1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan sampai 6 o 10 Lintang Selatan dan 123 o 20 Bujur Timur sampai 124 o 39 Bujur Timur. Dalam peta wilayah Indonesia, awalnya wilayah tersebut dikenal dengan nama Kepulauan Tukang Besi yang termasuk dalam wilayah administratif Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara. Sejak tahun 2003 dimekarkan menjadi daerah otonom Kabupaten Wakatobi. Istilah Wakatobi diambil dari singkatan empat nama pulau utama yang ada di wilayah itu, yaitu Wangi-Wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Potensi sumberdaya laut Kepulauan Wakatobi cukup tinggi, terutama sumberdaya terumbu karang. Wilayah ini terletak pada Pusat Segi Tiga Karang Dunia (Coral Tri-Angle Center), memiliki jumlah keanekaragaman hayati kelautan tertinggi di dunia (750 jenis karang dari 850 spesies karang dunia), 900 jenis ikan dunia dengan 46 diversitas teridentifikasi. Wakatobi memiliki 90.000 hektar terumbu karang, dan Atol Kaledupa 48 km, yang merupakan atol terpanjang di dunia. Persentasi tutupan karang hidup antara 36,51 52,86%, (Dhewani et al. 2006). Panorama bawah laut dengan keindahan ekosistem terumbu karang dan keanekaragaman biotanya, menjadikan kawasan ini sebagi salah satu daerah kunjungan wisata, baik dalam maupun luar negeri, terutama bagi para pencinta wisata menyelam. Ekosistem Kepulauan Wakatobi juga rentan terhadap berbagai gangguan, terutama akibat praktek pengelolaan sumberdaya laut yang tidak ramah lingkungan. Beberapa hal yang mengancam kegiatan pengelolaan sumberdaya laut di Kepulauan Wakatobi adalah perilaku masyarakat yang merusak terumbu karang, penggunaan bom ikan, penambangan batu karang, penambangan pasir, dan pengambilan kayu bakau. Status Kepulauan Wakatobi saat ini telah berubah, selain sebagai daerah otonom, juga sebagai wilayah konservasi, dengan nama Taman Nasional Wakatobi. Penetapan kawasan ini sebagai taman nasional berdasarkan pada SK
2 Menteri Kehutanan Nomor 393/KPTS-VI/1996. Luas kawasan Taman Nasional Wakatobi ± 1.390.000 hektar, sama persis atau overlap dengan luas wilayah administratif Kabupaten Wakatobi. Sebagai taman nasional dalam pengelolaannya diperlukan pengetahuan dan pemahaman mendalam tentang kondisi ekologi keanekaragaman hayati di kawasan tersebut. Pada sisi lain, sebagai daerah otonom perhatian lebih banyak pada peningkatan pembangunan sarana dan prasarana dalam rangka meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ekosistem mangrove merupakan salah satu jenis sumberdaya alam yang menjadi target konservasi, dari berbagai potensi sumberdaya alam yang ada di kawasan Taman Nasional Wakatobi. Berdasarkan hasil penelusuran literatur, bermacam-macam karakter ekologi mangrove pada berbagai negara dan daerah pantai di Indonesia sekarang telah banyak dikaji oleh para ahli. Namun demikian ternyata aspek ekologi mangrove pada pulau-pulau kecil, sampai saat ini belum banyak diungkap. Selama ini penelitian terkait Taman Nasional Wakatobi, seperti COREMAP (2001), Dhewani et al. (2006), Hidayati et al. (2007), dan Mufti (2009), lebih banyak mengamati ekologi terumbu karang (coral reef), sosial ekonomi masyarakat, dan nilai ekonomi sumberdaya. Kajian ilmiah secara lebih komprehensif masih diperlukan terkait keberadaan ekosistem mangrove di Taman Nasional Wakatobi. Sebagai ekosistem mangrove pada pulau-pulau kecil dan berada di daerah Wallacea, diduga memiliki keunikan-keunikan dan karakter ekologi yang berbeda dibandingkan dengan ekosistem mangrove pada berbagai daerah lain di Indonesia. Isu perubahan iklim akibat pemanasan global (global warming) memiliki implikasi yang luas bagi kehidupan di bumi. Fenomena alam lain dari pemanasan global adalah naiknya permukaan air laut. Naiknya permukaan air laut dampaknya akan sangat terasa bagi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau kecil dan akan lebih parah lagi jika komunitas mangrove yang berfungsi sebagai salah satu barier di pantai tidak ada lagi. Hilangnya ekosistem mangrove juga akan mengancam ekosistem terumbu karang, yang merupakan unsur penting di Taman Nasional Wakatobi dan menjadi sektor andalan utama pengembangan pariwisata pemerintah daerah Kabupaten Wakatobi. Dengan mempelajari efek penggenangan dan tinggi pengenangan air laut terhadap ekosistem mangrove, akan dapat
3 memprediksi perubahan-perubahan yang terjadi pada masa yang akan datang akibat kenaikan permukaan air laut. Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dipandang perlu untuk mengadakan penelitian tentang karakteristik ekosistem mangrove pada pulaupulau kecil di Taman Nasional Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara. B. Perumusan Masalah Sebagai bagian dari sebuah taman nasional, ekosistem mangrove Taman Nasional Wakatobi perlu dikelola dengan perencanaan yang matang dan baik. Sampai saat ini informasi karakter ekologi vegetasi mangrove di Taman Nasional Wakatobi belum tersedia. Menurut Kusmana (1993), struktur vegetasi harus diklasifikasi terlebih dahulu dalam rangka melaksanakan suatu manajemen yang layak berdasarkan prinsip kelestarian. Spies & Tunner (1999) selanjutnya menyatakan bahwa, manajemen dinamika suatu landscap harus didasarkan pada proses-proses vegetasi yang menjadi dasar dari proses-proses ekologi yang berlangsung pada suatu ekosistem. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana penyebaran flora mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi? 2. Bagaimana struktur dan komposisi mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi? 3. Bagaimana gambaran kondisi umum lingkungan di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi? 4. Bagaimana gambaran sifat kimia dan tekstur substrat vegetasi mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi? 5. Bagaimana gambaran karakteristik mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi? C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang : 1. Penyebaran flora mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan Pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi
4 2. Kerapatan vegetasi mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi 3. Keanekaragaman spesies mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi 4. Zonasi vegetasi mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi 5. Hubungan zonasi vegetasi mangrove dengan tinggi penggenagan pasang surut di pulau Kaledupa 6. Permudaan alami vegetasi mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi 7. Sebaran diameter batang vegetasi mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi 8. Kondisi umum lingkungan pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi 9. Sifat kimia dan tekstur substrat vegetasi mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi 10. Gambaran karakteristik mangrove di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi D. Manfaat Penelitian Informasi yang diperoleh dari penelitian ini akan sangat bermanfaat sebagai data dasar yang dapat digunakan sebagai bahan penyusunan program konservasi in-situ komunitas mangrove, penelitian, pendidikan dan pariwisata di pulau Kaledupa, Derawa dan pulau Hoga Taman Nasional Wakatobi E. Kerangka Pemikiran Suatu ekosistem dipengaruhi oleh interaksi antara faktor biotik dan abiotik, baik pada skala ruang maupun waktu. Sebagai gugusan pulau-pulau, ekosistem mangrove dalam kawasan Taman Nasional Wakatobi akan dipengaruhi faktorfaktor biotik dan abiotik yang berlangsung pada pulau-pulau yang ada, dan akan dipengaruhi pula oleh aktivitas masyarakat di sekitar kawasan yang memanfaatkan berbagai potensi sumberdaya yang ada.
5 Pendekatan yang dipilih dalam memahami kompleksitas ekologi mangrove di Taman Nasional Wakatobi adalah dengan pendekatan analisis vegetasi dalam rangka mengklasifikasikan berbagai karakter ekologi mangrove. Menurut Gauch (1982), dalam Ludwig dan Reynolds (1988) ada beberapa tujuan utama dalam melakukan klasifikasi dalam ekologi, diantaranya: pertama meringkaskan data yang besar dan komplek, kedua membantu dalam membuat intepretasi berbagai pola komunitas pada suatu lingkungan, dan ketiga memperhalus model struktur komunitas, sehingga pemahaman terhadap data dapat lebih mudah. Muller-Dombois & Ellenberg (1974) menyatakan bahwa yang menjadi dasar dalam melakukan klasifikasi adalah sebagai berikut : (1) Pada kondisi habitat yang serupa akan ditemukan kombinasi spesies yang serupa yang berulang kehadirannya dari suatu tegakan ke tegakan lain. (2) Tidak ada tegakan atau sampel vegetasi yang betul-betul serupa, bahkan pada tegakan yang sangat berdekatan akan memperlihatkan penyimpangan terhadap yang lainnya. Hal tersebut akibat adanya peluang dari kejadian penyebaran spesies tumbuhan, gangguan, sejarah tegakan, dan kepunahan spesies. (3) Kumpulan spesies akan berubah seiring dengan perubahan jarak geografi atau lingkungan, dan (4) Komposisi tegakan vegetasi bervariasi dalam sekala ruang dan waktu. Kompleksitas ekologi vegetasi mangrove di Taman Nasional Wakatobi dapat dipahami lebih jauh dengan analisis vegetasi di kawasan tersebut. Dalam analisis vegetasi akan diperoleh unit-unit parameter vegetasi, khususnya kelimpahan spesies, keanekaragaman spesies, sebaran diameter, dan karakter lainnya. Selanjutnya dikaji juga hubungan pola komunitas dengan berbagai faktor abiotik. Kerangka pemecahan masalah dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
6 Use Publikasi ilmiah dan Disertasi serta bahan perumusan kebijakan konservasi in-situ komunitas mangrove di Taman Nasional Wakatobi Data Dasar Ekosistem Mangrove Taman Nasional Wakatobi Product Karakter Ekosistem Vegetasi Mangrove Taman Nasional Wakatobi : Struktur dan Kelimpahan, Zonasi, Keanekaragaman, Regenerasi Alami dan Faktor Abiotik Komunitas Mangrove Koleksi Herbarium Vegetasi Mangrove Taman Nasional Wakatobi Methodology Survei Teknik Sampling Vegetasi dan Faktor Abiotik Research and Development Analisis Vegetasi Mangrove Taman Nasional Wakatobi Gambar 1 Road map penelitian karakter ekosistem vegetasi mangrove pada pulau-pulau kecil di Taman Nasional Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara.