ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU YENI PURNAMASARI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU YENI PURNAMASARI"

Transkripsi

1 ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU YENI PURNAMASARI DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Yeni Purnamasari NIM H

4 ABSTRAK YENI PURNAMASARI. Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Dibimbing oleh ANNA FARIYANTI. Syzygium aromaticum atau yang lebih dikenal sebagai cengkeh merupakan tanaman obat yang juga banyak digunakan dalam industri rokok nasional. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pola saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai, menganalisis besarnya margin pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai dan menganalisis biaya dan keuntungan pemasaran pada tingkat lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai. Data dianalisis menggunakan pola saluran pemasaran, besarnya margin pemasaran, rasio biaya dan keuntungan pemasaran pada tingkat lembaga pemasaran di Kecamatan Amahai untuk mendapatkan seberapa efisien tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai. Analisis margin tataniaga dan farmer s share menunjukkan bahwa saluran tataniaga I lebih efisien karena walaupun tidak memiliki marjin tataniaga terkecil dan farmer s share terbesar tetapi memiliki volume perdagangan yang lebih tinggi dibanding saluran II. Sedangkan berdasarkan analisis rasio keuntungan dan biaya, saluran pemasaran I relatif lebih efisien karena memiliki rasio keuntungan dan biaya terbesar yakni Kata kunci: cengkeh, tataniaga, efisiensi ABSTRACT YENI PURNAMASARI. Clove Trading System Analyze in Amahai District, Central Moluccas Regency, Moluccas Province. Supervised by ANNA FARIYANTI. Syzygium aromaticum or better known as clove is a medicinal plant that is also widely used in the national cigarette industry. The purpose of this study was to analyze the pattern of clove marketing channels in the District Amahai, to analyze the magnitude of marketing margins and marketing efficiency levels in the District Amahai and to analyze the costs and benefits of marketing on the level of the marketing channel marketing agency cloves in the District Amahai. Data were analyzed using a pattern of marketing channels, the magnitude of the marketing margin, the ratio of costs and benefits of marketing on the level of marketing agencies in the District Amahai how efficient trading system to get the cloves in District Amahai. Analyze margin trading system and farmer s share trading system shows that the channel one is more efficient because although do not have smallest margin trading system and biggest farmer s share but has the trading volume is higher than the second channel. While based on the ratio of benefit and cost analyze, marketing channels one are relatively more efficient because have the greatest cost benefit ratio and the Keywords: cloves, trading system, efficiency.

5

6 ANALISIS TATANIAGA CENGKEH DI KECAMATAN AMAHAI, KABUPATEN MALUKU TENGAH, PROVINSI MALUKU YENI PURNAMASARI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

7

8 Judul Skripsi : Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku Nama : Yeni Purnamasari NIM : H Disetujui oleh Dr Ir Anna Fariyanti M.Si Dosen Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Dwi Rachmina, M.Si Ketua Departemen Tanggal Lulus:

9

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2011 ini ialah tataniaga, dengan judul Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku pembimbing, serta Dr.Ir. Netti Tinaprilla, MM dan Amzul Rifin, PhD yang telah memberikan saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Camat dari Kecamatan Amahai, Bapak Hafis Karepesina, SP sebagai Kabid Bina Produksi Perkebunan Kabupaten Maluku Tengah, Bapak Umar Sonalitu sebagai ketua kelompok tani di Desa Sepa dan Tamilao yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, mama, suami, almiraku serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juni 2014 Yeni Purnamasari

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 5 Manfaat Penelitian 6 TINJAUAN PUSTAKA 6 Gambaran Usahatani Cengkeh 6 Gambaran Tataniaga 8 KERANGKA PEMIKIRAN 9 Kerangka Pemikiran Teoritis 9 Kerangka Pemikiran Operasional 16 METODE PENELITIAN 17 Lokasi dan Waktu 17 Data dan Instrumentasi 18 Metode Penentuan Responden 18 Analisis Lembaga dan Fungsi Tataniaga 19 Analisis Saluran Tataniaga 19 Analisis Struktur Pasar 19 Analisis Marjin Tataniaga 20 Analisis Farmer s Share 20 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya 20 HASIL DAN PEMBAHASAN 20 Karakteristik Petani Responden 21 Karakteristik Pedagang Responden 23 Gambaran Usahatani Cengkeh di Kecamatan Amahai 24 Sistem Tataniaga 24 Saluran Pemasaran 25 Fungsi Tataniaga Pada Setiap Lembaga Pemasaran 27 Struktur Pasar 32 Analisi Marjin Tataniaga 36 Farmer s Share 39

12 Rasio Keuntungan dan Biaya 40 SIMPULAN DAN SARAN 41 Simpulan 41 Saran 42 DAFTAR PUSTAKA 42 RIWAYAT HIDUP 44

13 DAFTAR TABEL 1 Perkembangan kontribusi PDB lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun Persentase kontribusi sub sektor pertanian dalam PDB atas dasar harga konstan 2000, tahun Perkembangan volume ekspor dan impor cengkeh tahun Perkembangan luas areal, produksi, ekspor, dan impor, Tahun Perkembangan produksi cengkeh di beberapa provinsi di Indonesia Tahun Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan pasar dunia Tahun Standar mutu cengkeh America Spice Trade Association 8 8 Karakteristik struktur pasar untuk pangan dan serat 13 9 Karakteristik petani responden komoditi cengkeh di Kecamatan Amahai Karakteristik pedagang responden komoditi cengkeh di Kecamatan Amahai Fungsi pemasaran yang dilaksanakan oleh lembaga pemasaran cengkeh Marjin tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, Farmer s share dan marjin tataniaga pada saluran tataniaga cengkeh di kecamatan Amahai Rasio keuntungan dan biaya untuk setiap saluran pemasaran di Kecamatan Amahai 40 DAFTAR GAMBAR 1 Saluran pemasaran barang konsumsi 12 2 Konsep marjin pemasaran 15 3 Kerangka pemikiran operasional analisis tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku 17 4 Saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai 25

14

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor yang berperan dalam pengadaan pangan, bahan baku industri, meningkatkan penerimaan devisa, menciptakan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan pendapatan petani. Hal ini berarti sektor pertanian turut serta dalam menggerakkan perekonomian bangsa. Kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku sekitar persen pada tahun 2012, menempati posisi kedua setelah industri pengolahan. Namun dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Terlihat pada Tabel 1. tentang perkembangan kontribusi PDB beberapa lapangan usaha atas dasar harga berlaku tahun Tabel 1. Perkembangan kontribusi Produk Domestik Bruto beberapa lapangan usaha atas dasar harga berlaku, Tahun (persen) Lapangan Usaha *) 2012 **) Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Listrik gas, dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel, dan restoran Pengangkutan dan komunikasi Keuangan, real estate dan jasa Jasa-jasa PDB PDB tanpa migas Sumber: BPS (2013) Keterangan: * = angka sementara ** = angka sangat sementara Berdasarkan bidang usahanya, sektor pertanian terbagi atas subsektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan perikanan. Peranan sub sektor perkebunan menyumbang persen dari sektor pertanian pada tahun Peranan sub sektor perkebunan sebesar 1.94 persen dalam menyumbang PDB sektor pertanian tahun 2012 dapat dilihat dalam Tabel 2. Persentase kontribusi sub sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku, Tahun

16 2 Tabel 2. Persentase kontribusi sub sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto atas dasar harga konstan 2000, Tahun Sektor Pertanian 2009 r) 2010 r) 2011 *) 2012 **) Pertanian Sempit (Sub Sektor) a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan hasilhasilnya d. Kehutanan e. Perikanan Sektor Pertanian Sumber: BPS (2013) Keterangan: r = angka diperbaiki * = angka sementara ** = angka sangat sementara Dari beberapa komoditas perkebunan, cengkeh memiliki karakteristik yang unik yakni kebutuhan dalam negeri yang tinggi hingga membuat pemerintah harus melakukan impor pada kondisi panen dalam negeri rendah. Dilain pihak kualitas cengkeh dalam negeri yang bagus dan tingginya permintaan pasar luar negeri juga membuat pemerintah tergiur untuk melakukan ekspor. Hal ini terlihat dari data pada Tabel 3. Volume ekspor-impor cengkeh Tahun Tabel 3. Volume ekspor-impor cengkeh Tahun Tahun Ekspor Impor Volume(Ton) Nilai(000US$) Volume(Ton) Nilai(000US$) Sumber : Pusdatin Kementerian Pertanian (2014) Volume dan nilai ekspor yang rendah dari komoditas cengkeh bila dibandingkan dengan komoditi perkebunan lainnya dapat dimaklumi karena sebagian besar produksi cengkeh diserap untuk keperluan dalam negeri. Konsumsi cengkeh di Indonesia dipenuhi dari produksi dalam negeri maupun impor. Perkembangan konsumsi cengkeh selama tahun meskipun berfluktuasi namun cenderung meningkat (Pusdatin Kementerian Pertanian 2010).

17 Produksi cengkeh nasional digunakan untuk memenuhi kebutuhan baik untuk kebutuhan ekspor maupun pemenuhan konsumsi domestik. Selengkapnya perkembangan luas areal, produksi, ekspor, dan impor cengkeh untuk tahun dapat dilihat dalam Tabel 4. Perkembangan produksi, ekspor, impor, dan konsumsi cengkeh Indonesia, Tahun Tabel 4. Perkembangan Luas Areal, Produksi, Ekspor dan impor cengkeh, Tahun Tahun Luas Areal Produksi (Ton) Ekspor (Ton) Impor (Ton) (Ha) Sumber : Pusdatin Kementerian Pertanian (2014) Berdasarkan Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) tahun 2014 Kementerian Pertanian produksi cengkeh pada tahun 2010 dan 2012 lebih tinggi dibanding pada tahun-tahun lainnya. Bahkan pada periode 2012 produksi cengkeh mencapai ton. Hal ini disebabkan sesuai dengan karakter sifat cengkeh yang akan mengalami panen raya setiap dua tahun sekali juga adanya pertambahan luasan perkebunan yang diusahakan. Tanaman cengkeh merupakan salah satu tanaman yang menginginkan kondisi agroklimat tertentu. Walaupun dapat hidup di iklim tropikal seperti di Indonesia, belum tentu tanaman cengkeh tersebut dapat berproduksi dengan baik. Sehingga dalam perkembangan produksi cengkeh terdapat beberapa provinsi yang menjadi sentra produksi cengkeh. Sejak tahun telah memberikan kontribusi kumulatif yang tinggi hingga mencapai persen, yakni Provinsi Sulawesi Utara. Selanjutnya Maluku memiliki kontribusi persen menyumbang produksi cengkeh nasional pada tahun Berturut-turut Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Sulawesi Tenggara, Jawa Tengah, DKI Jakarta, Kepualauan Riau dan Bali adalah beberapa provinsi yang memiliki produksi cengkeh yang relatif tinggi dibanding provinsi lain di Indonesia. Data beberapa provinsi sebagai sentra penghasil cengkeh di Indonesia tahun dapat dilihat pada Tabel 5. Perkembangan produksi cengkeh di beberapa provinsi, Tahun Peningkatan produksi cengkeh nasional tidak terlepas dari semakin meningkatnya industri rokok nasional. Pada tahun 1942, harga 1 kg cengkeh kering sama dengan 1 gr emas murni. Tertarik dengan harga yang tinggi, maka pada waktu itu petani berlomba-lomba menanam cengkeh. Bahkan gabungan pengusaha pabrik rokok Indonesia mempelopori pendirian perkebunan besar cengkeh yang sebelumnya tidak ada di Indonesia. Sejak saat itu, tanaman cengkeh dikembangkan secara besar-besaran dan pengembangannya hampir diseluruh wilayah Indonesia. Namun dengan semakin luasnya areal pengembangan cengkeh dan meningkatnya produksi, sejak tahun 1982 keadaan mulai berubah. 3

18 4 Tabel 5. Perkembangan produksi cengkeh di beberapa provinsi, Tahun Provinsi Produksi (Ton) *) 2014 **) Rata-rata Share (%) Sulawesi Utara Maluku Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Jawa Timur Sulawesi Tenggara Jawa Tengah DKI Jakarta Kepulauan Riau Bali Lainnya Total Indonesia Sumber: Kementerian Pertanian 2014 Perumusan Masalah Adanya kebebasan menentukan pasar cengkeh setelah BPPC dihentikan, maka telah mengembalikan harga cengkeh kembali normal. Hal ini merangsang kembali masyarakat untuk membudidayakan tanaman cengkeh tersebut. Semakin banyaknya yang membudidayakan cengkeh menyebabkan jumlah produksi cengkeh meningkat. Dengan peningkatan produksi tanaman cengkeh, maka pemasaran sangat diperlukan guna menjual hasil produksi yang bertambah. Apalagi rantai pemasaran yang dulunya dikuasai oleh BPPC telah dihapuskan maka para petani harus mencari sistem saluran pemasaran sendiri dan berdasarkan pertimbangan yang tepat. Pertimbangan tersebut meliputi jumlah panen atau besaran panen, jarak tempuh dan pertimbangan lainnya sehingga dapat memaksimalkan pendapatan petani. Mekanisme tataniaga cengkeh yang mana petani bebas menentukan pasar yang dituju, panjangnya rantai tataniaga dan rendahnya produksi pada tahun 2008, menyebabkan harga cengkeh pada 2008 mencapai rupiah per kilogram. Rentang harga cengkeh dalam negeri dan luar negeri dalam kurun waktu menyebabkan kekhawatiran tersendiri bagi pelaku usaha cengkeh di dalam negeri, khususnya petani dan pedagang cengkeh. Karena jika pengusaha rokok sudah merasa tidak mampu dan tidak mau lagi membeli cengkeh dari petani lokal, maka mereka akan meminta pemerintah untuk melakukan impor cengkeh. Impor cengkeh dipilih karena harga cengkeh dunia yang lebih murah daripada harga cengkeh produksi dalam negeri. Jika benar terjadi, maka hal ini tentu sangat merugikan petani. Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan pasar dunia antara tahun dapat dilihat pada Tabel 6. Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan dunia. Harga rata-rata di perusahaan rokok sebagai konsumen akhir yang tinggi pada tahun 2011 mencapai rupiah menimbulkan pertanyaan mengenai harga yang diterima petani sebagai produsen cengkeh. Sedangkan harga yang diterima petani jauh lebih rendah sebesar rupiah dari pada harga yang dibayarkan konsumen akhir kepada pedagang besar. Hal ini tidak terlepas dari

19 peranan lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran cengkeh. Perbedaan lokasi, perbedaan fungsi dan perbedaan perlakuan/kegiatan lembaga tataniaga menyebabkan harga di tiap lembaga tataniaga pun menjadi berbeda. Tabel 6. Perkembangan harga cengkeh di pasar dalam negeri dan dunia, Tahun Tahun Dalam Negeri Internasional Rp/Kg Pertumbuhan (%) US$/lb Pertumbuhan (%) Sumber: Kementerian Pertanian 2014 Adanya lembaga tataniaga juga akan menyebabkan harga produk berubah setelah sampai di konsumen. Hal ini dikarenakan setiap lembaga tataniaga berusaha melakukan fungsi tataniaga yang menambah nilai guna utilitas dari produk tersebut sehingga memperbesar biaya tataniaga. Besar biaya pemasaran biasanya dibebankan kepada pihak produsen dan konsumen, yaitu dengan meningkatkan harga konsumen atau menekan harga produsen. Berdasarkan uraian diatas, maka permasalahan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana lembaga dan fungsi tataniaga, saluran tataniaga, struktur pasar, dan perilaku pasar cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. 2. Apakah proses tataniaga yang berlangsung sudah efisien berdasarkan analisis marjin tataniaga, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya Hal inilah yang mendorong peneliti mengadakan penelitian mengenai analisis pemasaran cengkeh di Maluku sebagai salah satu sentra penghasil cengkeh. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan : 1. Menganalisis pola saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. 2. Menganalisis besarnya margin pemasaran dan tingkat efisiensi pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah. 3. Menganalisis biaya dan keuntungan pemasaran pada tingkat lembaga pemasaran dalam saluran pemasaran cengkeh di Kecamatan Amahai. 5

20 6 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada petani dan lembaga tataniaga, masyarakat, penulis, dan pembaca sebagai akademisi. Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Bagi peneliti, hasil penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas mengenai pemasaran cengkeh. 2. Bagi lembaga tataniaga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan masukan dalam membuat keputusan dalam memasarkan produk cengkeh. 3. Bagi petani atau pedagang, hasil penelitian ini diharapkan nantinya dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam rangka peningkatan usaha dan mampu memperbaiki manajemen usaha. 4. Bagi perguruan tinggi, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi yang berguna sebagai acuan dalam melakukan penelitian lebih lanjut terhadap pemilihan saluran pemasaran. TINJAUAN PUSTAKA Gambaran Usahatani Cengkeh Tanaman cengkeh mempunyai dua masa kritis dalam siklus hidupnya, yaitu masa sebelum berumur tiga tahun dan setelah umur delapan tahun, terutama pada awal dan sesudah panen pertama. Keadaan pertumbuhan tanaman tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh dan cara budidaya. Tanaman cengkeh dimasukkan dalam kategori tanaman manja dalam arti memerlukan lingkungan yang khusus dan pemeliharaan yang intensif (Ruhnayat, 2002). Cengkeh menghendaki iklim yang panas dengan curah hujan yang cukup merata, karena tanaman itu tidak tahan kemarau panjang. Tanaman cengkeh tumbuh dengan baik dengan suhu optimum 18 o -30 o C, kelembaban optimum antara persen, ketinggian meter dari permukaan laut dan curah hujan mm tiap tahun (Hadiwijaya, 1989). Selain itu tanah yang sesuai adalah tanah yang gembur, solum yang tebal (minimal 1,5 meter) dan kedalaman air tanah lebih dari tiga meter dari permukaan tanah serta memiliki tingkat kemasaman ph. Jenis tanah yang cocok antara lain latosol, podsolik merah, mediterian dan andosol (Ruhnayat, 2002). Menurut Kemala (1999), perkembangan luas areal tanaman cengkeh sangat dipengaruhi harga. Jika harga dan luas areal tanaman cengkeh dipertahankan dikuatirkan produktifitas akan terus menurun. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh keterbatasan modal yang dimiliki petani sehingga mereka tidak mampu mengelola usahatani cengkeh dengan baik. Hal tersebut berakibat terhadap menurunnya pasokan cengkeh pada tahun-tahun yang akan datang. Wahid dalam Yuhono (1997) menyatakan bahwa tanaman cengkeh termasuk tanaman yang berbunga terminal dalam arti mengenal siklus produksi dimana setiap tiga sampai empat tahun terjadi satu kali berbunga lebat, satu kali berbunga sedang dan satu kali berbunga sedikit. Disisi lain tanaman cengkeh mengenal kesesuaian lahan dan agroklimat dimana tiap daerah dapat berbeda satu

21 sama lain sehingga jatuh tempo dari siklus produksi dapat bervariasi bagi seluruh wilayah produsen cengkeh di Indonesia. Pengaruh simultan dari faktor tersebut menyebabkan fluktuasi produksi cengkeh nasional. Ruhnayat (1997) menyimpulkan penyebab utama fluktuasi produksi tanaman cengkeh adalah faktor iklim, genetis, fisiologis dan budaya. Untuk meningkatkan dan menekan variasi mutu akan diperlukan standar mutu cengkeh. Dengan adanya standar mutu yang telah disepakati antara produsen dan konsumen maka kepastian perdagangan dapat ditingkatkan. Konsumen dapat mengetahui dengan pasti mutu barang yang akan di beli dan produsen dapat mengarahkan mutu produksinya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar mutu cengkeh yang berlaku di Indonesia adalah SNI No yang dibuat oleh Dewan Standardisasi Nasional (DSN). Standar mutu cengkeh tersebut disusun berdasarkan hasil survei ke perkebunan rakyat dan swasta, pabrik rokok kretek, wawancara dengan pihak-pihak yang berkecimpung dalam perdagangan cengkeh, dan membandingkan dengan standar mutu cengkeh dari America Spice Trade Association (ASTA), beberapa negara importir dan negara eksportir cengkeh. Syarat mutu dari cengkeh terdiri dari ukuran, warna, bahan asing, gagang cengkeh, cengkeh inferior, cengkeh rusak, kadar air dan kadar minyak atsiri. Bahan asing dalam syarat mutu diartikan sebagai semua bahan yang bukan berasal dari bunga cengkeh. Cengkeh inferior adalah cengkeh keriput, patah dan cengkeh yang telah dibuahi. Sedangkan cengkeh rusak adalah cengkeh berjamur dan telah diekstraksi. Beberapa upaya perbaikan untuk menanggulangi permasalahan mutu cengkeh antara lain dapat dilakukan dengan perwilayahaan cengkeh sehingga penanaman dilakukan pada daerah yang sangat sesuai, penggunaan varietas unggul serta perbaikan dan standarisasi cara pengolahan. Perbaikan cara pengolahan antara lain dengan waktu panen yang tepat sehingga rendemen cengkeh kering dan minyak meningkat serta inferior dan menir berkurang. Untuk mengurangi kadar bahan asing, pengeringan sebaiknya dilakukan pada lantai jemur yang bersih atau di atas para-para menggunakan tampah atau dengan pengering buatan. Selain itu kadar bahan asing dan persentase gagang cengkeh dapat dilurangi dengan melakukan sortasi sebelum cengkeh disimpan atau dipasarkan. Tabel 7. Standar mutu cengkeh America Spice Trade Association Syarat Mutu Mutu Mutu I Mutu II Mutu III Ukuran Rata Rata Tidak rata Warna Coklat Cokelat Cokelat kehitaman Bahan Asing (%, b/b) maks Gagang Cengkeh (%, b/b) maks Cengkeh inferior (%,b/b) maks Cengkeh rusak Negatif Negatif Negatif Kadar air (%,v/b) maks Kadar minyak atsiri (%, v/b) min Sumber: Ruhnayat,

22 8 Menurut Sinaga (1999), tataniaga merupakan bagian perilaku ekonomi yang termasuk dalam kelompok distribusi. Tataniaga atau sistem pemasaran adalah suatu cara untuk menyalurkan barang yang diproduksi oleh produsen agar dapat sampai pada konsumen. Fungsi tataniaga merupakan peningkatan kegunaan suatu barang yang dikonsumsi oleh konsumen, dimana peningkatan kegunaan tersebut berhubungan dengan kegunaan waktu, bentuk dan harga. Pada prinsipnya fungsi tataniaga tersebut lebih menekankan pada peningkatan nilai guna tempat dari waktu suatu barang, di dalam pendistribusiannya diperlukan adanya perantara atau yang disebut pedagang perantara. Tataniaga cengkeh merupakan suatu sistem yang mengatur mekanisme transaksi perdagangan cengkeh hasil produksi dalam negeri dari tingkat produksi (perkebunan rakyat, perkebunan swasta dan perkebunan swasta) hingga ke tingkat konsumen yaitu industri (rokok dan obat-obatan) dan rumah tangga. Tataniaga cengkeh memiliki suatu keunikan karena produsennya banyak tapi jumlah industri rokok serta pabrik lainnya yang menggunakan cengkeh sebagai bahan baku hanya sedikit. Strategi terhadap tataniaga cengkeh di Indonesia yang bersifat oligopsoni, di samping cengkeh merupakan komoditi pertanian yang memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional maka tataniaga cengkeh diatur melalui kebijakan pemerintah dengan tujuan: a. Agar petani sebagai produsen cengkeh menerima harga yang wajar sehingga tingkat pendapatan petani dapat meningkat. b. Agar dapat menjamin ketersediaan stok cengkeh sebagai persyaratan terjaminnya serta berkesinambungan produksi pabrik rokok kretek. Gambaran Tataniaga Produk pertanian, khususnya produk yang dihasilkan oleh sub sektor perkebunan, memerlukan sejumlah perlakuan agar dapat dikonsumsi oleh konsumennya. Harus melalui proses pengolahan termasuk adanya proses sortasi atau grading. Jarak pusat produksi ke pusat konsumsi juga berpengaruh. Disinilah peranan sejumlah lembaga pemasaran yang dibutuhkan untuk melaksanakan fungsi-fungsi pemasaran. Fungsi pertukaran terdiri atas kegiatan penjualan dan pembelian, dilakukan oleh semua pedagang kecuali petani yang hanya melakukan kegiatan penjualan. Fungsi-fungsi pemasaran lainnya juga dilakukan oleh masingmasing lembaga pemasaran adalah fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi fisik terdiri dari kegiatan-kegiatan pengangkutan, bongkar muat, penimbangan, pengemasan dan penyimpanan. Sedangkan fungsi fasilitas terdiri atas kegiatankegiatan sortasi, grading, penanggungan risiko, retribusi pasar dan informasi harga. Untuk fungsi fisik, hampir semua lemabaga pemasaran melakukan kegiatan tersebut kecuali pengemasan yang tidak dilakukan oleh petani, pedagang pengumpul tingkat desa dan pedagang pengumpul tingkat kecamatan. Sedangkan pada fungsi fasilitas, kegiatan sortasi tidak dilakukan oleh petani dan pedagang pengumpul tingkat desa. Grading hanya dilakukan oleh pedagang besar dan eksportir, sementara kegiatan penanggungan risiko hanya dilakukan oleh eksportir saja (Sallatu 2006). Mahaputra dkk(2006), menyatakan bahwa dari tiga lembaga tataniaga cengkeh di Bali, pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang antar pulau malakukan beberapa fungsi pemasaran sekaligus yang masing-masing lembaga dapat sama maupun berbeda. Pedagang pengumpul di tingkat desa maupun

23 kecamatan selain melakukan fungsi pertukaran juga melakukan fungsi fisik. Fungsi fisik ini berupa penyimpanan untuk menghidari kerugiaan saat harga turun. Sementara pedagang besar dan pedagang antar pulau memegang peranan penting dalam hal fungsi fasilitas berupa informasi harga yang diperoleh dari konsumen. Berdasarkan hasil tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, diketahui bahwa terdapat lima lembaga tataniaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di desa Gunung Malang. Setiap lembaga tataniaga tersebut melakukan fungsi tataniaga yang berbeda-beda. Struktur pasar pada petani dan pedagang grosir cenderung mendekati pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul pertama, tingkat kedua dan pengecer cenderung menghadapi pasar oligopoli(purba, 2010). Purba (2010), menyatakan bahwa berdasarkan hasil analisa marjin tataniaga dan rasio keuntungan dan biaya pada tataniaga ubi jalar di Kecamatan Tenjolaya menyatakan saluran tataniaga I lebih efisien, karena memiliki rasio keuntungan dan biaya yang terbesar serta volume penjualan yang tinggu pula. Mahaputra dkk(2006), untuk mengetahui efisiensi tataniaga cengkeh menggunakan analisis distribusi margin. Berdasarkan hasil penelitiannya tersebut rantai tataniaga cengkeh yang relatif pendek belum tentu lebih efisien. Karena ternyata margin pemasaran cukup tinggi, namun bagian yang diterima petani cengkeh rendah, sedangkan margin keuntungan pedagang cukup tinggi. Hal ini karena pedagang menahan untuk tidak menjual cengkeh di saat harganya turun untuk mengurangi kerugian. Sementara petani tetap menjual hasil panennya berapapun harga yang diberikan oleh lembaga tataniaga selanjutnya. Sebelum BPPC dihapuskan tataniaga cengkeh memiliki kecenderungan bahwa sistem tataniaga yang dilaksanakan pada waktu itu belum efisien karena setiap lembaga tataniaga belum berperan sebagai mana mestinya. Sehingga petani belum memperoleh farmer s share yang semestinya. Octavianus (2003), menyatakan bahwa setelah dihapuskannya BPPC dalam sistem tataniaga cengkeh, harga cengkeh yang diterima mengalami peningkatan. Namun pada penelitian yang dilakukan Mahaputra (2006), disebutkan ternyata saluran tataniaga dengan jumlah lembaga tataniaga yang relatif pendek pun belum menjamin efisiensi saluran tataniaga. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa efisiensi saluran tataniaga cengkeh sehingga hasil dari penelitian ini bermanfaat bagi lembaga tataniaga yang berperan dalam sistem tataniaga cengkeh. KERANGKA PEMIKIRAN 9 Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga atau pemasaran merupakan terjemahaan dari marketing, selanjutnya tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan bergeraknya barangbarang dan jasa dari produsen sampai konsumen. Dapat disimpulkan bahwa tujuan akhir dari tataniaga adalah menempatkan barang-barang dan jasa ke tangan konsumen akhir.

24 10 Tataniaga merupakan rangkaian tahapan fungsi yang diperlukan dalam penanganan/pergerakan input ataupun produk mulai dari titik produsen primer sampai konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri dari proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh pedagang grosir, pedagang pengecer sampai konsumen (Dahl dan Hammond 1977). Kohls dan Uhl (2002) mendefinisikan tataniaga pertanian sebagai suatu keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai tingkat produksi(petani) sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Kohls dan Uhl (2002) menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem tataniaga: 1. Pendekatan Fungsi (The Fungsional Approach) Pendekatan fungsi digunakan untuk mengetahui fungsi tataniaga apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Fungsi-fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan), fungsi fisik (penyimpanan, transportasi, dan pengolahan), serta fungsi fasilitas (standarisasi, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar). 2. Pendekatan Kelembagaan (The Institutional Approach) Pendekatan kelembagaan digunakan untuk mengetahui berbagai macam lembaga atau pelaku yang terlibat dalam tataniaga. Pendekatan kelembagaan juga membantu memahami mengapa ada spesialisasi pedagang perantara dalam sistem tataniaga, mengapa petani dan konsumen tidak dapat berhadapan pada satu tempat, bagaimana karakter dari berbagai jenis pedagang perantara (middlemen), hubungan agen perantara, serta susunan dan organisasi dari aktivitas tataniaga dalam produk pertanian. Pendekatan kelembagaan terdiri dari pedagang perantara (merchant middlemen), agen perantara (agent middlemen), spekualtor (speculative middlemen), pengolah dan pabrikan (processors and manufacturers), dan organisasi (facilitative organization). 3. Pendekatan Sistem (The Behavioral sistem approach) Pendekatan sistem merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan untuk mengetahui aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses tataniaga, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam tataniaga dan kombinasi dari fungsi tataniaga. Pendekatan ini terdiri dari the input-output, the power system, dan the communication system. Konsep Lembaga Tataniaga Dalam prosesnya, dalam tataniaga terdapat berbagai pelaku ekonomi yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung, keterlibatan ini dilakukan dengan melaksanakaan fungsi-fungsi tataniaga. Menurut Hanafiah dan Saifudin (2006), lembaga tataniaga adalah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dengan nama barang-barang bergerak dari pihak produsen sampai pihak konsumen. Sehingga dapat dikatakan bahwa semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan fungsi tataniaga adalah termasuk dalam bagian lembaga tataniaga, baik itu bentuknya kelompok ataupun perorangan. Menurut Sudiyono (2001), lembaga tataniaga adalah badan usaha atau individu yang menyelenggarakan pemasaran, menyalurkan jasa dan komoditi dari produsen kepada konsumen akhir serta mempunyai hubungan dengan badan usaha atau individu lainnya. Lembaga tataniaga ini adalah lembaga yang akan

25 menjalankan fungsi-fungsi pemasaran serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Aliran produk pertanian dari produsen ke konsumen akhir disertai peningkatan nilai guna komoditi-komoditi pertanian akan ada apabila lembaga tataniaga ini menjalankan fungsi-fungsi tataniaganya. Konsep Fungsi Tataniaga Menurut Kohls dan Uhl (2002), fungsi tataniaga dikelompokkan menjadi tiga fungsi utama yaitu : (1) fungsi pertukaran; (2) fungsi fisik; dan (3) fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran merupakan kegiatan untuk memperlancar pemindahan hak milik atas barang dan jasa dari penjual kepada pembeli. Adapun fungsi pertukaran terdiri dari fungsi penjualan dan pembelian. Kegaitan fungsi penjualan ini diperlukan untuk mencari tempat dan waktu yang tepat untuk melakukan penjualan barang dan jasa sesuai dengan yang diinginkan konsumen baik dilihat dari jumlah, bentuk, dan mutunya. Kegiatan fungsi pembelian diperlukan untuk menentukan jenis barang yang akan dibeli yang sesuai dengan kebutuhan baik untuk dikonsumsi langsung maupun untuk kebutuhan produksi dengan cara menentukan jenis, jumlah, kualitas, tempat pembelian serta cara pembelian barang atas jasa yang akan dibeli. Fungsi fisik merupakan seluruh kegiatan yang langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, kegunaan bentuk, dan kegunaan waktu. Fungsi-fungsi fisik dari tataniaga yaitu fungsi penyimpanan yang bertujuan agar komoditas selalu tersedia pada saat dibutuhkan, fungsi pengankutan yang bertujuan untuk menyediakan barang dan jasa di daerah konsumen sesuai dengan permintaan, dan fungsi pengolahan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas barang yang bersangkutan baik dalam rangka memperkuat daya tahan barang tersebut maupun dalam rangka peningkatan nilainya. Fungsi fasilitas adalah segala kegiatan yang memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari empat fungsi utama, yaitu : (1) fungsi standarisasi dan grading, dimana standarisasi merupakan suatu ukuran atau penentuan mutu suatu barang dengan menggunakan berbagai ukuran atau kriteria tertentu, sedangkan grading adalah tindakan mengklasifikasikan hasil-hasil pertanian menurut suatu standarisasi yang diinginkan sehingga kelompok barang yang terkumpul sudah menurut satu ukuran standar; (2) fungsi pembiayaan adalah penyediaan biaya untuk keperluan selama proses pemasaran dan juga kegiatan pengelolaan biaya tersebut; (3) fungsi penanggungan resiko, merupakan penanggungan resiko terhadap kemungkinan kehilangan selama proses tataniaga akibat resiko fisik maupun resiko ekonomi atau pasar; (4) fungsi informasi pasar, fungsi ini meliputi kegiatan pengumpulan informasi pasar serta menafsirkan data informasi pasar tersebut. Konsep Saluran Tataniaga Saluran pemasaran adalah organisasi-organisasi yang saling tergantung yang tercakup dalam proses yang membuat produk atau jasa menjadi tersedia untuk digunakan atau dikonsumsi. Adanya jarak antara produsen dengan konsumen maka proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen melibatkan beberapa perantara (Kotler dan Keller 2008). Terdapat empat macam saluran pemasaran yaitu saluran nol-tingkat terdiri dari produsen yang menjual langsung ke pelanggan akhir (konsumen). Saluran 11

26 12 satu-tingkat berisi satu perantara penjualan, seperti pedagang pengecer. Saluran dua-tingkat terdapat dua perantara, misalnya pedagang besar dan pedagang pengecer. Saluran tiga-tingkat terdapat tiga perantara, misalnya pedagang besar, pemborong, dan pedagang pengecer. Perincian mengenai empat saluran pemasaran dapat dilihat pada Gambar 1. Saluran pemasaran barang konsumsi. Saluran nol-tingkat Saluran satu-tingkat Saluran dua-tingkat Saluran tiga-tingkat P R O D U S E N P.Besar P.Besar Pemborong Gambar 1. Saluran pemasaran barang konsumsi Sumber : Kotler (2003) Pengecer Pengecer Pengecer Konsep Struktur Pasar Menurut Dahl dan Hammond (1977), struktur pasar menggambarkan fisik dari industri atau pasar. Terdapat empat faktor penentu dari karakteristik struktur pasar, yaitu (1) jumlah atau ukuran perusahaan atau usahatani di dalam pasar, (2) kondisi atau keadaan produk yang diperjualbelikan, (3) hambatan keluar masuk pasar bagi pelaku tataniaga, dan (4) tingkat informasi pasar yang diketahui oleh partisipan (penjual dan pembeli) dalam tataniaga, misalnya biaya, harga, dan kondisi pasar antara partisipan. Struktur pasar berkaitan dengan jumlah atau volume perusahaan di pasar (pangsa pasar), ukuran dan konsentrasi perusahaan secara umum dalam industry atau pasar tersebut. Secara garis besar ada dua struktur pasar yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Bentuk-bentuk lainnya, merupakan antara dari dua karakteristik jenis pasar tersebut. Pasar persaingan sempurna dikatakan jenis pasar yang efisien, sedangkan pasar persaingan tidak sempurna (monopoli atau monopsoni) merupakan pasar yang tidak efisien. Struktur pasar yang karakteristiknya cenderung mendekati pasar persaingan sempurna adalah struktur pasar persaingan monopolistik. Dimana struktur pasar tersebut dikatakan relatif efisien karena masih ada unsur persaingan di dalamnya. Karakteristik pasar yang mendekati pasar persaingan tidak sempurna (monopili atau monopsoni) cenderung dikatakan pasarnya tidak efisien (oligopoli atau oligopsoni). Secara terinci ada lima jenis struktur pasar pangan dan serat (Dahl dan Hammond 1977), seperti terdapat pada Tabel 8. Karakteristik struktur pasar untuk pangan dan serat. Struktur pasar persaingan sempurna memiliki ciri-ciri terdapat banyak pembeli dan penjual yang bertindak sebagai penerima harga (price taker), bebas keluar masuk pasar, produk yang dipasarkan homogen, dan tidak ada campur pihak ketiga. Pada pasar persaingan sempurna, jumlah yang diinginkan konsumen dan yang ditawarkan produsen adalah sama (market clearing). K O N S U M E N

27 Pasar monopolistik memiliki ciri-ciri terdapat banyak pembeli dan penjual yang melakukan transaksi pada berbagai tingkat harga dan bukan atas dasar satu harga pasar. Adanya beberapa macam harga disebabkan penjual dalam pasar monopolistik ini tidak homogen. Produk dapat dibedakan menurut kualitas, ciri atau gaya, pelayanan (service) yang berbeda, perbedaan pengepakan, warna bungkus, dan harga. Penjual melakukan penawaran yang berbeda untuk segmen pembeli yang berbeda dan bebas menggunakan merek, periklanan, dan personal selling. Tabel 8. Karakter struktur pasar untuk pangan dan serat Karakteristik Struktur pasar Jumlah Perusahaan Sifat Produk Sisi Penjual Sisi Pembeli Banyak Standardisasi Persaingan murni Persaingan murni Banyak Diferensiasi Persaingan monopolistik Persaingan monopsonistik Sedikit Standardisasi Oligopoli murni Oligopsoni murni Sedikit Diferensiasi Oligopoli diferensiasi Oligopsoni diferensiasi Satu Unik Monopoli Monopsoni Sumber : Dahl dan Hammond (1977) Pasar oligopoli terdiri dari beberapa penjual yang sangat peka akan strategi pemasaran dan penetapan harga perusahaan lainnya. Produk dapat berupa produk homogen atau berupa produk heterogen. Sedikitnya jumlah penjual ini disebabkan oleh tingginya hambatan untuk memasuki industri yang bersangkutan. Hambatan tersebut dapat berupa paten, kebutuhan modal yang besar, pengendalian bahan baku, pengetahuan yang sifatnya perorangan, dan lokasi yang langka. Pasar monopoli memiliki ciri-ciri terdapat satu penjual yang berbentuk perusahaan monopoli, pemerintah atau swasta menurut undang-undang, dan dapat berupa monopoli swasta murni. Produk bersifat unik dan tidak dapat disubstitusikan barang lain, serta ada pengendalian harga dari penjual. Tindakan diskriminasi harga dengan menjual produk yang sama pada tingkat harga yang berbeda-beda dan pada pasar yang berbeda. Konsep Efisiensi Tataniaga Secara teoritis, tataniaga yang efisien adalah struktur pasar persaingan sempurna (perfect competition). Struktur pasar seperti ini secara realita tidak dapat ditemukan. Ukuran efisiensi adalah kepuasan dari konsumen, produsen, maupun lembaga-lembaga yang terlibat dalam mengalirkan barang dan jasa mulai dari petani sampai ke konsumen akhhir. Ukuran untuk menentukan tingkat kepuasan tersebut adalah sulit dan sangat relatif. Oleh sebab itu banyak pakar yang mempergunakan indikator efisiensi harga dan efisiensi operasional (teknis)(asmarantaka, 2010). Efisiensi harga menekankan kepada kemampuan sistem tataniaga dalam mengalokasikan sumberdaya dan mengkoordinasikan seluruh produksi pertanian dan proses tataniaga sehingga efisien yang sesuai dengan keinginan konsumen. Analisis efisiensi harga dapat dianalisis dengan menggunakan tingkat keterpaduan pasar yaitu ada atau tidaknya keterpaduan (integrasi) harga di tingkat pasar acuan dengan harga di tingkat pasar pengikutnya(asmarantaka 2010). 13

28 14 Efisiensi operasional berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas tataniaga yang dapat meningkatkan atau memaksimumkan rasio output-input tataniaga. Input tataniaga adalah sumberdaya (tenaga kerja, pengepakan, mesin-mesin, dan lain-lain) yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi-fungsi tataniaga. Output tataniaga termasuk didalamnya adalah kegunaan (utilities) waktu, bentuk, tempat, dan kepemilikan yang berhubungan dengan kepuasan konsumen. Oleh sebab itu, penggunaan sumberdaya dalam tataniaga adalah biaya, sedangkan kegunaan (utilities) adalah manfaat (benefits) dari efisiensi tataniaga. Analisis yang digunakan dalam kajian efisiensi operasional adalah analisis marjin tataniaga, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya (Dahl dan Hammond 1977). Konsep Marjin Tataniaga Margin tataniaga merupakan perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen akhir dengan harga yang diterima produsen. Margin tataniaga dapat dikatakan juga sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen hingga tingkat konsumen akhir. Kohls dan Uhl (2002) mendefinisikan margin tataniaga sebagai harga dari kumpulan jasa-jasa tataniaga sebagai akibat adanya aktivitas produktif yang terjadi dalam proses tataniaga tersebut. Setiap lembaga tataniaga yang terlibat dalam sistem tataniaga memiliki tujuan atau motivasi untuk memperoleh keuntungan atau imbalan dari pengorbanan yang diberikan. Artinya, dengan pengorbanan tertentu yang disumbangkan, akan diusahakan untuk mendapatkan manfaat dan keuntungan yang maksimal atau dengan keuntungan tertentu akan diusahakan meminimumkan pengorbanan atau pengeluarannya. Marjin tataniaga adalah perbedaan harga yang terjadi antara lembaga satu dengan lembaga tataniaga lainnya dalam saluran tataniaga komoditas yang sama. Marjin tataniaga juga dapat didefinisikan sebagai jarak vertikal antara kurva permintaan dan penawaran tingkat petani dengan tingkat lembaga tataniaga yang terlibat yaitu tingkat pengecer. Teori marjin tataniaga (Tomek dan Robinson, diacu dalam Asmarantaka,2010) dapat menjelaskan konsep permintaan turunan (derived demand), yang menjelaskan bagaimana perubahan di setiap tingkat pasar (lembaga tataniaga) akan tercermin pada pasar yang lain, sedangkan permintaan awal (primary demand) yaitu permintaan dari konsumen akhir. Penawaran awal (primary supply) merupakan penawaran di tingkat petani, sedangkan penawaran turunan (derived supply) merupakan penawaran ditingkat pedagang atau pabrik pengolahan maupun penawaran di tingkat pedagang pengecer (retail), seperti yang dapat dilihat pada Berdasarkan Gambar 2. Marjin tataniaga dapat dilihat besarnya nilai marjin tataniaga adalah hasil perkalian dari perubahan harga dua tingkat lembaga tataniaga dengan jumlah produk yang dipasarkan. Besarnya nilai marjin tataniaga adalah sebesar segiempat (Pr-Pf) x Qr,f. Nilai (Pr-Pf) menunjukkan besarnya marjin tataniaga suatu komoditas per satuan atau per unit. Dahl dan Hammond (1977) menyatakan bahwa nilai dari marjin tataniaga adalah selisih harga di tingkat konsumen dan petani dikalikan dengan jumlah produk yang dipasarkan. Secara matematika sederhana nilai dari marjin tataniaga adalah VMM= (Pr-Pf) Qr.f. Nilai dari marjin tataniaga (VMM) dapat dipandang

29 secara agregat atau ke dalam dua aspek yang berbeda. Aspek yang pertama dari VMM adalah penerimaan dari input yang dipergunakan dalam proses pengolahan atau jasa tataniaga yang dipergunakan dari tingkat petani sampai konsumen, marketing cost (returns to factors) termasuk dalam kelompok ini adalah upah, bunga, sewa, dan keuntungan. Aspek yang kedua adalah marketing charges (returns to institutions) yaitu aspek balas jasa terhadap kelembagaan tataniaga, dimana terdiri atas pedagang eceran, grosir, pengolah, pabrikan, dan pengumpul. 15 P (Harga) Sr Pr Marjin Pemasaran (Pr -Pf ) Pf Nilai Marjin = (Pr-Pf) Qrf Df Sf Dr O Qr,f Q (Jumlah) Gambar 2. Konsep Marjin Pemasaran Sumber : Tomek dan Robinson 1990 diacu dalam Asmarantaka 2010 Keterangan: Dr = kurva permintaan ditingkat konsumen akhir (primary demand) Df = kurva permintaan ditingkat petani (derived demand) Sf = kurva penawaran ditingkat petani (primary supply) Sr = kurva permintaan ditingkat konsumen akhir (derived supply) Pf = harga ditingkat petani Pr = harga ditingkat konsumen akhir Qr,f = jumlah produk ditingkat petani dan konsumen akhir Konsep Farmer s Share Farmer s share merupakan alat analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi tataniaga yang dilihat dari sisi pendapatan petani. Kohls dan Uhl (1985) mendefinisikan farmer s share sebagai persentase harga yang diterima oleh petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen dari kegiatan usahatani yang dilakukannya. Farmer s share mempunyai hubungan negatif dengan marjin tataniaga. Marjin tataniaga yang semakin tinggi umumnya akan mengakibatkan farmer s share akan semakin kecil, begitu juga sebaliknya, semakin kecil marjin tataniaganya maka farmer s share akan semakin tinggi. Rasio Keuntungan dan Biaya Rasio keuntungan dan biaya menunjukkan berapa besarnya keuntungan yang akan diperoleh dari setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan tataniaga. Besarnya rasio keuntungan dan biaya digunakan untuk mengukur

30 16 tingkat efisiensi tataniaga. Semakin menyebarnya rasio keuntungan dan biaya maka dari segi operasional sistem tataniaga akan semakin efisien. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian dimulai dengan meninjau masalah-masalah yang terkait dengan tataniaga cengkeh di lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan analisis sistem tataniaga cengkeh yaitu dengan menganalisis saluran dan lembaga tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta analisis efisiensi operasional yang mencakup marjin tataniaga, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Fungsi-fungsi tataniaga yang dianalisis meliputi fungsi pertukaran berupa penjualan dan pembelian; fungsi fisik berupa pengangkutan, penyimpanan, dan pengolaham; serta fungsi fasilitas berupa standarisasi dan grading, penanggungan risiko, pembiayaan, dan informasi pasar. Struktur pasar dapat diketahui dengan mengetahui jumlah pembeli dan penjual yang terlibat pada tataniaga cengkeh, heterogenitas produk yang dipasarkan, mudah tidaknya keluar masuk pasar, serta informasi perubahan harga pasar. Struktur pasar akan menentukan keragaan pasar yang dapat diukur dengan efisiensi operasional yang mencakup analisis marjin tataniaga, farmer s share, serta rasio keuntungan dan biaya. Dengan melihat hasil dari analisis tersebut, akan dapat diketahui apakan tataniaga cengkeh tersebut sudah efisien atau belum. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3. Kerangka pemikiran operasional tataniaga cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

31 17 Sistem Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai Pasca dihapuskannya BPPC terjadi Peningkatan harga cengkeh Bertambahnya saluran tataniaga cengkeh Bagaimana Sistem Tataniaga Cengkeh di Kec. Amahai Lembaga Fungsi Saluran Struktur Pasar Sistem Tataniaga Cengkeh Efisien Analisis Marjin Tataniaga Analisis Farmers Share Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya Efisiensi Tataniaga Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Tataniaga Cengkeh di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah yang dipilih merupakan salah satu sentra produksi Cengkeh di Provinsi Maluku. Kecamatan Amahai memiliki jumlah produksi cengkeh sebesar ton pada tahun Kecamatan Amahai

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1 Konsep Tataniaga Pemasaran adalah suatu proses sosial yang di dalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), istilah tataniaga dan pemasaran merupakan terjemahan dari marketing, selanjutnya tataniaga

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006) tataniaga dapat didefinisikan sebagai tindakan atau kegiatan yang berhubungan dengan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasari oleh teori-teori mengenai konsep sistem tataniaga; konsep fungsi tataniaga; konsep saluran dan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis digunakan untuk memberikan gambaran atau batasan-batasan teori yang akan digunakan sebagai landasan dalam penelitian

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Tataniaga atau pemasaran memiliki banyak definisi. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (2006) istilah tataniaga dan pemasaran

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Nilai Tambah Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan

Lebih terperinci

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN TATANIAGA PERTANIAN Tataniaga Pertanian atau Pemasaran Produk-Produk Pertanian (Marketing of Agricultural), pengertiannya berbeda

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Tataniaga Pada perekonomian saat ini, hubungan produsen dan konsumen dalam melakukan proses tataniaga jarang sekali berinteraksi secara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis merupakan rangkaian teori-teori yang digunakan dalam penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT

VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT 55 VII. ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, DAN KERAGAAN PASAR RUMPUT LAUT Bab ini membahas sistem pemasaran rumput laut dengan menggunakan pendekatan structure, conduct, dan performance (SCP). Struktur pasar

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani Soeharjo dan Patong (1973), mengemukakan definisi dari pendapatan adalah keuntungan yang diperoleh dengan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Sistem Tataniaga Tataniaga adalah suatu kegiatan dalam mengalirkan produk dari produsen (petani) sampai ke konsumen akhir. Tataniaga erat

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan 20 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Tataniaga Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan pemasaran. Para ahli telah mendefinisikan pemasaran atau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk 28 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasiona Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti untuk memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pasar Definisi yang tertua dan paling sederhana bahwa pasar adalah sebagai suatu lokasi secara fisik dimana terjadi jual beli atau suatu

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran merupakan konsep dalam mencari kebenaran deduktif atau secara umum ke khusus. Pada kerangka pemikiran teoritis penelitian ini

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Produk Hasil Perikanan Tangkap Penangkapan ikan adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dibudidayakan dengan alat atau cara apapun. Produk hasil perikanan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini 33 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini menggunakan metode sensus. Pengertian sensus dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Definisi Pedagang Karakteristik pedagang adalah pola tingkah laku dari pedagang yang menyesuaikan dengan struktur pasar dimana pedagang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini menggunakan teori sistem pemasaran dengan mengkaji saluran pemasaran, fungsi pemasaran, struktur pasar, perilaku pasar, marjin pemasaran,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang 46 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga desa di Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur yaitu Desa Ciherang, Cipendawa, dan Sukatani. Pemilihan lokasi dilakukan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kelurahan Sukaresmi, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara

Lebih terperinci

VII ANALISIS PEMASARAN KEMBANG KOL 7.1 Analisis Pemasaran Kembang Kol Penelaahan tentang pemasaran kembang kol pada penelitian ini diawali dari petani sebagai produsen, tengkulak atau pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Pengertian Usahatani Rifai (1973) dalam Purba (1989) mendefinisikan usahatani sebagai pengorganisasian dari faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, modal dan manajemen,

Lebih terperinci

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP , ANALISIS TATANIAGA SAYURAN KUBIS EKSPOR DI DESA SARIBUDOLOK KECAMATAN SILIMAKUTA KABUPATEN SIMALUNGUN Roma Kasihta Sinaga 1), Yusak Maryunianta 2), M. Jufri 3) 1) Alumni Program Studi Agribisnis FP USU,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun Komoditas I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor hortikultura berperan penting dalam mendukung perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat melalui nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Produk Domestik Bruto (PDB)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor industri mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Secara umum sektor ini memberikan kontribusi yang besar dalam pembentukan Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis Kubis juga disebut kol dibeberapa daerah. Kubis merupakan salah satu komoditas sayuran unggulan pada sektor agribisnis yang dapat memberikan sumbangan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer) Dimas Kharisma Ramadhani, Endang Siti Rahayu, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian

Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian Lanjutan Pemasaran Hasil Pertanian BIAYA, KEUNTUNGAN DAN EFISIENSI PEMASARAN 1) Rincian Kemungkinan Biaya Pemasaran 1. Biaya Persiapan & Biaya Pengepakan Meliputi biaya pembersihan, sortasi dan grading

Lebih terperinci

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal.63-70 ISSN 2302-1713 ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN Cindy Dwi Hartitianingtias, Joko Sutrisno, Setyowati Program Studi Agribisnis Fakultas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok

PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Atas Dasar Harga Berlaku di Indonesia Tahun Kelompok I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian unggulan yang memiliki beberapa peranan penting yaitu dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, peningkatan pendapatan

Lebih terperinci

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2

81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) 1 & 2 81 Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 3. No 2 Desember 2009) ANALISIS SISTEM TATANIAGA BERAS PANDAN WANGI DI KECAMATAN WARUNGKONDANG, KABUPATEN CIANJUR PROVINSI JAWA BARAT Eva Yolynda Aviny

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah)

I. PENDAHULUAN. Gambar 1 Proyeksi kebutuhan jagung nasional (Sumber : Deptan 2009, diolah) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki peran penting yaitu sebagai makanan manusia dan ternak. Indonesia merupakan salah satu penghasil

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN

ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN ANALISIS TATANIAGA LIDAH BUAYA DI KABUPATEN BOGOR, JAWA BARAT ANDRI ENDRA SETIAWAN DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi Analysis Of Self-Help Pattern Of Cocoa Marketing In Talontam Village Benai Subdistrict Kuantan Singingi

Lebih terperinci

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH

HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH HUBUNGAN SALURAN TATANIAGA DENGAN EFISIENSI TATANIAGA CABAI MERAH (Capsicum annuum SP.) (Kasus : Desa Beganding, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo) Masyuliana*), Kelin Tarigan **) dan Salmiah **)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35)

I. PENDAHULUAN 41,91 (42,43) 42,01 (41,60) 1,07 (1,06) 12,49 (12,37) 0,21 (0,21) 5,07 (5,02) 20,93 (20,73) 6,10 (6,04) 0,15 (0,15) (5,84) 1,33 (1,35) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu bidang produksi dan lapangan usaha yang paling tua di dunia yang pernah dan sedang dilakukan oleh masyarakat. Sektor pertanian adalah sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan

BAB I PENDAHULUAN. tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi era otonomi daerah menghadapi berbagai tantangan, baik dari faktor internal maupun eksternal. Masalah kesenjangan dan isu globalisasi berimplikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Sebaran Struktur PDB Indonesia Menurut Lapangan Usahanya Tahun I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia terutama dalam pembentukan PDB (Produk Domestik Bruto). Distribusi PDB menurut sektor ekonomi atau

Lebih terperinci

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR 7.1. Analisis Struktur Pasar Struktur pasar nenas diketahui dengan melihat jumlah penjual dan pembeli, sifat produk, hambatan masuk dan keluar pasar,

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke

KERANGKA PEMIKIRAN. terhadap barang dan jasa sehingga dapat berpindah dari tangan produsen ke III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual 3.1.1. Konsep Pemasaran Definisi tentang pemasaran telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi, pada hakekatnya bahwa pemasaran merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS TATANIAGA BERAS VI ANALISIS TATANIAGA BERAS Tataniaga beras yang ada di Indonesia melibatkan beberapa lembaga tataniaga yang saling berhubungan. Berdasarkan hasil pengamatan, lembagalembaga tataniaga yang ditemui di lokasi

Lebih terperinci

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L) Benidzar M. Andrie 105009041 Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi BenizarMA@yahoo.co.id Tedi Hartoyo, Ir., MSc.,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan tujuan

Lebih terperinci

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK

TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA ABSTRAK 56 TATA NIAGA SALAK PONDOH (Salacca edulis reinw) DI KECAMATAN PAGEDONGAN BANJARNEGARA Agus Trias Budi, Pujiharto, dan Watemin Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Purwokerto Jl. Raya Dukuhwaluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan nasional. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa negara Indonesia adalah negara agraris yang harus melibatkan

Lebih terperinci

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjuan Pustaka 1. Tanaman Melinjo Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka (Gymnospermae), dengan tanda-tanda : bijinya tidak terbungkus daging tetapi

Lebih terperinci

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

Jurnal NeO-Bis Volume 8, No. 2, Desember 2014 DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2) Dosen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kopi merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting dalam perekonomian nasional. Hal ini terlihat dari peranan sektor perkebunan kopi terhadap penyediaan lapangan

Lebih terperinci

MINGGU 6. MARKETING MARGIN

MINGGU 6. MARKETING MARGIN MINGGU 6. MARKETING MARGIN Oleh TIM TATANIAGA PRODUK AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013 MARGIN TATANIAGA Konsep Margin Tataniaga (Margin Total)

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR

ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR ABSTRAK ANALISIS TATANIAGA BUNGA KRISAN DI KECAMATAN CUGENANG KABUPATEN CIANJUR Joko Purwono 1) / Sri Sugyaningsih 2) / Nada Fajriah 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum.

III. METODE PENELITIAN. Petani buah naga adalah semua petani yang menanam dan mengelola buah. naga dengan tujuan memperoleh keuntungan maksimum. 26 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional mencakup semua pengertian yang digunakan untuk memperoleh data yang akan dianalisis sesuai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Evi Naria ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAYURAN DATARAN TINGGI KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA Efendi H. Silitonga Staf Pengajar Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara Medan Abstract North

Lebih terperinci

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Sosio Ekonomika Bisnis Vol 18. (2) 2015 ISSN Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan² ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAWI MANIS DENGAN PENDEKATAN STRUCTURE, CONDUCT, AND PERFORMANCE (SCP) DI KECAMATAN JAMBI SELATAN KOTA JAMBI Tinur Sulastri Situmorang¹, Zulkifli Alamsyah² dan Saidin Nainggolan²

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2. 1. Pasar dan Pemasaran Pasar secara sederhana dapat diartikan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk bertukar barang-barang mereka. Pasar merupakan suatu yang sangat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu.

III. METODE PENELITIAN. Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana. produksi danpendapatanyang diinginkan pada waktu tertentu. 37 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Usahatani dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang petani mengalokasikan sumberdaya yang ada, baik lahan, tenaga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011)

I. PENDAHULUAN. Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2011) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki peluang besar dalam memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah untuk memajukan sektor pertanian. Salah satu subsektor

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik (2009) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang memiliki peranan penting bagi perekonomian Negara Indonesia. Sebagian besar masyarakat Indonesia menggantungkan kehidupan mereka pada sektor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor TINJAUAN PUSTAKA Saluran dan Lembaga Tataniaga Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor konsumsi barang-barang dan jasa dikonsumsi oleh para konsumen. Jarak antara kedua

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG. (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN UBI KAYU DI PROVINSI LAMPUNG (Analysis of Marketing Efficiency of Cassava in Lampung Province) Nuni Anggraini, Ali Ibrahim Hasyim, Suriaty Situmorang Program Studi Agribisnis,

Lebih terperinci

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN. Staff Pengajar Program Studi Agribisnis Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara ANALISIS MARKETING BILL KOMODTI CABAI MERAH DI KOTA MEDAN Arini Pebristya Duha *), HM Mozart B Darus **), Luhut Sihombing **) *) Alumni Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Bawang merah dapat

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Konsep Usahatani Pertanian sebagai kegiatan manusia dalam membuka lahan dan menanaminya dengan berbagai jenis tanaman yang termasuk tanaman

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , , V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden 5.1.1 Umur petani responden Umur Petani merupakan salah satu faktor yang berpengaruh pada aktivitas di sektor pertanian. Berdasarkan hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan

BAB I PENDAHULUAN. dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang menjadi pusat perhatian dalam pembangunan nasional, khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG

ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG 131 Buana Sains Vol 8 No 2: 131-136, 2008 ANALISIS USAHATANI DAN PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN KETAPANG KABUPATEN SAMPANG Ahmad Zubaidi PS Agribisnis Fak. Pertanian Universitas Tribhuwana Tunggadewi Abstract

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A

ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT. Oleh NORA MERYANI A ANALISIS USAHATANI DAN TATANIAGA KEDELAI DI KECAMATAN CIRANJANG, KABUPATEN CIANJUR, JAWA BARAT Oleh NORA MERYANI A 14105693 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Gapoktan Bunga Wortel Desa Citeko, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Penetuan lokasi penelitian

Lebih terperinci

28 ZIRAA AH, Volume 38 Nomor 3, Oktober 2013 Halaman ISSN

28 ZIRAA AH, Volume 38 Nomor 3, Oktober 2013 Halaman ISSN 28 ANALISIS PEMASARAN AGRIBISNIS LADA (Piper nigrum L) DI DESA MANGKAUK KECAMATAN PENGARON KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN (Marketing Analysis of Pepper (Piper nigrum L) Agribussines in the Mangkauk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR

SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR SISTEM PEMASARAN BERAS DI KECAMATAN CIBEBER, KABUPATEN CIANJUR Alexandro Ephannuel Saragih 1), dan Netti Tinaprilla 2) 1,2) Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN

KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN KERAGAAN PEMASARAN GULA AREN Lina Humaeroh 1) Program Studi Agribisnis Fakultas pertanian Universitas Siliwangi linaanimania@yahoo.com Riantin Hikmah Widi 2) Fakultas Pertanian Univerrsitas Siliwangi riantinhikmahwidi@yahoo.co.id

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2.

DAFTAR ISI. : 1. Metha Herwulan Ningrum 2. Ir. Wieta B. Komalasari, Msi 3. Ir. Rumonang Gultom 4. Rinawati, SE 5. Yani Supriyati, SE. 2. DAFTAR ISI Halaman Penjelasan Umum...1 Perkembangan PDB Indonesia dan PDB Sektor Pertanian Triwulan IV Tahun 2012-2013...5 Kontribusi Setiap Lapangan Usaha Terhadap PDB Indonesia Tahun 2012-2013...8 Kontribusi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tataniaga Pertanian Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar. Pemasaran adalah kegiatan mengalirkan barang dari produsen ke konsumen akhir

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009

I PENDAHULUAN. Sumber: Badan Pusat Statistik 2009 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat strategis dalam pembangunan perekonomian negara Indonesia. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar penduduk Indonesia yaitu sekitar

Lebih terperinci

II. KERANGKA PEMIKIRAN

II. KERANGKA PEMIKIRAN II. KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pemasaran Mubyarto (1977), mengemukakan bahwa di Indonesia istilah tataniaga disamakan dengan pemasaran atau distribusi, yaitu semacam kegiatan ekonomi yang membawa atau menyampaikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang memiliki nilai ekonomi tinggi serta mempunyai potensi besar untuk dikembangkan sebagai usaha di bidang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditas Bawang Merah Bawang merah merupakan salah satu komoditas hortikultura yang merupakan anggota Allium yang paling banyak diusahakan dan memiliki nilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang sangat cocok ditanam didaerah tropis

Lebih terperinci

ANALISIS TATANIAGA BERAS DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI

ANALISIS TATANIAGA BERAS DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI ANALISIS TATANIAGA BERAS DI KECAMATAN ROGOJAMPI KABUPATEN BANYUWANGI Joko Purwono 1), Sri Sugyaningsih 2), Adib Priambudi 3) 1) Dosen Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, 2) Dosen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU

ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU Jurnal AgribiSains ISSN 2442-5982 Volume 1 Nomor 2, Desember 2015 27 ANALISIS PENDAPATAN DAN TATANIAGA BERAS VARIETAS PANDAN WANGI DAN VARIETAS UNGGUL BARU (Kasus Kelompok Tani Nanggeleng Jaya Desa Songgom

Lebih terperinci

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL

VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL VI. ANALISIS KELAYAKAN ASPEK NON FINANSIAL 6.1 Aspek Pasar Aspek pasar merupakan aspek yang sangat penting dalam keberlangsungan suatu usaha. Aspek pasar antara lain mengkaji potensi pasar baik dari sisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang menghubungkan

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang menghubungkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegiatan pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang menghubungkan produsen dengan konsumen dalam dunia usaha, tujuan utamanya adalah mengembangkan usaha, mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan masyarakat. Sektor pertanian di Indonesia terdiri dari beberapa sub BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam pembangunan perekonomian nasional. Peranannya sebagai menyumbang pembentukan PDB penyediaan sumber devisa

Lebih terperinci

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI

TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Tataniaga Rumput Laut TATANIAGA RUMPUT LAUT DI DESA KUTUH DAN KELURAHAN BENOA, KECAMATAN KUTA SELATAN, KABUPATEN BADUNG, PROVINSI BALI Ni Putu Ayuning Wulan Pradnyani Mahayana 1) dan Ratna Winandi 2) 1,2)

Lebih terperinci

ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN)

ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN) Analisis Pemasaran Nenas Palembang ANALISIS PEMASARAN NENAS PALEMBANG (KASUS: DESA PAYA BESAR, KECAMATAN PAYARAMAN, KABUPATEN OGAN ILIR, PROVINSI SUMATERA SELATAN) Herawati 1) dan Amzul Rifin 2) 1,2) Departemen

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan merupakan bagian dari sektor pertanian yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional. Hal ini ditunjukkan dari nilai devisa yang dihasilkan.

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN IKAN LELE DI DESA RASAU JAYA 1 KECAMATAN RASAU JAYA KABUPATEN KUBU RAYA

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN IKAN LELE DI DESA RASAU JAYA 1 KECAMATAN RASAU JAYA KABUPATEN KUBU RAYA Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, Volume 1, Nomor 3, Desember 2012, hlm 29-36 ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN IKAN LELE DI DESA RASAU JAYA 1 KECAMATAN RASAU JAYA KABUPATEN KUBU RAYA Dani Apriono 1),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha

I. PENDAHULUAN. Persentase Produk Domestik Bruto Pertanian (%) * 2009** Lapangan Usaha I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber pertumbuhan ekonomi yang sangat potensial dalam pembangunan sektor pertanian adalah hortikultura. Seperti yang tersaji pada Tabel 1, dimana hortikultura yang termasuk

Lebih terperinci