BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PEDOMAN TEKNIS BANGUNAN RUMAH SAKIT RUANG OPERASI

LAMPIRAN. A. Gambar Denah Tataletak Ruang Operasi

RUANG OPERASI RUMAH SAKIT

a. Pintu masuk pasien pre dan pasca bedah berbeda. b. Pintu masuk pasien dan petugas berbeda. Pintu masuk dan keluar petugas melalui satu pintu.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB VII PENUTUP. Pedoman alur sirkulasi untuk pasien, petugas dan barang-barang steril dan kotor

Analisa Program Kebersihan Lingkungan Rumah Sakit PPI RSIA CICIK

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Rumah Sakit. operasional sementara nomer 503/0299a/DKS/2010. Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping

BAB I PENDAHULUAN. memperoleh perhatian dari dokter (medical provider) untuk menegakkan diagnosis

BAB I PENDAHULUAN. Derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat, dapat diselenggarakan dengan melakukan upaya

FUNGSI DAN PERAN SCRUB NURSE

KAJIAN RESIKO PENGENDALIAN INFEKSI MATRIX PENCEGAHAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN RENOVASI

Page 198. Kata Kunci: Evaluasi sarana dan prasarana, Pengendalian infeksi ruang operasi.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. A. Kesimpulan

LAMPIRAN. LAMPIRAN 1. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus Kelas A. Klasifikasi Kelas Rumah Sakit Khusus Jantung menurut Peraturan Menteri

BAB I PENDAHULUAN. bagi perkembangan suatu rumah sakit. Penampilan fisik termasuk bangunan,

PANDUAN INFECTION CONTROL RISK ASESSMENT (ICRA) KONSTRUKSI RS. BAPTIS BATU TAHUN 2014 RS BAPTIS BATU JL RAYA TLEKUNG NO 1 JUNREJO BATU

Kamar Operasi. Dewi Feri, ST., MKes

BAB III PELAKSANAAN MAGANG

Tabel 1 Lampiran 1 Standar Unit Bedah Sentral Rumah Sakit Tipe C (Depkes, 2007)

DAFTAR PERTANYAAN AUDIT KESELAMATAN KEBAKARAN GEDUNG PT. X JAKARTA

Universitas Sumatera Utara

Keputusan Menteri Kesehatan No. 261/MENKES/SK/II/1998 Tentang : Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan, perubahan dalam pelayanan kesehatan terjadi sangat cepat, tumbuhnya beberapa rumah

Lembar Observasi. Hygiene Petugas Kesehatan BP 4 Medan Tahun sesuai dengan Kepmenkes No. 1204/Menkes/Per/X/2004.

BAB VI KLASIFIKASI KONSEP DAN APLIKASI RANCANGAN. dirancang berangkat dari permasalahan kualitas ruang pendidikan yang semakin

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

SISTEM PENANGGULANGAN BAHAYA KEBAKARAN I

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. (WHO, 2002). Infeksi nosokomial (IN) atau hospital acquired adalah

BAB I PENDAHULUAN. paripurna. Keseluruhan persyaratan tersebut harus direncanakan sesuai

PANDUAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS CADASARI PEMERINTAH KABUPATEN PANDEGLANG DINAS KESEHATAN UPT PUSKESMAS CADASARI

Gambar lampiran 1: Tempat Pencucian Alat masak dan makan hanya satu bak

TL-2271 Sanitasi Berbasis Masyarakat Minggu 3

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

MODUL INSTALASI KAMAR BEDAH

FORMULIR PEMANTAUAN SELAMA RENOVASI / KONSTRUKSI BANGUNAN

BAB II TINJAUAN OBJEK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

CHECKLIST KEGAWATDARURATAN RUMAH SAKIT. Belum Terlaksana

RENCANA INDUK MANAJEMEN FASILITAS DAN KESELAMATAN (MFK) DI RSU BINA KASIH

BAB I PENDAHULUAN. tidak dapat dilepaskan dari kebijaksanaan pembangunan kesehatan. Rumah sakit memiliki resiko untuk terjadi Health care Associated

2015, No Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembar

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB VI PEMBAHASAN. perawatan kesehatan, termasuk bagian dari bangunan gedung tersebut.

Dengan cara pemakaian yang benar, Anda akan mendapatkan manfaat yang maksimal selama bertahun-tahun.

DOKUMEN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP (DPLH)

RUMAH SEHAT. Oleh : SUYAMDI, S.H, M.M Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Karanganyar

kondisi jalur di pusat perbelanjaan di jantung kota Yogyakarta ini kurang BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

- 5 - BAB II PERSYARATAN TEKNIS HIGIENE DAN SANITASI

NASKAH PUBLIKASI EVALUASI SARANA DAN PRASARANA DI RUANG OPERASI DALAM UPAYA PENGENDALIAN INFEKSI DI RS PKU MUHAMMADIYAH GAMPING

TUGAS MAKALAH INSTALASI LISTRIK

BAB III METODE PERANCANGAN

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS MONCEK

Secara harfiah berarti keteraturan, kebersihan, keselamatan dan ketertiban

BAB V PENDEKATAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB V HASIL PENELITIAN Gambaran Umum Perusahaan dan Hasil Pembangunan Gedung

PEDOMAN MANAJEMEN RESIKO PUSKESMAS SAMBALIUNG

Lampiran 1 DENAH INSTALASI ICU. Universitas Sumatera Utara

BAB IV KONSEP. Langkah-langkah untuk menerapkan Konsep Green Hospital, yaitu :

DAFTAR STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) BIDANG BAHAN KONSTRUKSI BANGUNAN DAN REKAYASA SIPIL

LAPORAN Identifikasi Resiko Infeksi - ICRA (Infection Control Risk Assessment) Di Ruang Poliklinik, Februari 2014

LAPORAN PATIENT SAFETY PUSKESMAS TANJUNG PINANG

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (CPOB). Hal ini didasarkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI.

2016, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yan

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KEMAMPUAN PELAYANAN

Lampiran 1. Aspek Penilaian GMP dalam Restoran

LAPORAN Identifikasi Risiko Infeksi - ICRA (Infection Control Risk Assessment) AKIBAT KONSTRUKSI DAN RENOVASI

BAB 5 KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN. dengan lingkungannya yang baru.

Rumah Sehat. edited by Ratna Farida

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

Syarat Bangunan Gedung

Lembar Observasi. : Rumah Sakit Umum Daerah Padangsidimpuan

BAB I PENDAHULUAN. rumah sakit. Rumah sakit merupakan salah satu sarana pelayanan. kesehatan kepada masyarakat. Rumah sakit memiliki peran penting

BAB I PENDAHULUAN. Rumah Sakit (RS) merupakan suatu unit yang sangat kompleks. Kompleksitas ini

Sanitasi Penyedia Makanan

G E R A K A N N A S I O N A L B E R S I H N E G E R I K U. Pedoman Teknis RUMAH SAKIT BERSIH. (Disusun dalam rangka Gerakan Nasional Bersih Negeriku)

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

BAGIAN 3 HASIL RANCANGAN DAN PEMBUKTIANNYA

BAB VI PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR

BAB VI KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

Infeksi yang diperoleh dari fasilitas pelayanan kesehatan adalah salah satu penyebab utama kematian dan peningkatan morbiditas pada pasien rawat

Laporan Perancangan Arsitektur Akhir Rumah Sakit Umum Daerah Jakarta Selatan BAB II: STUDI Pemahaman Terhadap Kerangka Acuan Kerja

1 KUISIONER GAMBARAN HYGIENE SANITASI PENGELOLAAN MAKANAN DAN PEMERIKSAAN

Evaluasi Pasca Huni Performansi Fisik Instalasi Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping

B. Bangunan 1. Umum Bangunan harus dibuat sesuai dengan peraturan perundangundangan

BAB IV KONSEP PERANCANGAN

PENCEGAHAN KEBAKARAN. Pencegahan Kebakaran dilakukan melalui upaya dalam mendesain gedung dan upaya Desain untuk pencegahan Kebakaran.

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

MATERI KESEHATAN LINGKUNGAN

LEMBAR KUESIONER UNTUK PENJAMAH MAKANAN LAPAS KELAS IIA BINJAI. Jenis Kelamin : 1.Laki-laki 2. Perempuan

BAB II TINJAUAN UMUM RUMAH SAKIT. Rumah Sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

SURAT KEPUTUSAN No. TENTANG DESINFEKSI STERILISASI DIREKTUR RS. AIRLANGGA JOMBANG

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 menyatakan

BAB VI KONSEP RANCANGAN

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sarana dan Prasarana Ruang Operasi 1. Pengertian Sarana Sarana merupakan semua bangunan gedung serta bangunan lainnya yang digunakan baik secara langsung maupun secara tidak langsung untuk pelayanan pasien maupun operasional rumah sakit. Ruang operasi merupakan suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya (Kemenkes, 2010). 2. Pengertian Prasarana Pendukung sarana yang terdiri dari peralatan dan jaringan yang membentuk suatu sistem yang saling terkait untuk mendukung berfungsinya layanan sarana rumah sakit (Kemenkes, 2012). 11

12 3. Kebutuhan Sarana dan Prasarana di Dalam Instalasi Ruang Operasi Tabel 2.1 Kebutuhan ruang dan luasan ruang serta kebutuhan fasilitas pada intalasi bedah sentral di rumah sakit menurut Kementrian Kesehatan RI Tahun 2016 No. Nama Ruangan Persayaratan Ruangan 1. Ruangan Luas ruangan 3-5 m 2 / petugas Administrasi Total pertukaran udara minimal 6 kali 2. Ruangan Transfer / Ganti Brankar tiap jam. Luas minimal 12 m 2 Ruangan dengan prefilter (tingkat resiko sedang) 3. Ruangan Tunggu Luas ruangan 1 1,5 m 2 /orang Total pertukaran udara minimal 6 kali per jam Ruangan tunggu dilengkapi dengan fasilitas desinfeksi tangan 4. Ruang Persiapan Pasien Bahan daun pintu masuk tahan terhadap benturan brankar, arah bukaan pintu kedalam. Luasan per tempat tidur 8m 2 Ruangan dilengkapi dengan toilet pasien yang memenuhi persyaratan Bahan bangunan tidak boleh mengandung tingkat porositas yang tinggi Setiap tempat tidur disediakan minimal dua kotak kontak dan tidak boleh ada percabangan / sambungan langsung tanpa pengamanan arus Harus disediakan outlet oksigen Total pertukaran udara minimal 6 kali per jam

13 Tabel 2.1 Kebutuhan ruang dan luasan ruang serta kebutuhan fasilitas pada intalasi bedah sentral di rumah sakit menurut Kementrian Kesehatan RI Tahun 2016 (sambungan) No. Nama Ruangan Persayaratan Ruangan Intensitas cahaya 200 lux Ruangan ini merupakan ruangan dengan prefilter (tingkat resiko sedang) 5. Ruang Monitoring Perawat 6. Ruangan Antara (Airlock) Luas ruangan pos perawat minimal 8m 2 Luas ruangan dapat mengakomodir lemari arsip dan lemari obat Disediakan instalasi untuk alat komunikasi Disediakan fasilitas disenfektan tangan (handscrub) Ruangan harus mengoptimalkan cahaya alami. Pencahayaan buatan dengan intensitas 200 lux untuk penerangan. Ruangan ini dapat dimanfaatkan sebagai ruangan induksi Luas minimal 9m 2 Bahan bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi Pintu masuk dari koridor keruangan ini dan pintu masuk ke ruangan operasi persyaratannya sebagai berikut : - Pintu ayun (swing) membuka kedalam ruangan atau disarankan pintu geser dengan rel diatas yang dipasang pada bagian luar ruangan, dapat dibuka tutup secara otomatis dan dapat dioperasionalkan secara manual apabila terjadi kerusakan. - Pintu dilengkapi dengan alat penutup pintu (door closer), menggunakan door seal dan interlock system.

14 Tabel 2.1 Kebutuhan ruang dan luasan ruang serta kebutuhan fasilitas pada intalasi bedah sentral di rumah sakit menurut Kementrian Kesehatan RI Tahun 2016 (sambungan) No. Nama Ruangan Persayaratan Ruangan - Lebar pintu minimal 120 cm, dari bahan non porosif, disarankan bahan panil dan dilapisi bahan anti bakteri / jamur dengan warna terang, serta tahan terhadap bahan kimia. - Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai Jenis airlock yang digunakan adalah cascading (mencegah ruangan bersih terkontaminasi dari udara luar yang kotor dan dari ruangan yang sekelilingnya melalui celah), dengan tekanan udara udara lebih positif dari tekanan udara dikoridor. Total pertukaran udara minimal 6 kali per jam Ruangan ini merupakan ruangan semisteril dengan medium filter (tingkat resiko tinggi). 7. Ruangan Cuci Tangan (Scrub Station) Setiap 1 ruangan ini melayani maksimal 2 ruang operasi Luas ruangan minimal 6m 2 Disediakan fasilitas scrubbing lengkap dengan fasilitas desinfeksi tangan Bahan bangunan yang digunakan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi. Pada sisi dinding yang berbatasan dengan ruangan operasi dilengkapi dengan kaca jendela pengintai (observation glass).

15 Tabel 2.1 Kebutuhan ruang dan luasan ruang serta kebutuhan fasilitas pada intalasi bedah sentral di rumah sakit menurut Kementrian Kesehatan RI Tahun 2016 (sambungan) No. Nama Ruangan Persayaratan Ruangan Ruangan ini merupakan ruangan dengan prefilter (tingkat resiko sedang) 8. Ruangan Persiapan Alat / Bahan Setiap 1 ruangan ini dapat melayani 2 ruangan operasi. Luas ruangan minimal 9 m 2 Bahan bangunan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi Total pertukaran udara 6 kali per jam. Tekanan udara dalam ruangan ini lebih besar / positif dibandingkan dengan di koridor Ruangan ini merupakan ruangan semi steril dengan medium filter (tingkat resiko tinggi) 9. Ruang Operasi Ruangan operasi minor + 36 m 2, dengan ukuran 6m x 6m x 3m Ruangan operasi umum minimal 42 m 2, dengan ukuran 7m x 6m x 3m Ruangan operasi mayor / khusus 10. Ruang Pemulihan / PACU (Post Anesthetic Care Unit) minimal ukuran 50 m 2 dengan ukuran 7,2m x 7m x 3m Bahan daun pintu masuk tahan terhadap benturan brankar, arah bukaan kedalam. Kapasitas luas per tempat tidur minimal 8 m 2 Bahan bangunan tidak boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi. Harus disediakan outlet oksigen Intensitas cahaya 200 lux Ruangan ini merupakan ruangan dengan prefilter (tingkat resiko sedang)

16 Tabel 2.1 Kebutuhan ruang dan luasan ruang serta kebutuhan fasilitas pada intalasi bedah sentral di rumah sakit menurut Kementrian Kesehatan RI Tahun 2016 (sambungan) No. Nama Ruangan Persayaratan Ruangan 11. Gudang Steril (Clean Utility) Ruangan ini merupakan ruangan zona resiko sedang 12. Ruangan Obat Dilengkapi kotak kontak untuk dan Bahan kebutuhan medical refrigator Perbekalan Ruangan ini merupakan dengan 13. Ruang Penyimpanan Alat Bersih / Steril 14. Ruangan Sterilisasi 15. Ruangan Ganti / Loker prefilter (tingkat resiko sedang) Ruangan ini merupakan dengan prefilter (tingkat resiko sedang) Ruangan ini merupakan dengan prefilter (tingkat resiko sedang) Luas ruangan ini minimal dapat menampung autoclave Dibedakan antara loker pria dan wanita Akses masuk dan keluar petugas berbeda Dilengkapi toilet dan kamar mandi Ruangan ini merupakan dengan prefilter (tingkat resiko sedang) 16. Ruangan Dokter Ruangan ini merupakan dengan prefilter (tingkat resiko sedang)

17 Tabel 2.1 Kebutuhan ruang dan luasan ruang serta kebutuhan fasilitas pada intalasi bedah sentral di rumah sakit menurut Kementrian Kesehatan RI Tahun 2016 (sambungan) No. Nama Ruangan Persayaratan Ruangan 17. Ruangan Diskusi Ruangan ini merupakan dengan Medis prefilter (tingkat resiko sedang) 18. Gudang Kotor (Spoelhoek / Dirty Utility) Dilengkapi dengan sloop sink dan service sink Letak ruang spoelhoek terhubung dengan koridor kotor Persyaratan ventilasi udara : - Tekanan dalam ruangan negative - Total pertukaran volume udara minimal 10 kali per jam - Ruangan ini merupakan ruangan resiko rendah Keterangan: Kebutuhan ruangan di ruang operasi disesuaikan dengan jenis dan kebutuhan pelayanan serta ketersediaan SDM di rumah sakit. Pada pemenuhan ruangan diatas yang diatur didalam permenkes no 24 tahun 2016 tentang sarana dan prasarana rumah sakit harus didasarkan atas pemenuhan fungsi didalam ruang operasi dan tetap terjaga dalam pengendalian dan pencegahan infeksi.

18 4. Alur Sirkulasi Kegiatan Ruang Operasi Perawat Dokter Loker Ruang Dokter Scrub R. Utilitas Kotor Ruang Bedah C.S.S.D Gudang Steril R. Persiapan Ruang Resusitasi Neonatus Ruang Pemulihan (PACU) Ruang I.C.U R. Transfer & / R. Tunggu Ruang Rawat Bayi Ruang Rawat Inap Ruang Ruang Tunggu Pasien * Pengantar Masuk Gambar 2.1 Alur sirkulasi kegiatan instalasi ruang operasi (Kemenkes, 2012) Alur sirkulasi kegiatan di ruangan operasi memiliki prinsip dimana pasien masuk dan keluar tidak bersiggungan, kemudian barang

19 atau alat steril tidak bertemu dengan limbah ruang operasi yang kemudian dibawa kedalam ruang utilitas kotor (KemenKes, 2012). 5. Pembagian Zona Pada Sarana Ruang Operasi Rumah Sakit Ruangan ruangan pada bangunan ruang operasi rumah sakit dapat dibagi kedalam 5 (lima) zona. Gambar 2.2 Pembagian zona pada bangunan ruang operasi rumah sakit (Kemenkes, 2016) Keterangan: 1 = zona steril rendah (normal) 2 = zona steril sedang (normal dengan pre filter) 3 = zona steril tinggi (semi steril dengan medium filter) 4 = zona steril sangat tinggi (steril degan prefilter, medium filter dan hepa filter, tekanan positif) 5 = area nuklei steril

20 a. Zona 1, steril rendah (normal) Zona ini terdiri dari area resepsionis (ruang administrasi dan pendaftaran), ruang tunggu keluarga pasien, janitor dan ruang utilitas kotor. b. Zona 2, steril sedang (normal dengan pre filter) Zona ini terdiri dari ruang istirahat dokter dan perawat, ruang plester, pantri petugas, ruang tunggu pasien (holding), ruang transfer dan ruang loker (ruang ganti pakaian dokter dan perawat) merupakan area transisi antara zona 1 dengan zona 2. c. Zona 3, steril tinggi (semi steril dengan medium filter) Zona ini meliputi kompleks ruang operasi, yang terdiri dari ruang persiapan (preparation), peralatan/instrument steril, ruang induksi, area scrub up, ruang pemulihan (recovery), ruang linen, ruang pelaporan bedah, ruang penyimpanan perlengkapan bedah, ruang penyimpanan peralatan anastesi, implant orthopedi dan emergensi serta koridor-koridor di dalam kompleks ruang operasi. d. Zona 4, steril sangat tinggi (steril dengan pre filter, medium filter, hepa filter) Zona ini adalah ruang operasi, dengan tekanan udara positif.

21 e. Area nuklei steril Area ini terletak dibawah area aliran udara kebawah (;laminair air flow) dimana bedah dilakukan. Alasan diberlakukannya sistem zonasi pada bangunan ruang operasi rumah sakit adalah untuk meminimalisir risiko penyebaran infeksi (infection control) oleh microorganisme dari rumah sakit (area kotor) sampai pada kompleks ruang operasi. Konsep zona dapat dibedakan dengan sistem pendingin (air conditioning) pada setiap zona, Ini berarti bahwa staf dan pengunjung datang dari koridor kotor mengikuti ketentuan pakaian dan ketentuan tingkah laku yang diterapkan pada zona. Aliran bahan - bahan yang masuk dan keluar ruang operasi rumah sakit juga harus memenuhi ketentuan yang spesifik. Aspek esensial/penting dari zoning ini dan layuot/denah bangunan ruang operasi rumah sakit adalah mengatur arah dari tim bedah, tim anestesi, pasien dan setiap pengunjung dan aliran bahan steril dan kotor. Dengan sistem zoning ini menunjukkan diterapkannya minimal risiko infeksi pada paska bedah. Kontaminasi mikrobiologi dapat disebabkan oleh phenomena yang tidak terkait komponen bangunan, seperti:

22 1) Mikroorganisme (pada kulit) dari pasien atau infeksi yang mana pasien mempunyai kelainan dari apa yang akan dibedah. 2) Staf ruang operasi, terkontaminasi pada sarung tangan dan pakaian. 3) Kontaminasi dari instrumen, kontaminasi cairan. 6. Persyaratan Ruang Operasi Sebagai bagian penting dari rumah sakit, beberapa komponen yang digunakan pada ruang operasi memerlukan beberapa persyaratan khusus, antara lain: a. Komponen penutup lantai. 1) Lantai tidak boleh licin, tahan terhadap goresan/ gesekan peralatan dan tahan terhadap api. 2) Lantai mudah dibersihkan, tidak menyerap, tahan terhadap bahan kimia dan anti bakteri. 3) Penutup lantai harus dari bahan anti statik, yaitu vinil anti statik 4) Tahanan listrik dari bahan penutup lantai ini bisa berubah dengan bertambahnya umur pemakaian dan akibat pembersihan, oleh karena itu tingkat tahanan listrik lantai ruang operasi harus diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku. 5) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pemvakuman basah.

23 6) Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata. 7) Hubungan/ pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan yang tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan lantai (Hospital plint). 8) Tinggi plint, maksimum 15 cm. 9) Tingkat Ketahanan Api (TKA) material lantai minimal 2 jam. b. Komponen dinding Komponen dinding memiliki persyaratan sebagai berikut: 1) Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca, tahan bahan kimia, tidak berjamur dan anti bakteri. 2) Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori) sehingga dinding tidak menyimpan debu. 3) Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata. 4) Hubungan/ pertemuan antara dinding dengan dinding harus tidak siku, tetapi melengkung untuk memudahkan pembersihan dan juga untuk melancarkan arus aliran udara. 5) Bahan dinding harus keras, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan. 6) Apabila dinding punya sambungan, seperti panel dengan bahan melamin (merupakan bahan anti bakteri dan tahan gores) atau insulated panel system maka sambungan antaranya harus di-seal

24 dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan dinding tanpa sambungan (seamless), mudah dibersihkan dan dipelihara. 7) Alternatif lain bahan dinding yaitu dinding sandwich galvanis, 2 (dua) sisinya dicat dengan cat anti bakteri dan tahan terhadap bahan kimia, dengan sambungan antaranya harus di-seal dengan silicon anti bakteri sehingga memberikan dinding tanpa sambungan. 8) Cat epoksi pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk mengelupas atau membentuk serpihan. c. Komponen langit-langit Komponen langit-langit memiliki persyaratan sebagai berikut: 1) Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap segala cuaca, tahan terhadap air, tidak mengandung unsur yang dapat membahayakan pasien, tidak berjamur serta anti bakteri. 2) Memiliki lapisan penutup yang bersifat non porosif (tidak berpori) sehingga tidak menyimpan debu. 3) Berwarna cerah, tetapi tidak menyilaukan pengguna ruangan. 4) Selain lampu operasi yang menggantung, langit-langit juga bisa dipergunakan untuk tempat pemasangan pendan bedah, dan bermacam gantungan seperti diffuser air conditioning dan lampu fluorescent.

25 5) Kebutuhan peralatan yang dipasang dilangit-langit, sangat beragam. Bagaimanapun peralatan yang digantung tidak boleh sistem geser, kerena menyebabkan jatuhnya debu pengangkut mikro-organisme setiap kali digerakkan. 6) Tingkat Ketahanan Api (TKA) material dinding minimal 2 jam. d. Pintu Ruang Operasi 1) Pintu masuk ruang operasi atau pintu yang menghubungkan ruang induksi dan ruang operasi. a) Disarankan pintu geser (sliding door) dengan rel diatas, yang dapat dibuka tutup secara otomatis. b) Pintu harus dibuat sedemikian rupa sehingga pintu dibuka dan ditutup dengan menggunakan sakelar injakan kaki atau siku tangan atau menggunakan sensor, namun dalam keadaan listrik penggerak pintu rusak, pintu dapat dibuka secara manual. c) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan. d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai e) Lebar pintu 1200-1500 mm, dari bahan panil dan dicat jenis cat anti bakteri & jamur dengan warna terang.

26 f) Apabila menggunakan pintu swing, maka pintu harus membuka ke arah dalam dan alat penutup pintu otomatis harus dibersihkan setiap selesai pembedahan. 2) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang scrub-up. a) Sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang operasi. b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan alat penutup pintu (door closer). Disarankan menggunakan door seal and interlock system. c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang. d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai 3) Pintu/jendela yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang spoel Hoek (disposal). (catatan ; jika menggunakan selasar kotor maka disposal material / barang bekas pakai langsung dibawa keruang CSSD atau untuk peralatan bisa dibawa keruang sterilisasi di area operasi dan linen ke CSSD) a) Sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dilengkapi dengan door seal and interlock system dan mengayun keluar dari ruang operasi.

27 b) Pintu/jendela tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan engsel yang dapat menutup sendiri (auto hinge) atau alat penutup pintu (door closer). c) Lebar pintu/jendela 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang dan dicat jenis duco dengan warna terang. d) Pintu/jendela dilengkapi dengan kaca jendela pengintai 4) Pintu yang menghubungkan ruang operasi dengan ruang penyiapan peralatan/ instrument (jika ada). a) Sebaiknya pintu/jendela ayun (swing), dan mengayun kedalam ruang operasi. b) Pintu tidak boleh dibiarkan terbuka baik selama pembedahan maupun diantara pembedahan-pembedahan, untuk itu pintu dilengkapi dengan alat penutup pintu (door closer). c) Lebar pintu 1100 mm, dari bahan panil dan dicat jenis duco dengan cat anti bakteri/ jamur dengan warna terang. d) Pintu dilengkapi dengan kaca jendela pengintai e. Persyaratan Tata Udara

28 1) Tekanan dalam ruangan lebih besar atau positif dari ruangan ruangan yang bersebelahannya. 2) Temperatur udara 19 0 24 0 C 3) Kelembaban relative 40 60% 4) Total pertukaran udara minimal 4 kali per jam pada saat tidak digunakan, dan 20 kali per jam pada saat ada operasi. 5) Ruangan ini merupakan ruang steril dengan hepa filter (tingkat resiko sangat tinggi) intensitas cahaya minimal 200 lux 6) Meja operasi berada dibawah aliran udara laminair, dengan distribusi udara dari langit langit, dengan gerakan ke bawah menuju inlet pembuangan (return air) yang terletak di 4 sudut ruangan yang dibuat plenum. 7. Keselamatan Menurut pedoman sarana prasarana rumah sakit yang dikeluarkan oleh KemenKes RI tahun 2016, konstruksi tidak membahayakan keselamatan pengguna rumah sakit, baik pengguna internal maupun eksternal seperti pasien dan masyarakat disekitar lingkungan rumah sakit. Bangunan ruang operasi hendaknya memiliki sarana evakuasi jika terjadi hal - hal yang membahayakan pengguna, antara lain (KemenKes, 2012): a. Disediakan sarana evakuasi yang meliputi sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi yang dapat dijamin

29 kemudahan pengguna bangunan rumah sakit untuk melakukan evakuasi dari dalam bangunan rumah sakit secara aman langsung menuju luar bangunan. b. Penyediaan sistem peringatan bahaya bagi pengguna, pintu eksit, dan jalur evakuasi disesuaikan dengan fungsi dan klasifikasi bangunan gedung, jumlah dan kondisi pengguna bangunan rumah sakit, serta jarak pencapaian ke tempat aman. c. Sarana pintu eksit dan jalur evakuasi harus dilengkapi dengan tanda arah yang mudah dibaca dan jelas. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204 Tahun 2004 menyebutkan dimana harus dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau degan mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan dilengkapi ram untuk brankar. Seluruh bangunan dan ruangan di rumah sakit memiliki sistem pemadam kebakaran atau proteksi kebakaran sesuai dengan ketentuan yang berlaku kemudian di seluruh komplek ruang operasi harus dilengkapi dengan detektor asap pada seluruh ruangannya. Pada ruangan operasi tidak dilengkapi dengan springkler otomatik dikarenakan terdapat banyak peralatan medik yang tidak diinginkan untuk disiram pada saat detektor asap menyala, namun hal ini harus didukung dengan kontruksi dinding ruangan yang kuat dan memiliki

30 8. Kesehatan Pada pedoman teknis ruangan kamar operasi, KemenKes RI 2012, ruangan operasi harus memiliki instalasi air bersih, sanitasi dan pembuangan kotoran dan sampah yang baik, ventilasi yang baik untuk mendukung kesehatan pengguna ruang operasi. Instalasi air bersih harus direncakan dan dipasang dengan mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem distribusinya, sumber air bersih rumah sakit diharapkan dapat menggunakan sumur bor dengan kedalaman lebih dari 50 m. Air bersih yang akan digunakan untuk cuci tangan di scrub up atau scrubstation, harus di filter dengan menggunakan 3 jenis filter: a. Prefilter b. Medium filter yag menyaring air bersih sampai dengan 5 micron, dan c. Micro filter (fine) filter yang menyaring air bersih sampai dengan 2 micron. Pada pengolahan dan pembuangan air kotor atau air limbah yang berasal dari buangan kamar bedah dibuang melalui slope sink atau service sink, diproes terlebih dahulu sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah. Air kotor yang berasal dari toilet dapat langsung disalurkan ke instalasi pengolahan air limbah.

31 Ventilasi di ruang operasi harus pasti merupakan ventilasi tersaring dan terkontrol, dimana pertukaran udara dan sirkulasi memberikan udara segar dan mencegah pengumpulan gas - gas anestesi dalam ruangan. Sirkulasi di ruang bedah sebanyak 25 kali per jam. Ruang bedah menggunakan aliran udara laminair, dimana sistem pengaliran udara searah dibuat dalam satu kotak dalam kamar bedah. Udara disaring dengan menggunakan High Efficiency Particulate Filter (HEPA Filter), dan sistem ventilasi harus terpisah dengan sistem ventilasi lain di rumah sakit. Tekanan dalam setiap ruang operasi harus lebih besar dari yang berada di koridor - koridor, ruang scrub steril dan ruang pembersih (tekanan positif). Tekanan positif diperoleh dengan memasok udara dari diffuser yang terdapat pada langit - langit ke dalam ruangan. Udara dikeluarkan melalui return grille yang berada pada + 20 cm diatas permukaan lantai. Tekanan positif pada ruang harus tetap dipertahankan pada saat volume berkurang untuk memastikan kondisi steril tetap terjaga. Menurut studi sistem disribusi udara ruang operasi menunjukkan bahwa penyaluran udara dari langit - langit, dengan gerakan ke bawah menuju inlet pembuangan yang terletak di dinding yang berlawanan, merupakan aliran udara yang paling efektif untuk menjaga pola gerakan konsentrasi kontaminasi pada tingkat yang dapat diterima.

32 Jenis filter yang digunakan di rumah sakit (KemenKes, 2012) yaitu: a. HEPA (High Efficiency Particulate Air) filter. HEPA filter terutama digunakan di kamar bedah dari komplek ruang operasi. Filter udara ini harus menyaring partikel udara lebih besar dari 0,3 mikron yang melewatinya dengan effisiensi 99,97% udara. b. ULPA (Ultra Low Penetration Air) filter Filter udara yang dapat menyaring udara sekurang - kurangnya 99,999% debu, serbuk sari, jamur, bakteri dan semua partiel berukuran 120 nanometer (0,12 mikron) atau lebih besar di udara. 9. Kenyamanan Menurut pedoman teknis ruang operasi oleh KemenKes RI tahun 2012 menyebutkan bahwa faktor pencahayaan, pengkondisian udara, kebisingan dan getaran berpengaruh terhadap kenyaman pengguna internal sebagai pendukung kinerja dan kenyamanan dari pasien atau pengguna eksternal yang akan dilakukan tindakan pembedahan. Bangunan ruang operasi harus memiliki pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya. Pencahayaan lampu dipasang di langit - langit, disarankan menggunakan lampu fluorecent, dengan pemasangan sistem lampu recessend karena tidak menimbukan debu. Lampu operasi harus

33 memiliki bangkitan cahaya intensif dengan rentang dari 10.000 Lux hingga 20.000 Lux yang disinarkan ke luka pemotongan tanpa permukaan potongan menjadi silau. Lampu operasi menggunakan lampu LED (Light Emmitted Diode) dan menghasilkan kurang dari 25.000 microwatt per cm 2 energi penyinaran. Pada ruang operasi kateterisasi, sistoskopi dan bedah tulang direkomendasikan mampu mencapai temperatur 20 0 sampai 24 o C; kelembaban relatif udara harus dijaga antara 50% - 60%. Pada temperatur ruangan operasi umum dipertahankan sekitar 19 o sampai 24 o C dengan kelembaban 45% - 60% untuk mendapatkan kenyamanan kondisi udara ruangan didalam ruang operasi. Pada ruangan operasi juga harus melakukan pengelolaan terhadap kebisingan, baik bersumber dari luar bangunan ruang operasi atau di dalam ruang operasi, indeks kebisingan maksimum pada ruang operasi adalah 45dBA dengan waktu pemaparan 8 jam. 10. Kemudahan Sarana ruang operasi rumah sakit harus memenuhi persyaratan aksesibilitas tempat tidur. Ini berarti bahwa ruang operasi, area persiapan dan lain-lain, dan area lalu lintas yang bersebelahan dengannya harus aksesibel untuk tempat tidur. Selanjutnya, kebutuhan tempat tidur harus dapat melalui area jalur lalu lintas. Setiap bangunan di rumah sakit wajib

34 memiliki jalur khusus atau jalur yang memfasilitasi bagi peyandang cacat (KemenKes, 2012). Persyaratan dasar berikut diterapkan untuk hubungan antar ruang dalam bangunan (sarana) instalasi bedah : a. Bangunan (sarana) ruang operasi rumah sakit harus bebas dari lalu lintas dalam lokasi rumah sakit, dalam hal ini lalu lintas melalui bagian ruang operasi rumah sakit tidak diperbolehkan. b. Bangunan (sarana) ruang operasi rumah sakit secara fisik disekat rapat oleh sarana air-lock di lokasi rumah sakit. c. Kompleks ruang operasi adalah zone terpisah dari ruang-ruang lain pada bangunan (sarana) ruang operasi d. Petugas yang bekerja dalam kompleks ruang operasi harus diatur agar jalur yang dilewatinya dari satu area steril ke lainnya dengan tidak melewati area infeksius. Tabel 2.2 Persyaratan dasar aksesibilitas menurut kementrian kesehatan tahun 2012 Keterangan Area Area bebas lalu lintas (antara rel pegangan tangan) Sama diatas, apabila tempat tidur harus mampu Persyaratan Minimum 2,30 m 2,40 m

35 berputar Lebar bebas dari lorong ke akses area tempat tidur (ruang operasi, area persiapan dan lain lain) 1,10 m B. Pengendalian Infeksi di Ruang Operasi 1. Pengertian Infeksi merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi (organisme), dimana terdapat respon imun, tetapi tidak disertai gejala klinik (Kemenkes, 2011). Ruang operasi merupakan area dengan resiko sangat tinggi untuk terjadi SSI (Surgical Site Infection) terhadap pasien selama proses pelayanan berlangsung (Spagnalo et al, 2013). SSI merupakan infeksi yang terjadi sampai 30 hari setelah prosedur operasi atau sampai 90 hari setelah operasi pada pasien pemasangan implan (WHO, 2016). 2. Patogenesis Pada umumnya SSI terjadi pada saat prosedur operasi berlangsung. Lokasi terjadinya SSI seringkali pada lapisan viscera atau pembedahan yang sampai menampakan organ dalam yang terkontamisasi saat lapisan kulit tersebut di insisi. Faktor penyebab patogen SSI dapat mengkontaminasi, antara lain: jumlah tim tenaga medis, lingkungan

36 (sarana dan prasarana) ruang operasi seperti; kondisi udara dan sistem ventilasi, instrumen operasi dan material material non steril yang masuk kedalam ruang operasi (WHO, 2016). a. Faktor Penyebab SSI Selama Prosedur Operasi. Pada faktor resiko penyebab terjadinya SSI dibedakan menjadi dua jenis, yakni faktor endogen seperti; kolonisasi miroorganisme di kulit dan tipe luka atau prosedur operasi; dan faktor eksogen seperti; lingkungan ruang operasi (sarana dan prasarana), instrumen, tim medis dan prothesis atau implant. Pada faktor eksogen lingkungan ruang operasi yang sangat diperhatikan adalah dari sistem ventilasi yang baik seperti; pemakaian filter, aliran laminar, tingkat suhu dan kelembaban, tekanan dalam ruang operasi sesuai pedoman yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan undang undang (WHO, 2016). b. Sistem Ventilasi Dalam Pengendalian Infeksi di Ruang Operasi Sistem ventilasi atau aliran udara didalam ruang operasi termasuk memegang peranan paling besar dalam pengkondisian zona nuklei atau medan operasi terjaga tingkat sterilitasnya yang tinggi. Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa persyaratan menurut peraturan menteri

37 kesehatan no 24 tahun 2016 tentang pedoman teknis ruang operasi, antara lain: 1) Ventilasi di ruang operasi harus pasti merupakan ventilasi tersaring dan terkontrol. Saringan atau filter menggunakan tiga tahap filterisasi yakni pre filter, medium filter dan HEPA filter. 2) Disarankan pertukaran udara di ruang bedah dua puluh lima kali per jam. 3) Ruang bedah menggunakan aliran udara laminair pada area nukleasi atau pada tempat tidur operasi tempat pasien dilakukan pembedahan 4) Sistem ventilasi dalam ruang operasi harus terpisah dari sistem ventilasi lain di rumah sakit. 5) Tekanan dalam setiap ruang operasi harus lebih besar dari yang berada di koridor - koridor, ruang sub steril dan ruang pembersih (daerah scrub) dengan perbedaan tekanan minimal 10 mbar.. 6) Tekanan positip diperoleh dengan memasok udara dari diffuser yang terdapat pada langit-langit ke dalam ruangan. Udara dikeluarkan melalui return grille yang berada pada + 20 cm diatas permukaan lantai. Organisme-organisme mikro dalam udara bisa masuk ke dalam ruangan, kecuali tekanan positip dalam ruangan dipertahankan.

38 c. Instalasi Air Bersih Sumber air bersih yang dapat digunakan berasal dari air bumi atau air langganan seperti PDAM yang kemudian melalui proses pengawasan dan pemrosesansehingga memenuhi standar perundang undangan yang berlaku. Air bersih yang digunakan untuk cuci tangan di scrub up harus menggunakan tiga jenis filter, antara lain: prefilter, medium filter, dan mikrofilter yang dilengkapi ultraviolet filter (Kemenkes, 2012). d. Instalasi Sanitasi Instalasi sanitasi di ruang operasi merupakan saluran pembuangan air kotor dan atau air limbah yang berasal dari ruangan operasi yang kemudian dibuang melalui slope sink atau service sink yang diproses terlebih dahulu sebelum dialirkan ke instalasi pengolahan air limbah. Air kotor yang berasal dari toilet dapat langsung disalurkan ke instalasi pengolahan air limbah (Kemenkes, 2012). e. Pembuangan Kotoran dan Sampah Medis dan non Medis Pada ruang operasi disediakan wadah penampungan kotoran dan sampah yang dibedakan menurut jenis kotoran atau sampah, yakni sampah medis dan non medis. Tempat sampah yang ditempatkan diruang operasi harus dalam bentuk wadah yang selalu tertutup rapat dan ditempatkan di area yang tidak mengganggu kesehatan pengguna dan

39 lingkungan ruang operasi untuk mencegah kontaminasi (Kemenkes, 2012). Pada kontainer tempat pembuangan sampah medis maupun non medis sebaiknya menggunakan warna sebagai pembeda dalam kategori sampah yakni sampah non medis, sampah medis obat obatan beserta wadahnya, tempat sampah plastic seperti spuit tanpa jarum, tempat sampah medis organ atau anatomi bagian tubuh yang dibuang, dan tempat sampah tajam seperti jarum suntik. C. Landasan Teori Standarisasi merupakan sarana penunjang yang sangat penting dan seagai salah satu alat yang efektif dan effisien dalam meningkatkan produktivitas dan menjamin mutu dan/atau jasa, sehingga dapat meningkatkan daya saing. Melindungi konsumen, tenaga kerja dan masyarakat baik keselamatan maupun kesehatan. Untuk melihat sarana pelayanan rumah sakit sudah baik atau belum diperlukan suatu pedoman sebagai acuan standar teknis yang digunakan secara nasional, yang dimana kepentingannya untuk upaya meningkatkan dan mengembangkan rumah sakit mencapai kondisi yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Pedoman fasilitas rumah sakit tata ruang operasi yang

40 dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan RI dapat dipakai sebagai salah satu acuan (KemenKes, 2012). Performansi fisik yang dibandingkan dengan standar teknis dan harapan dari pengguna akan menimbulkan kesenjangan. Kesenjangan ini akan dibandingkan dengan tingkat kesesuaian pengguna yang dipakai sebagai presepsi pengguna terhadap performansi bangunan fisik ruang operasi. Hal tersebut yang akan dipakai sebagai dasar penyusunan rekomendasi. Pada penelitian ini menggunakan teori The Performance Concept dari Preiser (1998) yang digunakan sebagai kerangka teoritik landasan pada penelitian ini. Angka Infeksi Daerah Operasi (IDO) Pengendalian Infeksi Ruang Operasi Permenkes no 24 tahun 2016 dan Pedoman Kemenkes Tahun 2012 tentang Teknis Bangunan Ruang Operasi Pedoman Manajemen PPI

41 Sarana: Komponen dinding, lantai, pintu dan langit - langit Prasarana: Sistemventilasi, kelembaban, suhu, penyediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, sistem sterilisasi ruangan Gambar 2.3 Kerangka Konsep Pada kerangka konsep diatas merupakan alur konsep dari penelitian ini yang meneliti lebih kepada faktor fisik bangunan ruang operasi yang terdiri atas sarana (komponen langit langit, dinding, lantai dan pintu) dan prasarana (sistem ventilasi, kelembaban, suhu, penyediaan air bersih, tempat pembuangan sampah, dan sistem sterilisasi ruangan) yang merupakan bagian dalam upaya pengendalian infeksi didalam ruang operasi selama tindakan prosedur operasi berlangsung. D. Hasil Penelitian Terdahulu Penelitian ini belum pernah dilakukan di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Terdapat penelitian mengenai manajemen fisik ruang operasi, seperti yang dilakukan oleh:

42 1. Silaen (2000) melakukan penelitian mengenai analisis tata ruang dan lingkungan kamar bedah di RSUD Bekasi, dimana pada penelitian tersebut bertujuan untuk menganalisa rancangan tata ruang dan lingkungan kamar bedah rumah sakit umum daerah kotamadya Bekasi, kemudian menganalisa pandangandan keinginan petugas kamar bedah dan orang orang yang terkait dengan kamar bedah terhadap kamar bedah rumah sakit umum daerah kota Bekasi beserta mengetahui mengenai sumber dana yang disediakan untuk pemeliharaan kamar bedah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tata ruang dan lingkungan kamar bedah RSUD kota Bekasi belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan RI. Presepsi dari pengguna internal kamar bedah mengatakan kondisi di kamar bedah masih belum terasa nyaman dan baik, dan pendanaan belum ada alokasi khusus untuk pemeliharaan kamar bedah. Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian sebelumnya yaitu pada penelitian ini lebih memfokuskan pada bangunan fisik kamar operasi dengan berbagai sistem didalamnya yang akan dibandingkan dengan pedoman yang telah dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan RI tahun 2012 dan 2016 kemudian melakukan evaluasi sarana dan prasarana dalam pengendalian

43 infeksi diruang operasi. Pengambilan data hampir mirip dengan penelitian sebelumnya dimana peneliti akan mengobservasi bangunan fisik ruang operasi RS PKU Muhammadiyah Gamping. 2. Intan (2017) yang melakukan penelitian di RS PKU Muhammadiyah Gamping dengan judul penelitian Evaluasi Pasca Huni Pengguna Internal Terhadap Performasi Fisik Kamar Operasi di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta unit II. Dimana pada penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan pada fisik instalasi ruang operasi secara umum yang dibandingkan dengan standar kementrian kesehatan tahun 2012 dan mengambil kuisioner untuk melihat presepsi pengguna internal dalam menilai performansi instalasi ruang operasi secara umum. Penelitian ini lebih menekankan pada menilai presepsi pengguna internalnya. Perbedaan dengan yang akan dilakukan peneliti adalah peneliti akan lebih konsen kepada fisik sarana dan prasarana ruang operasi dalam mengevaluasi pengendalian infeksi didalam ruang operasi.