HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

dokumen-dokumen yang mirip
PROSES EKSTRAKSI MINYAK BUNGA MELATI (JASMINUM SAMBAC) DENGAN METODE ENFLEURASI. Elwina, Irwan, Ummi Habibah *) ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Bintaro adalah tanaman dengan nama ilmiah Cerbera odallam G. Bintaro

PENGARUH CAMPURAN LEMAK SAPI DAN MARGARIN SERTA JENIS PELARUT DALAM PROSES EKSTRAKSI MINYAK MELATI MENGGUNAKAN SISTEM ENFLEURASI

ABSTRAK. Kata kunci: enfleurasi, bunga kamboja cendana, jenis lemak, jenis minyak nabati, Plumeria alba.

Kajian Imbangan Bunga dengan Adsorben terhadap Rendemen dan Mutu Minyak Bunga Kamboja (Plumeria obtusa) Hasil Ekstraksi dengan Metode Enfleurasi

BAB I PENDAHULUAN. malam cukup tinggi yang disebabkan adanya variasi manfaat. Keharuman bunga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH JENIS ADSORBEN DALAM PROSES ENFLEURASI MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI (Ocimum Sanctum L.)

BAB I PENDAHULUAN. buah, biji maupun dari bunga dengan cara penyulingan dengan uap. Meskipun

TINJAUAN PUSTAKA. pada masa yang akan datang akan mampu memberikan peran yang nyata dalam

EKSTRAKSI MINYAK SEDAP MALAM METODE MASERASI - DESTILASI VAKUM

PENGAMBILAN MINYAK ATSIRI DARI MELATI DENGAN METODE ENFLEURASI DAN EKSTRAKSI PELARUT MENGUAP

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK 2

MINYAK ATSIRI (2) Karakteristik Bahan dan Teknologi Proses

BAB I PENDAHULUAN. Nilam (Pogostemon cablin Benth) yang termasuk dalam keluarga Labiatea

2000 JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTASTEKNOLOGIPERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

BAB I PENDAHULUAN. diutamakan. Sedangkan hasil hutan non kayu secara umum kurang begitu

Jean Baptiste Grenouille bergegas menuju Grasse, kota kecil di selatan

JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 4 SEPTEMBER-2013 ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB I PENDAHULUAN. barang (good product) maupun jasa (services product) dan konservasi. Produk

I. PENDAHULUAN. Minyak atsiri dikenal dengan nama minyak eteris (Essential oil volatile) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. suhu kamar mudah menguap. Istilah esensial dipakai karena minyak atsiri

METODE EKSTRAKSI MINYAK ATSIRI

PENDAHULUAN PENGOLAHAN NILAM 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. minyak ikan paus, dan lain-lain (Wikipedia 2013).

Distilasi, Filtrasi dan Ekstraksi

Jurnal Teknotan Vol. 10 No. 2, November 2016 P - ISSN : ; E - ISSN :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENGARUH TEMPAT TUMBUH DAN LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN MINYAK ATSIRI RAMBU ATAP

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSTRASI

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan mempunyai

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG [1] Tidak diperkenankan mengumumkan, memublikasikan, memperbanyak sebagian atau seluruh karya ini

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL PENANGANAN PASCA PANEN KUNYIT. Feri Manoi

I. PENDAHULUAN. Pisang merupakan komoditas buah-buahan yang populer di masyarakat karena

Fakultas Teknologi Industri PertanianUniversitas Padjadjaran 2) Staf Pengajar Fakultas Teknologi Industri PertanianUniversitas Padjadjaran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan Ca-Bentonit. Na-bentonit memiliki kandungan Na +

I. ISOLASI EUGENOL DARI BUNGA CENGKEH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TEKNOLOGI REMPAH-REMPAH DAN MINYAK ATSIRI

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang potensial sebagai sumber bahan baku

Usulan inisiatif..., Raden Agus Sampurna, FT UI, 2009

METODE DESTILASI AIR MINYAK ATSIRI PADA HERBA SERAI WANGI (Andropogon nardus Linn.) Indri Kusuma Dewi, Titik Lestari Poltekkes Kemenkes Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. non kayu diantaranya adalah daun, getah, biji, buah, madu, rempah-rempah, rotan,

MINYAK ATSIRI. Sakunda Anggarini. Kuliah Pengetahuan Bahan Agroindustri. Departement of Agroindustry 2014

UJI EFEKTIFITAS MINYAK ATSIRI BUNGA MELATI (Jasminum sambac L) TERHADAP DAYA BUNUH LARVA NYAMUK CULEX (Culex quinquefasciatus)

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-93

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. penghasil minyak atsiri yang cukup penting, dikenal dengan nama Patchauly Oil,

EKSTRAKSI MINYAK SEREH DAPUR SEBAGAI BAHAN FLAVOR PANGAN I N T I S A R I

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Flavor jeruk merupakan flavor yang banyak dipergunakan dalam

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 2, (2013) ISSN: ( Print) F-234

dapat mencapai hingga 90% atau lebih. Terdapat dua jenis senyawa santalol dalam minyak cendana, yaitu α-santalol dan β-santalol.

PENINGKATAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI DISTILASI VACUM GELOMBANG MIKRO

BAB I PENDAHULUAN. Hasil hutan non kayu sebagai hasil hutan yang berupa produk di luar kayu

ANALISIS TEKNIS DAN BIAYA OPERASIONAL ALAT PENYULING NILAM DENGAN SUMBER BAHAN BAKAR KAYU DI ACEH BARAT DAYA

Suplemen Majalah SAINS Indonesia

PENINGKATAN KUALITAS MINYAK DAUN CENGKEH DENGAN METODE ADSORBSI

DESTILASI UAP (PEMBUATAN MINYAK ATSIRI DARI BUNGA MAWAR) Siti Masitoh. M. Ikhwan Fillah, Indah Desi Permana PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA

Nahar, Metode Pengolahan dan Peningkatan Mutu Minyak Nilam METODE PENGOLAHAN DAN PENINGKATAN MUTU MINYAK NILAM. Nahar* Abstrak

Analisis Kadar Patchouli Alcohol menggunakan Gas Chromatography pada Pemurnian Minyak Nilam menggunakan Adsorben Zeolit

Jurnal Bahan Alam Terbarukan

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

FAKULTASTEKNOLOGIPERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

atsiri dengan nilai indeks bias yang kecil. Selain itu, semakin tinggi kadar patchouli alcohol maka semakin tinggi pula indeks bias yang dihasilkan.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Minyak Nilam B. Penyulingan Minyak Nilam

PROPOSAL PENELITIAN PENYULINGAN MINYAK ATSIRI DARI NILAM PENELITIAN. Oleh : YULINDA DWI NARULITA

II. METODOLOGI PENELITIAN

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) F-39

:!,1G():5kr'W:5. JURnAl EKOlOGI DAn SAlns ISSN : ISSN : VOLUME 01, No: 01. Agustus 2012

PENGARUH WAKTU UNTUK MENINGKATKAN KADAR PATCHOULI ALCOHOL DALAM PEMURNIAN MINYAK NILAM DENGAN MENGGUNAKAN DISTILASI VAKUM GELOMBANG MIKRO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dengan temu kunci, yakni genus Kaemferia. Kunci pepet (Kaemferia rotunda L.)

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

Lemak dan minyak merupakan sumber energi yang efektif dibandingkan dengan karbohidrat dan protein Satu gram lemak atau minyak dapat menghasilkan 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (parenial).

JURNAL PERMATA INDONESIA Halaman Volume 8, Nomor 1, Mei 2017 ISSN

PEMODELAN SISTEM. Pendekatan Sistem. Analisis Sistem

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Dampak penggunaan pestisida non-nabati Mengapa pestisida nabati diperlukan?

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Biomassa adalah segala material yang berasal dari tumbuhan atau hewan

Studi Input Energi pada Proses Penyulingan Minyak Atsiri Nilam dengan Sistem Boiler (Studi Kasus Unit Pengolahan minyak Nilam Kesamben-Blitar)

BAB I PENDAHULUAN. Di tengah stagnasi perekonomian nasional, UKM telah membuktikan

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang 1.2 Rumus Masalah

Seminar Nasional Inovasi Dan Aplikasi Teknologi Di Industri 2017 ISSN ITN Malang, 4 Pebruari 2017

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Thermodinamika Teknik Mesin

UJI COBA ALAT PENYULINGAN DAUN CENGKEH MENGGUNAKAN METODE AIR dan UAP KAPASITAS 1 kg

UJI PERFORMA PENYULINGAN TANAMAN NILAM (Pogostemon cablin, Benth) MENGGUNAKAN BOILER DI KABUPATEN BLITAR

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengelompokan Tanaman berdasarkan manfaatnya bagi Manusia: Apa manfaatnya bagi Manusia?

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman aromatik merupakan komoditas ekspor nonmigas yang dibutuhkan di berbagai industri seperti dalam industri parfum, kosmetika, farmasi, serta industri makanan dan minuman.dalam dunia perdagangan, komoditas ini dipandang memiliki peran strategis dalam menghasilkan produk primer maupun sekunder, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Setiap tahun konsumsi minyak atsiri dunia beserta turunannya naik sekitar 8-10%.Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, sebagai salah satu penghasil minyak atsiri dunia, tetapi berlaku pula di negara-negara penghasil minyak atsiri lain seperti India, Thailand, dan Haiti (Redaksi Trubus, 2009).Pemicu kenaikan konsumsi minyak atsiri ini antara lain karena meningkatnya kebutuhan minyak atsiri untuk industri parfum, kosmetik, dan kesehatan.selain itu kecenderungan konsumen (masyarakat) untuk berpindah dari pola mengkonsumsi bahan-bahan mengandung senyawa sintetik ke bahan alami turut berpengaruh terhadap meningkatnya permintaan minyak atsiri. Saat ini, dikembangkan jenis-jenis minyak atsiri baru dengan harga yang relatif mahal, seperti minyak yang dihasilkan dari bunga-bungaan.minyak mawar yang dihasilkan dari bunga mawar Damascus mencapai Rp. 140.000.000/kg, sementara minyak dari terna, baik daun, ranting, dan biji dihargai ratusan ribu rupiah per kilogamnya (Armando, 2009). Selain itu, menurut Duryatmo (2008), minyak atsiri yang dihasilkan dari jenis bunga, seperti bunga mawar (Rosa centifolia) dan melati (Jasminum sambac) memiliki harga jual Rp. 20.000.000/kg dan Rp. 90.000.000/kg.Harga jual ini lebih tinggi dibanding dengan minyak yang dihasilkan dari daun sirih (Rp. 1.500.000/kg) ataupun minyak yang dihasilkan dari kayu manis (Rp. 600.000/kg).Daftar harga beberapa minyak tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. 1 FTIP001651/014

2 Bunga-bungaan yang dapat menghasilkan minyak atsiri yang dikenal adalah minyak dari bunga melati, mawar, lavender, sedap malam, dan kenanga.jenis tanaman ataupun bunga lainnya yang berpotensi untuk menghasilkan minyak atsiri masih banyak.diperkirakan, terdapat 160-200 jenis tanaman aromatik yang berpotensi untuk dibuat minyak atsirinya (Armando, 2009). Selain itu, Koensoemardiyah (2010) menyebutkan bahwa di Indonesia banyak sekali terdapat jenis tanaman yang mengandung minyak atsiri, tetapi banyak pula yang belum dimanfaatkan. Salah satu tanaman (bunga) yang berpotensi menghasilkan minyak atsiri adalah bunga kamboja (Plumeria sp.) Pengambilan minyak atsiri yang terkandung dalam bunga seperti bunga kamboja tidak bisa dilakukan dengan cara penyulingan seperti halnya pada cengkeh, nilam, ataupun akar wangi.menurut Guenther dkk. (1987) hal inidisebabkan oleh penyulingan dengan uap air atau air mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponen minyak karena proses hidrolisis, polimerisasi, dan resinifikasi.komponen yang bertitik didih tinggi khususnya yang larut dalam air tidak dapat diangkut oleh uap air sehingga rendemen minyak dan mutu yang dihasilkan lebih rendah.selain itu, dengan proses hidrodestilasi umumnya tidak menghasilkan minyak bunga atau kalaupun terekstrak menghasilkan rendemen yang sangat rendah, sehingga kurang baik digunakan.berdasarkan hal tersebut maka bunga kamboja harus diproses dengan metode lain untuk menghasilkan minyak atsirinya (minyak kamboja).salah satu metode yang dapat dilakukan untuk bunga kamboja adalah metode ekstraksi, baik ekstraksi dengan menggunakan pelarut menguap (solvent), ekstraksi dengan lemak panas atau lebih dikenal dengan istilah maserasi, maupun ekstraksi dengan lemak dingin atau dikenal dengan istilah enfleurasi. Hamid dkk. (2011) menyatakan bahwa metode enfleurasi paling cocok untuk diterapkan pada proses ekstraksi minyak yang berasal dari bunga-bungaan, karena minyak bunga yang dihasilkan memiliki rendemen yang lebih tinggi (dibanding solvent).dengan enfleurasi, minyak yang dihasilkan memiliki aroma yang lebih kuat dan warna yang jernih.selain itu, kegiatan bunga dalam memproduksi minyak akan terhenti dan mati jika terkena panas, kontak atau FTIP001651/015

3 terendam dalam pelarut organik.dengan demikian, pelarut hanya dapat mengekstraksi minyak yang terdapat dalam sel bunga yang terbentuk pada saat bunga tersebut kontak dengan pelarut, sedangkan minyak atsiri yang terbentuk sebelumnya sebagian besar telah menguap.untuk itu, ekstraksi dengan menggunakan pelarut menguap menghasilkan rendemen minyak yang rendah. Hasil penelitian Pitpiangchan dkk. (2009) terhadap rendemen minyak bunga kamboja yang diperoleh dari beberapa metode ekstraksi, metode enfleurasi menghasilkan rendemen yang lebih tinggi dari metode solvent (petroleum eter), yaitu sebesar 0,396% untuk enfleurasi dan 0,351% untuk solvent. Sementara itu metode maserasi menghasilkan rendemen sebesar 12,240% tetapi tingginya rendemen ini dikhawatirkan karena adanya sejumlah resin yang ikut terkestrak pada saat pemanasan. Untuk mendapatkan rendemen minyak yang lebih tinggi dan bermutu baik, proses fisiologi dalam bunga selama proses ekstraksi berlangsung perlu dijaga agar tetap berlangsung dalam waktu selama mungkin sehingga bunga tetap dapat memproduksi minyak atsiri.hal ini dapat dilakukan dengan cara mengekstraksi minyak bunga menggunakan bantuan lemak (enfleurasi). Dalam proses pengolahan minyak atsiri, ada beberapa faktor penting penentu tingginya rendemen dan mutu minyak.pannizi dkk. (1993) menyebutkan kualitas dari minyak atsiri hasil ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain iklim, musim dan kondisi geografis, waktu panen, dan teknik ekstraksi yang digunakan.selain itu, Sumarni dkk. (2003) menyatakan bahwa kualitas minyak atsiri ditentukan oleh karakteristik alamiah dari masing-masing minyak tersebut dan bahan-bahan asing yang tercampur didalamnya.sementara itu, Guenther dkk. (1987) menyebutkan bahwa mutu minyak pada proses enfleurasi terutama tergantung pada perbandingan antara berat bunga dan berat lemak yang digunakan.hal ini menunjukkan bahwa jumlah imbangan bunga terhadap lemak sangat berpengaruh terutama pada mutu minyak yang dihasilkan.jumlah imbangan bunga ini akan berbeda untuk setiap jenis bunga. Seperti untuk bunga melati, Guentherdkk. (1987) menuturkan, dalam 1 kg lemak sebaiknya ditambahkan 2-3 kg bunga untuk seluruh periode enfleurasi.hingga saat ini, FTIP001651/016

4 informasi mengenai jumlah imbangan bunga yang terbaik untuk bunga kamboja belum tersedia.untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui jumlah imbangan bunga kamboja agar dapat meningkatkan rendemen dan mutu minyak atsiri yang dihasilkanya. 1.2 Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi adanya masalah yaitu belum adanya informasi mengenai jumlah imbangan bunga terhadap adsorben yang sesuai untuk metode enfleurasi pada bunga kamboja. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah imbangan bunga kamboja terhadap rendemen dan mutu minyak bunga kamboja dengan metode enfleurasi. 1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang proses ekstraksi minyak bunga kamboja dengan menggunakan metode enfleurasi. Selain itu diharapkan dari hasil penelitian ini dapat diketahui pengaruh jumlah imbangan bunga kamboja terhadap adsorbenuntuk menghasilkan rendemen dan mutu minyak bunga kamboja yang baik, sehingga apabila ada penelitian lanjutan mengenai metode enfleurasi ini terhadap bunga kamboja, sudah diketahui jumlah imbangan bunga yang seharusnya digunakan. 1.5 Kerangka Pemikiran Bunga kamboja merupakan salah satu bunga potensial penghasil minyak atsiri.bagian dari bunga yang dipakai untuk proses ekstraksi adalah mahkota bunga (petal).pemilihan mahkota bunga dilakukan pada tingkat kemekaran 50100%.Menurut Nopalas (1999), tingkat kemekaran bunga di bawah 50%, mahkota FTIP001651/017

5 bunga belum terbuka penuh sehingga pori-pori yang terdapat pada mahkota pada saat respirasi masih sedikit yang bersentuhan dengan oksigen.hasil penelitian Suyanti dkk. (1998) yang diterapkan pada bunga sedap malam, rendemen tertinggi diperoleh pada bunga dengan tingkat kemekaran 50-75% (0,110%) selanjutnya tingkat kemekaran 100% menghasilkan rendemen tertinggi kedua yaitu sebesar 0,070%. Pemanenan bunga dilakukan pada pagi hari, yaitu dari pukul 06.0008.00.Hal ini menurut Yulianingsih dan Amiarsih (2007) karena pada pagi hari, proses fotosintesis (memerlukan lebih banyak energi) pada bunga belum begitu kuat.waktu panen berpengaruh terhadap rendemen minyak yang dihasilkan.armando (2009) juga menegaskan bahwa pemanenan bahan sebaiknya tidak dilakukan pada siang hari. Hal ini disebabkan adanya pengaruh panas matahari yang menyebabkan laju transpirasi berlangsung cepat sehingga minyak atsiri mudah menguap. Metode enfleurasi dalam proses penyerapan minyak atsirinya, menggunakan bantuan lemak untuk mengadsorpsi kandungan minyak atsiri dalam bunga.lemak mempunyai daya adsorpsi yang tinggi dan jika dicampur dan kontak dengan bunga yang berbau wangi, maka lemak akan mengadsorpsi minyak yang dikeluarkan oleh bunga (Guenther dkk., 1987).Pernyataan ini diperkuat oleh Agusta (2000) yang menyatakan bahwa minyak atsiri larut dengan baik di dalam lemak.prinsip inilah yang diterapkan dalam proses enfleurasi.proses penyerapan minyak bunga oleh lemak hanya terjadi pada permukaan lemak (secara fisik).lemak merupakan trigliserida (ester dari gliserol dan asam lemak) yang memiliki ikatan rangkap yang membentuk struktur ruang tiga dimensi, sehingga gugus-gugus ester pada lemak merupakan jerat.proses penjeratan terjadi karena gaya tarik menarik antara ester dari lemak dengan minyak atsiri sehingga lemak mampu menyerap minyak atsiri yang bersifat volatil (Ketaren, 1985). Adsorben (lemak) yang digunakan pada proses enfleurasi harus tidak berbau dan mempunyai konsistensi (kekerasan) tertentu. Jika lemak yang digunakan terlalu keras, maka kontak antara bunga dan lemak relatif sulit sehingga akan mengurangi daya adsorpsi dan rendemen minyak bunga yang FTIP001651/018

6 dihasilkan.sebaliknya jika lemak terlalu lunak, maka bunga yang ditaburkan pada permukaan lemak akan masuk ke dalam lemak, sehingga bunga yang layu serta lemak yang melekat pada bunga sulit dipisahkan.lemak harus bersifat setengah keras, sehingga bunga yang tertinggal pada bagian permukaannya dapat dipisahkan dengan mudah.hasil penelitian dari Suyanti (2002) yang diterapkan pada proses enfleurasi bunga sedap malam, jenis adsorben shortening mentega putih (snow white) menghasilkan rendemen tertinggi yaitu 0,720% dan rendemen terendah dihasilkan oleh adsorben campuran lemak sapi dan minyak bunga matahari yaitu sebesar 0,520%.Untuk itu, pada penelitian ini dipilih jenis adsorben mentega putih (snow white). Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap rendemen dan mutu minyak yang dihasilkan adalah jumlah imbangan bunga yang digunakan dalam setiap kali enfleurasi.pernyataan ini diperkuat oleh Guenther dkk. (1987) yang menyatakan bahwa mutu minyak yang dihasilkan dari proses enfleurasi terutama tergantung pada perbandingan antara berat bunga dan berat lemak (adsorben) yang digunakan.perbandingan ini didasarkan pada jumlah bunga yang kontak dengan lemak.jika jumlah bunga terlalu banyak dan tidak bisa mengimbangi jumlah lemak yang digunakan, maka minyak atsiri tidak dapat diserap dengan sempurna, karena lemak tidak dapat mengadsorpsi minyak bunga seluruhnya. Penelitian yang dilakukan oleh Rakthaworn dkk.(2009) pada proses enfleurasi Tuberosedengan adsorben palmwax, jumlah bunga yang ditaburkan pada setiap adsorben (200 ml palmwax) adalah 1000 g, 1500 g, 2000 g, 2500 g, 3000 g, dan 3500 g.hasil penelitian dari Rakthaworn dkk.(2009) untuk metode enfleurasi dari bunga Tuberose yang terdiri dari 6 perlakuan perbandingan banyaknya bunga tersebut, percobaan dengan bobot 2500 gram bunga/200 ml adsorben menghasilkan rendemen tertinggi yaitu 0,314%, dan rendemen terendah dihasilkan dari perlakuan 3500 g bunga/200 ml adsorben yaitu sebesar 0,256%. Sementara itu, penelitian Pitpiangchan dkk. (2009) pada enfleurasi bunga kamboja, 2000 g bunga kamboja menghasilkan rendemen sebesar 0,396%. FTIP001651/019

7 Hipotesis 1.6 Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun, maka dapat diambil hipotesis bahwa jumlah imbangan bunga akan memberikan pengaruh terhadap rendemen dan mutu dari minyak bunga kamboja. FTIP001651/020