BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. Reformasi tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, bentuk

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. prinsipal (Jensen dan Meckling, 1976). Scott (2000) dalam Bangun (2009)

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berakar pada teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Teori

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keagenan didefinisikan sebagai sebuah kontrak antara satu atau lebih (prinsipal)

BAB I PENDAHULUAN. mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. keputusan, sosiologi, organisasi. Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. yang mana dinyatakan oleh Jansen dan Meckling (1976), bahwa hubungan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB I PENDAHULUAN. Di Indonesia, desentralisasi fiskal mulai hangat dibicarakan sejak

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. 1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Dalam manajemen keuangan daerah, reformasi ditandai dengan pelaksanaan otonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. II.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. perubahan yang sangat mendasar sejak diterapkannya otonomi daerah. dalam hal pengelolaan keuangan daerah.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. Daerah, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah (Pemda) memiliki hak,

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

BAB I PENDAHULUAN. mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan Peraturan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam mewujudkan pemerataan pembangunan di setiap daerah, maka

BAB I PENDAHULUAN. Pelaksanaan otonomi daerah ditandai dengan diberlakukannya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. pemerintahan yang sentralisasi menjadi struktur yang terdesentralisasi dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007:23), keuangan daerah dapat diartikan

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH DAN DANA ALOKASI UMUM TERHADAP BELANJA MODAL (Studi Empiris di Wilayah Karesidenan Surakarta)

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otononomi daerah menurut UU No.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Agency problem muncul ketika

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-

BAB 1 PENDAHULUAN. Kebijakan desentralisasi fiskal yang diberikan pemerintah pusat kepada

BAB I. Kebijakan tentang otonomi daerah di Indonesia, yang dikukuhkan dengan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang undangan. Tujuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB 1 PENDAHULUAN. diartikan sebagai hak, wewenwang, dan kewajiban daerah otonom untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diterapkan otonomi daerah pada tahun Undang-Undang Nomor 32 Tahun

3. KERANGKA PEMIKIRAN

PENGARUH BELANJA MODAL DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP PENDAPATAN PER KAPITA

PENGARUH DANA ALOKASI UMUM (DAU), PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD), SISA LEBIH PEMBIAYAAN ANGGARAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. APBN/APBD. Menurut Erlina dan Rasdianto (2013) Belanja Modal adalah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bentuk kontrak antara eksekutif, legislatif dan publik.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Menjadi UU 32/2004) tentang Pemerintah Daerah memisahkan dengan tegas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDHULUAN. kebijakan otonomi daerah yang telah membawa perubahan sangat besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. undang-undang di bidang otonomi daerah tersebut telah menetapkan

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi yang mensyaratkan perlunya pemberian otonomi seluas-luasnya

Abstrak. Kata kunci: Kinerja Keuangan, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran, Belanja Modal.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan atas pertimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Belanja Pemeliharaan

BAB I PENDAHULUAN. landasan hukum dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 tentang. menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Para peneliti membuat definisi sendiri karena tidak adanya definisi Fiscal

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya, kebijakan ini

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya desentralisasi fiskal. Penelitian Adi (2006) kebijakan terkait yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Undang Nomor 32 tahun 2004) tentang pemerintah daerah menerangkan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian (Kuncoro, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor

1. PENDAHULUAN. merupakan salah satu unsur belanja langsung. Belanja modal merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Negara Indonesia ini adalah suatu negara yang menganut daerah otonom.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan tentang otonomi daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya Otonomi daerah yang berlaku di Indonesia Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat daerah terhadap tiga permasalahan utama, yaitu sharing of power,

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk mengelola keuangannya sendiri. Adanya otonomi daerah menjadi jalan bagi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Posisi manusia selalu menjadi tema sentral dalam setiap program

BAB I PENDAHULUAN. Sejak big bang decentralization yang menandai era baru pemerintahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum, Sisa Lebih Pembiayaan. perundang-undangan yang diberikan kepada DPRD, dan pegawai

BAB I PENDAHULUAN. berdampak pada berbagai aktivitas kehidupan berbangsa dan bernegara di

BAB I PENDAHULUAN. utama, yaitu fungsi alokasi yang meliputi: sumber-sumber ekonomi dalam bentuk

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS A. Teori yang relevan 1. Teori Keagenan (agency theory) Dalam teori keagenan (Jensen dan Meckling, 1976) menyatakan hubungan keagenan merupakan sebuah kontrak dimana satu atau lebih (prinsipal) melimpahkan wewenang kepada orang lain (agen) untuk kepentingan mereka. Permasalahan hubungan keagenan ini mengakibatkan terjadinya informasi asimetris (information asymmetry) dan konflik kepentingan (conflict of interest). Kaitan agency theory dalam penelitian ini dapat dilihat melalui hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam penyaluran sisa lebih pembiayaan anggaran (SiLPA) dan juga hubungan antara masyarakat yang diproksikan oleh DPRD (prinsipal) dengan pemerintah daerah (agen). Pemerintah pusat melakukan pelimpahkan wewenang kepada pemerintah daerah dalam mengatur secara mandiri segala aktivitas pemerintahan di daerahnya. Oleh karena itu sebagai konsekuensi dari pelimpahan wewenang tersebut, pemerintah pusat menurunkan sisa lebih pembiayaan anggaran yang tujuannya adalah membantu pemerintah daerah baik dalam mendanai kebutuhan pemerintahan sehari-hari maupun memberi pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat. Selain itu, teori 7

8 keagenan tersirat dalam hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat. Masyarakat sebagai prinsipal telah memberikan sumber daya kepada daerah berupa pembayaran pajak, retribusi dan sebagainya untuk dapat meningkatkan pendapatan asli daerah. 2. Teori Fiscal Federalism Teori Fiscal Federalism merupakan teori yang dikembangkan oleh Hayek (1945), Musgrave (1959) dan Oates (1972). Dalam teori ini ditekankan bahwa pertumbuhan ekonomi dicapai dengan jalan desentralisasi fiskal atau pendelegasian wewenang oleh pusat kepada daerah untuk mengatur rumah tangga pemerintahan daerahnya sendiri atau sering disebut dengan otonomi daerah (otda). Teori fiscal federalism terbagi atas dua perspektif teori yakni menurut traditional theories (first generation theory) dan new perspective theories (second generation theories). Penekanan terhadap keuntungan alokatif dari desentralisasi untuk mendapatkan kemudahan informasi dari masyarakat merupakan pandangan teori tradisional tentang fiscal federalism sementara menurut Maggi dan Ladurner (2009) new perspective theories lebih menekankan untuk melihat ke dalam setiap keputusan politik yang diambil oleh pemerintah, bagaimana pemerintah (eksekutif dan legislatif) berperilaku, berperan dan berpikir beserta lembaga-lembaga mereka.

9 B. Belanja Modal 1. Pengertian Belanja Modal Menurut Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, Belanja Modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Belanja modal menurut Christy dan Adi (2009) adalah belanja yang dilakukan oleh pemerintah yang menghasilkan aktiva tetap tertentu. Berdasarkan pengertian diatas, belanja modal merupakan pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam berbentuk aset tetap berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun. 2. Jenis-jenis Belanja Modal Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama (Syaiful,2006) : a. Belanja Modal Tanah Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan / pembelian / pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.

10 b. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. c. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaaan / penambahan / penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai. d. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian / peningkatan pembangunan / pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. e. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran atau biaya yang digunakan untuk pengadaan / penambahan / penggantian pembangunan / pembuatan serta serta perawatan fisik lainnya yang tidak dikategorikan

11 kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal ilmiah. Berkaitan dengan pelayanan publik, alokasi belanja modal merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan karena akan meningkatkan produktifitas perekonomian daerah. Semakin banyak modal maka semakin tinggi pula produktifitas perekonomian karena belanja modal berupa infrastruktur jelas berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Senada dengan hal tersebut Hariyanto dan Hari Adi (2006) menjelaskan bahwa tersediaanya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektifitas di berbagai sektor, sehingga produktifitas masyarakat semakin tinggi. Dengan melakukan belanja modal akan menimbulkan konsekuensi berupa penambahan biaya yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Belanja pemeliharaan merupakan belanja yang dialokasikan untuk menjaga agar aset tetap senantiasa dalam kondisi siap digunakan sesuai dengan estimasi umur ekonomisnya (Halim, 2006). C. Pendapatan Per Kapita 1. Pengertian Pendapatan Per Kapita Pendapatan per kapita (per capita income) adalah pendapatan rata-rata penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu, yang biasanya satu

12 tahun. Pendapatan per kapita bisa juga diartikan sebagai jumlah dari nilai barang dan jasa rata-rata yang tersedia bagi setiap penduduk suatu negara pada suatu periode tertentu (Susman, 2010). Menurut Budiono (1985), pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output per kapita. Dimana secara tradisional, pertumbuhan ekonomi ditujukan untuk peningkatan yang berkelanjutan produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan Pendapatan Per Kapita (Saragih, 2003 ; Kuncoro, 2004). Produk Domestik Regional Bruto adalah jumlah nilai tambah bruto yang dihasilkan seluruh unit usaha dalam wilayah tertentu atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Sedangkan menurut Badan Pusat Statistik, pendapatan perkapita adalah gambaran rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk sebagai hasil dari proses produksi yang terjadi di suatu daerah. 2. Golongan Pendapatan per Kapita Bank Dunia (World Bank) telah mengelompokkan negara-negara menjadi 5 kelompok berdasarkan tinggi rendahnya pendapatan per kapita. a. Kelompok Negara Berpendapatan Rendah (Low Income Economies), yaitu negara-negara yang memiliki PNB per kapita US $ 520,00 atau kurang. b. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah Bawah (Lower-Middle Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 521,00 sampai US $ 1.740,00.

13 c. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah (Middle Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 1.741,00 sampai US $ 2.990,00. d. Kelompok Negara Berpendapatan Menengah Tinggi (Upper-Middle Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 2.991,00 sampai US $ 4.870,00. e. Kelompok Negara Berpendapatan Tinggi (High Income Economies), yaitu negara-negara yang mempunyai PNB per kapita antara US $ 4.871,00 sampai US $ 25.480,00 bahkan lebih (Susman, 2010). D. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) menurut Permendagri Nomor 13 tahun 2006 adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode anggaran. SiLPA tahun anggaran sebelumnya mencakup pelampauan penerimaan PAD, pelampauan penerimaan dana perimbangan, pelampauan penerimaan lain-lain pendapatan daerah yang sah, pelampauan penerimaan pembiayaan, penghematan belanja, kewajiban kepada fihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan, dan sisa dana kegiatan lanjutan. SiLPA adalah suatu indikator yang menggambarkan efisiensi pengeluaran pemerintah. SiLPA sebenarnya merupakan indikator efisiensi, karena SiLPA hanya akan terbentuk bila terjadi Surplus pada APBD dan sekaligus terjadi Pembiayaan Neto yang positif, dimana komponen Penerimaan lebih besar dari komponen Pengeluaran Pembiayaan (Balai Litbang NTT, 2008).

14 E. Pajak Air Permukaan 1. Pengertian Pajak Air Permukaan Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, pajak air permukaan adalah pajak atas pengambilan atau pemanfaatan air permukaan. Sedangkan air permukaan adalah semua air yang terdapat pada permukaan tanah, tidak termasuk air laut baik yang berada dilaut maupun di darat. 2. Subjek Pajak Air Permukaan Subjek Pajak Air Permukaan adalah orang pribadi atau badan yang dapat melakukan pengambilan atau pemanfaatan air permukaan. Wajib pajak air permukaan adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan atau pemanfaatan air permukaan 3. Objek Pajak Air Permukaan Objek Pajak Air Permukaan adalah pengambilan atau pemanfaatan Air Permukaan. Dikecualikan dari objek Pajak Air Permukaan adalah : a. Pengambilan atau pemanfaatan Air Permukaan untuk keperluan dasar rumah tangga, pengairan pertanian dan perikanan rakyat, dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan dan peraturan perundang-undangan; dan b. Pengambilan atau pemanfaatan Air Permukaan lainnya yang diterapkan dalam Peraturan Daerah.

15 4. Tarif Pajak Air Permukaan Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen) dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. F. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 1. Pengertian Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Menurut Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah,warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. 2. Subjek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Subjek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan adalah orang pribadi atau badan yang dapat menerima penyerahan Kendaraan Bermotor. Wajib Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau badan yang menerima penyerahan Kendaraan Bermotor. 3. Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Objek Pajak Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor adalah penyerahan kepemilikan Kendaraan Bermotor. Pengertian Kendaraan Bermotor yang dimaksud adalah kendaraan bermotor beroda beserta gandengannya, yang dioperasikan disemua jenis jalan darat dan kendaraan bermotor yang dioperasikan di air dengan ukuran isi kotor GT 5 (lima

16 Gross Tonnage) sampai dengan GT 7 (tujuh Gross Tonnage).Dikecualikan dari Pengertian Kendaraan Bermotor adalah: a. Kereta api; b. Kendaraan Bermotor yang semata-mata digunakan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara; c. Kendaraan Bermotor yang dimiliki atau dikuasai kedutaan, konsulat, perwakilan negara asing dengan asas timbal balik dan lembaga-lembaga internasional yang memperoleh fasilitas pembebasan pajak dari Pemerintah; dan d. Objek pajak lainnya yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah. 4. Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut: a. Penyerahan pertama sebesar 20% (dua puluh persen); dan b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1% (satu persen). Khusus untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing sebagai berikut: a. Penyerahan pertama sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen); dan b. Penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075% (nol koma nol tujuh lima persen)

17 G. Penelitian Terdahulu Penelitian yang dilakukan oleh David Harianto dan Priyo Hari Adi (2007) tentang hubungan antara dana alokasi umum, belanja modal, pendapatan asli daerah dan pendapatan per kapita. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana alokasi umum sangat berpengaruh terhadap belanja modal, belanja modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap pendapatan per kapita tetapi juga mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui pendapatan asli daerah. Dan pendapatan asli daerah sangat berpengaruh terhadap pendapatan per kapita. Kusnandar dan Dodik Siswantoro (2007) tentang pengaruh dana alokasi umum, pendapatan asli daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran dan luas wilayah terhadap belanja modal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara empiris besarnya alokasi belanja modal dipengaruhi oleh dana alokasi umum, pendapatan asli daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran dan luas wilayah. Dan secara parsial dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap belanja modal sedangkan pendapatan asli daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran dan luas wilayah berpengaruh. Berdasarkan penelitian Walidi (2009) tentang pengaruh dana alokasi umum terhadap pendapatan perkapita, belanja modal sebagai variabel intervening. Hasil penelitian menunjukkan dana alokasi umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita, belanja modal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan perkapita. Dana alokasi umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal

18 serta dana alokasi umum dan belanja modal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita. Berdasarkan penelitian Ida Mentayani dan Rusmanto (2013) tentang pengaruh pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan sisa lebih pembiayaan anggaran terhadap belanja modal pada kota dan kabupaten di pulau Kalimantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan sisa lebih pembiayaan anggaran secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada kota dan kabupaten di pulau Kalimantan. Sedangkan secara parsial pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal pada kota dan kabupaten di pulau Kalimantan. Penelitian Rahmat (2010) tentang tinjauan atas pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah (ABT) Serta air permukaan (APER). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah serta air permukaan berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah. Tri Mustika Sari (2012) tentang analisis kontribusi pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor terhadap pendapatan asli daerah. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah terdahulu : Berikut ini pada table 2.1 dapat dilihat hasil ringkasan dari hasil penelitian

19 Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti dan Tahun Variabel 1 David Harianto dan Dana alokasi umum, Priyo Hari Adi belanja modal, (2007) pendapatan asli daerah dan pendapatan per kapita 2 Kusnandar dan dana alokasi umum, Dodik Siswantoro pendapatan asli (2007) daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran, luas wilayah dan belanja modal 3 Walidi (2009) dana alokasi umum,pendapatan perkapita, dan belanja modal Hasil Penelitian Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dana alokasi umum sangat berpengaruh terhadap belanja modal, belanja modal mempunyai dampak yang signifikan dan negatif terhadap pendapatan per kapita tetapi juga mempunyai hubungan yang positif dalam hubungan tidak langsung melalui pendapatan asli daerah. Dan pendapatan asli daerah sangat berpengaruh terhadap pendapatan per kapita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara empiris besarnya alokasi belanja modal dipengaruhi oleh dana alokasi umum, pendapatan asli daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran dan luas wilayah. Dan secara parsial dana alokasi umum tidak berpengaruh terhadap belanja modal sedangkan pendapatan asli daerah, sisa lebih pembiayaan anggaran dan luas wilayah berpengaruh. Hasil penelitian menunjukkan dana alokasi umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita, belanja modal mempunyai pengaruh yang

20 4 Ida Mentayani dan Rusmanto (2013) pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, sisa lebih pembiayaan anggaran, dan belanja modal 5 Rahmat (2010) Pajak Pengambilan Dan Pemanfaatan Air Bawah tanah (ABT) Serta Air Permukaan (APER) 6 Tri Mustika Sari Pajak Kendaraan (2012) Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Pendapatan Asli daerah signifikan terhadap pendapatan perkapita. Dana alokasi umum mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap belanja modal serta dana alokasi umum dan belanja modal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan per kapita. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan asli daerah, dana alokasi umum dan sisa lebih pembiayaan anggaran secara simultan berpengaruh signifikan terhadap belanja modal pada kota dan kabupaten di pulau Kalimantan. Sedangkan secara parsial pendapatan asli daerah dan dana alokasi umum tidak berpengaruh secara signifikan terhadap belanja modal pada kota dan kabupaten di pulau Kalimantan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pajak Pengambilan dan pemanfaatan Air Bawah Tanah Serta Air Permukaan Berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berpengaruh positif terhadap pendapatan asli daerah

21 H. Rerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian ini menggunakan empat variabel independen yaitu Pendapatan Per Kapita, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA), Pajak Air Permukaan dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor serta satu variabel dependen yaitu Belanja Modal. Pengalokasian belanja modal hal yang penting karena belanja modal pemerintah daerah difokuskan untuk menambah aset daerah yang bertujuan untuk meningkatkan pelayanan terhadap publik. Untuk dapat menambah aset daerah belanja modal sangat berpengaruh terhadap pendapatan asli daerah sedangkan pendapatan asli daerah bersumber dari pajak daerah dan retribusi daerah. Sumber pendanaan lainnya untuk alokasi belanja modal penyediaan berbagai fasilitas publik adalah penerimaan daerah yang bersumber dari Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya. Dengan ditambahkannya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah dengan belanja modal, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Pertumbuhan perekonomian daerah dapat meningkatkan pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya pendapatan per kapita.

22 1).Pengaruh Pendapatan Per Kapita terhadap keputusan Belanja Modal Pembangunan sarana dan prasarana oleh pemerintah daerah berpengaruh positif pada pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2004). Peningkatan pelayanan sektor publik secara berkelanjutan akan meningkatkan sarana dan prasarana publik, investasi pemerintah juga meliputi perbaikan fasilitas pendidikan, kesehatan, dan sarana penunjang lainnya. Syaratan fundamental untuk pembangunan ekonomi adalah tingkat pengadaan modal pembangunan yang seimbang dengan pertambahan penduduk. Pembentukan modal tersebut harus didefinisikan secara luas sehingga mencakup semua pengeluaran yang sifatnya menaikan produktivitas (Ismerdekaningsih & Rahayu, 2002). Dengan ditambahnya infrastruktur dan perbaikan infrastruktur yang ada oleh pemerintah daerah, diharapkan akan memacu pertumbuhan perekonomian di daerah. Pertumbuhan ekonomi daerah akan merangsang meningkatnya pendapatan penduduk di daerah yang bersangkutan, seiring dengan meningkatnya pendapatan penduduk akan berdampak pada meningkatnya pandapatan per Kapita. Jika PEMDA menetapkan anggaran belanja pembangunan lebih besar dari pengeluaran rutin, maka kebijakan ekspansi anggaran daerah ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi daerah (Saragih, 2003). Dalam penelitiannya Lin dan Liu (2000) menyatakan bahwa pemerintah perlu untuk meningkatkan investasi modal guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Adi (2006) membuktikan

23 bahwa belanja modal mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Alokasi belanja modal untuk pengembangan infrastruktur penunjang perekonomian, akan mendorong tingkat produktifitas penduduk. Pada gilirannya hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara umum yang tercermin dalam pendapatan per kapita. Dari gambaran ini, dapat disusun hipotesis penelitian sebagai berikut : H1 : Pendapatan Per Kapita berpengaruh positif terhadap keputusan belanja modal 2). Pengaruh Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) terhadap keputusan Belanja Modal SiLPA tahun sebelumnya yang merupakan penerimaan pembiayaan digunakan untuk menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja, mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja langsung (belanja barang dan jasa, belanja modal, dan belanja pegawai) dan mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum diselesaikan. Penelitian yang dilakukan Ardhini (2011) menguatkan hal tersebut dimana SiLPA berpengaruh positif terhadap Belanja Modal. Berdasarkan landasan teori tersebut, hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut : H2 : Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) berpengaruh positif terhadap keputusan belanja modal

24 3). Pengaruh Pajak Air Permukaan terhadap keputusan Belanja Modal Dalam menunjang kelancaran penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan daerah, salah satu sumber pendapatan daerah diantaranya berasal dari penerimaan pajak daerah. Pajak daerah memegang peranan yang sangat penting dalam mendukung penyediaan dana untuk kegiatankegiatan pemerintah dan pembangunan daerah, hal ini dapat berjalan dengan baik bila ada sumber dana yang digunakan untuk membiayai pelaksanaannya satu diantaranya dari sektor pajak. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan termasuk pajak daerah dan merupakan salah satu sumber penerimaan daerah yang penting guna membiayai penyelenggaraan pembangunan dan kegiatan pemerintah daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2010) menguatkan hal tersebut. Berdasarkan landasan teori tersebut, hipotesis dapat dinyatakan sebagai berikut : H3 : Pajak Air Permukaan berpengaruh positif terhadap keputusan belanja modal 4).Pengaruh Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Terhadap keputusan Belanja Modal Penelitian Tri Mustika Sari menunjukkan bahwa bea balik nama kendaraan bermotor memiliki pengaruh yang positif terhadap pendapatan asli daerah. Dengan semakin meningkatnya jumlah kendaraan bermotor maka peluang meningkatkan penerimaan PKB dan BBNKB sangat besar secara ekonomis terhadap pendapatan asli daerah. Karena pendapatan asli

25 daerah adalah salah satu sumber pendanaan terhadap belanja modal sehingga bea balik nama kendaraan bermotor berpengaruh terhadap belanja modal. Berdasarkan konsep tersebut maka dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut: H4 : Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor berpengaruh positif terhadap keputusan belanja modal I. Model Konseptual Penelitian Berdasarkan rerangka pemikiran dan hipotesis, maka model konseptual penelitian ini adalah: Pendapatan Per Kapita Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Pajak Air Permukaan Ha 1 Ha 2 Ha 3 Ha 4 Belanja Modal Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Gambar 2.1 Model Konseptual Penelitian