BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 : PENDAHULUAN. yang bersifat progresif dan irreversibel yang menyebabkan ginjal kehilangan

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

BAB I PENDAHULUAN. dengan angka kejadian yang masih cukup tinggi. Di Amerika Serikat, UKDW

BAB I PENDAHULUAN. individu, keluarga, masyarakat, pemerintah dan swasta. Upaya untuk meningkatkan derajat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Banyak penyebab dari disfungsi ginjal progresif yang berlanjut pada tahap

BAB I PENDAHULUAN. prevalensinya semakin meningkat setiap tahun di negara-negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. jantung. Prevalensi juga akan meningkat karena pertambahan umur baik lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. khususnya mengenai jaminan social (Depkes RI, 2004). Penyempurna dari. bertransformasi menjadi BPJS Kesehatan.

Kebijakan Umum Prioritas Manfaat JKN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian ini antara lain: 1. Ng et al (2014) dengan judul Cost of illness

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan tubuh secara menyeluruh karena ginjal adalah salah satu organ vital

BAB I dalam Neliya, 2012). Chronic Kidney Disease (CKD) atau penyakit ginjal

BAB I PENDAHULUAN. Gagal ginjal kronis (GGK) adalah suatu keadaan dimana terdapat penurunan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia. Di

BAB I PENDAHULUAN. bahkan terjadi gagal ginjal. Jika tidak diobati, penyakit ginjal bisa

BAB I PENDAHULUAN. bersifat progresif dan ireversibel. Gangguan fungsi ginjal ini terjadi ketika

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit ginjal kronik (PGK) adalah salah satu penyakit dengan risiko

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU No. 23/1992 yang kemudian diganti

BAB I PENDAHULUAN. dapat terjadi secara akut dan kronis. Dikatakan akut apabila penyakit berkembang

I. PENDAHULUAN. urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Brunner dan Suddarth, 2002)

kesatuan yang tidak terpisahkan dari manajemen operasi RS. Manajemen operasi yang efisien (lean management) adalah manajemen operasi yang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. satu unsur penting yang harus dimiliki manusia untuk mencapai kesejahteraan.

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

PERBEDAAN PENYEBAB GAGAL GINJAL ANTARA USIA TUA DAN MUDA PADA PENDERITA PENYAKIT GINJAL KRONIK STADIUM V YANG MENJALANI HEMODIALISIS DI RSUD

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Insidensi penyakit gagal ginjal kronik semakin. meningkat dengan sangat cepat. Hal ini tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Perubahan gaya hidup menyebabkan terjadi pergeseran penyakit di

BAB I PENDAHULUAN. progresif dan lambat, serta berlangsung dalam beberapa tahun. Gagal ginjal

BAB I PENDAHULUAN. Rumah sakit merupakan salah satu sarana kesehatan yang melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN. mampu menggunakan insulin yang dihasilkan oleh pankreas (Word Health

BAB I PENDAHULUAN. secara menahun dan sifatnya irreversibel, ditandai dengan kadar ureum dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk memberikan Jaminan Sosial dalam mengembangkan Universal Health

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dalam era persaingan global menuntut setiap rumah sakit atau

BAB. I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Gagal jantung adalah tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan

BAB I PENDAHULUAN. metabolik tubuh (Imaligy, 2014). Dalam menangani kasus gagal jantung

BAB I PENDAHULUAN. Efusi pleura Di Ruang Inayah RS PKU Muhamadiyah Gombong.

PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

UKDW BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit gagal ginjal adalah kelainan struktur atau fungsi ginjal yang ditandai

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat

BAB I PENDAHULUAN. Coverage (UHC) adalah suatu ketentuan penting bagi negara

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. mengalaminya. Akan tetapi usia tidak selalu menjadi faktor penentu dalam perolehan

MANAJEMEN PENGEMBANGAN UNIT HD DALAM ERA JKN. Ria Bandiara Div Ginjal Hipertensi Dept / SMF Ilmu Penyakit Dalam FK. UNPAD / RS.Hasan Sadikin Bandung

ILUSTRASI PELAYANAN HEMODIALISIS DENGAN FASILITAS JKN AFIATIN

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam mempertahankan hidup. Hati termasuk organ intestinal terbesar

TATALAKSANA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA PT ASKES (PERSERO) BAB I PERSYARATAN UMUM

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. efisiensi biaya obat pasien JKN rawat jalan RS Swasta

BAB I PENDAHULUAN. dunia sehingga diperlukan penanganan dan pencegahan yang tepat untuk

BAB I PENDAHULUAN. Malnutrisi merupakan salah satu permasalahan yang banyak dialami

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah

BAB I PENDAHULUAN. metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena sekresi

Kebijakan Pembiayaan untuk pelayanan Dialisis di FKRTL dalam era JKN. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Jakarta, 08 April 2017

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Mereka mengeluh, oleh karena sakit menjadi mahal. Semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat yang dapat dilakukan adalah pengendalian penyakit tidak menular. 2

BAB I PENDAHULUAN. penduduk (Alashek et al, 2013). Data dari Indonesian Renal Registry (2014)

BAB 1 PENDAHULUAN. secara progresif dan ireversibel, saat ini angka kejadian gagal ginjal kronik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dan lambat. PGK umumnya berakhir dengan gagal ginjal yang memerlukan terapi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

2025 (Sandra, 2012). Indonesian Renal Registry (IRR) tahun 2012

BAB 1 : PENDAHULUAN. penderita mengalami komplikasi pada organ vital seperti jantung, otak, maupun ginjal.

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pelayanan kesehatan yang baik merupakan kebutuhan bagi setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit ginjal kronis (PGK) merupakan salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. meningkatnya potensi risiko untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makanan, berkurangnya aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran / polusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Stroke masih merupakan masalah kesehatan yang utama.di dunia, stroke

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. berpengaruh pada tingkat produktivitas seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan pelayanan kesehatan di Indonesia berkembang cukup

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Karakteristik Subjek Penelitian

BAB 1 : PENDAHULUAN. dijadikan sebagai contoh bagi masyarakat dalam kehidupan sehari hari. Makanan

olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Esa Unggul

BAB I PENDAHULUAN. Alkohol merupakan substansi yang paling banyak digunakan di dunia dan tidak

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Amerika Serikat prevalensi tahunan sekitar 10,3%, livetime prevalence mencapai

BAB I PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan faktor resiko primer penyakit jantung dan stroke. Pada

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menyongsong universal health coverage tahun 2014, PT. Askes (Persero) ditugaskan sebagai BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan, perlu kajian biaya dalam pengelolaan penyakit katastropik (hemofilia, thalasemia, penyakit jantung, kanker, dan Gagal Ginjal Terminal). Kajian tersebut bermanfaat dalam mengambil kebijakan khususnya yang berhubungan dengan pentarifan, pemetaan penyedia layanan kesehatan, dan pelayanan dialisis kepada peserta BPJS. Penyakit katastropik mengambil porsi 23% dari total biaya pelayanan kesehatan di PT. Askes (Persero) Divisi Regional VI pada tahun 2012. Sedangkan di PT. Askes (Persero) KCU Yogy akarta, biaya kesehatan penyakit katastropik mencapai 32% dari total biaya pelayanan kesehatan. 24,4% dari total biaya katastropik tersebut adalah untuk GGT (Gagal Ginjal Terminal) yang membutuhkan TPG (Terapi Pengganti Ginjal). Persebaran penyedia layanan dialisis saat ini belum merata. Melihat bentuk negara Indonesia yang kepulauan, pembangunan PPK (Pemberi Pelayanan Kesehatan) HD di seluruh pulau sangat sulit karena membutuhkan biaya besar dan SDM yang banyak. Jika PPK HD dipusatkan pada pulau-pulau besar maka penduduk di pulau kecil akan sulit mengakses pelayanan dialisis. Oleh karena itu PDMB (Peritoneal Dialisis Mandiri Berkesinambungan) menjadi alternatif solusi dalam penyediaan layanan dialisis. Jumlah penderita GGT yang membutuhkan TPG di dunia meningkat tiap tahunnya. Jumlah penderita GGT tahun 2004 20% lebih tinggi dibandingkan tahun 2001. Penelitian tersebut dilakukan oleh peneliti yang sama, dengan cara penelitian dan area penelitian juga sama (Grassmann, 2005; Moeller, 2002). Pertumbuhan jumlah penderita tersebut menyentuh angka 7% tiap tahunnya (Grassmann, 2005). 1

2 Penelitian yang dilakukan di 122 negara dunia dengan jumlah populasi penduduk 5,9 milyar (92% total populasi dunia), Penderita GGT yang menjalani TPG tahun 2004 mencapai 1.783.000 orang, 76% diantaranya memakai TPG dialisis, HD atau PDMB, dan hanya 23% yang menjalani transplantasi ginjal. Prevalensi GGT adalah 280 orang per satu juta penduduk, 215 orang per satu juta penduduk diantaranya menjalani TPG dialisis dan 65 orang per satu juta penduduk melakukan transplantasi ginjal (Grassmann, 2005). Di Indonesia jumlah penderita GGT yang membutuhkan TPG meningkat dengan cepat. Insiden GGT yang menjalani dialisis adalah 14,5 orang per satu juta penduduk tahun 2002, 14 orang per satu juta penduduk tahun 2003, 18 orang per satu juta penduduk tahun 2004, 25 orang per satu juta penduduk tahun 2005, dan 31 orang per satu juta penduduk tahun 2006 (Prodjosudjadi, 2009). Sebanyak 77% pasien GGT yang membutuhkan TPG menjalani HD sedangkan yang memakai PDMB hanya 23% (Grassmann, 2005). Mayoritas penderita GGT di negara berkembang mengawali TPG dengan HD dan melanjutkannya sebagai terapi rutin. Hanya sedikit yang memilih PDMB (Kher, 2002), padahal mayoritas pasien GGT tidak ada kontraindikasi dalam terapi PDMB (Kutner, 2005). GGT saat ini menjadi masalah dalam dunia kesehatan karena menyerap biaya yang sangat tinggi. Biaya HD di Spanyol rata-rata USD $54.577/pasien/tahun sedangkan biaya PDMB rata-rata USD $ 36.869/pasien/tahun (Carmona, 1994). Data Bank Dunia Gross Domestic Product (GDP) per kapita Spanyol tahun 1994 USD $ 13.110. Biaya yang ditanggung asuransi di Indonesia untuk pelayanan kesehatan GGT tahun 2002 adalah USD $ 5.776.565. Biaya untuk TPG tahun 2006 mencapai USD $ 7.691.046 (Prodjosudjadi, 2009). PT. Askes (Persero) menanggung biaya pelayanan dialisis USD $ 3.606.557 tahun 2000, USD $ 5.776.565 tahun 2002, dan meningkat menjadi USD $ 7.691.046 tahun 2006 (Prodjosudjadi, 2009). Sementara data Bank Dunia GDP per kapita di Indonesia tahun 2000 hanya USD $773, tahun 2002 USD $ 893, dan tahun 2006 USD $ 1.586. Biaya dialisis jauh lebih tinggi dibandingkan GDP per kapita.

3 Kajian perbandingan kualitas hidup antara HD dan PDMB telah dilakukan oleh beberapa pusat dialisis di dunia. Pada penelitian yang dilakukan di Amerika, pasien yang telah menjalani HD dan PDMB selama satu tahun memiliki skor kualitas hidup yang sama, namun pada kehidupan sehari-hari pasien PDMB lebih nyaman dalam kemampuan melakukan perjalanan, bekerja, dan pembatasan makan dan minum yang tidak ketat dibandingkan pasein HD (Kutner, 2005). Pada geriatri (usia 70 tahun atau lebih) yang menjalani terapi HD dan PDMB memiliki kualitas hidup sama (Harris, 2002). Penelitian yang membandingkan resiko kematian antara kelompok pasien PDMB dan HD juga telah banyak dilakukan. Pada pasien PDMB dan HD yang diikuti selama dua tahun, pasien PDMB memiliki resiko kematian lebih rendah dari pada kelompok pasien HD (Thodis, 2001). Begitu pula pada penelitian Kutner (2005), kematian pada tahun pertama kelompok pasien PDMB lebih rendah dari kelompok pasien HD. Penelitian lain yang dilakukan dengan pengamatan lima tahun secara prospektif menyebutkan pasien PDMB memiliki survival rate 3,58 tahun sementara pasien HD 3,56 tahun (Magnusson & Carlsson, 2002). Sementara pada pasien geriatri angka mortalitas PDMB 26,1 kematian/100 orang-tahun sedangkan HD 26,4 kematian/100 orang-tahun (Harris et al., 2002). Penelitian di Inggris persentase kematian PDMB lebih rendah 30% dibandingkan HD, namun pada kelompok pasien tua dan pasien dengan penyakit utama DM persentase tersebut semakin tinggi (Liem, 2007). Beberapa peneliti juga telah membandingkan transplantasi ginjal pada kelompok yang sebelumnya menjalani PDMB dan HD. Sennfalt (2002) melakukan penelitian di Swedia dengan hasil pasien yang menjalani PDMB memiliki frekuensi keberlanjutan tindakan transplantasi yang sama dibandingkan dengan yang menjalani HD (Magnusson & Carlsson, 2002). Sementara hasil akhir transplantasi ginjal pada kelompok pasien yang menjalani PDMB sebelumnya lebih baik dibandingkan kelompok pasien yang sebelumnya menjalani HD (Role, 2000). Perbandingan angka kesakitan pada pasien yang menjalani CAPD dan HD juga telah dilakukan beberapa peneliti. Angka rawat inap PDMB 1,9 kasus/orang-

4 tahun sementara HD 2,0 kasus/orang-tahun (Magnusson & Carlsson, 2002). Resiko penularan infeksi Hepatitis B dan C pada PDMB lebih rendah dibandingkan HD (Liem, 2007). Status nutrisi pasien PDMB dan HD pada saat dua tahun setelah menjalani terapi memiliki Serum Albumin rata-rata lebih tinggi di PDMB (Jager et al., 2001). Ditinjau dari segi biaya PDMB lebih rendah dari HD (Magnusson & Carlsson, 2002; Carmona, 1994). Namun pada penelitian di India biaya PDMB per bulan per pasien dua kali lipat biaya HD. Penelitian ini tidak menghitung biaya obat eritropoetin yang digunakan, padahal salah satu komponen yang sangat berpengaruh dalam biaya dialisis adalah obat eritropoetin. Selain itu di negara India, dialisis rutin pada GGT tidak ditanggung oleh asuransi atau pun negara. Sehingga pelayanan dibayar fee for service oleh pasien (Kher, 2002). Kontroversi efektivitas biaya ini banyak muncul dimungkinkan karena pola pembiayaan dan situasi negara yang berbeda. Penelitian di Swedia menyimpulkan biaya yang harus dikeluarkan untuk perawatan pasien GGT akan meningkat seiring bertambahnya usia, hal ini seperti pada tabel 1. Sebagai perbandingan data Bank Dunia GDP per Kapita di Swedia tahun 2002 adalah USD $ 28.119. Tabel 1. Total Biaya pada HD dan PDMB, dalam USD $, per Life Year Per Patient pada Lima Tahun Awal Penggunaan TPG di Swedia. Deskripsi HD PDMB Biaya langsung dan tidak langsung 21-40 tahun 45.500 41.890 41-60 tahun 68.450 55.250 >61 tahun 80.700 77.430 Rata-rata 62.160 56.270 Biaya langsung 21-40 tahun 26.200 25.740 41-60 tahun 40.270 34.120 >61 tahun 46.800 47.410 Rata-rata 36.220 34.600 (Magnusson & Carlsson, 2002) Model pembiayaan di PT. Askes (Persero) merupakan pembiayaan dengan model campuran antara fee for service dan paket tindakan yang sering disebut

5 sebagai tarif paket. Pada tindakan HD akan dibayar dengan sistem paket, namun obat dan pemeriksaan penunjang akan dibayar secara fee for service. HD set dan cairan PDMB dibayar terpisah oleh PT. Askes (Persero) pada produsen langsung bukan pada Rumah Sakit. Banyaknya modifikasi ini membuat perbedaan yang menonjol dari model pembiayaan dialisis di negara-negara lain. Karena perbedaan model pembiayaan tersebut dapat mempengaruhi total biaya, maka telaah total pembiayaan akan berbeda dengan negara-negara yang memakai sistem pembiayaan fee for service murni atau pun DRG s. B. Perumusan Masalah TPG adalah terapi GGT yang membutuhkan biaya yang sangat mahal dan dibutuhkan seumur hidup. Penderita GGT yang membutuhkan TPG di PT. Askes (Persero) semua menjalani terapi dialisis dan mayoritas HD, padahal jumlah rumah sakit pemberi layanan HD dan jumlah mesin HD terbatas. Menurut literatur di negara maju yang telah banyak menggunakan PDMB, PDMB memiliki kelebihan dari sisi kenyamanan dan biaya. Kualitas hidup pasien yang menjalani HD dan PDMB pada beberapa penelitian lebih baik PDMB atau tidak berbeda. Sampai saat ini belum terdapat penelitian yang mengalisis biaya dialisis pada pola pembayaran paket PT. Askes (Persero). Padahal hal tersebut penting sebagai data dalam hal pentarifan saat penetapan tarif. Berdasar latar belakang tersebut maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : Apakah terdapat perbedaan biaya rata-rata rawat jalan yang ditanggung pasien dan penjamin antara terapi HD rutin dibandingkan dengan PDMB pada model pembiayaan tarif paket di PT. Askes (Persero) Divisi Regional VI?

6 C. Tujuan Penelitian Mendiskripsikan biaya rata-rata rawat jalan yang ditanggung penjamin dan pasien pada terapi HD rutin dibandingkan dengan PDMB pada model pembiayaan tarif paket di PT. Askes (Persero) Divisi Regional VI. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat praktis hasil penelitian : a. Bagi PT. Askes (Persero) Data untuk telaah bagi PT. Askes (Persero) dalam memberikan usulan menetapkan pada Kementrian Kesehatan. Membuat strategi pengelolaan peserta Askes yang menderita GGT baik strategi program ataupun strategi penyediaan jumlah PPK dialisis. b. Bagi Rumah Sakit Menjadi pertimbangan dalam pemilihan pengembangan unit yang melayani GGT. Membuka hal-hal yang perlu dikaji efisiensi biaya dalam pelayanan dialisis dan mengkaji mutu hasil terapi dialisis. c. Bagi Klinisi Sebagai bahan pertimbangan dalam edukasi pasien GGT yang membutuhkan diterapi TPG. d. Bagi Pasien Merupakan alternatif solusi dalam pemilihan terapi dialisis terutama yang berdomisili jauh dari RS. 2. Bagi Peneliti Mengetahui komponen biaya pelayanan kesehatan HD dan PDMB. Hal tersebut untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan peneliti.

7 3. Bagi Perkembangan Ilmu Pengetahuan Memperkaya penelitian manajemen rumah sakit dibidang analisis biaya tindakan HD dan PDMB pada pasien GGT. E. Keaslian Penelitian Dari hasil penelusuran literatur, penulis mendapat beberapa penelitian yang berhubungan dengan biaya dan faktor yang menentukan pemilihan modalitas terapi HD dan PDMB antara lain : Tabel 2. Keaslian Penelitian Rancangan Penelitian Tujuan Penelitian Sennfalt et al., 2002 Carmona et al., 1994 Membanding kan kualitas hidup dan biaya antara tindakan HD dan PDMB Menghitung biaya pada pelayanan HD dan PDMB per pasien per tahun Diskriptif analitik dan observasional Diskriptif analitik Subyek Penelitian 136 pasien GGT di unit dialisis di regional Southeastern Sweden Pasien dialisis di Pusat dialisis di RS Juan Canalejo, Spanyol Hasil Penelitian Biaya PDMB pada semua golongan umur lebih rendah dari HD. HD ataupun PDMB memiliki angka yang sama dalam keberlanjutan pasien menjalani transplantasi ginjal. Angka harapan hidup yang lihat sampai 5 tahun dari terapi pertama dialisis, PDMB mencapai rata-rata 3,58 tahun sementara HD 3,56 tahun. Biaya HD per pasien per tahun rata-rata USD $ 54.577 sedangakan biaya PDMB per pasien per tahun rata-rata USD $ 36.869. Hooi et al., 2005 Menghitung biaya HD dan PDMB pada RS di Malaysia Diskriptif analitik 30 pasien HD dan 30 pasien PDMB dari 44 pusat HD dan 11 pusat PDMB, Malaysia Biaya HD pada kisaran RM79,61-RM475,79 /tindakan HD. Biaya PDMB pada kisaran RM1400-RM3200/ bulan/pasien. Sementara biaya eritropoetin HD RM4500/th dan PDMB 2500/th. Melihat dari penelitian tersebut terdapat beberapa hal yang berbeda pada pelayanan TPG di PT. Askes (Persero) sehingga perlu analisis lebih lanjut. Perbedaan tersebut ada pada model pembiayaan PT. Askes (Persero) yang

8 memakai sistem pembayaran tarif paket. Penulis ingin menganalisis dan mengkomparasikan biaya HD dengan PDMB di PT. Askes ( Persero). Penelitian Sennfalt et al., (2002) bertujuan untuk mengidentifikasi perbedaan keberlanjutan pasien HD dan PDMB dalam menjalani transplantasi dan ukuran efektifitasnya adalah angka harapan hidup. Sedangkan Carmona et al., (1994) dan Hooi et al., (2005) meneliti jumlah dan komponen biaya HD dan PDMB namun perpektif yang dipakai adalah perpektif biaya RS, sementara pada penelitian ini perspektif biaya yang dipakai adalah perspektif biaya pembayar yaitu asuransi kesehatan dan pasien. Hal ini akan membuat komponen variabel biaya yang berbeda.