ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG DI KABUPATEN TEGAL RISNANDA PATRIA PERDANA

dokumen-dokumen yang mirip
III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN. individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Pasar Hewan Desa Suka Kecamatan. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang bersifat

1. PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk yang

1. PENDAHULUAN. sangat tinggi. Jumlah penduduk Indonesia di tahun 2008 diperkirakan sebesar

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk

ANALISIS TATANIAGA TELUR AYAM KAMPUNG (Studi Kasus: Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat) SKRIPSI BETTY SAFITRI H

III KERANGKA PEMIKIRAN


IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sudah

IV. METODOLOGI PENELITIAN

VII ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU DAN KERAGAAN PASAR

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang,

ANALISIS KERAGAAN PASAR PEMBENIHAN DAN PENDEDERAN IKAN GURAMI (Oshpronemus Gouramy) DI KELURAHAN DUREN MEKAR DAN DUREN SERIBU DEPOK JAWA BARAT

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

VI. ANALISIS ASPEK-ASPEK NON FINANSIAL

VI HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam mengambil sampel responden dalam penelitian ini

BAB II KAJIAN PUSTAKA

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

III. KERANGKA PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Elvira Avianty, Atikah Nurhayati, dan Asep Agus Handaka Suryana Universitas Padjadjaran

KAJIAN SISTEM PEMASARAN KEDELAI DI KECAMATAN BERBAK KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR HILY SILVIA ED1B012004

IV. METODE PENELITIAN

ANALISIS TATANIAGA BERAS

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BELIMBING DEWA DI KECAMATAN PANCORAN MAS KOTA DEPOK JAWA BARAT OLEH : SARI NALURITA A

PELUANG BISNIS BUDIDAYA LELE SANGKURIANG. Bambang Sumarsono TEKNIK INFORMATIKA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA 2010/2011

ANALISIS PEMASARAN BAWANG MERAH DI DESA OLOBOJU KECAMATAN SIGI BIROMARU KABUPATEN SIGI

ANALISIS SISTEM PEMASARAN IKAN MAS KOLAM AIR DERAS DI KECAMATAN CIJAMBE KABUPATEN SUBANG JAWA BARAT NANDANG TRISATYO

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Pada dasarnya tataniaga memiliki pengertian yang sama dengan

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS TATA NIAGA TELUR AYAM RAS (LAYER) SISTEM KEMITRAAN UD. JATINOM INDAH KABUPATEN BLITAR. Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KERANGKA PENDEKATAN TEORI. Melinjo (Gnetum gnemon, L.) termasuk tumbuhan berbiji terbuka

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

Analisis Pemasaran Kakao Pola Swadaya di Desa Talontam Kecamatan Benai Kabupaten Kuantan Singingi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN TALAS (Kasus di Desa Taman Sari, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Oleh SRI WIDIYANTI A

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mempunyai potensi untuk dikembangkan. Ternak ini berasal dari keturunan

Program Studi Agribisnis FP USU Jln. Prof. A. Sofyan No. 3 Medan HP ,

IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2 Jenis dan Sumber Data 4.3 Metode Pengumpulan Data

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

III. KERANGKA PEMIKIRAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. komoditas pertanian tersebut karena belum berjalan secara efisien. Suatu sistem

Analisis Pemasaran Domba dari Tingkat Peternak Sampai Penjual Sate di Kabupaten Sleman

BAB IX ANALISIS PEMASARAN PEPAYA SPO DAN PEPAYA NON SPO. memindahkan suatu produk dari titik produsen ke titik konsumen.

III. METODE PENELITIAN. untuk mengelola faktor-faktor produksi alam, tenaga kerja, dan modal yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum pemasaran adalah proses aliran barang yang terjadi di dalam pasar.

ANALISIS SALURAN DAN MARJIN PEMASARAN KERBAU (Studi Kasus di Kecamatan Bungbulang Kabupaten Garut)

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN BUNGA MAWAR POTONG DI DESA KERTAWANGI, KECAMATAN CISARUA, KABUPATEN BANDUNG BARAT. Abstrak

Analisis Pemasaran Sawi Hijau di Desa Balun Ijuk Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ( Studi Kasus Kelompok Tani Sepakat Maju)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN Konsep Pendapatan dan Biaya Usahatani. keuntungan yang diperoleh dengan mengurangi biaya yang dikeluarkan selama

ANALISIS TATANIAGA KENTANG DARI DESA JERNIH JAYA KECAMATAN GUNUNG TUJUH KABUPATEN KERINCI KE KOTA PADANG OLEH MEGI MELIAN

Meningkatkan Wirausaha Budidaya Ikan. Lele Sangkuriang. (Lingkungan Bisnis)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Rancabungur, Desa Pasirgaok, Bogor,

III. METODE PENELITIAN. tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2004). Penelitian ini menggunakan

TINJAUAN PUSTAKA. berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya berupa pupuk kandang, kulit, dan

TATANIAGA PERTANIAN OLEH : NOVINDRA DEP. EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN

TINJAUAN PUSTAKA. Di sektor produksi barang-barang dan jasa dihasilkan sedangkan di sektor

BAB III METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

AGRISTA : Vol. 3 No. 2 Juni 2015 : Hal ISSN ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN KEDELAI DI KABUPATEN GROBOGAN

III. METODE PENELITIAN. Konsep dasar dan batasan operasional mencakup pengertian yang digunakan

ANALISIS EFISIENSI SALURAN PEMASARAN BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT (BOKAR) LUMP MANGKOK DARI DESA KOMPAS RAYA KECAMATAN PINOH UTARA KABUPATEN MELAWI

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN JAGUNG (Zea mays) DI KABUPATEN GROBOGAN (Studi Kasus di Kecamatan Geyer)

BAB III MATERI DAN METODE

Saluran dan Marjin Pemasaran cabai merah (Capsicum annum L)

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

IV. METODE PENELITIAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. petani responden menyebar antara tahun. No Umur (thn) Jumlah sampel (%) , ,

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Analisis Usahatani dan Pemasaran Kembang Kol

ANALISIS EFISIENSI PEMASARAN SAPI POTONG DI PASAR HEWAN DESA SUKA KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

ANALISIS MARGIN PEMASARAN DAGING AYAM RAS PETELUR AFKIR DI PASAR TRADISIONAL KABUPATEN DAIRI

II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Umum Komoditi Ikan Gurame

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemasaran 2.2 Lembaga dan Saluran Pemasaran

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Komoditi Kubis 2.2. Sistem Tataniaga dan Efisiensi Tataniaga

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB VI ANALISIS USAHA AYAM RAS PEDAGING DI PASAR BARU BOGOR

Transkripsi:

ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG DI KABUPATEN TEGAL RISNANDA PATRIA PERDANA DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

ii

iii PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang di Kabupaten Tegal adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2016 Risnanda Patria Perdana NIM H34124029

iv

v ABSTRAK RISNANDA PATRIA PERDANA. Analisis Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang di Kabupaten Tegal. Dibimbing oleh YANTI NURAENI MUFLIKH. Lele sangkuriang merupakan produk perikanan unggulan di Kabupaten Tegal, namun marjin pemasaran selalu meningkat. Hal ini menunjukan bahwa pemasaran yang tidak efisien. Tujuan penelitian adalah menganalisis saluran dan lembaga tataniaga, fungsi pasar, struktur pasar, prilaku pasar, marjin tataniaga, farmer s share, rasio keuntungan dan biaya pada tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal. Penelitian dilakukan pada Kecamatan Tarub, Kecamatan Pangkah dan Kecamatan Kramat. Penentuan pembudidaya responden berdasarkan metode purposive sampling, sedangkan untuk pedagang responden berdasarkan metode snowball sampling. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada Kecamatan Tarub, saluran tataniaga yang terbentuk adalah 3 saluran. Saluran tataniaga yang relatif efisien pada Kecamatan Tarub adalah saluran tataniaga II. Pada Kecamatan Pangkah, saluran tataniaga yang terbentuk adalah 2 saluran. Saluran tataniaga yang relatif efisien pada Kecamatan Pangkah adalah saluran tataniaga II. Pada Kecamatan Kramat, saluran tataniaga yang terbentuk adalah 2 saluran. Saluran tataniaga yang relatif efisien pada Kecamatan Kramat adalah saluran tataniaga I. Kata kunci: efisiensi, lele sangkuriang, pemasaran ABSTRACT RISNANDA PATRIA PERDANA. Lele Sangkuriang Marketing Analysis in Tegal Regency. Supervised by YANTI NURAENI MUFLIKH. Lele sangkuriang is a superior fishery products in Tegal regency, but marketing margin had been increased. This showed that the marketing was not efficient. The objective of this research is to analyze marketing channels, marketing institutions, marketing functions, marketing structures, marketing conducts, marketing margin, farmer s share and profit ratio againt cost of the lele sangkuring marketing in Tegal regency. This research is conducted in the Tarub district, Pangkah district and Kramat district. Determination of farmer respodents based on purposive sampling method, whereas for merchants respondents by snowball sampling method. The results of this research show that Tarub district has 3 marketing channels. The most efficient marketing channels in Tarub district is second marketing channels. Pangkah district has 2 marketing channels. The most efficient marketing channels in Pangkah district is second marketing channels. Kramat district has 2 marketing channels. The most efficient marketing channels in Kramat district is first marketing channels. Keywords: efficiency, lele sangkuriang, marketing

vi

vii ANALISIS EFISIENSI TATANIAGA LELE SANGKURIANG DI KABUPATEN TEGAL RISNANDA PATRIA PERDANA Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016

viii

x

xi PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini adalah Tataniaga dengan judul Anilisis Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang di Kabupaten Tegal. Terima kasih penulis ucapkan kepada Yanti Nuraeni Muflikh, SP, M.Agribus selaku dosen pembimbing penelitian, Dr. Amzul Rifin, SP, MA selaku dosen penguji utama serta Anita Primaswari Widhiani, SP, M.Si selaku dosen penguji akademik di Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB yang telah banyak memberi saran. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Netti Tinaprila, MM selaku dosen pembimbing akademik yang telah membantu dan mengarahkan penulis selama menjalani masa-masa perkuliahan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada para pembudidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal atas bantuannya selama penulis mengumpulkan data di lokasi penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada ayah, ibu, adik dan seluruh keluarga, dan teman-teman atas segala doa, support dan kasih sayangnya. Bogor, Januari 2016 Risnanda Patria Perdana

xii

xiii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN xii xiii xiii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 5 Tujuan Penelitian 7 Manfaat Penelitian 8 Ruang Lingkup Penelitian 8 TINJAUAN PUSTAKA 8 Tataniaga Agribisnis 8 Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang 10 KERANGKA PEMIKIRAN 11 Kerangka Pemikiran Teoritis 11 Kerangka Pemikiran Operasional 17 METODE PENELITIAN 20 Lokasi dan Waktu Penelitian 20 Jenis dan Sumber Data 20 Metode Pengumpulan Data 21 Metode Pengolahan dan Analisis Data 22 HASIL DAN PEMBAHASAN 24 Kondisi Umum Wilayah Penelitian 24 Karakteristik Pembudidaya Responden 26 Karakteristik Pedagang Responden 28 Analisis Saluran dan Lembaga Tataniaga 31 Analisis Fungsi Tataniaga 41 Analisis Struktur Pasar 55 Analisis Prilaku Pasar 57 Analisis Marjin Tataniaga 59 Analisis Farmer s Share 62 Analisis Rasio Keuntungan dan Biaya 64 Efesiensi Tataniaga 71 SIMPULAN DAN SARAN 74 Simpulan 74 Saran 74 DAFTAR PUSTAKA 75 LAMPIRAN 76 RIWAYAT HIDUP 84

xiv DAFTAR TABEL 1. Pencapaian produksi budidaya kolam air tawar Kabupaten Tegal tahun 2009 2013 1 2. Produksi budidaya ikan air tawar di Kabupaten Tegal tahun 2009 2013 2 3. Tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Tegal tahun 2009 2013 4 4. Pertumbuhan rata rata harga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal 6 5. Rata rata produksi lele sangkuriang tiap kecamatan di Kabupaten Tegal tahun 2009 2013 25 6. Distribusi usia pembudidaya responden 26 7. Tingkat pendidikan terakhir pembudidaya responden 27 8. Pengalaman budidaya lele sangkuriang 27 9. Luas kolam budidaya lele sangkuriang 28 10. Distribusi usia pedagang responden 29 11. Tingkat pendidikan terakhir pedagang responden 30 12. Pengalaman berdagang pedagang responden 30 13. Volume penjualan pedagang responden 31 14. Fungsi tataniaga pada setiap lembaga tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun 2015 47 15. Fungsi tataniaga pada setiap lembaga tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun 2015 51 16. Fungsi tataniaga pada setiap lembaga tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun 2015 54 17. Marjin tataniaga tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun 2015 60 18. Marjin tataniaga tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun 2015 61 19. Marjin tataniaga tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun 2015 61 20. Farmer s share tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun 2015 62 21. Farmer s share tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun 2015 63 22. Farmer s share tiap saluran tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun 2015 63 23. Biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun 2015 64 24. Keuntungan tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun 2015 65 25. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Tarub tahun 2015 66 26. Biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun 2015 67 27. Keuntungan tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun 2015 67 28. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah tahun 2015 68 29. Biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun 2015 69

30. Keuntungan tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun 2015 70 31. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Kramat tahun 2015 70 32. Data rekap analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Tarub tahun 2015 71 33. Data rekap analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Pangkah tahun 2015 72 34. Data rekap analisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Kramat tahun 2015 73 xv DAFTAR GAMBAR 1 Hubungan antara fungsi-fungsi pertama dan turunan terhadap margin tataniaga dan nilai margin pemasaran 16 2 Saluran tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Tarub 33 3 Saluran tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Pangkah 37 4 Saluran tataniaga lele sangkuriang Kecamatan Kramat 39 DAFTAR LAMPIRAN 1 Profil responden pembudidaya lele sangkuriang di Kecamatan Tarub 76 2 Profil responden pembudidaya lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah 77 3 Profil responden pembudidaya lele sangkuriang di Kecamatan Kramat 77 4 Profil responden pedagang lele sangkuriang di Kecamatan Tarub 79 5 Profil responden pedagang lele sangkuriang di Kecamatan Pangkah 79 6 Profil responden pedagang lele sangkuriang di Kecamatan Kramat 79 7 Biaya tataniaga pada saluran tataniaga I Kecamatan Tarub 80 8 Biaya tataniaga pada saluran tataniaga II Kecamatan Tarub 80 9 Biaya tataniaga pada saluran tataniaga III Kecamatan Tarub 81 10 Biaya tataniaga pada saluran tataniaga I Kecamatan Pangkah 81 11 Biaya tataniaga pada saluran tataniaga II Kecamatan Pangkah 82 12 Biaya tataniaga pada saluran tataniaga I Kecamatan Kramat 82 13 Biaya tataniaga pada saluran tataniaga II Kecamatan Kramat 83

PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam hal membangun bangsa, peran tersebut dapat berupa pada peningkatan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Untuk menjalankan peran tersebut, maka pemerintah perlu melakukan beberapa strategi penting. Salah satu strategi dalam hal pemenuhan kebutuhan ekonomi yang berfokus pada kesejahteraan masyarakat adalah meningkatkan produksi budidaya perikanan. Ikan konsumsi merupakan salah satu potensi dari sektor perikanan yang dapat ditingkatkan produksi sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan juga pemenuhan gizi masyarakat. Kabupaten Tegal merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang memiliki potensi budidaya perikanan yang cukup melimpah. Pada tahun 2013 Kabupaten Tegal memiliki potensi budidaya perikanan seluas 443.947 ha, luasan tersebut meliputi areal kolam air tawar sebesar 5.927 ha dan tambak seluas 438.02 ha yang terdapat di 18 kecamatan. Total produksi budidaya perikanan Kabupaten Tegal pada tahun 2013 mencapai 1 349 821 kg. Jumlah produksi tersebut terdiri dari budidaya kolam air tawar sebanyak 1 017 496 kg dan budidaya tambak sebanyak 332 325 kg. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa budidaya kolam air tawar mendominasi produksi budidaya perikanan di Kabupaten Tegal. Budidaya perikanan di Kabupaten Tegal khususnya budidaya kolam air tawar merupakan potensi yang selalu diupayakan agar dapat meningkat, hal tersebut dapat dilihat dari pencapaian produksi budidaya kolam air tawar yang selalu meningkat pada Tabel 1. Tabel 1. Pencapaian produksi budidaya kolam air tawar Kabupaten Tegal tahun 2009 2013 Tahun Jumlah Produksi (kg) Persentase Pertumbuhan (%) 2009 172 310-2010 211 350 22.7 2011 212 220 0.4 2012 212 504 0.1 2013 1 017 496 378.8 Sumber : Buku Statistik Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal Tahun 2013 (diolah) Terlihat pada Tabel 1 bahwa produksi budidaya kolam air tawar dari tahun 2009 hingga 2013 selalu meningkat, dengan persentase perubahan tertinggi terdapat pada tahun 2013 yaitu sebesar 378.8 persen dengan pencapaian jumlah produksi sebanyak 1 017 496 kg. Dengan kata lain produksi kolam air tawar pada tahun 2013 meningkat hampir empat kali lipat dari produksi tahun sebelumnya, fakta tersebut menunjukan bahwa pemerintahan Kabupaten Tegal serius dalam hal meningkatkan potensi perikanan khususnya pada budidaya kolam air tawar. Keberhasilan tersebut karena Dinas Kelautan Perikanan dan Kelautan Kabupaten

2 Tegal telah melakukan beberapa langkah strategis yang disahkan melalui Peraturan Bupati Tegal nomor 13 tahun 2008, yaitu antara lain: 1. Membina peningkatan kapasitas kelembagaan dan pemberdayaan pelaku usaha perikanan, memberikan bimbingan teknis. 2. Menyebarluaskan dan menerapkan teknologi perikanan. 3. Melakasanakan pembinaan dan penyuluhan pembudidaya dan pembenihan perikanan air tawar beserta mutu hasilnya. 4. Melaksanakan pembangunan dan pengolahan balai benih ikan air tawar. 5. Melakasanaan pengadaan, penggunaan peredaran dan pengawasan terhadap ikan, obat dan pakan ikan. 6. Memanfaatkan potensi penyediaan dan pengeloalaan sarana dan prasarana pembudidayaan ikan. Pencapaian jumlah produksi budidaya perikanan kolam air tawar pada tahun 2013 yang sebanyak 1 017 496 kg tersebut tediri dari produksi budidaya beberapa jenis ikan antara lain ikan lele sebanyak 895 543 kg, ikan nila sebanyak 45 860 kg, ikan tawes sebanyak 1 000 kg, ikan gurame sebanyak 48 453 kg, ikan mas sebanyak 15 150 kg, ikan bawal sebanyak 10 890 kg dan ikan patin sebanyak 600 kg. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa produksi ikan lele merupakan produksi yang paling dominan dengan jumlah produksi sebanyak 895 543 kg. Hal ini karena pemerintah Kabupaten Tegal selalu berupaya agar jumlah produksi ikan lele meningkat tiap tahunnya. Pernyataan tersebut dapat dilihat dalam data yang terdapat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi budidaya ikan air tawar di Kabupaten Tegal tahun 2009 2013 Jenis Ikan Jumlah Produksi (Kg) Total (Kg) Rata-Rata (Kg/th) 2009 2010 2011 2012 2013 Persentase (%) Lele 145 120 177 108 179 050 206 497 895 543 1 603 318 320 664.0 86.44 Nila 17 300 20 707 24 280 25 800 45 860 133 947 26 789.4 7.22 Tawes 4 040 4 311 - - 1 000 9 351 1 870.2 0.5 Gurame 1 800 1 980 1 810 2 022 48 453 56 065 11 213.0 3.02 Mas 4 050 4 383 7 080 6 931 15 150 37 594 7 518.8 2.02 Bawal - 1 229-100 10 890 12 219 2 443.8 0.65 Patin - 1 632-100 600 2 332 466.4 0.13 Sumber : Buku Statistik Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal (diolah) Pada Tabel 2 menunjukan bahwa produksi ikan lele merupakan produksi yang paling dominan dibanding ikan jenis lain. Hal ini dapat dilihat dari persentase rata-rata produksi ikan air tawar Kabupaten Tegal dari tahun 2009 sampai 2013, bahwa ikan lele memiliki persentase tertinggi yaitu 86.44 persen, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan lele merupakan komoditas paling dominan pada budidaya ikan air tawar di Kabupaten Tegal. Produksi tiap tahun ikan lele selalu meningkat. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada tahun 2013 dan total jumlah produksi dari tahun 2009 hingga 2013 adalah sebanyak 1 603 318 kg, sehingga rata-rata yang diperoleh pada produksi ikan lele dari tahun 2009 hingga 2013 adalah 320 664 kg per tahun. Melihat dari data tersebut dapat diprediksi bahwa produksi ikan lele untuk tahun tahun berikutnya akan terus meningkat.

Maka dari itu, ikan lele pantas dijadikan sebagai produk ikan unggulan pada budidaya perikanan di Kabupaten Tegal. Ikan lele merupakan salah satu komoditas ikan konsumsi yang digemari masyarakat karena rasanya yang gurih. Lele mengandung banyak gizi yang dibutuhkan dalam tubuh, antara lain kadar air 78.5 persen, sumber energi 90 kal, protein 18.7 gr, lemak 1.1 gr, kalsium (Ca) 15 mgr, posfor (P) 260 mgr, zat besi (Fe) 2 mgr, natrium 150 mgr, tiamin (Vit B1) 0.1 mgr, riboflavin (Vit B2) 0.05 mgr, niasin 2 mgr (FAO, 1972). Maka dari itu lele dapat memenuhi kebutuhan energi, protein dan zat-zat lain nya untuk menjalankan aktivitas. Selain bergizi tinggi, ikan lele juga mudah dibudidayakan karena dapat dilakukan pada lahan dan sumber air yang terbatas, dengan padat tebar yang tinggi, teknologi budidaya yang relatif mudah dimengerti masyarakat, relatif tahan terhadap penyakit, pertumbuhannya cepat, dan bernilai ekonomi relatif tinggi. Jenis Lele yang banyak dibudidayakan di Kabupaten Tegal adalah jenis Lele Sangkuriang. Lele Sangkuriang berasal dari Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi yang diperkenalkan pada tahun 2004 melalui pengukuhan dari Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No.KP.26/MEN/2004 tanggal 21 Juli 2004. Lele Sangkuriang merupakan hasil perbaikan genetik melalui rekayasa perkawinan silang antara induk betina generasi kedua (F2) lele dumbo dengan induk jantan generasi keenam (F6) lele dumbo. Induk betina generasi kedua (F2) merupakan koleksi indukan Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Indukan tersebut adalah keturunan kedua lele dumbo yang diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1985. Sedangkan induk jantan generasi keenam (F6) merupakan sediaan indukan yang dimiliki oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. Perkawinan silang ini dilakukan dengan langkah awal mengkawinkan antara induk betina generasi kedua (F2) dengan induk jantan generasi keenam (F6) yang menghasilkan induk jantan lele dumbo jantan (F2 F6) kemudian induk jantan lele dumbo jantan (F2 F6) dikawinkan lagi dengan induk betina generasi kedua (F2) yang akhirnya menghasilkan lele sangkuriang. Dari segi biologis, alasan jenis lele sangkuriang digunakan pembudidaya di Kabupaten Tegal karena memiliki efektivitas penyerapan pakan yang baik yang ditunjukkan dengan nilai FCR (Food Convertion Ratio) 1:1 yang artinya setiap 1 kg pakan yang dimakan, akan membentuk 1 kg daging, sehingga hal ini menyebabkan produksi lebih tinggi misal dalam 1 000 ekor benih lele sangkuriang diberi pakan 100 kg maka akan menghasilkan lele sangkuriang siap konsumsi 100 kg, berbeda dengan lele dumbo biasa yang hanya menghasilkan 70 80 kg. Selain itu, masa panen lele sangkuriang lebih cepat daripada lele dumbo. Ditingkat pembenihan, pertumbuhan lele sangkuriang dari ukuran 2 3 cm untuk mencapai ukuran 5 6 cm, hanya membutuhkan waktu 20 25 hari, namun lele dumbo membutuhkan waktu 30 40 hari. Ditingkat pembesaran untuk ukuran siap panen lele sangkuriang membutuhkan waktu 50 60 hari, namun lele dumbo membutuhkan waktu 3 4 bulan. Kemampuan bertelur lele sangkuriang dinilai lebih baik daripada lele dumbo. Lele sangkuriang mampu bertelur sebanyak 40 000 60 000 butir dalam sekali pemijahan dan daya tetas telur tinggi yaitu sekitar 90 persen, berbeda dengan lele dumbo yang hanya mampu bertelur sebanyak 20 000 30 000 butir dalam sekali pemijahan dan daya tetas telur hanya 80 persen. Begitu juga dengan dagingnya, lele sangkuriang memiliki tekstur daging yang lebih padat 3

4 dan minim kandungan lemak serta rasanya yang renyah, gurih dan tidak berbau lumpur jika dibanding lele dumbo. Meski lele tidak memilik sisik ikan seperti ikan air tawar lainnya yang digunakan dalam melindungi kulit dan tubuh ikan terutama dari penyakit, namun lele memiliki lendir yang fungsinya hampir sama dengan sisik ikan pada ikan air tawar umumnya. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi, lele sangkuriang tahan terhadap bakteri Trichoda sp dan Ichthiophthirius sp yang biasa menyerang ikan air tawar. Dewasa ini banyak masyarakat yang mengkonsumsi protein hewani khususnya dari ikan, hal ini karena banyak masyarakat yang mengalami peningkatan kesejahteran, selain itu masyarakat saat ini mulai sadar mengenai penting gizi protein hewani terutama dari ikan. Kegemaran masyarakat dalam mengkonsumsi ikan di Kabupaten Tegal dapat ditunjukan dalam Tabel 3. Tabel 3. Tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Tegal tahun 2009 2013 Tahun Konsumsi ikan (kg/kap) Persentase perubahan (%) 2009 2.13-2010 2.03-4.69 2011 3.13 54.19 2012 6.07 93.93 2013 7.57 24.71 Sumber : Buku Profil Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal Tahun 2014 Data pada Tabel 3 menunjukan bahwa tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Tegal cenderung meningkat. Pada awalnya ditahun 2009 konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Tegal sebanyak 2.13 kg/kapita/tahun, namun ditahun berikutnya terdapat penurunan sebesar -4.69 persen sehingga konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Tegal menjadi 2.03 kg/kapita/tahun, presentase perubahan tertinggi ditunjukan pada tahun 2012 yaitu sebesar 93.93 persen atau sebanyak 6.07 kg/kapita/tahun. Hal tersebut karena sudah semakin sadarnya masyarakat mengenai pentingnya mengkonsumsi protein hewani dari ikan dan juga meningkatnya kesejahteraan masyarakat, hingga pada akhirnya terdapat peningkatan konsumsi ikan pada tahun 2013 sebesar 24.71 persen atau sebanyak 7.57 kg/kapita/tahun. Cenderung meningkatnya konsumsi ikan secara tidak langsung dipengaruhi oleh konsumsi ikan lele sangkuriang, karena pada Tabel 2 menunjukan bahwa persentase rata rata produksi tertinggi adalah ikan lele sangkuriang, yaitu sebesar 86.44 persen. Sehingga ikan lele sangkuriang mempunyai peranan dalam hal tingkat konsumsi ikan walau belum dibandingkan dengan produksi ikan secara keseluruhan. Hal ini dapat ditunjukan secara langsung dengan semakin maraknya restoran atau rumah makan yang menyediakan masakan yang berbahan dasar ikan lele dengan berbagai inovasinya, sehingga hal ini menjadikan masakan berbahan dasar ikan lele beserta inovasinya menjadi tren pada kalangan penikmat kuliner di Kabupaten Tegal. Maka dari itu, dapat diprediksi bahwa konsumsi ikan lele sangkuriang di Kabupaten Tegal akan terus meningkat untuk tahun tahun berikutnya, sehingga usaha budidaya ikan lele sangkuriang di Kabupaten Tegal masih memberikan peluang kepada

pembudidaya ikan lele sangkuriang untuk mengekspansi usahanya baik dengan meluaskan lahan dan meningkatkan produksinya. Peluang pembudidaya ikan lele sangkuriang dalam memenuhi permintaan pasar harus disertai dengan berbagai pertimbangan dalam memasarkan produk yang dihasilkan, karena akan percuma apabila pembudidaya mampu meningkatkan produksi namun produk tersebut tidak dapat dipasarkan secara sempurna. Lele merupakan produk perikanan yang bersifat perishable atau mudah rusak/busuk. Untuk menjaga kualitas dan memenuhi tuntutan dari konsumen yang menginginkan ikan dalam keadaan segar maka diupayakan ikan lele sangkuriang dapat cepat sampai di tangan konsumen dengan melalui beberapa pihak tataniaga yang tepat. Sehingga diperlukan informasi pasar untuk dapat mengetahui kapan, dimana dan berapa banyak produk yang diminta oleh pasar agar produk dapat segera disalurkan. Namun pembudidaya juga ingin mendapatkan harga yang layak agar pembudidaya dapat terangsang dalam keberlanjutan usaha budidaya dan dapat meningkatkan kesejahteraan, hal tersebut dapat diupayakan dengan melakukan penelitian mengenai efisiensi tataniaga. Penelitian mengenai efisiensi tataniaga diharapkan dapat memberikan solusi mengenai saluran tataniaga yang efesien yang dapat memberikan keuntungan yang adil pada tiap lembaga tataniaga ikan lele sangkuriang. Keuntungan yang adil adalah apabila para lembaga tataniaga mendapat bagian yang sesuai dengan fungsi fungsi yang dilakukan untuk meningkatkan kepuasan konsumen, sehingga dari sini akan menghasilkan marjin tataniaga yang tidak terlalu besar, maka harga jual di tingkat konsumen akhir akan terjangkau. 5 Perumusan Masalah Kabupaten Tegal merupakan kawasan yang memiliki potensi untuk mengembangkan usaha budidaya lele sangkuriang karena usaha budidaya lele sangkuriang masih dapat ditingkatkan produksinya, hal ini dapat dilihat dari produksi lele tiap tahun semakin meningkat. Selain itu, permintaan lele sangkuriang di Kabupaten Tegal cukup tinggi dan cenderung akan terus meningkat permintaannya. Inilah yang akan menjadi peluang bagi pembudidaya lele sangkuriang untuk mengekspansi usaha budidaya dengan memperluas lahan dan meningkatkan produksi. Namun dalam menjalankan usaha budidaya lele sangkuriang, pembudidaya perlu mempertimbangkan untuk memasarkan produk ini, agar produk yang melimpah nantinya dapat disalurkan dengan harga yang layak dan semua produk dapat terjual. Begitu juga dengan harapan konsumen, untuk bisa mendapatkan ikan lele sangkuriang dalam keadaan segar dan harga ditingkat konsumen yang terjangkau sehingga konsumen mendapat kepuasaan. Kepuasan konsumen menjadi penting karena hal tersebut merupakan indikator terciptanya tataniaga yang efisien. Dapat dilihat pada Tabel 4 menunjukan bahwa harga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal tahun 2013 pada tingkat pembudidaya mengalami peningkatan. Sehingga terdapat rata rata pertumbuhan harga yang bernilai positif dari bulan Januari hingga Desember yaitu sebesar 0.12 persen. Peningkatan harga lele sangkuriang di tingkat pembudidaya juga diikuti dengan peningkatan harga lele sangkuriang di tingkat konsumen akhir. Peningkatan harga lele sangkuriang yang

6 terjadi di tingkat konsumen akhir juga menyebabkan rata rata pertumbuhan harga yang bernilai positif yaitu sebesar 1.69 persen. Tabel 4. Pertumbuhan rata rata harga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal tahun 2013 Bulan Harga (Rp/kg) Marjin tataniaga Pembudidaya Konsumen akhir (Rp/kg) Januari 15 387.14 15 509.68 122.53 Februari 15 468.54 15 732.14 263.60 Maret 15 448.61 15 956.99 508.38 April 15 105.07 16 158.89 1 053.82 Mei 15 147.22 16 590.32 1 443.11 Juni 15 295.02 16 964.44 1 669.42 Juli 15 074.26 17 096.77 2 022.51 Agustus 15 224.19 17 666.67 2 442.47 September 15 195.73 17 816.67 2 620.94 Oktober 15 129.59 18 053.76 2 924.17 November 15 208.61 18 222.22 3 013.61 Desember 15 579.59 18 634.41 3 054.82 Rata - rata petumbuhan (%) 0.12 1.69 39.37 Sumber : Buku Statistik Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Tegal (diolah) Walaupun kedua harga lele sangkuriang di tingkat pembudidaya dan di tingkat konsumen akhir mengalami peningkatan, namun besarnya pertumbuhan peningkatan harga berbeda cukup signifikan. Hal tersebut dapat dilihat dari selisih nilai rata rata pertumbuhan harga pada kedua tingkatan yaitu sebesar 1.57 persen yang lebih besar pada rata rata pertumbuhan harga di tingkat konsumen akhir. Hal tersebut mengindikasikan bahwa besarnya kenaikan harga di tingkat konsumen akhir tidak diikuti oleh kenaikan harga yang adil di tingkat pembudidaya. Sehingga dapat dilihat pada marjin tataniaga (selisih harga pada tingkat konsumen akhir dengan harga tingkat pembudidaya) selalu mengalami peningkatan tiap bulan, dengan rata rata pertumbuhan sebesar 39.37 persen tiap bulan. Hal ini berdampak pada kekecewaan konsumen akhir karena harga lele sangkuriang yang bertambah mahal, begitu juga dengan pembudidaya yang merasa bagian yang didapatnya belum cukup adil. Hal tersebut sangat mempengaruhi kesejahteraan pembudidaya, apalagi para pembudidaya juga mengeluh tentang harga pakan yang mahal, sehingga keuntungan yang didapat menjadi relatif sedikit. Alasan tersebut dapat menjadikan pembudidaya enggan untuk meneruskan usaha budidaya lele sangkuriang, sehingga hal ini akan menyebabkan kekurangan pasokan komoditas lele sangkuriang. Untuk meminimalisir dampak tersebut maka diperlukan mencari pilihan mengenai saluran pemasaran yang efisien. Secara umum pembudidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal memiliki skala usaha mikro dengan kriteria modal kurang dari Rp 50 juta; volume/luas unit usaha kurang dari 1000 m²; hasil penjualan per tahun kurang dari Rp 60 juta; dan

jumlah tenaga kerja kurang dari 2 orang (menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan R.I. Nomor PER.05/MEN/2009). Hal ini akan sulit bagi pembudidaya dengan skala usaha mikro dalam memiliki posisi tawar yang kuat tanpa adanya sebuah perkumpulan atau organisasi yang berinteraksi untuk mencapai tujuan bersama. Sebagian besar pembudidaya lele sangkuriang di Kabupaten Tegal tergabung dalam kelompok pembudidaya ikan. Harapan dari kelompok pembudidaya ikan tersebut adalah sebagai wadah bertukar pikiran dan kerjasama, sehingga mampu menghadapi masalah dan memiliki posisi tawar yang kuat. Namun sayangnya kelompok pembudidaya ikan tersebut tidak berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan, karena kurangnya komunikasi atau pertemuan rutin yang seharusnya dilakukan, sehingga fungsi kelompok pembudidaya ikan tersebut tidak dapat berjalan lancar. Hal ini yang menyebabkan pembudidaya kurang mendapatkan informasi mengenai pasar sehingga pembudidaya kesulitan dalam menetapkan harga jual hasil panen. Harga yang ditetapkan pembudidaya dalam menjual lele sangkuriang kepada pedagang adalah Rp. 15.000,00 hingga Rp. 16.000,00, sedangkan harga beli konsumen akhir adalah Rp. 22.000,00 hingga Rp. 23.000,00. Perbedaan harga jual pembudidaya dengan harga beli konsumen akhir ini dipengaruhi oleh fungsi fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga. Dalam menjalankan fungsi fungsi tersebut, lembaga tataniaga memerlukan biaya pemasaran. Pemasaran yang efisien dapat mempengaruhi tingkat pendapatan pembudidaya. Agar sistem pemasaran dapat seefisien mungkin, maka diperlukan untuk memilih saluran pemasaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan nilai yang diterima pembudidaya, memperkecil biaya pemasaran serta mampu menciptakan harga jual yang terjangkau dalam batas daya beli konsumen akhir. Pemasaran yang efisien dapat dilihat dari kondisi sistem pemasaran dan efisiensi pemasaran yang meliputi analisis marjin pemasaran, analisis farmer s share, dan analisis keuntungan dan biaya. Berdasarkan pada uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal berdasarkan analisis saluran dan lembaga tataniaga, analisis fungsi tataniaga, analisis struktur pasar dan analisis prilaku pasar? 2. Bagaimana efisiensi tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal berdasarkan analisis marjin tataniaga, analisis farmer s share, dan analisis rasio keuntungan dan biaya? 7 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi sistem tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal berdasarkan analisis saluran dan lembaga tataniaga, analisis fungsi tataniaga, analisis struktur pasar dan analisis prilaku pasar. 2. Menganalisis efisiensi tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal berdasarkan analisis marjin tataniaga, analisis farmer s share, dan analisis rasio keuntungan dan biaya.

8 Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapakan memberikan beberapa manfaat antara lain: 1. Bagi pembudidaya lele sangkuriang, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai tataniaga lele sangkuriang yang efisien. 2. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam memberikan kebijakan yang menguntungkan bagi para pelaku bisnis lele sangkuriang setelah mengetahui kondisi tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal. 3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai tambahan informasi, literatur, dan bahan bagi penelitian selanjutnya. Ruang Lingkup Penelitian Lingkup penelitian ini terbatas pada pembudidaya lele sangkuriang dan lembaga-lembaga yang terkait dalam tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal. Penelitian ini dilakukan terhadap lembaga tataniaga lele sangkuriang di Kabupaten Tegal, dalam arti, pembudidaya lele sangkuriang berdomisili di wilayah Kabupaten Tegal khususnya pada 3 kecamatan yaitu Kecamatan Tarub, Kecamatan Pangkah dan Kecamatan Kramat. Adapun aliran tataniaga produk setelah pembudidaya produksi primer hingga konsumen akhir, dapat berada diluar tiga kecamatan yang telah disebutkan sebelumnya, sesuai dengan saluran tataniaga yang dimiliki oleh masing-masing pembudidaya. Penelitian ini hanya membahas aspek-aspek yang berkaitan dengan tujuan penelitian yaitu tentang saluran dan lembaga tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar, prilaku pasar dan efisiensi tataniaga. Seluruh hasil perhitungan pada penelitian ini didasarkan pada harga dan kondisi saat pengambilan data dilakukan, yaitu pada bulan Maret hingga Mei tahun 2015. TINJAUAN PUSTAKA Tataniaga Agribisnis Sistem tataniaga dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis yaitu analisis saluran dan lembaga tataniaga, analisis fungsi tataniaga, analisis struktur pasar dan analisis prilaku pasar. Analisis saluran dan lembaga tataniaga digunakan untuk mengetahui mengenai jumlah saluran yang terjadi dan lembaga apa saja yang terkait dalam suatu tataniaga. Dalam tataniaga komoditas produk agribisnis jumlah saluran yang terbentuk antara 2 saluran (Harahap 2010), 3 saluran (Sembiring 2013) (Safitri 2009), 4 saluran (Puspitasari 2010) (Alfikri 2014), 5 saluran (Tarigan 2014), 6 saluran (Faisal 2010) hingga 8 saluran (Luthfi 2014), hal ini tergantung dengan komoditas yang dipasarkan dan juga kondisi pasar pada lokasi komoditas. Ada beberapa lembaga yang terkait dalam saluran tataniaga yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar, pedagang pengecer (Safitri 2009;

Sembiring 2013; Alfikri 2014; Luthfi 2014; Tarigan 2014) dan juga beberapa agen perantara seperti warung pecel lele (Puspitasari 2010), rumah potong ayam (Tarigan 2014), rumah potong hewan (Faisal 2010). Fungsi fungsi yang dilakukan tiap lembaga dalam tataniaga pun berbeda, tergantung dari komoditas yang dipasarkan seperti pada penelitian Puspitasari (2010) yang melakukan penelitian tentang tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Ciawi. Fungsi yang dilakukan oleh lembaga tataniaga lele sangkuriang seperti pada pedagang pengumpul yaitu fungsi pertukaran (pembelian dari petani dan menjual kembali pada lembaga berikutnya); fungsi fisik (penyimpanan lele sangkuriang dan pengangkutan kepada lembaga berikutnya); fungsi fasilitas (permodalan, penanggungan risiko, standarisasi dan grading, dan informasi pasar). Berbeda dengan Safitri (2009) yang melakukan penelitian tentang tataniaga telur ayam kampung di Kabupaten Bogor. Fungsi yang dilakukan pada pedagang pengumpul yaitu fungsi pertukaran (pembelian dari peternak dan kemudian menjual kepada lembaga berikutnya); fungsi fisik (pengangkutan kepada lembaga berikutnya); fungsi fasilitas (biaya, penangungan risiko dan informasi pasar). Pada kedua penelitian oleh Puspitasari (2010) dan Safitri (2009) terdapat perbedaan fungsi antara lembaga ditingkat pedagang pegumpul yaitu pada fungsi fisik. Pada penelitian Puspitasari (2010) fungsi fisik pada pedagang pengumpul melakukan fungsi penyimpanan terhadap lele sangkuriang. Hal ini karena lele sangkuriang sangat rentan terhadap proses penyusutan dan kematian walau lele sangkuriang baru diterima dari petani sekalipun. Berbeda dengan penelitan Safitri (2010) yang dalam fungsi fisik pada pedagang pengumpul tidak melakukan penyimpanan, hal ini karena telur ayam lebih lama proses pembusukannya sehingga tidak diperlukan proses penyimpanan, mengingat telur ayam baru didistribusikan dari peternak, sehingga keadaan telur ayam masih segar. Begitu juga pada fungsi fasilitas, terdapat perbedaan antara kedua penelitian. Pada penlitian Puspitasari (2010) fungsi fasilitas yang dilakukan pedang pengumpul melakukan sortasi dan grading, hal ini karena lele sangkuriang terdapat variasi dimensi dan massa yang cukup besar antara tiap masing-masing lele sangkuriang, sehingga perlu dilakukan grading agar dapat mengetahui potensi atau nilai tambah dalam lele sangkuriang dan juga mempermudah dalam penjualan karena hanya memberikan sampel tiap grade-nya. Berbeda dengan penelitan Safitri (2009) yang hanya melakukan sortasi tanpa melakukan grading. Sortasi dilakukan untuk memilah telur yang layak dijual dengan telur yang pecah, karena dalam pengangkutan telur ayam rentan terjadi pecah telur. Sedangkan grading tidak dilakukan karena telur ayam rata-rata memiliki dimensi dan massa yang relatif seragam. Struktur pasar merupakan sifat organisasi pasar yang mempengaruhi prilaku dan keragaan pasar. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa karakteristik antara lain jumlah atau ukuran perusahaan, kondisi produk, hambatan keluar masuk pasar, informasi pasar yang dimiliki oleh pihak yang terlibat dalam tataniaga. Struktur pasar dibagi menjadi dua kategori yaitu pasar persaingan sempurna dan pasar persaingan tidak sempurna. Pada penelitian terdahulu terdapat perbedaan stuktur pasar pada tingkat petani, hal ini tergantung pada karakteristik yang telah disebutkan di atas. Ada beberapa penelitian yang masuk pada kategori struktur pasar persaingan sempurna (Sembiring 2013; Luthfi 2014), struktur pasar 9

10 oligopoli (Safitri 2009; Faisal 2010; Tarigan 2014), dan struktur pasar oligosopni (Puspitasari 2010; Harahap 2011). Perilaku pasar merupakan tingkah laku lembaga tataniaga dalam struktur pasar tertentu. Analisis perilaku pasar dapat diketahui dengan mengamati praktek penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga, sistem penentuan harga dan pembayaran serta kerjasama antara lembaga tataniaga. Pada penelitian terdahulu terdapat beberapa yang mengunakan analisis prilaku pasar dalam mengetahui kondisi pasar yang tejadi (Safitri 2009; Puspitasari 2010; Harahap 2011; Sembiring 2013; Luthfi 2014; Tarigan 2014). Pada penelitian Sembiring (2013) tentang tataniaga kubis di Kabupaten Cianjur, petani melakukan jual beli dengan pedagang pengumpul menggunakan sistem timbang atau sistem borongan. Petani dibayar secara tunai setelah pedagang pengumpul kebun selesai melakukan panen. Kemudian pada penelitian Tarigan (2014) tentang tataniaga ayam broiler di Kecamatan Parung, mengungkapkan bahwa kegiatan pemeliharaan peternak dilakukan dengan sistem kemitraan intiplasma, dimana peternak berperan sebagai plasma dan pedagang besar berperan sebagai perusahaan inti. Peternak plasma tidak perlu lagi memikirkan ketersediaan DOC, pakan dan obat-obatan serta sarana produksi peternakan lainnya karena halhal tersebut telah disediakan oleh perusahaan inti. Peternak plasma dapat fokus dalam melakukan kegiatan pemeliharaan karena penjualan hasil panen peternak sudah dijamin oleh perusahaan inti, hal ini terjadi karena peternak sebagai plasma melakukan kerjasama dengan perusahaan inti, sehingga terdapat perjanjian untuk memasarkan hasil panen mereka melalui perusahaan inti. Efisiensi Tataniaga Lele Sangkuriang Pada beberapa penelitian terdahulu ada yang menyimpulkan bahwa saluran tataniaga terpendek merupakan saluran yang paling efisien (Puspitasari 2010; Sembiring 2013; Luthfi 2014). Hal ini karena pada saluran tataniaga tersebut hanya terdapat petani sebagai produsen yang langsung menyalurkan produknya kepada konsumen akhir, sehingga didapat marjin tataniaga yang kecil, dan farmer s share yang besar. Namun hal tersebut berbeda dengan beberapa penelitian terdahulu yang menyimpulkan bahwa panjang pendeknya rantai tataniaga tidak sepenuhnya menjamin terjadinya saluran tataniaga yang paling efisien (Safitri 2009; Tarigan 2014). Hal ini karena pada beberapa penelitian tersebut mempertimbangkan juga aspek lain seperti persentase volume komoditas yang dapat didistribusikan dalam saluran tataniaga atau market share, sehingga akan percuma apabila terdapat saluran tataniaga dengan marjin tataniaga yang kecil, farmer s share yang besar dan rasio keuntungan dengan biaya yang besar namun presentase volume komoditas yang dapat didistribusikan atau market share sangat rendah. Sehingga perlu pertimbangan presentase volume komoditas yang dapat didistribusikan atau market share, selain mempertimbangkan marjin tataniaga, farmer s share dan rasio keuntungan dengan biaya dalam menentukan efisiensi tataniaga. Terdapat penelitian terdahulu yang membahas mengenai tataniaga lele sangkuriang di Kecamatan Ciawi (Puspitasari 2010). Pada penelitian tersebut

menyimpulkan bahwa saluran tataniaga yang paling efisien adalah saluran yang memiliki rantai tataniaga terpendek. Penelitian ini belum mempertimbangkan presentase volume komoditas yang dapat didistribusikan atau market share dalam menentukan efisiensi tataniaga. Penelitian-penelitian terdahulu dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam penelitian ini. Maka dari itu, perbedaan penelitian ini dengan penelitian penelitian sebelumnya adalah perbedaan pada lokasi penelitian, lembaga tataniaga, pasar yang menjadi tempat kegiatan penjualan dan pembelian komoditas yang diteliti, dan perlu menambahkan sebuah aspek dalam mempertimbangkan efisiensi tataniaga yaitu persentase volume komoditas yang dapat didistribusikan (market share). Penambahan aspek tersebut diharapkan akan menambah keakuratan dalam hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini. 11 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Tataniaga Para ahli yang mendalami tataniaga memiliki pemahaman dan pengertian masing masing tentang konsep tataniaga. Limbong dan Sitorus (1987) mengartikan tataniaga sebagai semua kegiatan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik suatu barang pertanian dari tangan produsen kepada konsumen yang juga mencakup kegiatan tertentu yang merubah fisik dari barang untuk memudahkan penyaluran barang tersebut. Pertukaran barang dalam kegiatan tataniaga dapat terjadi dalam lima kondisi yaitu adanya dua pihak dimana kedua pihak memiliki sesuatu yang berharga untuk dipertukarkan. Kemudian kedua pihak mampu berkomunikasi dan melakukan pertukaran, kedua pihak bebas untuk menolak atau menerima tawaran dari pihak lain. Hanafiah dan Saefudin (2006) menjelaskan bahwa aktivitas tataniaga erat kaitannya dengan penciptaan atau penambahan nilai guna dari suatu produk baik barang atau jasa, sehingga tataniaga termasuk ke dalam kegiatan yang produktif. Kegunaan yang diciptakan oleh aktivitas tataniaga meliputi kegunaan tempat, kegunaan waktu dan kegunaan kepemilikan. Kemudian Asmarantaka (2012) mengatakan tataniaga dapat ditinjau dari dua aspek yaitu aspek ilmu ekonomi dan aspek ilmu manajemen. Pengertian dari aspek ilmu ekonomi, tataniaga merupakan suatu sistem yang terdiri dari sub-sub sistem fungsi-fungsi pemasaran yaitu fungsi pertukaran, fisik dan fasilitas. Fungsi ini merupakan aktivitas bisnis atau kegiatan produktif dalam mengalirnya produk atau jasa pertanian dari petani sampai konsumen akhir. Pengertian dari aspek ilmu manajemen menyebutkan tataniaga adalah suatu proses sosial dan manajerial yang didalamnya terdapat individu atau kelompok untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Manajemen tataniaga merupakan kajian secara individu dari konsumen sebagai pemakai dan produsen sebagai suatu perusahaan yang melakukan aktivitas bisnis dalam sistem pemasaran. Dari beberapa pendapat ahli yang telah disebutkan, dapat diambil kesimpulan bahwa tataniaga merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan

12 untuk memindahkan hak milik dan juga fisik dari suatu komoditi pertanian dari produsen kepada konsumen akhir dengan melibatkan berbagai pihak. Pada kegiatan ini tidak menutup kemungkinan adanya perubahan fisik barang sesuai dengan kebutuhan dari pelaku tataniaga. Kegiatan tataniaga melibatkan banyak pihak untuk bisa menyampaikan barang dari produsen kepada konsumen akhir. Pihak - pihak yang terlibat biasa disebut dengan lembaga tataniaga. Lembagalembaga yang dilalui oleh suatu komoditi juga akan memperlihatkan suatu saluran yang disebut dengan saluran tataniaga. Lembaga Tataniaga Purcell (1979) menjelaskan bahwa lembaga tataniaga merupakan pihak yang melakukan penanganan komoditas atau penyedia jasa pemasaran dengan prilaku pengambil keputusan untuk perubahan suatu pasar. Hanafiah dan Saefudin (2006), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga ada lah badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi tataniaga dimana barang bergerak dari produsen sampai ke konsumen. Lembaga tataniaga ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara, dan lembaga pemberi jasa. Tugas lembaga tataniaga adalah menjalankan fungsi - fungsi tataniaga serta memenuhi keinginan konsumen semaksimal mungkin. Konsumen memberikan balas jasa kepada lembaga tataniaga berupa marjin tataniaga. Limbong dan Sitorus (1987), menjelaskan bahwa lembaga tataniaga adalah suatu badan atau lembaga yang berusaha dalam bidang tataniaga, mendistribusikan barang dari produsen hingga ke konsumen melalui proses perdagangan. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan produk dan sering melakukan sebagian kegiatan tataniaga. Sedangkan pedagang melakukan penyaluran produk dalam waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen dalam saluran tataniaga. Penggolongan lembaga tataniaga yang didasarkan pada fungsi, penguasaan terhadap suatu barang, kedudukan dalam suatu pasar serta bentuk usahanya, yaitu: 1) Berdasarkan fungsi yang dilakukan : Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan pertukaran, seperti pengecer, grosir dan lembaga perantara lainnya. Lembaga tataniaga yang melakukan kegiatan fisik seperti pengolahan, pengangkutan dan penyimpanan. Lembaga tataniaga yang menyediakan fasilitas-fasilitas tataniaga seperti informasi pasar, kredit desa, KUD, Bank Unit Desa dan lain-lain. 2) Berdasarkan penguasaan terhadap suatu barang : Lembaga tataniaga yang menguasai dan memiliki barang yang dipasarkan seperti pedagang pengecer, grosir, pedagang pengumpul dan lain-lain. Lembaga tataniaga yang menguasai tetapi tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti agen, broker, lembaga pelelangan dan lain-lain. Lembaga tataniaga yang tidak menguasai dan tidak memiliki barang yang dipasarkan seperti lembaga pengangkutan, pengolahan dan perkreditan. 3) Berdasarkan kedudukannya dalam suatu pasar : Lembaga tataniaga bersaing sempurna seperti pengecer beras, pengecer rokok dan lain-lain. Lembaga tataniaga monopolistis seperti pedagang bibit dan benih. Lembaga tataniaga oligopolis seperti importir cengkeh dan lain-lain.

Lembaga tataniaga monopolis seperti perusahan kereta api, perusahaan pos dan giro dan lain-lain. 4) Berdasarkan bentuk usahanya : Berbadan hukum seperti perseroan terbatas, firma dan koperasi. Tidak berbadan hukum seperti perusahaan perorangan, pedagang pengecer, tengkulak dan sebagainya. Terdapat tiga kelompok yang secara langsung terlibat dalam penyaluran barang atau jasa mulai dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen, yaitu (1) pihak produsen, (2) lembaga perantara, (3) pihak konsumen akhir. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholeseller) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang dan jasa yang dipasarkan (Limbong dan Sitorus, 1987). Saluran Tataniaga Saluran tataniaga adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi. Sebuah saluran tataniaga melaksanakan tugas memindahkan barang dari produsen ke konsumen. Hal itu mengatasi kesenjangan waktu, tempat, dan pemilikan yang memisahkan barang atau jasa dari orang orang yang membutuhkan atau menginginkannya. Menurut Hanafiah dan Saefudin (2006), saluran tataniaga terdiri dari pedagang perantara yang membeli dan menjual barang dengan tidak memperdulikan apakah mereka memiliki barang dagangan atau hanya bertindak sebagai agen dari pemilik barang. Panjang atau pendeknya saluran tataniaga yang dilalui oleh suatu komoditi bergantung pada beberapa faktor, yaitu : 1. Jarak antara produsen dan konsumen. Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh komoditi tersebut. 2. Sifat produk. Produk yang cepat atau mudah rusak harus segera diterima konsumen, sehingga menghendaki saluran yang pendek dan cepat. 3. Skala produksi. Jika produksi berlangsung dalam ukuran ukran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil, sehingga akan tidak menguntungkan bila produsen langsung menjual ke pasar. Hal ini berarti membutuhkan kehadiran pedagang perantara dan saluran yang akan dilalui komoditi akan cenderung panjang. 4. Posisi keuangan pengusaha. Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung untuk memperpendek saluran tataniaga karena akan dapat melakukan fungsi tataniaga lebih banyak dibandingkan dengan pedagang yang posisi keuangannya lemah. Dengan kata lain, pedagang yang memiliki modal kuat cenderung memperpendek saluran tataniaga. Berdasarkan pendapat ahli diatas maka saluran tataniaga merupakan rangkaian beberapa organisasi yang saling terlibat satu sama lain dalam proses pemindahan barang dan jasa dari produsen ke konsumen, dimana tugas atau aktivitas yang dilakukan dalam proses tersebut dinamakan fungsi-fungsi tataniaga. 13

14 Fungsi Tataniaga Fungsi tataniaga merupakan suatu kegiatan ataupun tindakan yang dapat memperlancar dalam proses penyampaian barang atau jasa dari tingkat produsen ke tingkat konsumen (Limbong dan Sitorus, 1987). Fungsi tataniaga dapat dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu: 1. Fungsi Pertukaran adalah Kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dan jasa yang dipasarkan. Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pembelian merupakan kegiatan melakukan penetapan jumlah dan kualitas barang, mencari sumber barang, menetapkan harga, dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikuti dengan mencari pasar, menetapkan jumlah kualitas serta menentukan saluran tataniaga yang paling sesuai. 2. Fungsi Fisik adalah Suatu tindakan langsung yang berhubungan dengan barang dan jasa sehingga menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini terdiri dari a) fungsi penyimpanan yaitu membuat komoditi selalu tersedia saat konsumen menginginkannya, b) fungsi pengangkutan yaitu pemindahan, melakukan kegiatan membuat komoditi selalu tersedia pada tempat tertentu yang diinginkan dan, c) fungsi pengolahan yaitu untuk komoditi pertanian, kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan dan merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditi asal. 3. Fungsi Fasilitas adalah Semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen. Fungsi fasilitas terdiri dari: a) Fungsi standarisasi dan grading yaitu mempermudah pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan memperluas pasar. b) Fungsi penanggungan resiko dengan menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan resiko fisik dan resiko pasar. c) Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan pembayaran dalam bentuk uang untuk memperluas proses tataniaga. d) Fungsi informasi pasar dengan mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna. Struktur Pasar Struktur pasar adalah dimensi yang menjelaskan sistem pengambilan keputusan oleh perusahaan maupun industri, jumlah perusahaan dalam suatu pasar, konsentrasi perusahaan, jenis-jenis dan diferensiasi produk serta syaratsyarat masuk pasar (Limbong dan Sitorus, 1987). Pasar dapat diklasifikasikan menjadi empat struktur pasar berdasarkan sifat dan bentuknya yaitu: 1. Struktur Pasar Bersaing Sempurna Pada struktur pasar bersaing sempurna terdapat banyak penjual dan pembeli yang bebas keluar masuk pasar. Barang dan jasa yang dipasarkan bersifat homogen. Dengan struktur biaya tertentu, perusahaan tidak dapat menetapkan harga sendiri untuk memaksimumkan keuntungan. Sehingga perusahaan hanya sebagai penerima harga (price taker) dan hanya menghadapi satu tingkat harga.