaruhi harga di pasar. Tidak ada hambatan untuk memasuki dan keluar pasar baik hambatan dari teknologi, hukum, keuangan maupun hambatan lainnya. Pengetahuan yang dimiliki oleh pembeli dan penjual relatif sempurna dan lengkap. Struktur pasar monopoli adalah keadaan pasar dimana hanya terdapat satu penjual atau satu pembeli. Seorang monopoli dapat menentukan harga dari ouput yang dihasilkan karena kurva permintaan dari perusahaan sama dengan kurva permintaan dari pasar selain itu penjual juga bebas untuk menentukan tingkatan output yang dihasilkan untuk memaksimalkan keuntungan. Penjual juga memiliki keterbatasan dalam menentukan harga jual dari produk mereka. Dilihat dari sisi permintaan jika harga yang ditetapkan terlalu tinggi maka konsumen akan mencari produk subtitusi. Dilihat dari sisi produksi jika profit yang didapat terlalu tinggi maka perusahaan lain akan mencoba masuk ke dalam pasar. Perusahaan monopoli mempunyai penguasaan terhadap bahan baku dan hak paten yang diberikan karena skala ekonomi yang besar dan tindakan pemerintah. Struktur pasar oligopoli adalah kondisi dimana pasar didominasi oleh beberapa perusahaan besar dalam suatu wilayah. Harga pasar berada di tangan beberapa perusahaan besar dan perusahaan perusahaan kecil sebagai pengikutnya hanya mengikuti perubahan yang terjadi. Perusahaan besar dapat mempengaruhi harga melalui keputusan output yang dihasilkan oleh mereka. Setiap perusahaan yang berada dalam pasar tersebut dalam menetapkan jumlah produksinya dan harga harus mempertimbangkan dampaknya kepada harga pasar dan bagaimana reaksi pesaing. Struktur pasar persaingan monopolistik adalah keadaan pasar yang berada diantara pasar persaingan sempurna dan oligopoli. Setiap perusahaan berusaha membuat produk atau layanan yang unik dan berbeda dari perusahaan yang ada. Penjual mengajukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda dan dengan bebas menggunakan merek, periklanan dan personal selling. Perilaku dari suatu perusahaan dipengaruhi oleh lingkungan dan struktur dari industri yang berlaku. Struktur industri dapat dijelaskan dengan besarnya 25

perusahaan, kesamaan penawaran dan kemudahan perusahaan lain untuk masuk dan keluar dari industri. Perilaku harga dan output dari perusahaan dalam struktur industri akan berbeda dengan keragaan industri. Pada tabel 7 akan dijelaskan perbedaannya. Tabel 7. Perbandingan Struktur Pasar Karakter Industri Jumlah penjual Kesamaan produk Kemudahan untuk masuk Pengaruh perusahaan terhadap harga Contoh Persaingan Sempurna Persaingan Monopolistik Oligopoli Monopoly Sangat besar Banyak Sedikit Satu Identik untuk Berbeda dan Mirip - semua bervariasi perusahaan Mudah dan Relatif Susah dan Tidak bisa tidak ada mudah ada masuk hambatan hambatan Tidak ada Beberapa, Besar, Sedikit untuk dibatasi oleh terbatas oleh menahan diri perusahaan produk harga kecuali diatur tunggal pengganti pesaing Beberapa Rumah Pengolahan Sarana umum petani, makan, makanan dan futures perusahaan pedagang market pemasok grosir Sumber : Kohl dan Uhl (2002) 3.1.5. Perilaku Pasar Menurut Dahl dan Hammond (1977) perilaku pasar merupakan pola atau tingkah laku lembaga-lembaga tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana lembaga tersebut melakukan kegiatan pembelian dan penjualan, penentuan harga, dan kerjasama antar lembaga tataniaga. Perilaku pasar adalah 26

seperangkat strategi dalam pemilihan yang ditempuh baik oleh penjual maupun pembeli utnuk mencapai tujuannya masing-masing (Asmarantaka, 2009). Kohl dan Uhl (2002) menjelaskan bahwa ada empat hal yang perlu yang diperhatikan dalam menggambarkan perilaku pasar, yaitu (1) Input-output system, digunakan untuk menerangkan bagaimana perusahaan mengembangkan input yang dimiliki untuk menghasilkan output bagi perusahaan; (2) Power system, menjelaskan bahwa perusahaan mengembangkan kualitas, pemimpin pasar, dan memiliki pertumbuhan yang cepat sehingga dapat menentukan harga; (3) Communications system, menjelaskan bagaimana mendirikan saluran informasi yang efektif ; (4) System for adapting to internal and exsternal change, menerangkan bagaimana perusahaan beradaptasi dalam suatu sistem tataniaga dan dapat bertahan di pasar 3.1.7. Marjin Tataniaga Marjin tataniaga adalah perbedaan antara apa yang konsumen bayar untuk suatu barang dan jasa dan apa yang petani/produsen terima. Harga semua barang serta penambahan aktivitas dan fungsi keragaan dari tataniaga perusahaan. Harga tersebut termasuk biaya tataniaga dan juga keuntungan tataniaga perusahaan. Marjin tataniaga dapat juga merupakan perbedaan harga dari tingkat produsen dengan harga di tingkat lembaga pertama, atau perbedaan harga yang terjadi antara lembaga yang satu dengan lembaga tataniaga lainnya dalam saluran tataniaga komoditi yang sama (Limbong dan Sitorus, 1987). 27

Marjin (Pr-Pf) pemasaran Keterangan : Sd : Derived supply (kurva penawaran turunan sama dengan penawaran produk di tingkat pedagang) Sp : Primary suppy (kurva penawaran primer atau penawaran produk di tingkat petani) Dd : Derived demand (kurva permintaan turunan atau permintaan pedagang) Dp : Primary demand (kurva permintaan primer atau kurva permintaan di tingkat konsumen akhir) Pr : Harga di tingkat pedagang pengecer Pf : Harga di tingkat petani Q* : Jumlah produk di tingkat petani dan pedagang pengecer. Gambar 1. Kurva Marjin Pemasaran Sumber : Hammond dan Dahl, 1977 Gambar 1, menunjukkan marjin tataniaga adalah perbedaan harga di tingkat pedagang dan petani (Pr-Pf). Nilai marjin tataniaga (value of marketing marjin) merupakan perbedaan harga di tingkat pedagang dan petani kemudian dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Nilai tersebut terdiri dari marketing cost dan marketing charge. Pendekatan marjin tataniaga dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu return to factor dan return to institution. Return to factor adalah penerimaan terhadap faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses tataniaga seperti wages, interest, tent, dan profit. Return to 28

institution adalah pengembalian (return) terhadap jasa atau aktivitas-aktivitas yang dilakukan setiap lembaga dalam proses tataniaga (Hammond dan Dahl, 1977). Terkadang tinggi atau rendahnya marjin tataniaga menjadi salah satu tolak ukur apakah kegiatan tataniaga tersebut sudah efisien atau belum. Menurut Limbong dan Sitorus (1987) tinggi atau rendahnya marjin tataniaga tidak selamanya dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi kegiatan tataniaga. Tingginya marjin tataniaga dapat disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan tataniaga antara lain, ketersediaan fasilitas fisik tataniaga meliputi pengangkutan, penyimpanan, pengolahan, risiko kerusakan dan lain-lain (Limbong dan Sitorus, 1987). Nilai marjin tataniaga merupakan hasil kali dari perbedaaan harga di tingkat pedagang dan harga di tingkat petani dengan jumlah yang diperdagangkan. Secara sistematis nilai marjin tataniaga dapat ditulis: VM = (Pr - Pf) x Qr,f Nilai dari perbedaan nilai marjin antara harga di tingkat pedagang dan di tingkat petani diukur berdasarkan komoditi per unit. Marjin tataniaga terdiri dari dua komponen yaitu biaya dan keuntungan tataniaga. Biaya tataniaga adalah semua jumlah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga yang terlibat dalam tataniaga suatu komoditi mulai dari produsen hingga ke konsumen. Keterangan : M i Pr i Pf i M i = Pr i - Pf i : Marjin tataniaga pada lembaga ke-i : Harga di tingkat pedagang pada lembaga ke-i : Harga di tingkat petani pada lembaga ke-i 3.1.8. Farmer s Share Farmer s share adalah selisih antara harga retail dan marjin tataniaga. Hal ini digunakan untuk mengatahui porsi harga di tingkat konsumen yang dinikmati oleh petani (Kohl dan Uhl, 2002). Besarnya farmer s share dipengaruhi oleh (1) tingkat pemrosesan; (2) biaya transportasi; (3) keawetan produk; dan (4) jumlah produk. Farmer s share sering digunakan sebagai indikator dalam mengukur kinerja suatu sistem tataniaga, tetapi farmer s share yang tinggi tidak mutlak 29

menunjukkan bahwa suatu sistem tataniaga berjalan secara efisien. Hal ini berkaitan dengan besar kecilnya manfaat yang ditambahkan dalam suatu produk (value added) yang dilakukan oleh lembaga perantara untuk memnuhi kebutuhan konsumen. Faktor penting yang perlu diperhatikan adalah total penerimaan yang didapatkan oleh produsen dari hasil penjualan produk yang mereka hasilkan. Farmer s share merupakan suatu alat analisis untuk menentukan efisiensi tataniaga suatu komoditi selain marjin tataniaga dan analisis keuntungan atas biaya yang menunjukan bagian yang diterima oleh petani. 3.1.9. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya Rasio keuntungan terhadap biaya dapat digunakan untuk melihat efisiensi suatu sistem tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Dengan demikian, semakin meratanya penyebaran rasio keuntungan dan biaya, maka secara teknis (operasional) sistem tataniaga akan semakin efisien (Limbong dan Sitorus, 1987). Besarnnya rasio keuntungan dan biaya setiap lembaga dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio keuntungan dan biaya = Keterangan : Li Ci : Keuntungan Lembaga tataniaga ke-i : Biaya tataniaga 3.1.10. Efisiensi Tataniaga Efisiensi digunakan untuk mengukur kinerja tataniaga. Peningkatan efisiensi meruapakan tujuan bersama bagi petani, lembaga tataniaga, dan konsumen. Efisiensi merupakan perbandingan (rasio) dari nilai output dengan nilai input. Nilai output merupakan penilaian konsumen terhadap barang atau jasa yang dikonsumsi termasuk waktu, tempat, bentuk dan kepemilikan. Nilai input adalah semua biaya tataniaga yang dipergunakan dalam proses tataniaga (Kohl dan Uhl, 2002) 30

Menurut Kohl dan Uhl (2002) pendekatan yang digunakan dalam efisiensi tataniaga ada dua cara, yaitu efisiensi operasional dan efisiensi harga. Efisiensi operasional berhubungan dengan penanganan aktivitas-aktivitas yang dapat meningkatkan rasio output-input tataniaga. Peningkatan efisiensi operasional mengacu kepada situasi dimana biaya tataniaga menurun tanpa mempengaruhi sisi output dari efisiensi. Salah satu indikator efisiensi operasional adalah analisis marjin tataniaga dan farmer s share. Efisiensi harga adalah bentuk kedua dari efisiensi tataniaga. Efisiensi harga merupakan suatu kondisi harga dimana konsumen inginkan, ada alternatif pilihan bagi konsumen maupun produsen. Efisiensi harga biasanya diukur dari korelasi harga untuk komoditi yang sama pada tingkat pasar yang berbeda. Efisiensi tataniaga dapat terjadi apabila : (1) biaya tataniaga dapat ditekan sehingga keuntungan tataniaga dapat lebih tinggi, (2) presentase perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dan produsen tidak terlalu tinggi, (3) tersedianya fasilitas fisik tataniaga, (4) adanya kompetisi pasar yang sehat. Efisiensi tataniaga tidak terjadi apabila biaya tataniaga semakin besar dan nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar (Soekartawi, 2002). 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Dasar penelitian ini adalah harga gula yang berfluktuasi di tingkat konsumen namun peningkatan harga tersebut tidak dinimkati oleh petani tebu. Harga yang berlaku di tingkat petani tebu tidak mengalami peningkatan yang besar. Tebu merupakan bahan baku bagi pabrik tebu untuk kemudian menghasilkan gula. Tanaman tebu merupakan tanaman musiman sehingga dalam kurun waktu satu tahun tanaman tebu di panen sekali. Tebu merupakan kebutuhan yang dibutuhkan secara berkesinambungan. Tanaman tebu dapat dikonsumsi secara langsung ataupun diolah terlebih dahulu. Manfaat yang terkandung dalam tebu sangat banyak bagi tubuh manusia. Oleh karena itu, permintaan akan tebu semakin meningkat setiap tahunnya. Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur merupakan salah satu sentra penghasil tebu. Sebagian besar penduduknya bekerja sebagai petani tebu, walaupun ada penduduk yang menanam komoditi lainnya. 31

Kegiatan usahatani tebu ini membutuhkan sistem tataniaga yang baik untuk memasarkan produk hasil dari petani tebu. Lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam sistem pemasaran ini adalah petani, tengkulak, Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI), kelompok tani dan pabrik gula. Petani tidak memiliki alternatif saluran tataniaga yang dapat memberikan keuntungan besar bagi petani. Apabila petani mendapatkan modal dari Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI) maka petani harus menjual hasilnya ke Asosiasi Petani Tebu Rakyat (APTRI) walaupun ada alternatif lain yang memberikan keuntungan yang lebih besar. Informasi harga yang diterima oleh petani dan mengenai hasil rendemen yang dihasilkan oleh petani sangat terbatas, hal ini juga disebabkan oleh lemahnya posisi petani dalam sistem tataniaga. Oleh karena itu perlu analisis mengenai tataniaga tebu untuk mengetahui tingkat efisiensi tataniaga tebu sehingga memberikan alternatif bagi petani untuk mendapatkan keuntungan yang besar. Penelitian mengenai tataniaga tebu dilakukan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan melalui pendekatan analisis mrjin tataniaga, farmer s share dan rasio keuntungan dan biaya. Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan analisis saluran tataniaga dan lembaga tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, perilaku pasar dan keragaan pasar. Efisiensi pemasaran dilihat dari analisis struktur pasar, perilau pasar, saluran pemasaran, marjin pemasaran, farmer s share dan rasio keuntungan terhadap biaya. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat dari Gambar 2. 32

Sistem tataniaga tebu di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang melibatkan lembaga-lembaga pemasaran dan melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Bagaimana sistem tataniaga tebu di Desa Pulorejo? Apakah sistem pemasaran tersebut sudah efisien? Analisis Kuantitatif 1. Marjin tataniaga 2. Farmer s share 3. Risiko keuntungan dan biaya Analisis Kualitatif 1. Saluran tataniaga dan lembaga tataniaga 2. Fungsi-fungsi tataniaga 3. Struktur pasar 4. Perilaku pasar Tataniaga yang Efisien Alternatif saluran tataniaga yang efesien Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasioanl Sistem Tataniaga tebu Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang. 33