BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Salah satu hal yang menarik untuk diamati dari Indonesia sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia adalah perkembangan pola konsumsi pangan masyarakatnya. Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), tingkat konsumsi beras rumah tangga yang merupakan makanan pokok masyarakat Indonesia terus mengalami penurunan secara konsisten sepanjang tahun 2010-2014 dengan rata-rata laju penurunan sebesar 0,2 persen per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perlahan tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras untuk memenuhi sebagian besar asupan karbohidratnya terus berkurang. Pemerintah melalui program Model Pengembangan Pangan Pokok Lokal (MP3L) bertujuan untuk menganekaragamkan konsumsi pangan sumber karbohidrat masyarakat berbasis sumber daya lokal. Melihat tren konsumsi pangan yang ada, pihak Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) Yogyakarta memilih produk pangan berbahan dasar singkong untuk diolah menjadi mi. Di Yogyakarta telah terdapat beberapa jenis mi berbahan baku singkong yang menjadi ikon kuliner daerahnya masing-masing, diantaranya mie lethek di Imogiri yang dibuat dari tepung singkong dan gaplek, mie pentil di Pundong yang dibuat dari tepung tapioka, dan mie kering Ayo di Gunungkidul yang dibuat dari campuran tepung terigu, mocaf, dan tapioka. 1
2 Pada penelitian ini akan dikembangkan variasi lain dengan membuat mi instan menggunakan 3 macam bahan baku yaitu tepung terigu, mocaf, dan tapioka yang bertujuan untuk melakukan diversifikasi produk mi berbahan singkong dan meningkatkan nilai tambah bahan baku. Mi instan dipilih karena tingkat konsumsinya yang tinggi. Pada tahun 2002-2007 konsumsi mi instan dapat mencapai 97,56% dibandingkan makanan lain yang sejenis, seperti mi basah (0,04%), mi kering (1,21%), dan bihun (1,19%). Mocaf dipilih karena apabila dibandingkan dengan tepung singkong atau tepung gaplek, mocaf memiliki kemampuan gelasi, daya rehidrasi, dan kemudahan melarut yang lebih baik, lebih putih, lembut, dan tidak bau apek.. Proses fermentasi juga mengakibatkan tekstur mocaf mirip dengan tepung terigu, serta rasa dan aroma khas singkong yang berasal dari asam sianida dapat dihilangkan. Dibandingkan dengan gandum, mocaf memiliki kandungan serat dan kalsium yang tinggi. Mocaf memiliki daya kembang yang setara dengan gandum protein sedang sehingga cocok digunakan sebagai substitusi tepung terigu dalam pembuatan mi. Untuk karbohidrat, kandungan mocaf setara dengan terigu atau gandum namun bebas gluten. Gluten merupakan zat yang hanya ada pada terigu yang menentukan kekenyalan makanan. Oleh karena itu pembuatan mi instan dengan tepung mocaf akan tetap dikombinasikan dengan terigu sehingga tidak mengubah kualitas produk. Penambahan tapioka juga dilakukan sebagai bahan alternatif agar mi tetap kenyal dan tidak lengket saat dicetak. Selain itu, tapioka tidak mudah menggumpal, memiliki daya perekat yang tinggi, serta tidak mudah pecah atau rusak.
3 Pengembangan produk mi instan dilakukan dengan melibatkan konsumen dalam setiap tahapan mulai dari penentuan prioritas atribut mutu produk. Hal ini dilakukan agar pengembangan produk dapat berfokus kepada atribut mutu yang dianggap penting oleh konsumen. Selain itu peran konsumen juga diperlukan untuk memperoleh preferensi terhadap konsep produk yang ditawarkan sehingga dapat diketahui konsep mana yang paling disukai oleh konsumen. Pengembangan produk bertujuan untuk menghasilkan produk yang memiliki total biaya minimum dengan tetap mempertahankan keamanan (safety), penampilan (performance), keandalan (reliability) dan kualitas (quality) sehingga akan dihasilkan produk yang memiliki value tertinggi dan sesuai dengan keinginan konsumen Terdapat berbagai macam metode yang dapat digunakan dalam proses pengembangan produk, seperti QFD (quality function deployment), value engineering, dan juga kansei engineering. Pengembangan produk menggunakan metode QFD berfokus untuk menghubungkan keinginan pelanggan serta bagaimana suatu produk akan didesain dan diproduksi agar memenuhi keinginan tersebut. Sama halnya dengan QFD, pengembangan produk menggunakan value engineering juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen namun dengan memperhatikan batasan dalam hal biaya produksi. Selain itu juga terdapat metode kansei engineering yang mampu menerjemahkan kesan konsumen menjadi parameter desain sebuah produk dengan mengolah kansei words sebagai input menjadi atribut produk sebagai output. Pada penelitian ini akan digunakan metode value engineering yang dikombinasikan dengan kansei engineering. Metode kansei engineering dipilih
4 karena salah satu hal yang dinilai oleh konsumen adalah performansi yang akan mempengaruhi kesan konsumen terhadap suatu produk sehingga diperlukan suatu metode yang berorientasi pada kesan serta perasaan psikologis konsumen dan membebaskan konsumen untuk menyampaikan kesannya terhadap hal yang dirasakan atau dipikirkan konsumen setelah melihat, mendengar, atau merasakan suatu produk. Sedangkan metode value engineering digunakan untuk mencari keseimbangan fungsional yang terbaik antara biaya, keandalan, dan performansi produk mi instan sehingga diperoleh produk yang memiliki value tertinggi serta sesuai dengan keinginan konsumen. Metode kansei engineering akan digunakan dalam tahap informasi lalu tahap berikutnya akan dilanjutkan menggunakan metode value engineering. Kombinasi kedua metode tersebut dilakukan untuk memperkaya perolehan atribut mutu pada tahap informasi dan juga menspesifikkan atribut mutu yang akan dikembangkan pada tahap selanjutnya. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang di atas, untuk memperoleh mi instan yang sesuai dengan keinginan konsumen, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Atribut mutu apa saja yang diprioritaskan oleh konsumen terhadap produk mi instan? 2. Bagaimana preferensi konsumen terhadap konsep usulan mi instan? 3. Bagaimana spesifikasi produk mi instan yang memiliki value tertinggi?
5 C. BATASAN PENELITIAN Untuk mempermudah penyelesaian masalah, perlu dilakukan pembatasan terhadap masalah yang diambil, yaitu : 1. Penelitian ini tidak mencakup pada aspek pengemasan dan umur simpan. 2. Mi instan terbuat dari 3 macam tepung yaitu terigu, mocaf, dan tapioka. 3. Mocaf yang digunakan adalah mocaf produksi UKM Putri 21 yang berlokasi di Desa Ngawu, Playen, Gunungkidul. 4. Biaya produksi yang dihitung adalah biaya penggunaan bahan baku dan bahan tambahan dengan asumsi bahwa komponen biaya lain sama. D. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memperoleh prioritas atribut mutu yang diinginkan konsumen terhadap produk mi instan. 2. Mengetahui preferensi konsumen terhadap konsep usulan mi instan. 3. Mendapatkan spesifikasi produk mi instan dengan value tertinggi. E. MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Memberikan inovasi baru dan nilai tambah pada ubi kayu sebagai bahan pembuatan mi instan. 2. Menghasilkan mi instan yang sesuai dengan keinginan konsumen.