OPTIMASI PROSESS EKSTRAKSI KITIN MENJADI KITOSAN DARI LIMBAH KULIT ULAT HONGKONG ( TENEBRIO MOLITOR )

dokumen-dokumen yang mirip
PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG SEBAGAI BAHAN PENGAWET TAHU

PENJERAPAN LEMAK KAMBING MENGGUNAKAN ADSORBEN CHITOSAN

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

4. Hasil dan Pembahasan

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SEMINAR NASIONAL ke 8 Tahun 2013 : Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

Jurnal Teknologi Kimia Unimal

Karakterisasi Kitosan dari Limbah Kulit Kerang Simping (Placuna placenta) Characterization of Chitosan from Simping Shells (Placuna placenta) Waste

PENGARUH SUHU DAN WAKTU REAKSI PADA PEMBUATAN KITOSAN DARI TULANG SOTONG (Sepia officinalis)

PENGGUNAAN KITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI INHIBITOR TERHADAP KEASAMAN TUAK SKRIPSI. Oleh: FIKRIATUN NURHIKMAWATI NIM.

PENGARUH WAKTU PROSES DEASETILASI KITIN DARI CANGKANG BEKICOT (Achatina fulica) TERHADAP DERAJAT DEASETILASI

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

TINGKATAN KUALITAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

3. Metodologi Penelitian

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

Pengaruh Jenis Asam dan Basa pada Pembentukan Senyawa Khitosan dari Limbah Kulit Rajungan

Karakterisasi Kitosan dari Cangkang Rajungan dan Tulang Cumi dengan Spektrofotometer FT-IR Serta Penentuan Derajat Deasetilasi Dengan Metode Baseline

TRANSFORMASI KITIN DARI HASIL ISOLASI LIMBAH INDUSTRI UDANG BEKU MENJADI KITOSAN

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG UDANG SERTA APLIKASINYA DALAM MEREDUKSI KOLESTEROL LEMAK KAMBING

BAB II LANDASAN TEORI

PENGEMBANGAN ALAT PRODUKSI KITIN DAN KITOSAN DARI LIMBAH UDANG DEVELOPMENT TOOL OF CHITIN AND CHITOSAN FROM SHRIMP WASTE

PRODUKSI KITOSAN GRADE FARMASI DARI KULIT BADAN UDANG MELALUI PROSES DEASETILASI DUA TAHAP

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Kulit udang yang diperoleh dari pasar Kebun Roek Ampenan kota

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

Bab III Metodologi Penelitian

PENGARUH ph DAN LAMA KONTAK PADA ADSORPSI ION LOGAM Cu 2+ MENGGUNAKAN KITIN TERIKAT SILANG GLUTARALDEHID ABSTRAK ABSTRACT

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG KERANG HIJAU (Perna viridis) SEBAGAI ADSORBAN LOGAM Cu

VARIASI KONSENTRASI DAN ph TERHADAP KEMAMPUAN KITOSAN DALAM MENGADSORPSI METILEN BIRU. Turmuzi Tammi, Ni Made Suaniti, dan Manuntun Manurung

PENGARUH WAKTU PEMANASAN PADA PROSES DEASETILASI TERHADAP YIELD CHITOSAN DARI LIMBAH KULIT UDANG SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN PENGAWET MAKANAN

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pupuk adalah bahan yang ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

TINJAUAN PUSTAKA. adalah tanah-tanah bereaksi masam (ph rendah) dan miskin unsur hara, seperti

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

BAB I PENDAHULUAN. Budidaya (2014), menyatakan bahwa udang vannamei (Litopenaeus vannamei) tertinggi sehingga paling berpotensi menjadi sumber limbah.

DERAJAT DEASETILASI DAN KELARUTAN CHITOSAN YANG BERASAL DARI CHITIN IRRADIASI

LAPORAN TUGAS AKHIR PEMBUATAN KITOSAN DARI KITIN CANGKANG BEKICOT SEBAGAI BAHAN PENGAWET IKAN

PENGARUH DERAJAT DEASETILASI KHITOSAN DARI KULIT UDANG TERHADAP APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET MAKANAN

PENGARUH KONSENTRASI LARUTAN POTASSIUM HIDROKSIDA DAN WAKTU HIDROLISIS TERHADAP PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI TANDAN PISANG KEPOK KUNING

OPTIMASI PEMBUATAN KITOSAN DARI KITIN LIMBAH CANGKANG RAJUNGAN (Portunus pelagicus) UNTUK ADSORBEN ION LOGAM MERKURI

TUGAS AKHIR RK 0502 PEMANFAATAN KITOSAN LIMBAH CANGKANG UDANG PADA PROSES ADSORPSI LEMAK SAPI

PEMANFAATAN LIMBAH PABRIK PEMBEKUAN UDANG HEADLESS BLOCK FROZEN MENJADI KITOSAN MAKALAH KOMPREHENSIF OLEH: ARNEL LUNARTO

BAB I PENDAHULUAN. terdapat pada tepung adalah kapang, khamir, dan bakteri. Bakteri yang biasa

4 Hasil dan Pembahasan

PEMBUATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT DENGAN VARIASI KONSENTRASI NATRIUM HIDROKSIDA (NaOH) PADA TAHAP DEASETILASI

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

3 Metodologi Penelitian

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

PEMBUATAN CHITOSAN DARI KULIT UDANG DAN APLIKASINYA UNTUK PENGAWETAN BAKSO

3 Metodologi Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

PEMANFAATAN KITOSAN DARI LIMBAH CANGKANG BEKICOT SEBAGAI ADSORBAN LOGAM TEMBAGA

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

PENGGUNAAN MEMBRAN KITIN DAN TURUNANNYA DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI UNTUK MENURUNKAN KADAR LOGAM Co

Karakterisasi Kitin dan Kitosan dari Cangkang Kepiting Bakau (Scylla Serrata)

SKRIPSI. Diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan. Oleh : : MEILISSA TAMUJAYA :

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F-272

BAB III BAHAN DAN METODE. Lokasi pengambilan sampel diambil dibeberapa toko di kota Medan dan

BAB III METODE PENELITIAN

3 Metodologi Penelitian

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) F193

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

Jurnal ILMU DASAR Vol. 10 No : Bagus Rahmat Basuki & I Gusti Made Sanjaya Jurusan Kimia,FMIPA, Universitas Negeri Surabaya

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kolesterol adalah suatu molekul lemak di dalam sel yang terdiri atas LDL

ADSORPSI ZAT WARNA PROCION MERAH PADA LIMBAH CAIR INDUSTRI SONGKET MENGGUNAKAN KITIN DAN KITOSAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif eksploratif dan

Adsorpsi Fenol pada Membran Komposit Khitosan Berikatan Silang

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

BAB V METODOLOGI. digester, kertas ph secukupnya, cawan porselin 3 buah, kurs porselen 3 buah,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

3 Metodologi Penelitian

EVALUASI PROSES PENGOLAHAN LIMBAH KULIT UDANG UNTUK MENINGKATKAN MUTU KITOSAN YANG DIHASILKAN

DAFTAR ISI. Halaman PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI PENGESAHAN DEDIKASI RIWAYAT HIDUP PENULIS ABSTRAK

KHITIN KHITOSAN, PRODUKSI DAN PEMANFAATANNYA

I. PENDAHULUAN. ditemukan sangat banyak dalam kehidupan sehari-hari, sehingga banyak orang

DERAJAT DEASETILASI KITOSAN DARI CANGKANG KERANG DARAH DENGAN PENAMBAHAN NaOH SECARA BERTAHAP

OPTIMASI PROSES EKSTRAKSI KHITIN DARI CANGKANG RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN MESIN EKSTRAKSI OTOMATIS

LAMPIRAN 1 DATA PENGAMATAN. Tabel 7. Data Pengamtan Hidrolisis, Fermentasi Dan Destilasi. No Perlakuan Pengamatan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PEMANFAATAN BUAH TOMAT SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN NATA DE TOMATO

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Industri yang menghasilkan limbah logam berat banyak dijumpai saat ini.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB V METODOLOGI. 5.1 Alat dan Bahan yang Digunakan Alat yang Digunakan. No. Alat Ukuran Jumlah. Sendok. 1 buah. Ember. 1 buah. Pipet.

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

Transkripsi:

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, Tahun 212, Halaman 46-53 OPTIMASI PROSESS EKSTRAKSI KITIN MENJADI KITOSAN DARI LIMBAH KULIT ULAT HONGKONG ( TENEBRIO MOLITOR ) Asih Budiutami, Nurhua Kumala Sari, Slamet Priyanto Jurusan Teknikk Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Soedarto, SH, Tembalang, Semarang, 539, Telp/Fax (24) 74658. Abstrak Kitosan memiliki manfaat diantaranya sebagai antifungi, antibakteri, pelapis (coating), penyerap air dan lemak. Selama ini penelitian yang mengarah pada proses pembuatan kitosan banyak memanfaatkan limbah dari crustacea seperti kulit udang, kulit rajungan, kulit kepiting dan lain-lain. Namun dalam kenyataannya, masih banyak jenis arthopoda lain yang mengandungg kitin.diantaranya adalah golongan insecta seperti Tenebrio Molitor (ulat hongkong). Ulat Hongkong mengandung Zat Kitin yang terdapat pada bagian kulit.larva atau ulat hongkong ini akan mengalami pergantian kulit sebanyak 15 kali sebelum akhirnya berubah menjadi kepompong. Kulit inilah yang menjadi limbah dalam pembudidayaan ulat hongkong dan masih kaya akan kandungan kitin. Untuk mengekstraksi kitin menjadi kitosan terdiri dari tiga tahap yaitu deprotenisasi, demineralisasi, dan deasetilasi. Hasil penelitian menunjukan bahwaa dengan meningkatnya konsentrasi solven dan suhuu operasi maka kandungan protein akan semakin menurun,kadar mineral semakin menurun dan derajat deasetilasi meningkat. Kondisi optimum pada proses deproteinisasi didapatkan pada saat konsentrasi 3% w/v NaOH dan suhu 9 o C dengan kandungan protein 4,25%. Kondisii optimum pada proses demineralisasi didapatkan pada konsentrasi HCl 2,5N dengan kandungan Ca adalah,76% dan kandungan Mg adalah 2,44mg/1gr. Kondisi optimum pada proses deasetilasi didapatkan pada konsentasi NaOH 5%w/v dan suhu 1 o C dengan derajat deasetilasi adalah 61,2% dan rendemen yang dihasilkan adalah 33,1%. Kata Kunci :Kitosan, Kitin, Ulat Hongkong Abstract Chitosan has a lot of benefits such as antifungal, antibacterial, coatings, absorbing water and fat.most of research to process chitosan use a waste from crustaceans such as shrimp, small crab skins, leather and other crabs. But in reality, there are many other types of arthopoda that contain chitin, for example is the class of Insecta as Tenebrio Molitor (meal worm). Meal worm contain the chitin in the skin. Meal worm change of skin as much as 15 times before it finally turns into a cocoon. it is the waste in meal worm cultivation and still have rich in chitin. To extract the chitin into chitosan consists of three stages namely deprotenisasi, demineralization and deacetylation. Product of in this research is if with increase of consentration NaOH and increase of operation temperature so protein contain will be decrease, mineral contain so much the decrease, and deacetylation of degree be increase. Optimum condition of deproteinisation process at 3% w/v concentration of NaOH and temperature at 9 o C with protein contain 4,25%. Optimum conditionn of demineralization process at 2,5 N concentrationn of HCl with Ca contain,76% and Mg contain 2,44 mg/1gr. Optimum condition of deacetylation process at 5% w/v concentration of NaOH and temperature at 1 o C with deacetylation of degree is 61,2% and product of rendemen is 33,1%. Keywords: Chitosan, Chitin, Meal Worm Penulis Penanggung Jawab (Email: slamet_priyanto21@yahoo.co.id) 46

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, Tahun 212, Halaman 46-53 I. Pendahuluan Tenebrio molitor lebih dikenal sebagai ulat hongkong, merupakan larva dari kumbang beras anggota margatenebrio dan Tribolium (ordoo Coleoptera). Warna awal larva adalah kuning pucat kemudian perlahan-lahan berubah menjadi kuning kecoklatan.larva Tenebrio Molitor (ulat hongkong) rata-rata mengalami 15 kali molting sebelum menjadi pupa. Pada suhu ruangan, larva akan tumbuh maksimal dan matang dalam waktu sekitar 3 sampai 3½ bulan. Larva yang mengalami pergantian kulit lebih dari 15 kali bahkan 2 kali pergantian kulit biasanya memerlukan waktu perkembangan lebih lama, yaitu empat hingga 6 bulan (NUS, 1998). Ulat Hongkong mengandung Zat Kitin yang terdapat pada bagian kulit. Kitin merupakan bahan yang tidak bisa dicerna oleh ikan.oleh karena itu sering direkomendasikan agar ulat hongkong diberikan pada saat baru ganti kulit. Kulit inilah yang menjadi limbah dalam pembudidayaan ulat hongkong dan masih kayaa akan kandungan kitin (O- fish, 24). Kulit ulat hongkong akan menyebabkan kematian pada ulat apabila termakan oleh ulat tersebut. (1) (2) Gambar 1 : (1). Ulat hongkong, (2). Kulit ulat hongkong Selama ini pembuatan kitosan yang sering digunakan adalah berbahan dasar cangkang udang maupun cangkang hewan laut lainnya.namun kandungan zat kitin juga banyak terdapat pada hewan invertebrata lainnya seperti Tenebrio Molitor. Produksi kitosan hanya terdapat di kota Cirebon dimana potensi laut yang cukup besar. Saat ini pembudidaya ulat hongkong hanya terdapat di kota Magelang dimana sebagian masyarakat di desa Ngluwar, Magelang berprofesi sebagai pembudidaya ulat hongkong.. Potensi habitat dan budidaya ulat hongkong di Magelang Jawa Tengah sangat tinggi. Secara umum kulit ulat hongkong mengandung protein 9,52%, mineral Mg 3,3%, mineral K 2,88%, kitin 12,8%, dan komponen lain seperti zat terlarut, lemak sebesar 13,43%. Kitin merupakan poli (2-asetamido-2-deoksi-β-(1 4)-D-glukopiranosa)dengan rumus molekul (C 8 H 13 NO 5 )n yang tersusun atas 47% C, 6% H, 7% N, dan 4% O. Kitin bersifat non toxic (tidak beracun) dan biodegradable sehingga kitin banyak dimanfaatkann dalam berbagai bidang. Lebih lanjut kitin dapat mengalami proses deasetilasi menghasilkan chitosan. Salah satu penerapan chitosan yang penting dan dibutuhkan dewasa ini adalah sebagai pengawet bahan makanan pengganti formalin.chitosan adalah senyawa alami yang sangat potensial untuk pengawet produk atau komoditi hasil pertanian. (Poewardi, 26) Kitosan adalah produk deasetilasi kitin oleh deasetilasi alkali heterogen dengan menggunakan larutan NaOH yang konsentrasinya pekat (Hwang dan Shin, 21)Perbedaan kandungan amina adalah sebagai patokan untuk menentukan apakah polimer ini dapat dibentuk menjadi kitin atau kitosan.dimana kitosan mengandung gugus amina lebih besar dari 6%, sebaliknya kitin mengandung amina lebih kecil dari 6% (Robert, 1978). Kitosan bersifat biokompatibel artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable), Dapat berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif, Mampu meningkatkan pembentukan yang berperan dalam pembentukan tulang, Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol, Bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat (Rismana, 22). Penulis Penanggung Jawab (Email: slamet_priyanto21@yahoo.co.id) 47

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, Tahun 212, Halaman 46-53 Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kondisi optimum meliputi suhu dan konsentrasi pada proses deprotenisasi, mengetahui kondisi optimum meliputi konsentrasi pada proses demineralisasi, dan mengetahui kondisi optimum meliputi suhu dan konsentrasi pada proses deasetilasi. Adapun proses pembuatan kitin dimulai dengan menghaluskan kulit ulat hongkong. setelah itu dilakukan proses sebagai berikut : Proses deprotenisasi :Pada prinsipnya proses deproteinisasi adalah melepaskan ikatan-ikatan protein dan kitin. Proses ini umumnya dilakukan dengan perlakuan menggunakan larutan NaOH dan waktu relatif lama. Dengan perlakuan ini protein akan terlepas dan membentuk natrium-proteinat yang dapat larut. Deproteinisasi biasanya dilakukan dengan menggunakan larutan hidroksida seperti larutan NaOH. (Suhardi, 1993). Proses demineralisasi : Proses demineralisasi ini bertujuan untuk menghilangkan garam-garam organik atau kandungan mineral yang terdapat didalam kitin. Mineral dapat dihilangkan dengann menggunakan larutan HCl encer pada suhu kamar atau dengan asam sulfat dan larutan EDTA (Ethilence diamintetracetic acid) (Suhardi, 1993). Proses deasetilasi :Kitosan dapat dihasilkan dari kitin dengan menghasilkan gugus acetyl (CH 3 -CO) sehingga molekul dapat larut dalam larutan asam, proses ini disebut sebagai deasetilasi yaitu melepaskan gugus amina (-NH) agar kitosan memiliki karakteristik sebagai kation. Secara umum derajat deasetilasi untuk kitosan yang mengalami deasetilasi untuk kitosan sekitar 6% dan sekitar 9-1% untuk kitosan yang mengalami deasetilasi penuh, harga ini bergantung dari bahan baku kitin yang digunakan dan proses yang dijalankan (Suhardi, 1992). 2. Bahan dan Metode Penelitian 2.1. Bahan penelitian Kulit ulat hongkong didapatkan dari Pembudidaya Ulat Hongkong di desa Ngluwar, Magelang, Jawa tengah. Sampel yang digunakan sebanyak 3 gram dengan ukuran,425-,6 mm dengan spesifikasi wujud cair. Padatan NaOH berwarna putih dan bentuk granular, HCL dengan konsentrasi 32,5% wujud cair didapat dari Toko Kimia Indrasari Semarang, dan Aquadest. Variabel penelitian Gambar 2: Struktur chitosan Variabel Tetappada penelitian ini diantaranya pengadukan dengan skala 5, berat sampel 3 gram, rasio sampel : solven 1: 15, ukuran sampel,425-,6 mm dan waktu selama 12 menit.variabel berubah pada penelitian ini adalah pada proses deproteinisasi pada suhu 5, 6, 7, 8, 9 ( o C) dan konsentrasi NaOH 1,1.5,2,2.5,3 (%w). Pada proses demineralisasi yaitu pada konsentrasi HCl.5,1,1.5,2,2.5 (N).Pada proses deasetilasi yaitu pada suhu 6,7,8,9,1 ( o C) dan konsentrasi NaOH 1,2,3, 4,5 (%W). Penulis Penanggung Jawab (Email: slamet_priyanto21@yahoo.co.id) 48

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, Tahun 212, Halaman 46-53 2.2. Metode Penelitian Perlakuan Pendahuluan Pembuatan kitosan dari limbah kulit ulat hongkong di awali dengan menganalisaa kandungan pada kulit ulat hongkong kemudian dilakukan pengecilan ukuran (size reduction) menggunakan blender dan di screening sampai diperoleh ukuran yang seragam yaitu,425-,6 mm. Proses Deprotenisasi Melarutkan kulit ulat hongkong sebanyak 3 gram dengan larutan NaOH pada konsentrasi 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 ; 3 % (w/v) dalam beaker glass. Perbandingan kulit ulat hongkong : larutan NaOH adalah 1:1. Pada proses deproteinisasi, kemudian larutan di panaskan pada suhu 7 o C selama 12 menit sebagai patokan pada variabel berubah suhu dan mengetahui kondisi optimum pada variabel konsentrasi. Selanjutnya proses menggunakan variasi suhu deproteinisasi 5, 6, 7, 8, 9 o C dan larutan NaOH yang digunakan adalah konsentrasi optimum pada proses deproinisasi yang pertama. Setelah 12 menit endapan dinetralkan dengan aquadest hingga ph netral dan disaring dengan kain saring kemudian dikeringkan pada suhu ruangan. Proses Demineralisasi Proses demineralisasi, dengam melarutkan sampel hasil deprotenisasi dengan larutan HCl pada konsentrasi,5 ; 1 ; 1,5 ; 2 ; 2,5 N dalam beaker glass. Perbandingan barat sampel : larutan HCl adalah 1:1. Memanaskan larutan pada suhu ruangan dan pengadukan pada skala 5 selama 12 menit.setelah 12 menit endapan dinetralkan dengan aquadest hingga ph netral dan disaring dengan kain saring kemudian dikeringkan pada suhu ruangan. Pada proses ini diharapkan kitin sudah terbentuk. Proses Demineralisasi Proses deasetilasi, dengann melarutkan sampel hasil proses demineralisasi dengan larutan NaOH pada konsentrasi 1 ; 2 ; 3 ; 4 ; 5 % (w/v) dalam beaker glass. Perbandingan kulit ulat hongkong : larutan NaOH adalah 1:15. Pada proses deasetilasi pertama, larutan tersebut dipanaskan pada suhu 8 o C selama 12 menit sebagai patokan pada variasii suhu dan untuk mendapatkan konsentrasi optimum. Selanjutnya proses menggunakan variasi suhu pada 6, 7, 8, 9, 1 o C dengan konsentrasi optimum yang sudah didapatkan pada proses deasetilasi yang pertama.setelah 12 menit endapan dinetralkan dengann aquadest hingga ph netral dan disaring dengan kain saring kemudian dikeringkan pada suhu ruangan. Analisa Derajat Deasetilasi Analisa Derajat Deasetilasii (DD) menggunakan metode FTIR : Chitosan yang di hasilkan dapat di analisa % DD dengan metode garis Moore dan Robert dengan menggunakan persamaan dibawah ini : DD = x. Dimana nilai A= log (Po/P) = Absorbansi A 341 = Absorbansi pada panjang gelombang 341 cm -1 untuk serapan gugus hidroksi/amin (-OH, -NH 2 ) A 1588 = Absorbansi pada panjang gelombang 1588 cm-1 untuk serapan gugus asetamida (CH 3 CNH-) Penulis Penanggung Jawab (Email: slamet_priyanto21@yahoo.co.id) 49

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, Tahun 212, Halaman 46-53 3. Hasil danpembahasan 3.1. Deproteinisasi Pengaruh konsentrasi larutan NaOH terhadap hasil deproteinisasi 1 Kadar Protein (%) 8 6 4 2.5 1 1.5 2 2.5 3 Konsentrasi NaOH (%w/v) 3.5 Grafik 1. Grafik Hubungan Konsentrasi Vs Kadar Protein Pada variabel ini diperoleh hasil semakin tinggi konsentrasi NaOH maka kandungan protein semakin menurun. Proses deprotenisasi bertujuan untuk memutuskan ikatan antara kitin dan protein yang dapat dilakukan dengan menambahkan natrium hidroksida. Semakin besar konsentrasi NaOH maka protein yang terlepas semakin banyak hal ini dikarenakan semain banyak NaOH maka semakin banyak pula protein yang terdegradasi dan membentuk natrium proteanat dengan rantai molekul yang lebih pendek dari sebelumnya yang bersifat larut dalam larutan. Pada proses ini optimasi diperoleh pada saat konsentrasi 3% dan menghasilkan kitin dengan kadar protein sebanyak 6,3%. Pengaruh suhu terhadap hasil deproteinisasi Kandungan Protein (%) 8 6 4 2 2 4 6 8 Suhu ( o C) 1 Grafik 2 Grafik Hubungan Suhu Vs Kadar Protein Pada variable ini diperoleh semakin besar suhu operasi maka semakin kecil kandungan protein yang terkandung didalam kitin. Hal ini dikarenakan semakin besar suhu yang digunakan maka kecepatan reaksi akan meningkat sesuai persamaan arhenius k= Ae E/RT dimana semakin tinggi suhu maka reaksi akan berjalan Penulis Penanggung Jawab (Email: slamet_priyanto21@yahoo.co.id) 5

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, Tahun 212, Halaman 46-53 semakin cepat dan semakin banyak natrium proteanat yang terbentuk. Pada variable ini kondisi optimum diperoleh pada saat suhu deprotenisasi 9 o C dan menghasilkan kadar protein sebanyak 4,25%. 3.2. Demineralisasi Pengaruh konsentrasi larutan HCl terhadap hasil demineralisasi 3.5 Kandungan Mineral 3 2.5 2 1.5 1.5 Kadar Ca (%) Kadar Mg(mg/1gr) 1 2 3 Kadar HCl (N) Grafik 3. Grafik Hubungan Konsentrasi HCl Vs Kadar Mineral Pada proses deprotenisasi diperoleh kondisi optimum adalah dengan penambahan NaOH 3% dan suhu 9 o C. Selanjutnya dilakukan proses demineralisasi untuk mengurangi kandungan mineral yang terdapat didalam kitin dengan menggunakan larutan asam klorida. Semakin besar konsentrasi HCl maka kandungan mineral semakin sedikit. Dari table dan grafik tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi HCl yang paling berpengaruh pada proses demineralisasi adalah pada konsentrasi 2,5 N dimana kandungan mineralnya paling sedikit yang berarti pada penambahan HCL 2,5N banyak mineral yang dihilangkan dari kitin. 3.3. Deasetilasi Pengaruh konsentrasi larutan NaOH terhadap derajat deasetilasi 8 6 4 % DD 2-2 1 2 3 4 5 6-4 Konsentrasi NaoH (%) Grafik 4. Hubungan Konsentrasi NaoH vs % DD Penulis Penanggung Jawab (Email: slamet_priyanto21@yahoo.co.id) 51

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, Tahun 212, Halaman 46-53 Berdasarkan grafik di atas dapat di simpulkan bahwa semakin tinggi penambahan NaOH maka derajat deasetilasi semakin naik.hal ini di sebabkan semakin besar konsentrasi NaOH makaa jumlah gugus asetil yang hilang semakin banyak. Konsentrasi NaOH semakin tinggi, akan menyumbangkan gugus OH yang semakin banyak, sehingga gugus CH3COO- yang tereliminasi juga akan semakin banyak dan menghasilkan suatu gugus amida pada molekul chitosan yang semakin banyak yang diindikasikan dengan kenaikan derajat deasetilasi. Sehingga kondisi optimum dengan variabel berubah konsentrasi NaOH dan variabel tetap 8 o C adalah saat konsentrasi 5% (w/v).pada penelitian selanjutnya, dilakukan pada variabel konstan konsentrasi 5% (w/v). Pengaruh Suhu terhadap derajat deasetilasi 7 65 6 %DD 55 5 45 4 4 5 6 7 8 9 1 Suhu ( o C) Grafik 5. Hubungan Suhu vs %DD Berdasarkan grafik di atas dapat disimpulkan bahwa kenaikan temperature menghasilkan harga DD yang semakin tinggi. Semakin tinggi suhu maka akan meningkatkan kecepatan reaksi dalam deasetilasi molekul chitin menjadi chitosan. Hal inii disebabkan pada suhu yang semakin tinggi akan membuat ikatan antara sesama molekul menjadi semakin lemah dan molekul bergerak semakin cepat sehingga kecepatan reaksi dalam proses deasetilasi chitin akan berjalan semakin cepat. Proses pelepasan gugus asetil yang dipengaruhi oleh suhu ini sesuai dengan hubungan Arhenius : k= A.e -Ea/RT dimana kecepatan reaksi akan bertambah dengan bertambahnya temperature. Kenaikan derajat deasetilasi yang optimum adalah pada suhu 1 o C. Interaksi Ketiga Variabel Ketiga variabel sangat berpengaruh terhadap menurunnya rendemen dan penigkatan derajat deasetilasi pada pembuatan kitosan. Pada interaksi ketiga variabel ini, interaksi terbaik dicapai pada konsentrasi NaOH 3% dan suhu 9 o C, konsentrasi HCl 2,5 N dan konsentrasi NaOH 5% pada suhu 1 o C dengan derajat deasetilasi 61,2% dan rendemen kitosan sebesar 33,1 %. KESIMPULAN 1. Kondisi optimum proses deprotenisasi adalah pada kosnsentrasi NaOH 3% w/v dan suhu 9 o C selama 2 jamyang memberikan kandungan protein 4,25%. 2. Kondisi optimum proses demineralisasi adalah pada konsentrasi 2,5 N pada suhuu kamar selama 2 jam yang memberikan kandungan Ca sebesar,76% dan Mg sebesar 2,44 mg/1gr. Penulis Penanggung Jawab (Email: slamet_priyanto21@yahoo.co.id) 52

Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, Tahun 212, Halaman 46-53 3. Kondisi optimum proses deasetilasi kitin menjadi kitosan adalah pada konsentrasi NaOH 5% w/v dan suhu 1 o C selama 2 jam yang memberikan derajat deasetilasi sebesar 61,2%. Ucapan Terima kasih Ucapan terima kasih disampaikan kepada Ditjen DIKTI atas kontibusinya sebagai sumber dana melalui Program Kreativitas Mahasiswa dan kepada Laboratorium Pengolahan Limbah atas kontribusinya sebagai tempat penelitian ini. Daftar Pustaka NUS, National University Singapore. 1998. Mealworm Culture. National University Sinagpore Extension Sheet. http://www.science.nus.edu.sg/research/fish/livefood/mealworm. html Poerwadi, B. 26. Jurnal: Slow Release Pupuk Cair NPK dengan Membran Komposit Selulosa-Kitosan. Malang: F-MIPA Universitas Brawijaya Rismana, E. 23. Serat Kitosan Mengikat Lemak. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta www.kompascybermedia/ /IPTEK Roberts, G.A.F., 1997). Determination of the Degree of N-Acetylation of Chitin and Chitosan.Di dalam R.A.A. Muzzarelli dan M.G. Peter (editor).chitin Handbook.hal 127-132. European Chitin Soc,. Grottamare Suhardi. 1993. Khitin dan Khitosan. Buku Monograf, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta. Sumeru A t a s Penulis Penanggung Jawab (Email: slamet_priyanto21@yahoo.co.id) 53