Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

dokumen-dokumen yang mirip
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat

Kajian. Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Kalimantan Tengah

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TAHUN 2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

KAJIAN EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI BARAT

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI D.I. YOGYAKARTA TRIWULAN III TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN III-2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN I-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Barat Triwulan I 2017 Terhadap Triwulan I 2016 (y on y)

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI PAPUA

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2017

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA TRIWULAN II Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Gorontalo

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN IV -2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN I-2017

Kajian Ekonomi Regional Banten

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI BARAT 2014

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA BARAT TAHUN 2014

Publikasi ini dapat diakses secara online pada:

BANK SENTRAL REPUBLIK INDONESIA. Kajian Ekonomi Regional Provinsi Gorontalo

PERTUMBUHAN EKONOMI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 TUMBUH 5,21 PERSEN MENGUAT DIBANDINGKAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TENGAH TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2016

TRIWULAN IV 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TRIWULAN II-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2017

No.11/02/63/Th XVII. 5 Februari 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH TRIWULAN III

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN I 2015

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI SUMATERA SELATAN TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2015

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

BPS PROVINSI LAMPUNG PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2014

Asesmen Pertumbuhan Ekonomi

usaha perdagangan besar dan eceran (0,71%); pertanian, kehutanan dan perikanan (0,52%); serta konstruksi (0,54%).

Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Selatan Triwulan III-2017

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN UTARA TRIWULAN II

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada:

TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN III-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGGARA

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TAHUN 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2017

EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN I-2016 TUMBUH 4,58 PERSEN MELAMBAT DIBANDING TRIWULAN I-2015

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI SELATAN TAHUN 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH AGUSTUS

EKONOMI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN II :

PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI JAMBI TAHUN 2015

Laporan Perkembangan Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan I 2014

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TRIWULAN III TAHUN 2016

TRIWULAN III 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA

BPS PROVINSI KEPULAUAN RIAU

PERTUMBUHAN EKONOMI DI YOGYAKARTA TRIWULAN II TAHUN 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI PAPUA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI GORONTALO TAHUN 2016 Ekonomi Gorontalo Tahun 2016 Tumbuh 6,52 Persen

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH FEBRUARI 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2016

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL PROVINSI JAWA TENGAH MEI 2017

Bila dilihat dari penciptaan sumber pertumbuhan

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN I -2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Selatan

PERTUMBUHAN EKONOMI BALI TRIWULAN III 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI ACEH 2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KEPULAUAN RIAU TRIWULAN III-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN BARAT TAHUN 2014

BERITA RESMI STATISTIK

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TIMUR TRIWULAN II

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TAHUN 2015

BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN

TRIWULAN II 2014 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA WILAYAH I SULAWESI MALUKU PAPUA (SULAMPUA)

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2017

Pertumbuhan Ekonomi Bali Triwulan III 2017

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI UTARA TRIWULAN II-2016

PERTUMBUHAN EKONOMI NUSA TENGGARA BARAT TRIWULAN II-2017

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II- 2013

SURVEI PERBANKAN KONDISI TRIWULAN I Triwulan I Perbankan Semakin Optimis Kredit 2015 Tumbuh Sebesar 17,1%

PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TAHUN 2015

Transkripsi:

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sulawesi Barat TRIWULAN IV 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI SELATAN

Publikasi ini beserta publikasi Bank Indonesia yang lain dapat diakses secara online pada: www.bi.go.id/web/id/publikasi/ Salinan publikasi ini juga dapat diperoleh dengan menghubungi: Spesialis Asesmen, Kajian, dan Data Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat Jl. Andi P. Pettarani No. 1 Mamuju 91511, Indonesia Telepon: 0426 22192 Faksimili: 0426 21656

KATA PENGANTAR Kata Pengantar Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar) disusun dan disajikan secara triwulan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sulawesi Barat, mencakup aspek pertumbuhan ekonomi, keuangan pemerintah, inflasi, sistem keuangan dan pengembangan akses keuangan, sistem pembayaran dan pengelolaan uang, ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat, serta prospek perekonomian ke depan. Kajian ekonomi daerah disamping bertujuan untuk memberikan masukan bagi Kantor Pusat Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan moneter, makroprudensial, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, dan pengelolaan uang rupiah juga diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi para stakeholders di daerah dalam membuat keputusan. Keberadaan Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) di daerah diharapkan dapat semakin berperan sebagai advisor dan strategic partner bagi stakeholders di wilayah kerjanya. Perekonomian Sulbar triwulan IV 2015 menunjukkan tendensi meningkat, dengan kenaikan yang tercatat sebesar 8,72% (yoy), mengalami eskalasi dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 6,33% (yoy). Akselerasi pertumbuhan tersebut disebabkan oleh perbaikan kinerja lapangan usaha pertanian yang berimbas positif terhadap pertumbuhan di lapangan industri pengolahan. Sejalan dengan perkembangan dari sisi produsen/lapangan usaha, pada sisi pengeluaran terjadi peningkatan investasi. Disamping itu, masih kuatnya kosumsi rumah tangga diikuti dengan realisasi belanja pemerintah sebagai motor perekonomian tergambarkan pada perkembangan ekonomi di triwulan IV 2015. Namun demikian, berbagai aspek positif tersebut belum mampu untuk mendorong pedagangan tumbuh lebih tinggi lagi. Pertumbuhan ekspor mengalami kontraksi sementara pada sisi lain terjaid peningkatan impor. Kesejahteraan masyarakat Sulbar secara umum membaik (penurunan kemiskinan), hal ini sejalan dengan menurunnya tekanan inflasi Sulbar pada triwulan IV 2015, dari 6,48% (yoy) menjadi 5,07% ((yoy) pada triwulan IV 2015. menurunnya tekanan inflasi tersebut berdampak positif terhadap peningkatan daya beli penduduk miskin. Sementara menilik faktor penyebabnya secara spasial, berkurangnya tekanan inflasi disebabkan oleh normaslisasi harga pasca Lebaran dan kampanye Pilkada Bupati yang terjadi di triwulan III 2015. Pada sisi lain di sektor pertanian, terjadi peningkatan supply seiring dengan agresivitas produksi yang terjadi di triwulan IV 2015. Sementara tekanan harga yang diperkirakan terjadi pada kelompok transportasi ternyata tidaklah sekuat tekanan pada periode lalu. Beberapa hal tersebut mempengaruhi penurunan inflasi dibandingkan triwulan lalu maupun secara kumulatif di tahun 2015. Dalam penyusunan laporan, Bank Indonesia memanfaatkan data dan informasi yang sudah tersedia dari berbagai institusi, serta melalui survei dan liaison. Sehubungan dengan hal tersebut, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah berkontribusi baik berupa pemikiran maupun penyediaan data dan informasi secara kontinyu, tepat waktu, dan reliable. Saran serta masukan dari para pengguna sangat kami harapkan untuk menghasilkan laporan yang lebih baik ke depan. Mamuju, Februari 2016 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SULAWESI BARAT Asep Budi Brata Deputi Direktur iii

VISI BANK INDONESIA Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil. VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional. MISI BANK INDONESIA 1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU. NILAI-NILAI STRATEGIS Merupakan nilai-nilai yang menjadi dasar Bank Indonesia, manajemen dan pegawai untuk bertindak dan atau berperilaku, yang terdiri atas Trust and Integrity Professionalism Excellence Public Interest Coordination and Teamwork. iv

v

DAFTAR ISI Daftar Isi Contents KATA PENGANTAR DAFTAR ISI III VI RINGKASAN EKSEKUTIF 1 TABEL INDIKATOR EKONOMI 4 1. PERTUMBUHAN EKONOMI 8 1.1. PERTUMBUHAN EKONOMI 9 1.2. SISI PENGELUARAN 10 1.2.1 KONSUMSI 10 1.2.2 INVESTASI 11 1.2.3 EKSPOR DAN IMPOR 12 1.3. SISI LAPANGAN USAHA 12 1.3.1 LAPANGAN USAHA PERTANIAN 13 1.3.2 LAPANGAN USAHA PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN 14 1.3.3 LAPANGAN USAHA INDUSTRI PENGOLAHAN 14 1.3.4 LAPANGAN USAHA LISTRIK, GAS, DAN AIR BERSIH (LGA) 15 1.3.5 LAPANGAN USAHA KONSTRUKSI 15 1.3.6 LAPANGAN USAHA PERDAGANGAN, HOTEL, DAN RESTORAN 15 1.3.7 LAPANGAN USAHA KEUANGAN, PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN 16 2. PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT 18 2.1. INFLASI SECARA UMUM 19 2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK 22 2.2.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN 22 2.2.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU 23 2.2.3 BELANJA 24 2.3. DISAGREGASI INFLASI 24 2.3.1 KELOMPOK VOLATILE FOOD 25 2.3.2 KELOMPOK ADMINISTERED PRICE 27 2.3.3 KELOMPOK CORE (INTI) 28 3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 34 3.1. KONDISI UMUM PERBANKAN SULAWESI BARAT 35 3.2. PERKEMBANGAN BANK UMUM 36 3.2.1 PERKEMBANGAN JARINGAN KANTOR BANK 36 vi

3.2.2 PERKEMBANGAN PENGHIMPUNAN DPK 37 3.2.3 PENYALURAN KREDIT 38 3.2.4 PERKEMBANGAN SUKU BUNGA BANK UMUM 39 3.2.5 KUALITAS PENYALURAN KREDIT/PEMBIAYAAN BANK UMUM 40 3.2.6 PERKEMBANGAN KREDIT DAN PERTUMBUHAN EKONOMI 41 3.3. PERKEMBANGAN PERBANKAN SYARIAH 42 3.4. PERKEMBANGAN KREDIT UMKM 43 3.5. PERKEMBANGAN TRANSAKSI SISTEM KLIRING NASIONAL BANK INDONESIA 44 3.6. PERKEMBANGAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 46 4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 49 4.1. STRUKTUR ANGGARAN 50 4.2. PERKEMBANGAN REALISASI ANGGARAN APBD PROVINSI SULAWESI BARAT 50 4.2.1 PENDAPATAN 50 4.2.2 BELANJA 52 5. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH 55 5.1. TENAGA KERJA 56 5.2. PENGANGGURAN 58 5.3. NILAI TUKAR PETANI 58 5.4. RASIO GINI ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED. 5.5. NILAI TUKAR PETANI 60 6. PROSPEK PEREKONOMIAN 62 6.1. PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI 63 6.1.1 PROSPEK SISI PERMINTAAN 63 6.1.2 PROSPEK SISI PENAWARAN 64 6.2. PROSPEK INFLASI 65 LAMPIRAN 68 vii

DAFTAR ISI DAFTAR BOKS BOKS 2.A. ERROR! BOOKMARK NOT DEFINED.0 POTENSI PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA MIKRO HIDRO (PLTMH) SEBAGAI PASOKAN LISTRIK MASYARAKAT BOKS 2.B. 32 Potensi Perkebunan di Sulawesi Barat viii

RINGKASAN EKSEKUTIF Ringkasan Eksekutif AKSELERASI SEKTOR PERTANIAN MENDORONG KINERJA EKONOMI SULBAR MEMBAIK DI TAHUN 2015 Gambaran Umum Pertumbuhan ekonomi Sulbar di triwulan IV kembali meningkat setelah menurun di triwulan sebelumnya Pertumbuhan ekonomi Sulbar mengalami akselerasi pada triwulan IV 2015, didorong oleh peningkatan konsumsi pemerintah dan investasi. Namun secara kumulatif pertumbuhan di tahun 2015 cenderung melambat dibandingkan 2014. Ekonomi Sulbar di triwulan IV 2015 tumbuh 8,72% (yoy), lebih tinggi dibandingkan 6,33% (yoy) pada triwulan III 2015. Peningkatan konsumsi pemerintah diikuti dengan peningkatan investasi menjadi pendorong utama dari sisi pengeluaran. Sementara dari lapangan usaha, pesatnya pertumbuhan lapangan usaha pertanian diikuti dengan membaiknya kinerja industri pengolahan menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi triwulan IV 2015. Secara tahunan (yoy) perlambatan pertumbuhan pada tahun 2015 terlihat pada kinerja ekspor dan investasi yang tak sebaik tahun 2014. Sementara melemahnya pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan dan perdagangan, merupakan dua faktor utama yang menahan laju pertumbuhan ekonomi pada tahun 2015. Pertumbuhan Ekonomi Konsumsi pemerintah dan kinerja sektor pertanian menjadi pendorong ekonomi Sulbar di triwulan IV 2015 Ekonomi Sulbar di triwulan IV 2015 mengalami akselerasi, ditandai dengan peningkatan pertumbuhan dari 6,33% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 8,72% (yoy) pada triwulan IV 2015. Dari sisi permintaan, percepatan disebabkan oleh kinerja realisasi anggaran/ konsumsi pemerintah dan investasi yang memuaskan. Sementara itu dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian dan industri pengolahan masih menjadi pilar utama pemacu pertumbuhan ekonomi. Sektor pertanian pada triwulan IV 2015 tumbuh 12,01% (yoy) meningkat signifikan dibandingkan 3,08% pada triwulan III 2015, seiring dengan intensitas curah hujan yang mendukung peningkatan produksi tanaman pangan dan terjaganya harga kelapa sawit di pasar internasional. Perkembangan ini memberikan imbas positif terhadap geliat usaha di industri pengolahan. Tak kalah penting, adalah lapangan usaha konstruksi dan administrasi pemerintahan, masing-masing tumbuh sebesar 7,60% (yoy) dan 10,05% (yoy). Kedua sektor tersebut meningkat seiring dengan aktivitas usaha proyek pembangunan infrastruktur. Inflasi Tekanan inflasi Sulbar pada triwulan IV 2015 mengalami Inflasi pada triwulan IV tercatat sebesar 5,07% (yoy) menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 6,48% (yoy). Penurunan tekanan inflasi tersebut berasal dari normalisasi harga sandang setelah berakhirnya masa kampanye Pemilihan Kepala 1

RINGKASAN EKSEKUTIF penurunan akibat normalisasi harga sandang Daerah (PILKADA) Bupati 2015, berakhirnya masa perayaan Idul Fitri dan pelemahan tekanan harga yang berasal dari angkutan udara. Secara spasial inflasi yang terjadi di Sulawesi Barat merupakan inflasi tertinggi ke 4 di wilayah KTI setelah Maluku (6,15% yoy), Sulawesi Utara (5,56% yoy) dan Papua Barat (5,34% yoy) serta lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi tahunan KTI (4,06% yoy). Secara umum tekanan inflasi pada triwulan laporan di dorong oleh Kelompok Bahan Makanan serta Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. Inflasi pada kelompok Bahan Makanan serta Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di dorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat pada akhir tahun sebagai bentuk persiapan perayaan tahun baru dan hari besar keagamaan yaitu Natal. Sistem Keuangan dan Sistem Pembayaran Pertumbuhan beberapa indikator perbankan dan sistem pembayaran meningkat, disertai dengan perbaikan kualitas kredit Indikator utama kinerja perbankan di Sulawesi Barat pada triwulan IV 2015 menunjukkan hasil yang beragam. Secara tahunan, total aset perbankan Sulawesi Barat mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan sebesar 7,16% (yoy), setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 8,98% (yoy) pada triwulan sebelumya. Total asset bank umum pada triwulan laporan tercatat adalah sebesar Rp. 5,135T. Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan asset perbankan yang menurun pada triwulan laporan, pertumbuhan DPK juga turut mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan, DPK tumbuh sebesar 13.32% (yoy) atau melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22.79% (yoy). Disisi lain, pada triwulan laporan kredit perbankan tumbuh sebesar 7,43% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,06% (yoy). Kualitas kredit mengalami perbaikan pada triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Non-Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan pada periode laporan tercatat sebesar 1,61% atau mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2.17%. Tingkat NPL kredit Sulawesi Barat juga tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tingkat NPL nasional yang tercatat sebesar 2,53%. 2

RINGKASAN EKSEKUTIF HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 3

TABEL INDIKATOR EKONOMI PERTUMBUHAN Tabel Indikator Ekonomi A. INFLASI DAN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) INDIKATOR 2013* 2014** 2015** I II III IV I II III IV I II III IV MAKRO Indeks Harga Konsumen - Sulawesi Selatan 139.01 139.26 145.51 144.60 109.16 109.71 111.72 116.89 116.95 118.55 121.0594 122.1257 - Sulawesi Utara 136.86 136.16 141.73 144.59 109.39 110.28 110.90 118.61 118.13 119.91 121.26 125.2 - Gorontalo 141.62 140.95 142.53 147.46 108.24 109.32 109.62 115.26 113.96 115.98 117.72 120.22 - Papua 133.82 135.00 140.14 143.68 113.54 112.66 114.05 121.17 121.30 121.90 122.1008 125.5146 - Papua Barat 155.28 158.31 167.44 163.87 108.41 109.26 113.93 115.18 116.00 118.27 120.8875 121.325 - Maluku 141.12 144.46 156.03 153.14 110.38 111.97 112.31 115.86 120.40 121.88 121.46 122.9802 - Sulawesi Tengah 143.27 142.88 151.42 153.12 111.45 113.64 115.12 120.21 117.34 120.46 121.29 125.22 - Sulawesi Tenggara 141.41 144.15 151.32 149.50 108.00 109.77 111.72 117.67 116.43 117.84 119.8129 120.34 - Sulawesi Barat 140.21 140.78 145.61 146.41 108.92 110.28 112.54 116.85 116.20 118.65 119.84 122.78 - Maluku Utara 138.49 138.68 148.77 150.25 112.16 114.28 117.01 122.30 121.04 123.67 124.73 127.83 Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) - Sulawesi Selatan 4.61 4.36 7.24 6.21 5.88 5.92 3.72 8.61 7.14 8.06 8.36 4.48 - Sulawesi Utara 6.83 4.94 7.72 8.12 5.67 6.26 4.00 9.67 7.99 8.73 9.34 5.56 - Gorontalo 5.18 3.59 3.39 5.84 5.10 5.82 3.59 6.14 5.28 6.09 7.39 4.30 - Papua 5.89 6.07 8.58 8.27 9.57 7.40 4.51 9.11 6.83 8.20 7.06 3.59 - Papua Barat 7.62 5.79 9.70 7.25 5.77 5.27 5.32 6.56 7.00 8.25 6.11 5.34 - Maluku 2.58 1.70 9.86 8.81 8.95 8.85 2.79 7.19 9.08 8.85 8.14 6.15 - Sulawesi Tengah 5.97 3.89 7.28 7.57 8.42 10.37 5.46 8.84 5.28 6.00 5.36 4.17 - Sulawesi Tenggara 3.02 3.76 7.30 5.92 5.60 4.84 1.83 8.45 7.81 7.35 7.25 2.27 - Sulawesi Barat 4.19 4.30 5.85 5.91 6.24 6.65 4.46 7.89 6.68 7.59 6.49 5.07 - Maluku Utara 3.97 2.93 9.65 9.78 8.80 9.75 5.40 9.35 7.92 8.22 6.60 4.52 PDRB Penawaran - Harga Konstan (Rp Miliar) Tahun Dasar 2010 & SNA 2008 Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2,273 2,446 2,346 2,142 2,393 2,615 2,533 2,212 2,475 2,779 2,611 2,478 Pertambangan dan Penggalian 105 115 123 134 110 119 126 162 123 133 143 159 Industri Pengolahan 482 507 487 491 548 630 728 767 657 733 734 842 Pengadaan Listrik, Gas 3 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 Pengadaan Air 9 9 9 9 10 9 10 10 10 10 11 11 Konstruksi 343 373 433 562 430 390 452 578 431 453 508 621 Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 546 566 581 604 600 604 628 629 606 647 661 648 Transportasi dan Pergudangan 84 90 97 96 91 94 103 106 98 102 109 114 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 13 14 14 15 14 15 15 16 14 15 16 17 Informasi dan Komunikasi 221 237 260 251 242 252 269 275 269 272 292 318 Jasa Keuangan 112 116 118 116 116 120 120 123 119 117 135 138 Real Estate 162 162 167 168 169 171 173 174 175 179 182 185 Jasa Perusahaan 5 5 5 6 5 5 5 6 6 6 6 6 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib 454 454 464 507 453 423 496 624 478 479 591 686 Jasa Pendidikan 291 294 297 349 286 285 323 386 310 311 357 384 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 110 111 114 120 109 112 123 139 121 121 131 139 Jasa lainnya 99 105 109 105 109 111 118 116 114 118 129 127 PDRB Permintaan - Harga Konstan (Rp Miliar) *** 5,350 5,626 5,656 5,767 1. Konsumsi 3,684 3,848 4,050 4,323 3,831 4,001 4,209 4,700 3,875 4,304 4,515 5,034 2. Investasi 1,666 1,778 1,606 1,444 1,784 1,842 1,790 1,547 1,882 1,882 1,710 1,842 3. Ekspor 3.94 4.41 4.67 4.42 315.34 527.03 608.10 1,082.31 3,528 3,756 957 1,053 4. Impor 3.28 3.82 3.68 4.33 1.68 2.18 3.54 2.16 3,201 3,516 3 2 Total PDRB (Rp Miliar) Pertumbuhan PDRB (%, yoy) 5,310.13 5,609.02 5,628.20 5,680.04 5,688.51 5,960.10 6,224.76 6,326.75 6,006.53 6,479.80 6,619 6,878 5.26% 8.93% 9.38% 4.28% 7.10% 6.25% 10.54% 10.90% 6,02% 8.40% 6.33% 8.72% 4

TABEL INDIKATOR B. PERBANKAN (KREDIT LOKASI BANK, DPK LOKASI KC/KCP) BANK UMUM : INDIKATOR I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV Total Aset (Rp Juta) 3,089,264 3,398,697 3,578,480 3,705,973 3,859,655 4,121,751 4,439,760 4,291,262 4,416,808 4,551,845 4,666,789 4,792,403 4,745,263 5,008,231 5,086,078 5,135,451 DPK - Lokasi Bank Pelapor (Rp Juta) 2,069,117 2,408,952 2,564,590 2,432,838 2,556,662 2,674,766 2,835,539 2,750,875 2,789,405 3,034,975 3,153,958 2,916,043 3,170,617 3,508,331 3,872,874 3,304,568 Giro 608,443 704,439 887,749 460,744 794,424 898,572 987,392 466,595 822,227 914,268 981,369 504,877 860,278 972,388 1,144,466 477,627 Tabungan 1,290,902 1,515,993 1,516,620 1,814,780 1,580,271 1,579,961 1,671,632 2,107,967 1,789,238 1,815,013 1,854,824 2,189,909 1,819,076 1,901,972 2,033,518 2,529,937 Deposito 169,772 188,520 160,221 157,314 181,968 196,233 176,515 176,313 177,941 305,694 317,766 221,257 491,263 633,970 694,891 297,003 Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta) 2,888,791 3,095,029 3,237,469 3,363,738 3,452,371 3,624,778 3,750,679 3,869,600 3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052 4,222,308 4,379,705 4,379,165 4,597,871 - Modal Kerja 1,136,219 1,426,747 1,207,855 1,213,518 1,246,201 1,269,822 1,294,881 1,334,227 1,359,152 1,447,789 1,465,940 1,469,731 1,388,287 1,442,237 1,412,561 1,488,107 - Investasi 269,392 271,254 285,691 299,338 312,837 406,515 409,410 415,559 425,897 373,157 394,005 410,852 432,465 483,436 439,682 504,864 - Konsumsi 1,483,181 1,397,028 1,743,923 1,850,882 1,893,334 1,948,441 2,046,388 2,119,814 2,180,619 2,296,654 2,348,486 2,399,469 2,401,556 2,454,032 2,526,922 2,604,900 LDR Kredit - Lokasi Bank (Rp Juta) 139.61% 128.48% 126.24% 138.26% 135.03% 135.52% 132.27% 140.67% 142.17% 135.67% 133.43% 146.78% 133.17% 124.84% 113.07% 139.14% 2,888,791 3,095,029 3,237,469 3,363,738 3,452,371 3,624,778 3,750,679 3,869,600 3,965,668 4,117,600 4,208,431 4,280,052 4,222,308 4,379,705 4,379,165 4,597,871 - Pertanian 133,679 147,299 166,826 167,586 169,427 196,196 205,451 216,675 228,883 224,084 241,339 254,470 250,665 271,298 275,455 306,991 - Pertambangan 1,551 1,813 1,903 1,903 2,223 1,991 2,026 2,222 1,975 1,912 2,775 2,387 3,082 3,039 3,353 3,366 - Industri pengolahan 28,283 39,190 38,151 37,659 40,959 33,005 32,585 36,157 37,125 43,340 43,714 46,850 48,899 52,963 50,503 57,024 - Listrik, Gas, dan Air 366 341 355 361 393 656 757 809 863 2,919 3,104 1,511 1,183 1,603 2,306 2,604 - Konstruksi 45,497 47,002 52,248 16,297 36,566 43,711 47,969 45,912 47,810 41,366 44,163 41,843 34,662 29,460 35,613 32,168 - Perdagangan 907,792 1,244,596 1,045,578 1,054,827 1,078,324 1,240,584 1,236,455 1,268,176 1,280,494 1,338,361 1,365,453 1,372,922 1,322,619 1,397,211 1,282,712 1,362,462 - Pengangkutan 3,762 5,239 5,406 7,239 7,081 5,636 6,190 6,992 7,533 9,014 9,624 10,979 10,110 11,104 10,170 13,200 - Jasa Dunia Usaha 39,230 39,098 39,313 69,287 39,546 63,901 64,317 58,940 55,480 58,238 43,237 42,353 41,597 42,508 34,238 33,380 - Jasa Sosial Masyarakat 110,369 98,008 77,369 68,562 84,591 90,657 108,541 113,904 124,886 83,892 106,536 107,268 107,936 116,487 99,461 115,736 - Lain-lain 1,618,261 1,472,443 1,810,320 1,940,017 1,993,263 1,948,441 2,046,388 2,119,814 2,180,619 2,314,473 2,348,486 2,399,469 2,401,556 2,454,032 2,684,814 2,670,940 Kredit UMKM - Lokasi Bank (Rp Miliar) Kredit Mikro* (Rp Miliar) 1,221,778 1,484,847 1,367,179 1,403,043 1,451,752 1,577,491 1,632,715 1,680,397 1,721,578 1,805,658 1,828,428 1,850,393 1,790,929 1,878,601 1,820,037 1,960,977 479,488 463,446 501,401 488,579 486,291 535,593 533,297 545,251 580,263 644,615 616,127 680,553 654,436 702,763 759,091 825,012 - Modal Kerja 384,444 378,290 410,519 393,991 407,242 428,970 441,500 455,362 474,477 543,378 498,659 548,769 506,700 530,934 561,807 605,243 - Investasi 95,044 85,156 90,883 94,588 79,049 106,624 91,797 89,889 105,786 101,237 117,468 131,784 147,735 171,829 197,283 219,769 - Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - Kredit Kecil ** (Rp Miliar) 668,296 823,413 798,764 838,425 885,271 933,858 971,940 1,017,552 1,014,600 1,020,970 1,087,409 968,344 931,716 986,413 908,176 993,883 - Modal Kerja 524,422 672,434 620,106 648,995 669,622 661,626 688,045 723,896 731,644 794,094 857,146 758,625 721,138 759,339 731,754 772,253 - Investasi 143,873 150,978 178,658 189,430 215,649 272,232 283,894 293,656 282,957 226,876 230,263 209,719 210,578 227,074 176,422 221,631 - Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - - - - Kredit Menengah *** (Rp Miliar) 73,995 197,988 67,014 76,039 80,191 108,039 127,478 117,593 126,715 140,074 124,892 201,496 931,716 189,424 152,770 142,082 - Modal Kerja 60,175 184,628 60,544 67,190 67,650 84,203 96,514 88,994 93,324 100,936 86,562 139,859 139,124 114,771 95,004 88,725 - Investasi 13,819 13,360 6,470 8,849 12,541 23,837 30,964 28,600 33,391 39,138 38,330 61,637 65,653 74,653 57,767 53,356 - Konsumsi - - - - - - - - - - - - - - - NPL Total gross - Lokasi Bank (%) NPL UMKM gross - Lokasi Bank (%) Sumer : Laporan Bank Umum, diolah. Catatan: * (<Rp50 juta) ** (Rp50 < X < Rp500 juta) *** (Rp500 juta < X < Rp5 miliar) **** Angka sementara 2012 2013 3.72% 3.74% 3.68% 2.55% 4.56% 4.46% 4.19% 3.81% 4.68% 4.59% 4.43% 3.43% 3.88% 3.12% 2.17% 1.61% 7.31% 6.67% 7.13% 4.04% 4.86% 5.34% 4.74% 3.94% 5.93% 8.79% 8.71% 6.92% 8.19% 6,24% 4.22% 2.88% 2014 2015 5

TABEL INDIKATOR C. GRAFIK INDIKATOR 15% 13% 11% 9% 7% 5% 3% 1% -1% Rasio PDRB KTI terhadap PDB 11,56% Rasio PDRB Sulbar terhadap PDB 0,29% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2010 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pangsa Perekonomian (PDRB ADHB) 0.50% 0.40% 0.30% 0.20% 0.10% 0.00% 16% 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% Pertumbuhan Ekonomi Sulbar (yoy) Pertumbuhan Ekonomi Nasional (yoy) Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pertumbuhan Ekonomi (PDRB ADHK) 2015 IV, 8.72% 2015 IV, 5.04% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2010 2011 2012 2013 2014 2015 14% 12% 10% 8% 6% 4% 2% 0% -2% Pertanian Adm. Pemerintahan PHR Industri Pengolahan Perdagangan Lainnya PDRB I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pangsa Pertumbuhan Berdasarkan Lapangan Usaha 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10% -15% -20% Konsumsi Rumah Tangga PMTB PDRB Konsumsi Pemerintah Net Ekspor I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Pangsa Pertumbuhan Berdasarkan Pengeluaran 9% 8% 7% 6% 5% 4% 3% 2% 1% 0% Inflasi Nasional (yoy) BI Rate Inflasi Sulbar (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV (Ribu Orang) 1400 1200 1000 800 600 400 200 Jumlah Penduduk Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) - Skala Kanan 3.35% 6.00% 5.00% 4.00% 3.00% 2.00% 1.00% 2011 2012 2013 2014 2015 0 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 0.00% Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Inflasi dan BI Rate Sumber: Laporan Bank, diolah Pengangguran Terbuka 14.50% 14.00% 13.50% 13.00% 12.50% 12.00% 11.50% 11.00% 10.50% Jumlah Penduduk Miskin - skala kanan % Penduduk Miskin Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep Mar Sep 2011 2012 2013 2014 2015 170.00 165.00 160.00 155.00 150.00 145.00 Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah Persentase Penduduk Miskin 6

TABEL INDIKATOR HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 7

1. PERTUMBUHAN EKONOMI Bab 1 Pertumbuhan Ekonomi Ekonomi Sulbar di triwulan IV 2015 tumbuh 8,72% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 6,33% (yoy). Pencapaian tersebut dilatorbelakangi oleh kuatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah. Sementara di sisi lapangan usaha, akselerasi pertumbuhan didorong oleh peningkatan produksi tanaman pangan. Selain itu, berlanjutnya proyek-proyek infrastruktur juga turut mendorong peningkatan di sektor konstruksi dan tumbuhnya investasi. 8

Rp. Miliar BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Berbeda arah dengan pertumbuhan ekonomi di wilayah Indonesia Timur, pertumbuhan ekonomi Sulbar pada triwulan IV 2015 menunjukkan peningkatan kinerja. Perekonomian Sulbar pada triwulan IV 2015 mengalami peningkatan kinerja, tumbuh membaik ke level 8,72% (yoy) dibandingkan 6,72% (yoy) pada triwulan lalu. Sementara tendensi kinerja ekonomi di kawasan timur Indonesia (Balinustra Sulampua) justru cenderung melemah, dari 6,28% (yoy) menjadi 5,73% (yoy) di triwulan IV 2015. Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional, meskipun berfluktuasi namun pertumbuhannya masih lebih tinggi. Pada periode laporan, pertumbuhan ekonomi nasional tercatat sebesar 5,04% (yoy). Sementara rasio PDRB Sulbar terhadap ekonomi nasional meskipun meningkat namun masih rendah, hanya sebesar 0,29% (Grafik 1 pada Grafik Indikator) Berbeda halnya dengan perkembangan triwulanan, ekonomi Sulbar di tahun 2015 menunjukkan perlambatan dibandingkan tahun 2014, tercermin dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi dari 8,87% (yoy) menjadi 7,37% (yoy). Kecenderungan ini serupa yang pertumbuhan ekonomi nasional yang melambat dari 5,02% (yoy) di tahun 2014 menjadi 4,79% (yoy) pada tahun 2015. Kondisi berbeda terjadi pada perekonomian KTI yang mengalami ekspansi dibandingkan tahun lalu, dari 6,03% menjadi 7,64% (2015). Kuatnya konsumsi rumah tangga dan ekspansi konsumsi pemerintah mendorong peningkatan kinerja ekonomi Sulbar poada triwulan IV 2015. Konsumsi rumah tangga yang memiliki pangsa terbesar (51,25%) dalam komponen pengeluaran ekonomi Sulbar, pda triwulan IV 2015 masih menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi dari sisi pengeluaran. Pada periode laporan tumbuh sebesar 6,25% (yoy) lebih tinggi dibandingkan 5,16% (yoy) pada periode lalu, dan memberikan andil sebesar 3,23% terhadap angka pertumbuhan. Serupa dengan konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah pun mengalami ekspansi, meskipun level pertumbuhannya lebih rendah dibandingkan triwulan lalu. Kinerja konsumsi pemerintah yang mumpuni berdampak positif terhadap aktivitas investasi yang membaik dan mampu tumbuh sebesar 8,34% serta memberikan sumbangan sebesar 2,34% terhadap pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2015 Kondisi yang kurang menggembirakan terjadi pada neraca perdagangan, dimana pertumbuhan ekspor terkoreksi -2,70% (yoy), sementara impor meningkat 13,18% (yoy), sehingga mengakibatkan defisit perdagangan antar pulau semakin dalam dan terkoreksi sebesar 5,80% (yoy). Dari sisi lapangan usaha, pembalikan arah pertumbuhan didorong oleh peningkatan kinerja di sektor pertanian, industri pengolahan dan administrasi pemerintahan. Struktur perekonomian Sulawesi Barat pada triwulan IV 2015 masih didominasi oleh lapangan usaha pertanian, kehutanan dan perikanan (36,02%), lapangan usaha industri pengolahan (12,25%) serta lapangan usaha administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib (9,98%). Dari ketiga lapangan usaha tersebut, sektor pertanian mencatat pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV 2015 sebesar 12,01% (yoy) meningkat dibandingkan 3,08% (yoy) di triwulan III 2015. Meskipun secara triwulanan, pertumbuhannya masih mengalami kontraksi sebesar 5,11% (qtq). Eskalasi pertumbuhan terjadi pula pada industri pengolahan hingga mencapai 9,82% (yoy). Sementara administrasi pemerintahan tumbuh melambat dibandingkan triwulan lalu, sebesar 10,05% (yoy). Secara keseluruhan, mayoritas lapangan usaha pada periode laporan mengalami ekspansi tahunan dibandingkan triwulan lalu, kecuali lapangan usaha pertambangan dan penggalian, lapangan usaha jasa pendidikan dan lapangan usaha jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang mengalami kontraksi pertumbuhan, masing-masing sebesar 1,48% (yoy), -0,60% (yoy) dan -0,295 (yoy). PDRB Sulbar (ADHK) Sulawesi Barat (yoy) - RHS Nasional (yoy) - RHS 8,000 7,000 6,000 5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 - I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2010 2011 2012 2013 2014 2015 16.00% 14.00% 12.00% 10.00% 2015 IV, 8.72% 8.00% 6.00% 2015 IV, 5.04% 4.00% 2.00% 0.00% Sumber: BPS, diolah Grafik 1.1. Perkembangan PDRB Sulbar 9

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Perdagangan 0% Investasi 27% Pemerintah 23% PANGSA PDRB PENGELUARAN LNPRT 1% Rumah Tangga 49% Konstruksi 8% Lainnya 22% Adm Pemerintahan 9% PANGSA PDRB LAPANGAN USAHA Perdagangan 10% Ind. Pengolahan 11% Pertanian 40% Sumber: BPS, diolah Grafik 1.2. Struktur Ekonomi Sulbar Berdasarkan Kelompok Pengeluaran Sumber: BPS, diolah Grafik 1.3. Struktur Ekonomi Sulbar Berdasarkan Kelompok Usaha 1.2. Sisi Pengeluaran Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan ekonomi Sulbar pada triwulan IV 2015 masih ditopang oleh konsumsi rumah tangga dan konsumsi pemerintah. Konsumsi rumah tangga yang memiliki share hingga sebesar 49,71% di triwulan IV 2015 dan masih menjadi motor utama penggerak perekonomian Sulbar, tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan lalu, sebesar 5,36%. Pada saat bersamaan, konsumsi pemerintah tumbuh sebesar 11,29% (yoy), meskipun pertumbuhan tersebut relatif melambat dibandingkan dengan triwulan lalu. Sementara Investasi (PMTB) tumbuh 11,29% (yoy), pun lebih rendah dibandingkan pertumbuhan periode sebelumnya. Kondisi yang kurang menggembirakan neraca perdagangan sulbar, dimana impor mengalami peningkatan pesat, sementara ekspor dan perdagangan antar daerah menunjukkan tren negatif Tabel 1.1. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran Kategori Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 III IV Total I II III IV Total 1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 10,895 11,443 12,074 3,243 3,251 12,679 3,228 3,254 3,401 3,420 13,303 2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 152 159 171 47 48 194 46 47 49 50 192 3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 3,406 3,555 3,692 975 1,704 3,947 600 1,003 1,065 1,565 4,233 4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 5,224 5,600 6,254 1,683 1,770 6,648 1,683 1,751 1,845 1,943 7,223 5 Perubahan Inventori 419 400 203 62 (242) 237 199 131 (136) (101) 92 6 Ekspor 11,067 12,400 13,151 3,839 3,376 14,539 252 296 398 4 951 7 Impor 12,134 12,770 13,316 3,627 3,608 14,074 2 2 3 2 10 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 19,028 20,787 22,229 6,222 6,299 24,169 6,007 6,480 6,619 6,878 25,983 Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara Tabel 1.2. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Komponen Pengeluaran Kategori Uraian 2011 2012 2013 2014* 2015** IV Total I II III IV Total 1 Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 4.22 5.03 5.45 4.78 4.89 5.06 4.88 5.09 5.36 5.10 2 Pengeluaran Konsumsi LNPRT 8.86 5.05 7.36 5.45 13.80-4.69-8.00 4.16 3.57-1.40 3 Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 6.69 4.36 3.15 19.14 6.09-15.45 18.29 14.96 11.29 8.81 4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 14.83 7.20 11.68 14.83 7.56 7.21 6.82 6.81 8.61 7.38 5 Perubahan Inventori 44.99 (4.66) (40.11) 112.22-0.92-7.02-35.60-318.21-58.21-61.06 6 Ekspor 16.92 12.05 (1.62) 6.06 10.55 93.92 96.21 57.33-2.70 44.32 7 Impor 11.71 5.24 10.94 10.24 5.69 29.44 11.47-5.33 13.18 8.79 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 10.46 9.25 6.93 11.39 8.88 5.59 8.72 6.33 8.72 7.37 Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sementara **) Angka sangat sementara 1.2.1 Konsumsi Secara agregat, pertumbuhan konsumsi pada triwulan IV 2015 lebih rendah dibandingkan periode lalu. Agregat konsumsi pada triwulan IV 2015 tumbuh 7,15% (yoy), sedikit melemah dibandingkan 7,25% (yoy) pada triwulan lalu. Menilik komponen konsumsi, penurunan tersebut didorong oleh kinerja konsumsi pemerintah yang tumbuh melambat dari 14,96% 10

Rp Miliar BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI (yoy) menjadi 11,29% (yoy). Perlambatan terjadi pula konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) yang melambat dari 4,16% (yoy) menjadi 3,57% (yoy). Sementara konsumsi rumah tangga masih menunjukkan akselerasi pertumbuhan, pada triwulan IV 2015 kembali tumbuh lebih pesat sebesar 5,36% (yoy) dibandingkan 5,09% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan konsumsi rumah tangga didorong oleh peningkatan permintaan menjelang pergantian tahun. Seperti data series tahun sebelumnya, tren peningkatan konsumsi terjadi menjelang pergantian tahun. Tingginya konsumsi bahan makanan terlihat dari peningkatan laju inflasi Sulbar di bulan Desember 2015 yang mencapai sebesar 1,70% (yoy), dengan penyumbang terbesar berasal dari kelompok bahan makanan. Inflasi bahan makanan pun tercatat yang tertinggi, sebesar 12,11% (yoy), diikuti kelompok sandang sebesar 8,28% (yoy). Peningkatan konsumsi masyarakat tercermin pula pada penyaluran kredit konsumsi. Data pelaporan Bank Umum menunjukkan bahwa sampai dengan triwulan IV 2015, penyaluran kredit konsumtif oleh perbankan tumbuh sebesar 8,56% (yoy) lebih tinggi dibandingkan 7,60% pada triwulan sebelumnya. Kebijakan ekspansi kredit perbankan yang digalakkan pada akhir tahun menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kenaikan pertumbuhan kredit Rp Miliar 4,000 3,500 3,000 2,500 2,000 1,500 1,000 500 0 Kredit Konsumsi gkredit Konsumsi - rhs I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 % (yoy) 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% Grafik 1.4. Penyaluran Kredit Konsumsi 1.2.2 Investasi Pertumbuhan investasi yang tercermin dari PMTB mencatat akselerasi pada triwulan IV 2015. PMTB di triwulan IV 2015 tumbuh 8,61% (yoy) sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,81% (yoy). Sementara perubahan inventori masih mengalami kontraksi sebesar -58,21% (yoy), membaik dibandingkan koreksi pertumbuhan pada triwulan III 2015 yang sebesar -318,21% (yoy). Peningkatan kinerja investasi ini diindikasikan pula dari besarnya pertumbuhan realisasi kredit investasi di triwulan IV 2015 yang tumbuh 22,88%, lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu sebesar 11,59%. Secara tahunan pertumbuhan kredit investasi tahun 2015 tersebut (22,88%) meningkat signifkan dibandingkan yang justru mencatat kontraksi pertumbuhan sebesar -1,13% (yoy). 1,200 1,000 800 600 400 200 0 Kredit Investasi gkredit Investasi - Skala Kanan % (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 (10) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.5. Penyaluran Kredit Investasi 11

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 1.2.3 Ekspor dan Impor Neraca perdagangan Sulbar pada triwulan IV 2015 mencatat kinerja yang kurang memuaskan, pertumbuhan ekspor terkoreksi dan impor meningkat. Neraca perdagangan Sulbar pada triwulan laporan mencatat surplus sebesar Rp2 miliar. Angka tersebut mengalami penurunan signifikan dibandingkan triwulan lalu, dan pertumbuhannya mengalami kontraksi sebesar 99,56% (yoy). Kondisi ini berbeda dengan triwulan lalu yang mencatat surplus transaksi perdagangan sebesar Rp394 miliar dan mencatat pertumbuhan sebesar 85,97% (yoy). Penurunan surplus transaksi tersebut diakibatkan oleh penurunan drastis pada nilai ekspor, meskpun pada saat bersamaan impor pun mencatat penurunan dengan level yang lebih rendah (Grafik 1.1). Meskipun perkembangan perdagangan pada triwulan IV 2015 kurang menggembirakan, namun kinerja perdagangan selama tahun 2015 cukup menggembirakan, ditandai dengan pencapaian surplus perdagangan sebesar Rp940 miliar, meningkat lebih dari 100% (yoy) dibandingkan surplus penjualan tahun 2014 yang sebesar Rp465 miliar. Melemahnya harga komoditas mempengaruhi kinerja ekspor Sulbar. Saat ini sebagian besar ekspor Sulbar ditopang oleh produksi sektor tradable, khususnya dari industri berbasis hasil pertanian seperti CPO. $/mt %, yoy 1,400.0 60% 1,200.0 CPO gharga % (yoy) - skala kanan 50% 40% 1,000.0 30% 800.0 20% 10% 600.0 0% 400.0-10% -20% 200.0-30% 0.0-40% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: BPS, diolah Grafik 1.6. Perkembangan Impor 1.3. Sisi Lapangan Usaha Ekspansi di lapangan usaha pertanian dan lapangan usaha industri pengolahan, menjadi penopang utama pertumbuhan pada triwulan IV 2015. Sektor pertanian pada triwulan IV 2015 tumbuh 12,01%% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan III 2015 yang sebesar 3,08% (yoy). Perkembangan di pertanian tersebut berdampak positif terhadap perkembangan di lapangan usaha industri pengolahan yang mencatat peningkatan nilai tambah sebesar 9,82% (yoy). Sementara sektor konstruksi, perdagangan administrasi pemerintahan, yang merupakan sektor dominan lainnya dalam menopang pertumbuhan ekonomi Sulbar, cenderung melambat pertumbuhannya, masing-masing sebesar 7,60% (yoy), 3,01% (yoy) dan 10,05% (yoy). Beberapa lapangan usaha lain yang pertumbuhannya menguat adalah pengadaan listrik dan gas dan lapangan usaha informasi & komunikasi. Sementara, lapangan usaha lain mengalami perlambatan pertumbuhan, bahkan lapangan usaha pertambangan dan penggalian, jasa pendidikan dan jasa kesehatan & kegiatan sosial mengalami kontraksi pertumbuhan. 12

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI Sumber: Badan Pusat Statistik *) Angka sangat sementara Tabel 1.3. Pertumbuhan Ekonomi Menurut Lapangan Usaha (Per Triwulan) Kategori Uraian 2011 2012 2013 2014 2015 I II III IV Total I II A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 8.40 7.32 5.72 5.30 6.90 8.08 3.44 6.00 2.21 6.17 B Pertambangan dan Penggalian 12.13 11.77 10.60 3.90 3.69 1.79 20.55 7.97 8.94 6.49 C Industri Pengolahan 14.90 6.79 7.09 13.87 24.26 49.54 56.06 35.92 22.02 10.70 D Pengadaan Listrik, Gas 12.85 17.28 13.28 10.99 9.66 10.26 1.02 7.74 (5.23) 9.55 E Pengadaan Air 26.97 12.40 12.77 9.84 3.36 4.83 9.96 6.99 1.04 9.22 F Konstruksi 9.96 7.74 10.10 25.42 4.46 4.37 2.83 8.10 7.28 16.17 G Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparas 9.08 7.71 8.14 9.82 6.78 8.03 4.03 7.10 3.32 8.87 H Transportasi dan Pergudangan 8.10 5.39 6.37 7.84 4.53 6.37 10.73 7.39 6.93 5.67 I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 15.84 7.48 7.62 7.95 4.17 7.33 4.94 6.03 1.12 3.44 J Informasi dan Komunikasi 9.09 9.89 11.11 9.70 6.37 3.61 9.51 7.20 11.13 8.12 K Jasa Keuangan 20.75 15.53 5.82 1.83 3.50 1.07 6.70 3.27 3.40 (3.70) L Real Estate 5.03 2.79 4.38 3.86 5.12 3.81 3.60 4.09 3.82 4.82 M,N Jasa Perusahaan 14.76 6.86 7.16 22.11 3.83 (1.35) (2.07) 5.13 2.29 11.56 O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan 19.05 20.37 7.14 (0.22) (7.00) 5.79 16.78 4.21 3.10 17.75 P Jasa Pendidikan 18.01 16.77 6.94 (1.53) (3.05) 8.61 10.71 4.02 10.99 8.91 Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 16.68 16.59 5.63 (0.96) 1.00 7.29 15.62 5.97 12.35 8.08 R,S,T,U Jasa lainnya 5.12 9.27 6.72 10.76 5.83 8.49 10.70 8.91 4.48 5.62 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 10.73 9.25 6.94 7.08 6.25 10.54 10.90 8.72 6.02 8.40 1.3.1 Lapangan Usaha Pertanian Peningkatan luas panen yang diikuti dengan kenaikan produktivitas menjadi pendorong utama di sektor pertanian. Ditengah situasi yang kurang menggembirakan dengan kecenderungan penurunan harga CPO internasional, lapangan usaha pertanian di triwulan IV 2015 mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 12,01% (yoy). Secara seasonal, perbaikan kinerja pertanian dipengaruhi oleh koreksi pertumbuhan - 5,11% (qtq), membaik dibandingkan kontraksi triwulan III 2015 (-6,05%, qtq). Pertumbuhan yang terjadi pada triwulan IV 2015 tersebut mampu mendongkrak angka pertumbuhan di pertanian untuk lebih tinggi dibandingkan tahun 2014, yaitu dari 5,93% (yoy) menjadi 6,04% (yoy). Secara umum, perbaikan kinerja sektor pertanian di tahun 2015 terbantu dengan bertambahnya luas panen, untuk padi terjadi peningkatan lahan sebesar 3.844 hektar diikuti dengan peningkatan produktivitas dari 47,65 kw/ha menjadi 49,10 kw/ha. Kenaikan terjadi pula pada tanaman kedelai dan jagung yang mengalami peningkatan lahan sebesar 2.087 hektar dan 30 hektar. Ekspansi di pertanian berimbas terhadap peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan NTP pada triwulan IV 2015 sebesar 2,77% (yoy) meningkat lebih tinggi dibandingkan 2,17% (yoy) pada triwulan III 2015. Dengan pertumbuhan ini, NTP pada triwulan IV 2015 tercatat sebesar 106,16. Secara spasial, peningkatan NTP tersebut terjadi pada peningkatan nilai tukar yang diterima oleh petani padi dan palawija. 700.0 600.0 500.0 400.0 300.0 200.0 100.0 0.0 Rp Miliar Pertanian gkredit Pertanian %, yoy 60 50 40 30 20 10 0 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 107 106 105 104 103 102 101 100 NTP Gworth NTP (yoy) I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 0.04 0.03 0.02 0.01 0.00-0.01-0.02-0.03 Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.7. Kredit Sektor Pertanian Sumber: BPS, diolah Grafik 1.8. Nilai Tukar Petani Peningkatan kesejahteraan pun dinikmati oleh nelayan. Kebijakan mengenai larangan transshipment yang dikeluarkan oleh Pemerintah mulai memberikan dampak terhadap peningkatan kesejahteraan nelayan, ditandai dengan peningkatan nilai tukar nelayan perikanan (NTNP) sebesar 5,45% (yoy) sehinga indeksnya menjadi 101,57. Peningkatan tersebut lebih 13

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI didorong oleh meningkatnya penerimaan yang diterima nelayan, sebesar 9,61% (yoy) menjadi 121,42. Sementara indeks biaya yang harus dibayar nelayan sedikit tertahan peningkatannya, hanya meningkat 3,92% (yoy) menjadi 119,54. 1.3.2 Lapangan Usaha Pertambangan dan Penggalian Ekspansi di lapangan usaha pertambangan dan penggalian terkoreksi pada triwulan IV 2015. Pada periode data, ekspansi di lapangan usaha pertambangan dan penggalian mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,48% (yoy) sementara pada triwulan lalu pertumbuhannya masih cukup kuat, sebesar 13,82% (yoy). Koreksi pertumbuhan ini ditengarai dipengaruhi oleh kegiatan eksplorasi yang pelaksanaannya sedikit tertunda pada triwulan IV 2015. Meskipun nilai tambah pada lapangan usaha ini mengalami pertumbuhan negatif, namun penyaluran kredit di sektor ini justru menunjukkan peningkatan yang signifikan, yaitu sebesar 44,47% (yoy) dibandingkan 18,39% (yoy) pada triwuan III 2015. Namun, pesatnya pertumbuhan kredit tersebut lebih dipengaruhi oleh base effect, yaitu rendahnya realisasi kredit di sekor pertambangan pada triwulan IV 2014 lalu. Rp Miliar 5 4 4 3 3 2 2 1 1 0 Pertambangan gkredit Pertambangan I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.9. Kredit Sektor Pertambangan %, yoy 50 40 30 20 10 0 (10) (20) (30) 1.3.3 Lapangan Usaha Industri Pengolahan Sektor industri pengolahan pada triwulan IV 2015 kembali menggeliat. Setelah sempat mengalami keterpurukan pada triwulan lalu dengan hanya tumbuh sebesar 0,77% (yoy), industri pengeolahan pada triwulan IV 2015 menunjukkan pembalikan pertumbuhan dan mampu tumbuh hingga 9,82% (yoy). Secara spasial, pertumbuhan ini ditengarai didorong oleh peningkatan produksi pada industri barang dari kayu, industri furniture serta moderasi pertumbuhan yang terdapat pada industri makanan. Meningkatnya permintaan pada kelapa sawit yang dipengaruhi oleh penurunan harga CPO internasional menjadi salah satu faktor yang turut mendorong pertumbuhan di industri pengolahan. Pertumbuhan pada triwulan IV tersebut belum mampu untuk mendongkrak angka petumbuhan tahunan (yoy) di 2015 lebih tinggi dibandngkan tahun 2014, 10,95% dibandingkan dengan 35,92%. Pengaruh base effect tersebut disebabkan karena adanya pembangunan Perusahaan industri pengolahan kelapa sawit pada tahun 2014. Pada tahun 2015, pertumbuhan industri pengolahan terbantu dengan aktivitas pada pabrik kelapa sawit tersebut. %, qtq 40 30 IMK Makanan IMK Alat Angkutan Lainnya IMK Kayu, Barang dari Kayu IMK Furniture 38.70 20 16.53 10 7.76 0 (10) I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 4.38 (20) IMK = Industri Mikro dan Kecil IBS = Industri Besar dan Sedang Sumber: BPS Grafik 1.10. Pertumbuhan Produksi Industri 14

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI 1.3.4 Lapangan Usaha Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA) 1 Pada triwulan IV 2015, lapangan usaha Pengadaan Listrik, Gas dan lapangan usaha Pengadaan Air tumbuh signifikan dibandingkan triwulan III 2015. Pada lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas tumbuh hingga 13,62% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan lalu sebesar 1,65% (yoy). Peningkatan ini dipengaruhi oleh pengerjaan PLTA Tumbuan di Mamuju yang mampu menyumbang tambahan listrik dengan kapasitas 450 MW. Seiring dengan peningkatan aktivitas di lapangan usaha pengadaan listrik, rasio elektrifikasi di Sulbar pada tahun 2015 sebesar 86,39%. Dengan raso ini berarti 86,39% wilayah Sulbar telah mampu di terangi dengan arus listrik. Sementara wilayah yang dialiri listrik PLN sebesar 52,71% dan desa yang berlistrik sebesar 39,70%. Perkembangan ini diperkirakan akan semakin membaik di tahun 2016 dengan ditambahnya pembangkit listrik PLTU Belang yang berkapasitas 2 x 25 MW. Jumlah rumah tangga sasaran yang menjadi target pemasangan listirk pada tahun 2016 diperkirkan sebanyak 10.000 rumah. 1.3.5 Lapangan Usaha Konstruksi Lapangan Usaha Konstruksi tumbuh melambat pada triwulan IV 2015. Melambatnya pertumbuhan ini sebagai dampak dari intensitas curah hujan yang meningkat di akhir tahun, sehingga beberapa proyek menjadi tertunda pengerjaannya. Pada periode pelaporan sektor konstruksi tumbuh sebesar 7,60% (yoy) lebih rendah dibandingkan 12,30% pada triwulan lalu. Namun demikian secara tahunan pertumbuhannya lebih tinggi dibandingkan tahun lalu, dari 8,11% (tahun 2014) menjadi 8,84% (yoy) pada tahun 2015. Kenaikan ini terbantu dengan agresivitas pembangunan yang dilakukan pada pertengahan tahun 2015. Melemahnya pertumbuhan konstruksi dikonfirmasi dengan terjaganya pertumbuhan realisasi pengadaan semen pada triwulan IV 2015, sebesar 16,51% (yoy) sama dengan pertumbuhan pada triwulan lalu. Ditengah kondisi yang kurang kondusif tersebut, ternyata realisasi kredit pada sektor konstruksi justru menunjukan penguatan, pada triwulan IV 2015 pertumbuhannya sebesar 17,16% (yoy) sementara pada triwulan lalu hanya meningkat sebesar 1,81% (yoy). Realisasi Pengadaan Semen (LHS) grealisasi Pengadaan Semen (RHS) Konstruksi gkredit Konstruksi 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Ribu Ton % (yoy) 1.20 1.00 0.80 0.60 0.40 0.20 0.00-0.20 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 Rp Miliar 140.0 120.0 100.0 80.0 60.0 40.0 20.0 0.0 %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 (20) (40) Sumber: ASI, diolah Grafik 1.11. Realisasi Pengadaan Semen Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.12. Penyaluran Kredit Konstruksi Pada tahun 2016 beberapa proyek akan menjadi pendorong pertumbuhan sektor konstruksi. Hingga saat ini, beberapa proyek yang masih dalam pengerjaan yaitu penyelesaian Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tumbuan oleh Kalla Group, pembangunan jalan arteri bandara tampa Padang Kantor Gubernur. Selain itu terdapat pelebaran jalan menuju pelabuhan Belang-belang dan perbaikan irigasi. Sebagian besar proyek-proyek tersebut diperkirakan akan selesai pada periode tahun 2016. 1.3.6 Lapangan Usaha Perdagangan, Hotel, dan Restoran 2 Seiring dengan normalnya konsumsi pasca Lebaran, kegiatan perdagangan pada triwulan IV 2015 mencatat moderasi pertumbuhan. Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan, hotel dan restoran pada triwulan IV 2015 hanya tumbuh sebesar 3,01% (yoy) melambat dibandingkan 5,29% (yoy) pada triwulan lalu. Penurunan tersebut ditengarai dipengaruhi oleh aktivitas hotel yang cenderung melambat, meski pada periode laporan terdapat momen pergantian tahun yang 1 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor LGA dapat di lihat dari lapangan usaha Pengadaan Listrik dan Gas dan lapangan usahan Pengadaan Air (Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). 2 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor PHR dapat di lihat dari kategori Perdagangan Besar dan Eceran dan Reparasi Kendaraan serta kategoripenyediaan Komodasi Makan Minum(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). 15

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI mampu mendorong peningkatan permintaan. Sementara itu, aktivitas perdagangan relatif mengalami peningkatan, hal ini diindikasikan dengan menguatnya pertumbuhan realisasi kredit di sektor perdagangan, yaitu 18,37% diandingkan 11,65% (yoy) pada triwulan III 2015. Melemahnya permintaan terhadap akomodasi hotel tersebut, tergambar pada perlambatan pertumbuhan di lapangan usaha akomodasi dan penyediaan makan minum yang melambat dari 6,87% menjadi 6,61%. Rp Miliar 2,000.0 1,800.0 1,600.0 1,400.0 1,200.0 1,000.0 800.0 600.0 400.0 200.0 0.0 Perdagangan gkredit Perdagangan %, yoy I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011 2012 2013 2014 2015 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 Orang per Kamar 2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 GPR Hotel GPR Akomodasi Lainnya ggpr Hotel I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2012 2013 2014 2015 0.30 0.20 0.10 0.00-0.10-0.20-0.30-0.40 % (yoy) Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 1.13. Kredit Sektor Perdagangan Sumber: BPS, diolah Grafik 1.15. Jumlah Penumpang Kapal Laut Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 1.14. Rata-rata Tamu Per Kamar Hotel & Akomodasi Lainnya Sumber: BPS, diolah Grafik 1.16. Jumlah Penumpang Pesawat Udara 1.3.7 Lapangan Usaha Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 3 Pada periode laporan, kegiatan di lapangan usaha jasa keuangan dan jasa Perusahaan mengalami koreksi pertumbuhan, sedangkan lapangan usaha real estate tumbuh menguat. Bila dibandingkan dengan periode sebelumnya, lapangan usaha jasa keuangan tercatat sedikit melambat dari 12,55% (yoy) menjadi 12,46% (yoy) di periode laporan. Melambatnya pertumbuhan terjadi pula pada lapagan usaha real estate yang sedikit mengendur dari 6,32% (yoy) menjadi 5,01% (yoy) pada triwulan IV 2015. Perlambatan terjadi pula pada lapangan usaha jasa keuangan yang melambat dari 12,46% (yoy) di triwulan III 2015 menjadi 6,26% (yoy) pada periode laporan. Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan bank pada tahun 2015 yang berfokus kepada penekanan NPL dengan memperhatikan pertumbuhan kredit secara moderat. Di sisi lain, lapangan usaha real estate tercatat mengalami peningkatan dari 3,82% (yoy) di triwulan I 2015 menjadi 4,82% (yoy) di triwulan II 2015. 3 Berdasarkan pembagian SNA 2008 menggunakan tahun dasar 2010, perkembangan sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan dapat dilihat dari pendekatan kategorijasa Keuangan dan kategori Real Estate(Berita Resmi Statistik Provinsi Sulawesi Barat No. 13/02/73/Th. V, 5 Februari 2015). 16

BAB 1 PERTUMBUHAN EKONOMI HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 17

2. PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Bab 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Inflasi Sulawesi Barat tercatat menurun pada triwulan laporan seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah. Inflasi pada triwulan IV tercatat sebesar 5,07% (yoy) menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 6,48% (yoy). Secara spasial inflasi yang terjadi di Sulawesi Barat merupakan inflasi tertinggi ke 4 di wilayah KTI setelah Maluku (6,15% yoy), Sulawesi Utara (5,56% yoy) dan Papua Barat (5,34% yoy) serta lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi tahunan KTI (4,06% yoy) Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan laporan terutama berasal dari kelompok volatile food yaitu sebesar 12,19% (yoy). Kelompok lainnya yaitu core dan administered price (AP) secara tahunan mengalami pelemahan inflasi pada triwulan laporan yang tercatat masing-masing sebesar 4,85% (yoy) dan -2,50% (yoy). 18

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT 2.1. Inflasi Secara Umum Inflasi Sulawesi Barat tercatat menurun pada triwulan laporan sejalan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi daerah. Inflasi pada triwulan IV tercatat sebesar 5,07% (yoy) menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 6,48% (yoy). Penurunan tekanan inflasi tersebut berasal dari normalisasi harga sandang setelah berakhirnya masa Idul Fitri dan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) 2015. Secara spasial inflasi yang terjadi di Sulawesi Barat merupakan inflasi tertinggi ke 4 di wilayah KTI setelah Maluku (6,15% yoy), Sulawesi Utara (5,56% yoy) dan Papua Barat (5,34% yoy) serta lebih tinggi jika dibandingkan dengan inflasi tahunan KTI (4,06% yoy). Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya, tercatat bahwa tekanan inflasi Sulawesi Barat adalah sebesar 7,89% (yoy) serta lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahunan KTI pada triwulan tersebut (8,31% yoy). Hal tersebut menunjukkan bahwa secara persentase tingkat inflasi Sulawesi Barat menurun, namun pengendalian inflasi yang dilakukan oleh wilayah lain dapat dilakukan dengan lebih baik, sehingga banyak dari wilayah KTI yang tahun lalu inflasi tahunannya berada di atas tingkat inflasi KTI, mengalami perubahan pada triwulan laporan hingga berada di bawah inflasi KTI seperti Sulsel, Sultra dan Sulteng. Dilihat secara tahun kalender, inflasi Sulawesi Barat tercatat sama dengan inflasi tahunannya. Pada triwulan laporan, inflasi tahun kalender mencatatkan angka sebesar 5,07% (ytd), lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi yang terjadi di wilayah KTI sebesar 4,06% (ytd). Secara umum tekanan inflasi pada triwulan laporan di dorong oleh Kelompok Bahan Makanan, Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. Inflasi pada kelompok Bahan Makanan, Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau di dorong oleh meningkatnya permintaan masyarakat pada akhir tahun sebagai bentuk persiapan perayaan tahun baru dan hari besar keagamaan yaitu Natal. Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 2.1 Perbandingan Inflasi Sulawesi Barat dan KTI Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 2.1 Perbandingan Inflasi Sulawesi Barat dan KTI Ditinjau dari inflasi bulanan, tingkat inflasi di bulan Oktober, November, dan Desember berada pada tren yang meningkat. Meningkatnya inflasi ini utamanya di dorong oleh bertambahnya konsumsi masyarakat yang tidak diimbangi dengan pemenuhan pasokan yang baik. Untuk memperbaiki hal tersebut, maka peran aktif TPID diharapkan akan banyak membantu untuk dapat memitigasi risiko inflasi dalam jangka menengah dan panjang. 19

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Sumber: Laporan Bank, diolah Grafik 2.3 Inflasi Tahunan di Sulawesi dan KTI (yoy) Sumber: Badan Pusat Statistik Grafik 2.4 Inflasi Tahun Kalender di Sulawesi dan KTI (ytd) Pada bulan Oktober 2015, inflasi Sulawesi Barat tercatat sebesar 0,13% (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan ratarata bulan yang sama selama 3 tahun terakhir sebesar 0,18% (mtm). Jika ditinjau dari andilnya, komoditas terbesar yang menyebabkan pelemahan inflasi adalah semen (-0,12 mtm), cabai rawit (-0,10 mtm) dan sarana penunjang transport (-0,08 mtm). Inflasi kemudian meningkat pada bulan November 2015 sebesar 0,61% (mtm) atau sama dengan rata-rata historis bulan November selama 3 tahun yaitu sebesar 0,61% (mtm). Peningkatan tekanan inflasi tersebut utamanya berasal dari komoditas daging ikan (0,08 mtm), beras (0,11 mtm) dan cat tembok (0,04 mtm). Tingginya permintaan terhadap daging ikan oleh masyarakat Sulawesi Barat belum diikuti oleh ketersediaan infrastruktur penyimpanan hasil tangkap ikan yang optimal. Begitupun dengan produksi hasil beras, yang masih belum didukung oleh infrastruktur penggilingan (Rice Milling Unit) dan pergudangan yang baik Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Tabel 2.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Oktober 2015 Grafik 2.5 Perbandingan Inflasi Bulanan Sulawesi Barat 2012š-2015 (mtm) 20

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Tabel 2.2 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi November 2015 Grafik 2.5 Perbandingan Inflasi Bulanan Sulawesi Barat 2012š-2015 (mtm) Selanjutnya, pada bulan Desember 2015 inflasi kembali meningkat dan tercatat sebesar 1,71% (mtm) atau lebih tinggi dari rata-rata historisnya selama 3 tahun sebesar 1,47% (mtm). Peningkatan inflasi tersebut utamanya disumbang dari daging ikan (0,27 mtm), beras (0,14 mtm) dan tarif listrik (0,14 mtm). Sumbangan tarif listrik berasal dari penetapan harga Tarif Dasar Listrik (TDL) yang ditetapkan oleh pemerintah sesuai dengan perubahan nilai tukar mata uang Dollar, harga minyak mentah Indonesia dan Inflasi bulanan. Berdasarkan disagregasi inflasi, peningkatan inflasi tahunan pada triwulan laporan terutama berasal dari kelompok volatile food yaitu sebesar 12,19% (yoy). Selain karena penyediaan infrastruktur dan pengelolaan penyediaan komoditas daging ikan dan beras yang masih belum optimal, tingginya permintaan masyarakat terhadap dua komoditas tersebut untuk menghadapi perayaan akhir tahun menyebabkan inflasi keluar dari target nasional yang telah ditetapkan yaitu 4±1%. Selain kelompok tersebut, kelompok lainnya yaitu core dan administered price (AP) secara tahunan mengalami pelemahan inflasi pada triwulan laporan yang tercatat masing-masing sebesar 4,85% (yoy) dan -2,50% (yoy). Pada kelompok core, berakhirnya musim PILKADA yang telah diadakan pada triwulan III 2015 telah mendorong komoditas yang sebelumnya tinggi permintaannya seperti baju kaos tanpa kerah menurun pada triwulan laporan. Selanjutnya Pada komponen AP, normalisasi harga angkutan udara setelah berakhirnya musim Idul Fitri berkontribusi terhadap perlambatan laju inflasi pada periode triwulan IV 2015. Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Tabel 2.4 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Oktober 2015 Tabel 2.5 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi November 2015 21

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Tabel 2.6 Komoditas Utama Penyumbang Deflasi Desember 2015 2.2. Inflasi Berdasarkan Kelompok Ditinjau berdasarkan kelompoknya, tekanan inflasi pada triwulan laporan hanya berasal dari 2 kelompok, yaitu Kelompok Bahan Makanan dan Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. Adapun kelompok lainnya seperti Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar, Kelompok Sandang, Kelompok Kesehatan, Kelompok Pendidikan Rekreasi dan Olahraga serta Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan mengalami pelemahan inflasi dibandingkan triwulan sebelumnya. 2.2.1 Kelompok Bahan Makanan Kelompok Bahan Makanan tercatat mengalami inflasi sebesar 12,11% (yoy) meningkat tajam dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -9,80% (yoy). Peningkatan Kelompok Bahan Makanan disumbang dari beberapa subkelompok yang tergabung di dalamnya dengan peningkatan paling besar berasal dari subkelompok ikan segar sebesar 25,63% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -9,00% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi tersebut disebabkan karena buruknya cuaca pada triwulan laporan yang menyebabkan sulitnya nelayan untuk melaut sehingga pasokan ikan menjadi berkurang. Selain hal tersebut, minimnya infrastruktur yang dapat menjaga pasokan ikan setelah ditangkap seperti cold storage menyebabkan ikan yang telah ditangkap tidak mempunyai daya simpan yang lama. Subkelompok lainnya yaitu sayur-sayuran juga tercatat mengalami inflasi yang cukup tinggi, dengan peningkatan sebesar 24,15% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 20,65% (yoy). Selanjutnya, subkelompok buah-buahan juga tercatat sebagai subkelompok yang mengalami peningkatan inflasi di Kelompok Bahan Makanan dengan peningkatan sebesar 16,39% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,35% (yoy). Di sisi lain, subkelompok yang tercatat mengalami pelemahan inflasi pada kelompok ini adalah telur susu dan hasil-hasilnya dengan pelemahan sebesar -0,94% (yoy), kacang-kacangan dengan pelemahan sebesar 12,61% (yoy), bumbu-bumbuan dengan pelemahan sebesar -13,73% (yoy), lemak dan minyak dengan pelemahan sebesar 0,66% (yoy) dan bahan makanan lainnya dengan pelemahan sebesar 8,43% (yoy) 22

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Tabel 2.7 Perkembangan Inflasi Tahunan Tahun 2015 Kelompok Bahan Makanan 2.2.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau Inflasi tahunan Kelompok Makanan Jadi, Minuman Rokok dan Tembakau pada triwulan laporan tercatat mengalami inflasi sebesar 4,02% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,47% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok ini berasal dari seluruh subkelompok yang tergabung di dalam kelompok ini. Peningkatan inflasi pada kelompok ini paling besar berasal dari subkelompok tembakau dan minuman beralkohol yang tercatat sebesar 7,34% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 3,94% (yoy). Pertumbuhan inflasi tersebut berasal dari tekanan yang berasal dari komoditas rokok kretek filter dan rokok putih yang tercatat mengalami pertumbuhan masingmasing sebesar 7,84% (yoy) dan 9,15% (yoy). Subkelompok lainnya yang menyumbang tekanan inflasi pada kelompok ini adalah subkelompok makanan jadi dengan pertumbuhan inflasi yang tercatat sebesar 2,71% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,51% (yoy). Komoditas yang tergabung di dalam subkelompok ini dan tercatat menyumbang inflasi cukup tinggi adalah komoditas kembang gula dengan pertumbuhan inflasi sebesar 22,27% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,54% (yoy). Komoditas lainnya seperti roti tawar, nasi dengan lauk dan wafer juga memberikan tekanan inflasi masing-masing sebesar 2,38% (yoy), 3,82% (yoy) dan 10,26% (yoy). Subkelompok terakhir dari kelompok ini adalah minuman yang tidak beralkohol yang tercatat mengalami inflasi sebesar 3,34% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,25% (yoy). Komoditas yang tergabung di dalam subkelompok ini dan tercatat menyumbang inflasi cukup tinggi adalah komoditas air kemasan yang tercatat sebesar 5,56% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 0,93% (yoy), minuman ringan sebesar 8,05% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 4,85% (yoy) dan teh yang tercatat sebesar 3,57% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 1,33% (yoy). 23

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT 2.2.3 Belanja Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Tabel 2.8 Perkembangan Inflasi Tahunan Tahun 2015 Kelompok Mamin, Rokok dan Tembakau Kelompok inflasi lainnya yaitu Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar, Kelompok Sandang, Kelompok Kesehatan, Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga, Kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan masingmasing mengalami pelemahan inflasi sebesar 4,83% (yoy), 8,28% (yoy), 2,35% (yoy), 3,57% (yoy) dan -2,59% (yoy) Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Tabel 2.7 Perkembangan Inflasi Tahunan Tahun 2015 Per Kelompok 2.3. Disagregasi Inflasi Berdasarkan disagregasinya, inflasi pada triwulan laporan di dorong oleh kelompok volatile food yang tercatat mengalami peningkatan sebesar 12,19% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,13% (yoy). Di sisi lain, kelompok administered dan core pada triwulan laporan masing-masing mengalami penurunan sebesar -2,50% (yoy) dan 4,85% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang masin-masing tercatat sebesar 7,64% (yoy) dan 5,14% (yoy). 24

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.6 Disagregasi Inflasi Tahunan (yoy) Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.7 Disagregasi Inflasi Bulanan (mtm) 2.3.1 Kelompok Volatile Food Kelompok volatile food tercatat meningkat pada periode laporan yang tercatat sebesar 12,19% (yoy). Peningkatan utamanya di dorong oleh tingginya permintaan masyarakat terhadap komoditas yang tergabung di dalamnya dalam rangka menghadapi akhir tahun dan perayaan Natal 2015. Hal ini ditambah dengan kondisi cuaca yang menyebabkan pemenuhan beberapa komoditas seperti beras dan ikan menjadi tidak optimal dan minimnya infrastruktur yang dapat menunjang penyediaan kebutuhan tersebut dalam waktu yang lama seperti cold storage untuk dan pergudangan penyimpanan beras yang baik. Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.7 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Volatile Triwulan IV 2015 (yoy) Pada triwulan II 2015, peran realisasi komponen belanja APBN dan APBD Prov/Kab untuk stimulus ekonomi daerah 4 relatif menurun dibandingkan periode yang sama ditahun sebelumnya. Penurunan disebabkan oleh turunnya kontribusi belanja operasional terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB), dari 13,6% di triwulan II 2014 menjadi 12,6% di triwulan II 2015. Sementara itu, rasio belanja modal terhadap PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) sedikit meningkat dari 3,7% di triwulan II 2014 menjadi 3,9% di triwulan II 2015. Dengan demikian, secara total peran belanja pemerintah pada triwulan II 2015 menjadi 16,5%, lebih rendah dibandingkan triwulan II 2014 (17,2%). Inflasi kelompok volatile food pada periode laporan juga tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 10,13% (yoy). Secara keseluruhan inflasi yang terjadi pada triwulan laporan merupakan yang tertinggi ke dua setelah inflasi volatile food yang sempat terjadi pada triwulan II yang tercatat sebesar 12,13% (yoy) yang didorong oleh masuknya bulan Ramadhan dan persiapan menghadapi Idul Fitri. Peningkatan inflasi kelompok volatile food utamanya disebabkan oleh peningkatan permintaan pada komoditas beras dan daging ikan. Komoditas beras tercatat mengalami peningkatan tekanan inflasi pada triwulan laporan sebesar 14,13% 4 Dihitung dengan rumus realisasi komponen belanja APBD dibagi dengan PDRB ADHB kumulatif 25

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,27% (yoy). Komoditas ikan yaitu ikan Bandeng/Bolu juga mengalami peningkatan sebesar 25,01% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 14,29% (yoy). Komoditas ikan lainnya yang tercatat cukup tinggi pertumbuhan tekanan inflasinya adalah ikan Cakalang/Sisik yang tercatat sebesar 34,03% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 5,55% dan ikan Layang/Benggol yang tercatat pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan sebesar 43,99% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang sebesar 17,45% (yoy). Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.8 Inflasi Tahunan Subkelompok Beras Kelompok Volatile Food Tahun 2015 (yoy) Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.9 Perkembangan Subkelompok Ikan Tahunan Kelompok Volatile Food (yoy) Meski tercatat mengalami peningkatan inflasi, beberapa komoditas yang tergabung di dalamnya tercatat mengalami penurunan tekanan inflasi seperti komoditas daging ayam ras yang tercatat mengalami penurunan tekanan harga sebesar 4,17% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 16,43% (yoy) dikarenakan melimpahnya pasokan. Komoditas lainnya yang mengalami penurunan inflasi adalah telur ayam ras yang tercatat mengalami penurunan sebesar -1,77% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 17,54% (yoy). Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.11 Perkembangan Subkelompok Daging Ayam Ras Kelompok Volatile Food (yoy) Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.12 Perkembangan Subkelompok Telur Ayam Ras Kelompok Volatile Food (yoy) Di sisi lain, penurunan tekanan inflasi juga berasal dari kelompok bumbu-bumbuan dengan kelompok komoditas yang mengalami tekanan inflasi cukup dalam adalah cabai merah yang tercatat sebesar -61,76% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 32,28% (yoy). kelompok bumbu-bumbuan lainnya yang mengalami penurunan tekanan inflasi adalah cabai rawit yang tercatat mengalami penurunan sebesar -24,61% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 74,42% (yoy). 26

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.13 Perkembangan Subkelompok Cabai Merah Kelompok Volatile Food (yoy) Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.14 Perkembangan Subkelompok Cabai Rawit Kelompok Volatile Food (yoy) Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.15 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food (yoy) Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.16 Perkembangan Subkelompok Inflasi Tahunan Kelompok Volatile Food (yoy) Lanj 2.3.2 Kelompok Administered Price Kelompok administered price tercatat mengalami penurunan inflasi sebesar -2,50% (yoy). Penurunan harga utamanya di dorong oleh normalisasi harga angkutan udara pasca hari raya idul fitri yang terjadi pada triwulan sebelumnya. Peningkatan hanya terjadi pada bulan September dan Oktober dimana pada bulan tersebut diketahui bahwa banyak pejabat Negara yang datang ke Sulawesi Barat akibat pembukaan salah satu instansi negara. Selain itu, menurunnya permintaan masyarakat pada komoditas yang membutuhkan BBM seperti angkutan antar kota, bensin, solar dan bahan bakar rumah tangga juga telah berkontribusi terhadap penurunan inflasi pada kelompok ini Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.17 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Administered Prices Triwulan IV 2015 (yoy) Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.18 Perkembangan Kelompok Administered Prices Subkelompok Inflasi Angkutan Udara Tahunan Tahun 2015 (mtm) 27

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Inflasi kelompok administered price pada periode laporan juga tercatat lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,64% (yoy). Secara keseluruhan inflasi yang terjadi pada triwulan laporan merupakan yang terendah selama tahun 2015, setelah pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 8,41% (yoy), lalu pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 9,57% (yoy) dan triwulan III tercatat sebesar 7,64% (yoy). Meski mengalami penurunan, beberapa komoditas yang tergabung di dalamnya tercatat memberikan tekanan inflasi seperti rokok kretek filter yang tercatat mengalami peningkatan tekanan harga sebesar 7,84% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,08% (yoy). Komoditas lainnya adalah rokok putih yang tercatat mengalami peningkatan sebesar 9,15% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,76% (yoy). Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.19 Perkembangan Inflasi Kelompok Administered Prices Subkelompok Rokok Kretek Filter Tahunan Tahun 2015 (yoy) Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.20 Perkembangan Inflasi Kelompok Administered Prices Subkelompok Rokok Putih Tahunan Tahun 2015 (yoy) 2.3.3 Kelompok Core (Inti) Kelompok inti tercatat mengalami penurunan inflasi sebesar 4,85% (yoy). Penurunan harga utamanya di dorong oleh normalisasi harga sandang seperti komoditas pakaian setelah berakhirnya proses pelaksanaan PILKADA di Sulawesi Barat. Penurunan tersebut juga berimplikasi terhadap tekanan yang diberikan dari industri dengan komoditas pendukung sandang tersebut, seperti biaya ongkos jahit. Selain itu, menurunnya permintaan masyarakat pada komoditas yang berkaitan dengan kesehatan seperti obat-obatan juga telah berkontribusi terhadap penurunan inflasi pada kelompok ini. Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.21 Perkembangan Inflasi Triwulanan Kelompok Core Triwulan IV 2015 (yoy) Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.22 Perkembangan Subkelompok Baju Kaos Tanpa Kerah/T-Shirt Inflasi Bulanan Tahun 2015 Kelompok Core (yoy) Inflasi kelompok inti pada periode laporan juga tercatat lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,14% (yoy). Secara keseluruhan inflasi yang terjadi pada triwulan laporan merupakan yang terendah selama tahun 2015, setelah pada triwulan I 2015 tercatat sebesar 5,46% (yoy), lalu pada triwulan II 2015 tercatat sebesar 5,80% (yoy) dan triwulan III tercatat sebesar 5,14% (yoy). 28

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Meski mengalami penurunan, beberapa komoditas yang tergabung di dalamnya tercatat memberikan tekanan inflasi antara lain seperti komoditas daging ikan Katamba yang tercatat mengalami peningkatan tekanan harga sebesar 18,50% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,21% (yoy). Daging ikan lainnya yang tercatat memberikan tekanan inflasi adalah ikan Tuna yang tercatat mengalami peningkatan sebesar 38,91% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22,42% (yoy). Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.22 Perkembangan Inflasi Subkelompok Ikan Inflasi Tahunan Tahun 2015 Kelompok Core (mtm) Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Barat, diolah Grafik 2.23 Perkembangan Inflasi Subkelompok Bumbu Dapur Tahunan Tahun 2015 Kelompok Core (mtm) 29

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Boks 2.A. Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Sebagai Pasokan Listrik Masyarakat Begitu pentingnya listrik bagi kehidupan masyarakat sehingga manusia banyak mencari berbagai sumber tenaga listrik untuk mendukung kegiatan sehari-harinya. Kondisi geografis Sulawesi Barat yang berbukit-bukit membuat permasalahan infrastruktur menjadi hambatan dalam pengembangan ekonomi secara inklusif. Banyak daerah-daerah di Sulawesi Barat tidak terjangkau infrastruktur jalan yang baik maupun fasilitas listrik. Sebenarnya banyak sumber daya yang dapat menjadi sumber bagi tenaga listrik seperti air, panas bumi, panas matahari, angin, nuklir, dan lain-lain. Namun, akses yang terbatas menjadi hambatan perkembangan teknologi yang mutakhir di suatu daerah. Perusahaan Listrik Negara (PLN), pun harus menyediakan investasi yang sangat besar jika ingin listrik dapat dinikmati oleh seluruh titik di nusantara. Dengan kondisi seperti saat ini, sumber daya yang digunakan PLN, masih tergantung sumber daya yang tidak terbarukan dimana pasokannya cenderung terbatas dan harga yang berfluktuasi (tergantung pasar global). Untuk itu, alternatif sumber daya untuk kebutuhan listrik harus diupayakan. Saat ini, persentase desa/kelurahan yang sudah memiliki akses listrik di Sulawesi Barat masih cukup rendah yaitu 39,7%. Di Sulawesi Barat terdapat sumber daya listrik yang menjadi alternatif bagi masyarakat dan dapat menjangkau daerah terpencil yaitu Pembangkit listrik tenaga mikro hidro (PLTMH). Tentunya kehadiran PLTMH akan sangat membantu untuk memperluas akses listrik kepada masyarakat terutama daerah-daerah yang dekat dengan aliran sungai Grafik 1. Persentase Desa Berlistrik Grafik 2. Persentase Desa Berlistrik Mikrohidro adalah pembangkit listrik tenaga air skala kecil dengan batasan kapasitas antara 5 kw-1 MW per Unit. Syarat dasar dari pembangkit listrik tenaga air skala kecil adalah adanya air mengalir dan beda ketinggian. Sulawesi Barat menjadi pelopor PLTMH sejak 1996 yang diprakarsai oleh Ir. Linggi, salah seorang insinyur lulusan Universitas Hasanuddin. Penerapan PLTMH cocok di Sulawesi Barat yang dilalui beberapa aliran sungai. Pada prinsipnya, PLTMH memanfaatkan beda ketinggian dan jumlah debit air per detik yang ada pada aliran air irigasi, sungai atau air terjun. Aliran air ini akan memutar poros turbin sehingga menghasilkan energi mekanik. Energi ini selanjutnya menggerakkan generator dan menghasilkan energi listrik. Pada awalnya, Ir. Linggi memanfaatkan lokasi di kampung halamannya di daerah Mamasa untuk memenuhi kebutuhan listrik di rumah. Namun, daya listrik yang dikeluarkan oleh turbin buatannya mampu memenuhi kebutuhan tetangga di sekitarnya. Teknologi yang sederhana namun sangat bermanfaat ini, sekarang sudah berkembang di Sulawesi Barat dan telah dimanfaatkan masyarakat di seluruh kabupaten. Bahkan, saat ini sudah menjadi program di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral untuk diterapkan di berbagai daerah lain seperti Subang, Garut, dan Malang. Data terakhir menunjukkan sudah 277 unit PLTMH dibangun di Sulawesi Barat tersebar di daerah terpencil di seluruh kabupaten. PLTMH yang ada saat ini, selain hasil dukungan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, terdapat juga PLTMH hasil swadaya masyarakat. Namun, seiring berjalannya waktu terdapat kendala dalam pemeliharaan PLTMH yaitu tidak adanya anggaran untuk merawat dan memperbaiki PLTMH yang telah dibangung. Hal ini menyebabkan ada PLTMH yang mengalami kerusakan karena tidak dikelola dengan baik. 30

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Tabel 1. Jumlah PLTMH di Sulawesi Barat Di sisi lain, kebutuhan akan listrik akan berhubungan dengan pengeluaran dari masyarakat. Tarif listrik milik negara yang dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN), sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal. Hal ini terkait dengan sumber daya yang digunakan oleh PLN dalam memasok listrik kepada masyarakat. Kenaikan tarif listrik tentunya akan meningkatkan pengeluaran bagi masyarakat pengguna listrik PLN. Kehadiran energi alternatif untuk memasok listrik selain yang bersumber dari PLN seperti air (mikro hidro) atau tenaga surya, sangat diharapkan oleh masyarakat. Energi-energi alternatif tidak hanya sekedar menjangkau daerah-daerah yang terpencil, namun juga dapat mengurangi ketergantungan suatu daerah terhadap listrik PLN yang bersumber dari sumber daya yang tidak terbarukan. Namun, tentu saja dukungan dari pemerintah daerah dan pusat mutlak diperlukan dalam hal penyediaan dana pembuatan peralatan dan perawatan unit PLTMH. 31

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Boks 2.B. Potensi Perkebunan di Sulawesi Barat Perekonomian Sulawesi Barat masih didominasi oleh sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan. Dominasi sektor ini bahkan mencapai 42,1% dari seluruh Pendapatan Domestik Regional Bruto Provinsi Sulawesi Barat. Komoditas-komoditas unggulan pertanian yang menjadi sumber utama perekonomian Sulawesi Barat antara lain padi, jagung, kelapa sawit, dan kakao. Masyarakat Sulawesi Barat banyak yang mengandalkan kebutuhan hidup dari bercocok tanam atau melaut. Masih asrinya alam di Provinsi Sulawesi Barat yang belum terjamah oleh pembangunan modern, menyebabkan sumber daya alam di Sulawesi Barat cukup melimpah. Salah satu sumber daya alam yang terlihat memiliki potensi sangat besar yaitu dari sektor perkebunan. Grafik 2. Persentase Desa Berlistrik Keadaan topografi wilayah Sulawesi Barat terdiri dari dataran rendah dan dataran tinggi. Lebih rinci lagi, ada beberapa daerah di Sulawesi Barat yang bergelombang yaitu dataran berbukit sampai bergunung dengan kemiringan agak curam dan sangat curam seperti di daerah Bagian Timur Kabupaten Mamuju, Bagian Utara Kabupaten Polewali Mandar, Kabupaten Majene dan Mamasa. Dari jenis kondisi tanah, memang daerah Sulawesi Barat cocok untuk menjadi lahan bagi beberapa jenis komoditas perkebunan. Berdasarkan Lembaga Penelitian Tanah Bogor jenis tanah di Sulawesi Barat adalah sebagai berikut: a. Tanah Latosol di daerah Kabupaten Majene, Mamuju dan Mamuju Utara b. Tanah Alluvial dan Glay di daerah Polewali Mandar c. Tanah Podsolik di daerah Kabupaten Mamuju, Polewali Mandar, dan Mamasa Kandungan tanah tersebut memungkinkan Sulawesi Barat menjadi lahan yang potensial untuk perkebunan. Hal tersebut didukung iklim yang tergolong sedang yaitu type B dengan masa kering 1,5 s.d. 3 bulan. Kondisi inilah yang dimanfaatkan masyarakat Sulawesi Barat untuk menanami beberapa komoditas perkebunan. Jumlah penduduk yang mengandalkan hidup melalui bercocok tanam cukup besar. Jumlah petani kebun kakao saja sudah 131.872 KK atau sudah mencapai 10% penduduk Sulawesi Barat yang berkisar 1,3 juta orang. Belum banyaknya investasi yang masuk terutama di perkebunan kakao dan kopi, menyebabkan masih minimnya lapangan kerja di sektor ini. Hanya kelapa sawit yang mampu menyerap tenaga kerja dari penduduk di Sulawesi Barat, selebihnya masyarakat cenderung bercocok tanam secara swadaya. 32

BAB 2 PERKEMBANGAN INFLASI SULAWESI BARAT Dari data yang ada terlihat Sulawesi Barat menjadi andalan bagi kawasan Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) untuk komoditas kelapa sawit, kakao, dan kopi dimana memiliki tingkat produksi yang tinggi. Kelapa sawit yang didukung investor luar, mampu memiliki tingkat produktivitas yang tinggi, mencapai 4.083 kg/ha. Namun, komoditas kakao dan kopi masih memiliki produktivitas yang masih rendah jika dibandingkan dengan wilayah lain di Sulampua. 33

3. PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Bab 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Indikator utama kinerja perbankan di Sulawesi Barat pada triwulan IV 2015 menunjukkan hasil yang beragam. Secara tahunan, total aset perbankan Sulawesi Barat mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan sebesar 7,16% (yoy), setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 8,98% (yoy) pada triwulan sebelumya. Pertumbuhan DPK juga juga turut mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan, DPK tumbuh sebesar 13.32% (yoy) atau melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22.79% (yoy). Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran kredit perbankan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan kredit perbankan tumbuh sebesar 7,43% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,06% (yoy) 34

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 3.1. Kondisi Umum Perbankan Sulawesi Barat Indikator utama kinerja perbankan di Sulawesi Barat pada triwulan IV 2015 menunjukkan hasil yang beragam. Penyaluran kredit mengalami pertumbuhan yang meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, pertumbuhan aset dan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, total aset perbankan Sulawesi Barat mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan sebesar 7,16% (yoy), setelah mencatatkan pertumbuhan sebesar 8,98% (yoy) pada triwulan sebelumya. Total aset bank umum pada triwulan laporan tercatat adalah sebesar Rp. 5,135T. Disisi lain, apabila dibandingkan dengan daerah Kawasan Timur Indonesia lainnya, pertumbuhan asset perbankan di Sulawesi Barat tercatat lebih tinggi, mengingat wilayah KTI lainnya hanya mengalami pertumbuhan sebesar 6,76% (yoy). Namun demikian, jika dibandingkan dengan beberapa wilayah yang berada di Sulawesi seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Utara, pertumbuhan aset Sulawesi Barat cenderung lebih rendah. Grafik 3.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Beberapa Provinsi di Sulawesi dan KTI (yoy) Grafik 3.2 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Beberapa Provinsi di Sulawesi dan KTI (yoy) Sejalan dengan perlambatan pertumbuhan asset perbankan yang menurun pada triwulan laporan, pertumbuhan DPK juga turut mengalami perlambatan. Pada triwulan laporan, DPK tumbuh sebesar 13.32% (yoy) atau melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 22.79% (yoy). Pertumbuhan tersebut, cenderung tumbuh lebih tinggi di atas pertumbuhan wilayah KTI yang tercatat hanya tumbuh sebesar 8,38% (yoy), namun lebih rendah dibandingkan dengan provinsi utama Sulawesi lainnya. Posisi DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp. 3,304T. Komposisi DPK relatif sama sebagaimana kurun waktu beberapa tahun terakhir, dengan porsi utama berupa tabungan (77%), diikuti oleh Giro (14%) dan Deposito (9%). Fungsi intermediasi perbankan melalui penyaluran kredit perbankan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi daerah berkontribusi positif terhadap permintaan kredit perbankan. Pada triwulan laporan kredit perbankan tumbuh sebesar 7,43% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,06% (yoy). Total kredit pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp. 4,597T. Pertumbuhan kredit Sulawesi Barat pada triwulan laporan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kredit KTI yang tercatat sebesar 10,01% (yoy). Sejalan dengan pola sebelumnya, laju pertumbuhan kredit perbankan Sulawesi Barat juga cenderung masih berada di bawah beberapa provinsi-provinsi utama di Sulawesi Sementara itu, tingkat LDR perbankan Sulawesi Barat pada triwulan IV tercatat meningkat dibandingkan dengan triwulan lalu sebesar 139,14% dari sebelumnya sebesar 113,07%. Hal tersebut disebabkan oleh pertumbuhan kredit yang meningkat ditengah perlambatan pertumbuhan DPK. Angka LDR ini cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan LDR KTI yang hanya tercatat sebesar 0,98%. Di lain sisi, tingkat kualitas kredit cenderung membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, Non-Performing Loan (NPL) berada pada level 1,61% atau menurun dibandingkan dengan NPL triwulan lalu yang tercatat sebesar 2.17%. 35

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.3 Perbandingan Laju Pertumbuhan kredit Perbankan Beberapa Provinsi di Sulawesi dan KTI (yoy Grafik 3.4 Perbandingan LDR Perbankan Beberapa Provinsi di Sulawesi dan KTI (yoy) 3.2. Perkembangan Bank Umum 3.2.1 Perkembangan Jaringan Kantor Bank Perkembangan jaringan kantor bank umum di wilayah Sulawesi Barat masih sama dibandingkan dengan triwulan dan tahun-tahun sebelumnya. Pada triwulan laporan jumlah kantor bank umum di Sulawesi Barat berjumlah 74 unit atau tidak mengalami perubahan dari tahun 2013. Tidak adanya perubahan tersebut tercatat mulai dari jumlah bank berdasarkan status kepemilikannya, hingga tingkatan kantor bank pada masing-masing kategori tersebut. Pada kategori kelompok bank pemerintah, tercatat jumlah kantor bank pada triwulan laporan adalah berjumlah 55 buah atau setara dengan 74,32% dari total bank di Sulawesi Barat. Jika dilihat dari tingkatan kantor bank, bank pemerintah yang berada di wilayah Sulawesi Barat paling banyak difungsikan sebagai Kantor Kas (KK) dengan jumlah 44 bank, disusul oleh Kantor Cabang Pembantu (KCP) berjumlah 6 buah lalu terakhir adalah Kantor Cabang (KC) dengan jumlah 5 buah. Untuk bank pemerintah daerah, tercatat berjumlah sebanyak 7 bank dengan rincian 4 KC, 2 KCP dan 1 KK. Sedangkan untuk bank swasta nasional berjumlah sebanyak 12 bank dengan rincian 2 KC, 5KCP dan 2 KK. Bank Pemerintah 55 55 55 55 55 Kantor Pusat - - - - - Kantor Cabang 5 5 5 5 5 Kantor Cabang Pembantu 1) 6 6 6 6 6 Kantor Kas 44 44 44 44 44 Bank Pemerintah Daerah 7 7 7 7 7 Kantor Pusat - - - - - Kantor Cabang 4 4 4 4 4 Kantor Cabang Pembantu 1) 2 2 2 2 2 Kantor Kas 1 1 1 1 1 36

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Bank Swasta Nasional 12 12 12 12 12 Kantor Pusat - - - - - Kantor Cabang 5 5 5 5 5 Kantor Cabang Pembantu 1) 5 5 5 5 5 Kantor Kas 2 2 2 2 2 TOTAL 74 74 74 74 74 3.2.2 Perkembangan Penghimpunan DPK Perlambatan pertumbuhan DPK didorong oleh perlambatan pada komponen Giro dan Deposito. Adapun satu-satunya komponen DPK yang mengalami pertumbuhan yang meningkat adalah komponen tabungan. Komponen tabungan pada triwulan laporan tumbuh sebesar 15.53% (yoy), atau meningkat setelah sebelumnya mencatatkan pertumbuhan sebesar 9,63% pada triwulan III 2015. Di sisi lain, komponen deposito pada triwulan laporan mengalami perlambatan sebesar 34,23% (yoy) atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 118,68% (yoy). Sejalan dengan perlambatan deposito, komponen giro juga mengalami perlambatan pertumbuhan pada triwulan laporan yakni sebesar -5,40% (yoy), atau menurun dibandingkan triwulan lalu yang tercatat sebesar 16,62% (yoy). Ditinjau dari golongan nasabahnya, seluruh DPK dimiliki oleh kelompok penduduk dengan pangsa yang paling besar berasal dari sektor swasta dengan porsi sebesar 95,43%, sedangkan sisanya yaitu sebesar 4,57% berasal dari sektor pemerintah. Berdasarkan kepemilikan, perlambatan pertumbuhan DPK nasabah sektor pemerintah merupakan penyebab utama perlambatan DPK perbankan Sulawesi Barat pada triwulan laporan yang turun sebesar -36,61% (yoy). Adapun DPK nasabah sektor swasta tumbuh sebesar 17,77% (yoy) atau menurun dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 18,47% (yoy). Adapun pangsa DPK sektor swasta didominasi oleh nasabah perorangan yang memiliki kontribusi sebesar 89,53% dari keseluruhan total DPK. Grafik 3.5 Perkembangan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) Grafik 3.6 Pertumbuhan tahunan DPK Perbankan Umum di Sulawesi Barat (yoy) 37

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 3.2.3 Penyaluran Kredit Laju pertumbuhan kredit perbankan tercatat meningkat pada triwulan laporan. Kredit bank umum meningkat dari sebesar 4,06% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,43% (yoy). laju pertumbuhan kredit perbankan Sulawesi Barat pada triwulan laporan berada dibawah pertumbuhan pembiayaan di beberapa wilayah Sulawesi lain. Pada triwulan laporan, pertumbuhan pembiayaan di Sulawesi Selatan tercatat sebesar 13,67% (yoy), Sulawesi Tengah 10,08% (yoy), Sulawesi Utara -13,60% (yoy), dan KTI secara keseluruhan adalah 10,01% (yoy). Ditinjau berdasarkan lapangan usahanya, penyaluran kredit perbankan Sulawesi Barat masih didominasi oleh sektor Perdagangan Besar dan Eceran dengan pangsa sebesar 30,45% dari total kredit pada triwulan laporan berjalan. Disisi lain industri Pertanian dan industri pengolahan, masing-masing hanya memiliki pangsa kredit sebesar 6.94% dan 1,24% pada triwulan IV dari total kredit. Peningkatan pertumbuhan kredit terjadi pada seluruh sektor utama di Sulawesi Barat. Peningkatan kredit sektor perdagangan sebagai sektor dengan pangsa kredit terbesar menjadi pendorong utama peningkatan kredit di Sulawesi Barat. Pertumbuhan kredit sektor perdagangan meningkat sebesar 1,97% (yoy) pada triwulan laporan dari sebelumnya sebesar -3,41% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Sektor industri pengolahan juga tercatat mengalami peningkatan sebesar 21,72% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,80% (yoy). Sejalan dengan sektor perdagangan dan pengolahan sektor pertanian juga turut mengalami peningkatan sebesar 25,37% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat 18,70% (yoy). Secara umum, pertumbuhan kredit Sulawesi Barat terjadi pada hampir seluruh sektor kecuali sektor Konstruksi yang melambat sebesar -23,12% (yoy) dan Sektor Real Estate, Usaha Persewaan dan Jasa Perusahaan sebesar -21.19% (yoy). Selain kedua sektor tersebut, seluruh sektor mengalami pertumbuhan yang positif, dengan pertumbuhan paling tinggi disumbang dari Sektor Listrik, Gas dan Air sebesar 72.36% (yoy), disusul oleh sektor Pertambangan sebesar 40.99% (yoy) dan dilanjutkan oleh sektor Industri Pengolahan sebesar 21.72% (yoy). Grafik 3.7 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Sulawesi Barat Grafik 3.8 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Sektor di Provinsi Sulawesi Barat Ditinjau berdasarkan jenis penggunaannya, pertumbuhan kredit terjadi di seluruh sektor, mulai dari pertumbuhan kredit Modal Kerja, Investasi hingga Konsumsi jika dibandingkan dengan pertumbuhan kredit pada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan yang paling tinggi berasal dari kredit Investasi yaitu sebesar 22,88% (yoy) setelah tumbuh sebesar 11.56% (yoy) pada triwulan III, disusul oleh Konsumsi sebesar 8,56% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 7.60% (yoy) dan terakhir adalah kredit Modal Kerja sebesar 1.25% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya sempat mengalami pertumbuhan negatif sebesar -3.64% (yoy). Meski secara yoy pertumbuhan yang paling besar berasal dari pertumbuhan kredit Investasi, namun pangsa kredit yang paling besar pada laporan berjalan, masih bersumber dari sisi kredit Konsumsi yaitu sebesar 56.65% dari total kredit keseluruhan, sehingga secara umum pangsa kredit Konsumsi merupakan penyumbang utama pertumbuhan kredit pada triwulan berjalan. Hal lainnya yang dapat dilaporkan adalah, meski pertumbuhan kredit dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mengalami pertumbuhan yang positif namun jika dilihat secara tren, pertumbuhan kredit selama 5 tahun dari tahun 2011 hingga 2015 berada pada tren yang menurun, diakibatkan adanya kebijakan penyaluran kredit perbankan. 38

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.9 Perkembangan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Provinsi Sulawesi Barat Grafik 3.10 Pertumbuhan Tahunan Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Prov. Sulawesi Barat (yoy) 3.2.4 Perkembangan Suku Bunga Bank Umum Grafik 3.11 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Prov. Sulawesi Barat (yoy) Secara umum, suku bunga simpanan di bank umum mengalami penurunan pada triwulan laporan. Suku bunga deposito secara keseluruhan mengalami penurunan dan tercatat berada pada angka 6,78% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,38%. Suku bunga giro juga mengalami penurunan di triwulan laporan sebesar 1,93%, dari triwulan sebelumnya sebesar 2,70%. Satu-satunya suku bunga simpanan yang tercatat mengalami kenaikan berasal dari simpanan berjenis tabungan yang tercatat sebesar 1,68% dari sebelumnya sebesar 1,61% pada triwulan sebelumnya. Penurunan suku bunga deposito didorong oleh penurunan suku bunga pada hampir seluruh tenor, kecuali untuk tenor 12 bulan yang mengalami kenaikan dari 7,55% pada triwulan lalu menjadi 7,62% pada triwulan laporan. Penurunan suku bunga simpanan di bank umum mempengaruhi jumlah DPK pada triwulan laporan 39

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.12 Perkembangan Suku Bunga Simpanan Bank Umum di Sulawesi Barat (yoy) Grafik 3.13 Perkembangan Suku Bunga Pinjaman Bank Umum di Sulawesi Barat (yoy) Sementara itu, suku bunga pinjaman berdasarkan penggunaan secara umum mengalami penurunan bila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, suku bunga kredit Modal Kerja tercatat sebesar 13,84%, atau menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 14.17%. Demikian pula halnya dengan kredit Investasi yang mengalami penurunan suku bunga menjadi sebesar 14,14% dari 14.47% pada triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kenaikan suku bunga terjadi pada kredit Konsumsi, menjadi sebesar 14.68% dari 14.51% pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan sektor utama, suku bunga pinjaman pada triwulan laporan juga mengalami penurunan. Suku bunga kredit sektor Perdagangan Besar dan Eceran pada triwulan pelaporan mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, yakni tercatat sebesar 13.93% dari 14.26% pada triwulan sebelumnya. Kredit sektor Industri Pengolahan juga mengalami penurunan suku bunga, tercatat sebesar 13.47% dari 14.13% pada triwulan sebelumnya. Suku bunga kredit Pertanian juga mengalami penurunan dari sebelumnya tercatat sebesar 14.10% pada triwulan sebelumnya menjadi 13.70% pada triwulan pelaporan. 3.2.5 Kualitas Penyaluran Kredit/Pembiayaan Bank Umum Kualitas kredit mengalami perbaikan pada triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Non-Performing Loan (NPL) sebagai indikator kualitas kredit yang disalurkan perbankan pada periode laporan tercatat sebesar 1,61% atau mengalami penurunan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2.17%. Tingkat NPL kredit Sulawesi Barat juga tercatat lebih rendah dibandingkan dengan tingkat NPL nasional yang tercatat sebesar 2,53%. Secara umum, penurunan NPL perbankan Sulawesi Barat pada triwulan laporan didorong oleh perbaikan NPL pada seluruh sektor kredit. Pada triwulan laporan, kualitas kredit Modal Kerja mengalami perbaikan kredit sebesar 2,99% dari sebelumnya sebesar 4,54% pada triwulan sebelumnya. Kredit Investasi dan Konsumsi juga mengalami perbaikan NPL yang tercermin dari rasionya yang masing-masing tercatat menjadi 2,62% dan 0,63% dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,14% dan 0,67%. Jika dilihat lebih jauh, perbaikan kualitas kredit pada laporan triwulan berjalan disumbang dari membaiknya tingkat pengembalian kredit sektor swasta lembaga keuangan non-bank dan sektor swasta bukan lembaga keuangan yang masingmasing NPL-nya tercatat sebesar 0% dan 1,54%. Meski secara umum tingkat NPL Sulawesi Barat pada triwulan laporan membaik, namun pada triwulan laporan masih terdapat beberapa sektor ekonomi yang tingkat pengembalian kreditnya masih belum baik. Sektor ekonomi tersebut antara lain adalah sektor Pertambangan dengan tingkat NPL sebesar 25.23%, Konstruksi dengan tingkat NPL 6.19% dan sektor real estate dengan tingkat NPL sebesar 3.86%. 40

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.14 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Penggunaan di Sulawesi Barat (yoy) Grafik 3.15 Perkembangan Risiko Kredit Berdasarkan Sektor di Sulawesi Barat (yoy) 3.2.6 Perkembangan Kredit dan Pertumbuhan Ekonomi Secara umum, pola pergerakan laju kredit tahunan terlihat searah dengan pergerakan pertumbuhan ekonomi lapangan usaha utama Sulawesi Barat. Pertumbuhan ekonomi lapangan usaha utama Provinsi Sulawesi Barat pada triwulan IV 2015 mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan lalu. Hal tersebut sejalan pula dengan laju kredit tahunan lapangan usaha utama Sulawesi Barat yang mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor usaha Pertanian pada triwulan laporan mengalami pertumbuhan sebesar 6,3% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 5.3% (yoy). peningkatan pertumbuhan tersebut tercermin pula dari peningkatan kreditnya yang tercatat sebesar 20,64% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 14.14% (yoy). Sektor usaha Industri Pengolahan pada triwulan laporan juga tercatat mengalami pertumbuhan positif sebesar 4.6% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sempat mengalami pertumbuhan negatif sebesar -1.00% (yoy). Pertumbuhan positif pada sektor Industri Pengolahan dimaksud tercermin pula melalui pertumbuhan penyaluran kredit pada sektor tersebut dengan nilai sebesar 21,72% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang sebesar 15,53% (yoy). Grafik 3.16 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan NPL Ind. Pertanian di Sulawesi Barat (yoy) Grafik 3.17 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan NPL Ind. Pengolahan di Sulawesi Barat (yoy) Di sisi lain, sektor utama Sulawesi Barat lainnya yang tercatat mengalami pertumbuhan positif cukup tinggi adalah sektor Perdagangan Besar dan Eceran sebesar 8,1% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar 5,7% (yoy). namun pertumbuhan positif sektor tersebut ternyata tidak diimbangi oleh pertumbuhan kredit yang positif karena pada triwulan laporan, kredit pada sektor ini tercatat hanya sebesar -0,76% (yoy), hanya sedikit lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami pertumbuhan negatif sebesar -6,06% (yoy). 41

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.18 Komposisi Kredit Perbankan Berdasarkan Penggunaan di Prov. Sulawesi Barat (yoy) Sementara itu, perkembangan risiko kredit dan pertumbuhan lapangan usaha ekonomi utama Sulawesi Barat menunjukkan tren yang berlawanan arah. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada sektor utama Sulawesi Barat yang diiringi dengan peningkatan pemberian kredit dari perbankan, risiko kegagalan pembayaran kredit pada sektor-sektor dimaksud tercatat menurun. Bauran kebijakan yang terintegrasi antara kebijakan moneter, stabilitas system keuangan dan system pembayaran diharapkan dapat menjaga pertumbuhan ekonomi dan kredit dengan positif dengan tetap menjaga tingkat NPL pada kisaran angka yang rendah. 3.3. Perkembangan Perbankan Syariah Perkembangan industri perbankan syariah pada triwulan laporan di Sulawesi Barat menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Meski masih mencatatkan pertumbuhan yang negatif, pertumbuhan asset perbankan syariah secara keseluruhan mencatatkan pertumbuhan yang membaik menjadi -15,72% (yoy) dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -17,64% (yoy). Jika dibandingkan dengan beberapa wilayah lain di Sulawesi seperti Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara dan KTI, secara keseluruhan pertumbuhan asset perbankan syariah di Sulawesi Barat adalah pertumbuhan yang paling rendah, dengan pertumbuhan masing-masing wilayah adalah sebesar 18,11% (yoy), 12,28% (yoy), -8,64% (yoy) dan 9,09% (yoy). Grafik 3.19 Perbandingan Laju Pertumbuhan Aset Perbankan Syariah Beberapa Provinsi di Sulawesi dan KTI (yoy) Grafik 3.20 Perkembangan Pertumbuhan Kredit dan NPL Ind. Pengolahan di Sulawesi Barat (yoy) Sejalan dengan pertumbuhan asset perbankan syariah, pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah juga meningkat. Pada triwulan laporan, pembiayaan tumbuh sebesar -25,90% (yoy) membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar -29,02% (yoy). Sama halnya dengan pertumbuhan asset perbankan syariah di Sulawesi Barat, pertumbuhan pembiayan ini juga masih lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan syariah di beberapa 42

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN wilayah Sulawesi lain. Pada triwulan laporan, pertumbuhan pembiayaan syariah di Sulawesi Selatan tercatat sebesar 10,56% (yoy), Sulawesi Tengah -1,95 (yoy), Sulawesi Utara -9,51% (yoy), dan KTI secara keseluruhan adalah 4,92% (yoy). Pertumbuhan DPK perbankan Syariah Sulawesi Barat mencatatkan pertumbuhan yang positif pada triwulan laporan. DPK tumbuh sebesar 10,75% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,37% (yoy). Laju pertumbuhan ini tercatat lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan wilayah KTI yang tercatat sebesar 9,09% (yoy). Sementara itu, angka Financing to Deposit Ratio (FDR) pada triwulan laporan tercatat mengalami perlambatan ke level 98,80% dari 141,47% pada triwulan sebelumnya. Pencapaian hal tersebut, tercatat lebih rendah dibandingkan dengan beberapa wilayah Sulawesi dan KTI secara keseluruhan. Pada triwulan laporan FDR Sulawesi Selatan adalah sebesar 147,53%, Sulawesi Tengah sebesar 123,02%, Sulawesi Utara sebesar 177,92% dan wilayah KTI sebesar 123,31%. Grafik 3.20 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah Beberapa Provinsi di Sulawesi dan KTI (yoy) Grafik 3.21 Perbandingan Laju Pertumbuhan FDR Perbankan Syariah Beberapa Provinsi di Sulawesi dan KTI (yoy) Pada triwulan laporan, jumlah jaringan kantor bank syariah masih belum mengalami perubahan dari triwulan dan tahuntahun sebelumnya, yakni sebanyak 3 unit dengan komposisi 2 bank umum dan 1 Bank Perkreditan Rakyat (BPR) syariah. 3.4. Perkembangan Kredit Umkm Peran Perbankan dalam pembiayaan UMKM di Sulawesi Barat pada triwulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Kredit UMKM Sulawesi Barat tercatat tumbuh sebesar 5,98% (yoy), atau meningkat dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -0,46% (yoy). Sementara itu, risiko kredit pada sektor UMKM mengalami perbaikan. NPL kredit UMKM di Sulawesi Barat pada periode laporan tercatat sebesar 2,88%, atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 4,22%. Pangsa kredit perbankan Sulawesi Barat terhadap UMKM pada triwulan laporan tidak jauh berbeda dengan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 43% dari total kredit yang diberikan dari sebelumnya 42% pada triwulan sebelumnya. Sejalan dengan pola kredit umum, penyaluran kredit UMKM mayoritas ditujukan kepada sektor Perdagangan Besar dan Eceran (68,28%), diikuti sektor Pertanian (15,64%) dan sekor konstruksi (1,50%). 43

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.22 Perkembangan Kredit UMKM Grafik 3.23 Pertumbuhan Risiko Kredit UMKM Berdasarkan Sektor di Sulawesi Barat (yoy) Penurunan risiko kredit UMKM pada triwulan laporan, berbanding terbalik dengan peningkatan kredit UMKM yang disalurkan. Penurunan tersebut terutama didorong oleh penurunan NPL pada sektor utama Sulawesi Barat. Pada triwulan laporan, NPL sektor Pertanian tercatat sebesar 1,16%, setelah sebelumnya berada pada angka 1,25% pada triwulan sebelumnya. NPL kredit sektor Industri Pengolahan juga mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,15% menjadi 1,90% pada triwulan laporan. Sementara itu, meski tingkat NPL sektor Perdagangan Besar dan Eceran tercatat masih cukup tinggi, pada triwulan laporan juga mengalami penurunan menjadi 3,33% dari sebelumnya sebesar 5,10% pada triwulan sebelumnya. Berdasarkan penggunaannya, kredit yang disalurkan pada sektor UMKM mayoritas berupa kredit Modal Kerja dengan porsi sebesar 74,77% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit UMKM yang disalurkan untuk investasi tercatat sebesar 25,23% dari total kredit UMKM. Pertumbuhan kredit Modal Kerja tercatat sebesar 1,31% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -3,73% (yoy). sementara itu, kredit UMKM untuk investasi meningkat pesat dibandingkan triwulan sebelumnya dan tercatat sebesar 22,73% (yoy) dari pencapaian triwulan sebelumnya yaitu sebesar 11,76%. Kredit yang disalurkan ke sektor UMKM pada triwulan laporan untuk masing-masing jenis penggunaan mengalami penurunan dan menjauhi level indikatif yang ditetapkan yaitu 5%. NPL kredit Modal Kerja menurun menjadi 2,98% dari sebelumnya sebesar 4,56%. Sementara itu, NPL kredit UMKM yang dipergunakan untuk investasi juga mengalami penurunan pada triwulan laporan, tercatat NPL yang diperoleh untuk jenis penggunaan ini adalah sebesar 2,57% dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,11%. 3.5. Perkembangan Transaksi Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia Diketahui bahwa sebelum Bank Indonesia di wilayah Sulawesi Barat berdiri, kegiatan operasional bank di wilayah ini tidak didukung oleh sistem kliring, mengingat tidak adanya kegiatan Penyelenggara Kliring Lokal (PKL) terkait dengan tidak terpenuhinya syarat minimum untuk diadakannya kegiatan PKL. Sejalan dengan kehadiran Bank Indonesia di Sulawesi Barat yang yang bertujuan untuk mendukung kelancaran sistem pembayaran di Indonesia, jumlah kliring yang tercatat semenjak Bank Indonesia di Sulawesi Barat resmi beroperasi pada Oktober 2015 dari bulan ke bulan terus meningkat. Tingginya partisipasi aktif dari Bank yang berada di wilayah Sulawesi Barat mengindikasikan bahwa kegiatan sistem pembayaran memberikan kemudahan terhadap kelancaran transaksi ekonomi di wilayah Sulawesi Barat. Sistem Pembayaran yang diselenggaran oleh Bank Indonesia sepanjang triwulan IV 2015 mampu melayani 319 transaksi dengan nilai Rp 19,178 milyar. 44

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.24 Perbandingan Laju Pertumbuhan DPK Perbankan Syariah Beberapa Provinsi di Sulawesi dan KTI (yoy) Grafik 3.25 Perbandingan Laju Pertumbuhan FDR Perbankan Syariah Beberapa Provinsi di Sulawesi dan KTI (yoy) Aktifitas kliring selama bulan ke bulan pada triwulan IV 2015 terus mengalami peningkatan, baik dari nominal maupun volume. Pada bulan Oktober 2015, tercatat hanya 1 transaksi kliring dengan nominal yang cukup rendah sebesar Rp. 830.000,-. Angka tersebut kemudian naik pada bulan November 2015 menjadi 43 transaksi dengan nominal yang tercatat sebesar Rp. 2,015 milyar atau meningkat sebesar 242,69rb% (mtm) dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Pada bulan Desember 2015, angka tersebut kemudian meningkat lagi menjadi 275 transaksi dengan nominal sebesar Rp. 17,163 milyar atau meningkat sebesar 751% (mtm). Berdasarkan daerah asal pengiriman transaksi SKNBI, Kota Mamuju masih mencatatkan share transaksi kliring terbesar di Sulawesi Barat pada triwulan laporan, baik dari sisi nominal maupun volume yaitu sebesar 61% dan 51%. Daerah kedua yang mencatatkan share terbesar adalah Kab. Majene dengan nominal sebesar 36% dari total nominal dan volume sebesar 48% dari total volume kliring. Grafik 3.26 Pangsa Share Transaksi Kliring Kab. Sulawesi Grafik 3.27 Pangsa Share Peruntukan Kliring Perputaran kliring Sulawesi Barat pada triwulan laporan masih didominasi oleh transaksi kliring kredit, dengan share sebesar 48,33%, disusul oleh kliring debet penyerahan dengan share sebesar 42,24% dan terakhir adalah kliring debet pengembalian dengan share sebesar 8,33%. Jika dilihat lebih jauh, kliring debet penyerahan di dominasi oleh cek dengan share sebesar 21,68%, disusul kemudian oleh bilyet giro dengan share sebesar 20,56%. Adapun untuk kliring debet pengembalian didominasi oleh cek kosong dengan share sebesar 7,41% disusul oleh bilyet giro kosong sebesar 0,71%. 45

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN 3.6. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Secara umum, perputaran uang kartal di wilayah Sulawesi Barat pada triwulan laporan menunjukkan kondisi net outflow. Aliran uang kartal (outflow) yang ditarik oleh industri perbankan di Sulawesi Barat tercatat sebesar Rp. 685,91 milyar, sedangkan aliran uang masuk (inflow) tercatat sebesar Rp. 40,70 milyar. Akibat yang ditimbulkan dari posisi uang kartal yang keluar dan masuk dari dan/atau ke BI tersebut, maka terjadi net outflow yang cukup besar sebesar Rp. 645, 21 milyar. Terjadinya net outflow pada triwulan laporan tidak terlepas dari pola siklikal akhir tahun sebagaimana yang banyak terjadi di wilayah lain Indonesia akibat persiapan perayaan akhir tahun dan natal yang banyak menyebabkan tingginya kebutuhan perbankan terhadap uang kartal dari Bank Indonesia (outflow) dan mengakibatkan tipisnya net inflow. Tingginya kebutuhan uang kartal perbankan pada triwulan laporan ini sejalan dengan pertumbuhan kredit konsumsi yang meningkat sebesar 8,56% (yoy) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,60% (yoy). Secara bulanan, posisi outflow di Sulawesi Barat terus mengalami peningkatan dari bulan ke bulan. Pada bulan Oktober 2015 tercatat posisi outflow adalah sebesar Rp. 45,79 milyar. Posisi tersebut kemudian meningkat pada bulan November 2015 menjadi sebesar Rp. 172,67 milyar atau mengalami pertumbuhan sebesar 277,12% dari bulan Oktober. Pada bulan Desember, terjadi peningkatan total outflow secara signifikan dan tercatat sebesar Rp. 420,08 milyar atau meningkat sebesar 143,29% dari bulan sebelumnya. Di sisi lain, pola pergerakan inflow uang kartal mengalami pergerakan yang beragam dimana pada bulan Oktober 2015 tercatat sebesar Rp. 12,58 milyar. Angka tersebut kemudian menurun pada bulan November sebesar Rp. 1,50 milyar atau sebesar -88,10% dari bulan sebelumnya. Lalu pada bulan Desember angka tersebut kembali meningkat dan tercatat sebesar Rp. 26,61 milyar atau mengalami pertumbuhan sebesar 1676,71% dari bulan November Grafik 3.27 Nominal Penarikan Uang Kartal Bulanan TW IV Grafik 3.28 Nominal Penarikan Uang Kartal Bulanan TW IV 2015 Pola aliran uang kartal yang terjadi di Sulawesi Barat pada triwulan IV 2015 tidak terlepas dari karakteristik ekonominya yang masih berbasis sebagai wilayah pengguna dan bukan penghasil produk. Dengan karakteristik terseut, aliran uang kartal akan banyak dibutuhkan oleh industri perbankan untuk memenuhi kebutuhan uang kartal masyarakat, sehingga mendorong posisi outflow di Sulawesi Barat yang relatif tinggi. Selain menyediakan layanan penarikan dan penyetoran bagi industri perbankan, dalam rangka menjamin dan melaksanakan clean money policy Bank Indonesia Sulawesi Barat secara rutin melaksanakan kegiatan layanan kas melalui kegiatan penukaran bagi masyarakat dan kas keliling baik dalam dan luar kota. Tercatat bahwa hasil penukaran pada triwulan IV adalah sebesar Rp. 616,27 juta dan pelaksanaan kas keliling sebesar Rp. 11,65 milyar. 46

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN Grafik 3.29 Nominal Pelaksanaan Penukaran dan Kas Keliling TW IV 20152015 Dilihat dari sisi temuan uang palsu, sampai dengan akhir triwulan 2015 masih belum ditemukan uang palsu, baik yang disetorkan oleh masyarakat maupun industri perbankan. 47

BAB 3 PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 48

4. PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Bab 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Realisasi belanja APBD pemerintah Provinsi Sulawesi Barat lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun realisasi sedikit melambat pada semester awal 2015, realisasi di akhir tahun mencapai 95%. Bahkan realisasi tersebut mencapai angka 95%. Pendapatan pemerintah Provinsi Sulawesi Barat sebagian besar berupa dana perimbangan. Namun, pendapatan asli daerah menunjukkan tendensi peningkatan. Peningkatan porsi pendapatan asli daerah mengindikasikan bahwa kemandirian Sulawesi Barat dalam dalam hal merealisasikan pendapatannya semakin membaik. Sementara itu, belanja modal masih mendominasi dalam komposisi pembelanjaan pemerintah, sebesar Rp1,05 triliun atau 71,45% dari total. Pada komponen belanja operasional, pangsa terbesar (49,49%) masih berasal dari belanja barang dan jasa sebesar Rp480,44 miliar diikuti belanja pegawai dan hibah yang masingmasing memiliki pangsa sebesar 25,24% dan 23,59%. 49

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.1. Struktur Anggaran Realisasi anggaran pemerintah Sulawesi Barat mencapai 100%. Pada tahun anggaran 2015, pagu anggaran belanja keuangan pemerintah daerah dan pemerintah pusat di Sulbar mencapai Rp8,19 triliun yang terbagi atas APBD Provinsi 18%, APBD Kabupaten/Kota 50%, dan APBN di Sulbar 32% (Grafik 2.1). Dari pagu anggaran tersebut, umumnya realisasi pendapatan dan belanja akan mengalami peningkatan di penghujung tahun. Secara seasonal, peningkatan realisasi pendapatan tersebut meningkat secara gradual sesuai dengan jadwal, sementara realisasi belanja akan meningkat signifikan di triwulan IV, sementara sampai dengan triwulan III realisasi belanja umumnya sekitar 50%. Anggaran APBN di Sulbar Rp2.592,48 M (32%) Grafik 4.1. Struktur Anggaran Keuangan Pemerintah di Sulbar Tahun 2015 Grafik 4.2. Siklus Realisasi Keuangan Pemerintah di Sulbar Tahun 2013-2015 Tahun 2015, realisasi belanja pemerintah tertunda pada awal tahun dan meningkat pesat di penghujung tahun. Perkembangan realisasi anggaran dan belanja pemerintah Provinsi Sulbar di tahun 2015 memiliki kondisi yang berbeda. Dimana realisasi pendapatan di tahun 2015 sedikit melambat dibandingkan tahun 2014. Kondisi berbeda pada realisasi belanja yang mencatat perbaikan kinerja, hingga di akhir tahun 2014 realisasi belanja pemerintah mencapai sekitar 95%, meningkat dibandingkan 90% pada tahun 2014. 4.2. Perkembangan Realisasi Anggaran APBD Provinsi Sulawesi Barat 4.2.1 Pendapatan APBD Provinsi Rp1.504,43 M (18%) 28% 2015 40% APBD Kabupaten/ Kota Rp4.097,22 M (50%) 4.2.1.1 Struktur Realisasi Pendapatan 100% 80% 60% 20% 0% Struktur PAD masih rendah, dengan porsi yang cenderung meningkat. Secara umum, struktur pendapatan daerah Provinsi Sulawesi Barat masih didominasi oleh dana perimbangan, pada triwulan IV 2015 jumlahnya sebesar Rp991,63 miliar atau 66,96% dari total pendapatan daerah. Sementara porsi pendapatan asli daerah (PAD) dan pendapatan lain-lain, masih relatif rendah. Pada periode laporan, masing-masing porsinya sebesar 18,91% dan 14,13% atau senilai Rp279,99 miliar dan Rp209,26 miliar. Khusus untuk PAD, meskipun porsinya masih relatif kecil, namun stabil menunjukkan tendensi peningkatan, tercermin dari porsinya pada tahun 2014 yang sedikit lebih rendah, sebesar 18,44%. Peningkatan porsi PAD mengindikasikan bahwa kemandirian Sulbar dalam dalam hal merealisasikan pendapatannya semakin membaik namun perlu lebih dipercepat. Percepatan pertumbuhan dan peningkatan PAD sesuai dengan harapan pengembangan daerah, yaitu meningkatkan kemandirian daerah. Hal ini pun secara tidak langsung mengindikasikan terjadinya peningkatan aktivitas ekonomi sehingga menghasilkan penerimaan daerah yang lebih besar. 8% 52% 33% 77% Pendapatan 46% 98% 88% 29% 13% 53% 32% 80% Belanja 56% 102% 90% 29% 12% 51% 28% 81% 54% 100% 95% I II III IV I II III IV I II III IV 2013 2014 2015 50

818.63 919.5 857.1 991.63 140.40 151.98 233.70 279.99 BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Rp. Miliar 1500 1000 500 Sumber: Biro Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulbar, diolah Grafik 4.3. Proporsi Realisasi Pendapatan APBD Transfer pemerintah masih dominan dalam APDB Sulbar. Pada triwulan IV 2015 jumlah transfer Pemerintah Pusat yang tercermin dari DAU dan DAK masing-masing sebesar Rp895,58 dan Rp72,51 miliar. Pangsa DAU didalam dana perimbangan sangat dominan, mencapai 90,31% atau 60,48% dari total APBD Sulbar. Sementara porsi DAK sebesar 7,31% dari dana perimbangan atau 4,90% dari total APBD. 4.2.1.2 Perkembangan Realisasi Pendapatan 0 0.16 159.45 209.26 2012 2013 2014 2015 Lain-lain Dana Perimbangan PAD Kenaikan penerimaan pajak menjadi penyumbang terbesar dalam peningkatan PAD. Secara nominal, baik perkiraan pendapatan maupun realisasi pendapatan di triwulan IV 2015 mengalami peningkatan secara tahunan (yoy). Untuk perkiraan anggaran, pemerintah menargetkan kenaikan sebesar 6,79% (yoy) menjadi Rp1,48 triliun, sedangkan realisasinya terjadi peningkatan sebesar 5,08% (yoy), (Tabel 2.1). Untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD), semua komponen mengalami peningkatan, terbesar pada retribusi daerah yang meningkat hampir 200% (yoy) dibandingkan dengan triwulan IV 2015 menjadi Rp10,13 miliar. Sementara pajak daerah yang memiliki pangsa terbesar dalam PAD, meningkat 15,69% (yoy) atau sebesar Rp30,90 miliar menjadi Rp227,77 miliar. Sedangkan pendapatan transfer mengalami penurunan, terutama karena pendapatan yang diperoleh dari dana bagi hasil pajak & bukan pajak menurun drastis, pada triwulan IV 2015 jumlahnya hanya Rp38,20 miliar. Sedangkan DAU dan DAK yang diperoleh Sulbar mengalami peningkatan masing-masing sebesar 15,38% (yoy) dan 43,35% (yoy) menjadi sebesar Rp895,58 miliar dan Rp72,51 miliar. URAIAN Tabel 4.1. Realisasi Anggaran Pendapatan Daerah s.d. Triwulan IV 2015 (Rp Juta) Triwulan IV 2014 Triwulan IV 2015 Sumber: Biro Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Pemerintah Provinsi Sulawesi Barat Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % PENDAPATAN 1,390,027.46 1,409,288.70 101.39% 1,484,433.25 1,480,884.83 99.76% PAD 220,716.06 233,704.91 105.88% 272,790.82 279,992.38 102.64% Pajak Daerah 175,605.90 196,874.90 112.11% 227,196.52 227,772.11 100.25% Retribusi Daerah 4,141.80 4,031.25 97.33% 10,126.80 11,881.95 117.33% Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan 1,175.00 1,175.25 100.02% 2,137.00 2,137.22 100.01% Lain-lain PAD yang sah 35,718.00 21,623.53 60.54% 33,330.50 38,201.10 114.61% Pendapatan Transfer 1,007,950.28 1,016,145.64 100.81% 1,004,208.79 991,630.61 98.75% Dana Bagi Hasil Pajak Dan Bukan Paja 849,334.74 857,098.93 100.91% 36,113.90 23,535.72 65.17% Dana Alokasi Umum 776,214.00 776,214.12 100.00% 895,580.93 895,580.93 100.00% Dana Alokasi Khusus 50,585.71 50,585.71 100.00% 72,513.95 72,513.95 100.00% Transfer Pemerintah Pusat Lainnya 158,615.54 159,046.70 100.27% 205,156.95 206,495.85 100.65% Dana Penyesuaian 158,615.54 159,046.70 100.27% 205,156.95 206,495.85 100.65% Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah 2,745.58 391.45 14.26% 2,276.70 2,765.99 121.49% 51

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH 4.2.2 Belanja 4.2.2.1 Struktur Realisasi Belanja Porsi belanja modal meningkat dengan tendensi pertumbuhan yang menguat. Data pada triwulan IV 2015 mencatat bahwa belanja modal masih mendominasi dalam komposisi pembelanjaan pemerintah, sebesar Rp1,05 triliun atau 71,45% dari total. Pangsa belanja operasional tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2014 yang sebesar 77,94% atau senilai Rp915,20 miliar. Sementara itu, belanja modal yang mencerminkan pembelanjaan produktif pemerintah, pada periode data menunjukkan kenaikan pertumbuhan yang pesat, yakni dari 43,30% (yoy) pada triwulan IV 2014 menjadi 63,25% (yoy) pada triwulan IV 2015. Dengan pertumbuhan tersebut, nilai belanja modal menjadi Rp422,84 miliar atau memiliki porsi sebesar 28,55%. Selama 3 tahun terakhir, porsi belanja modal secara konsisten menunjukkan peningkatan. Jika pada tahun 2013 porsinya hanya sebesar 17,27% maka pada tahun 2015 melonjak menjadi 28,55%. Rp. Miliar 1,600 1,400 1,200 1,000 800 600 400 200 - Blj. Ops dan Trf Blj Modal Blj Tdk Terduga g Blj. Modal g Blj. Ops & Transfer 63.25-422.84-0.27 259.01 43.30 0.57 180.75 135.39 33.50 732.17 18.22 865.60 915.20 1,058.04 15.61 5.73 2012 2013 2014 2015 70.0 60.0 50.0 40.0 30.0 20.0 10.0 0.0 4.2.2.2 Perkembangan Realisasi Belanja Sumber: Biro Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulbar Grafik 4.4. Proporsi Realisasi Belanja APBD Persentase realisasi belanja daerah Sulbar di triwulan IV 2015 meningkat secara tahunan, ditopang oleh tingginya kenaikan belanja modal, terutama perbaikan jalan, irigasi dan jaringan. Realisasi belanja di triwulan IV 2015 mencapai Rp1,39 triliun atau 95,17% dari target pengeluaran dalam APBD triwulan IV 2015. Peningkatan pengaluran tersebut disumbang oleh kenaikan belanja operasional sebesar 8,98% (yoy) menjadi Rp970,39 miliar, belanja modal yang meningkat 58,36% (yoy) menjadi Rp422,84 miliar. Pada komponen belanja operasional, pangsa terbesar (49,49%) masih berasal dari belanja barang dan jasa sebesar Rp480,44 miliar diikuti belanja pegawai dan hibah yang masing-masing memiliki pangsa sebesar 25,24% dan 23,59%. Berdasarkan tingkat pertumbuhannya, terbesar pada belanja bantuan sosial sebesar 22,70% (yo), namun nilainya masih relatif kecil, hanya sebesar Rp13,65 miliar. Berikutnya belanja barang dan jasa yang mencatat peningkatan sebesar 15,90% (yoy) menjadi Rp480,44 miliar. Sementara pada belanja modal, pangsa terbesar masih digunakan untuk pembuatan/perbaikan jalan, irigasi dan jaringan sebesar 57,62% dan mencatat peningkatan terbesar, yaitu 120,54% (yoy) menjadi sebesar Rp243,66 miliar. Diikuti oleh pengeluaran untuk gedung dan bangunan yang tumbuh sebesar 99,01% (yoy) menjadi Rp97,13 miliar. Sementara pengeluaran untuk pembelian tanah serta peralatan dan mesin mengalami penurunan, masing-masing sebesar 40,61% (yoy) dan 13,24% (yoy) menjadi sebesar Rp22,67 miliar dan 55,97 miliar. Kendala pembebasan lahan, serta proses pengadaan barang dan jasa melalui pihak ketiga yang cukup panjang ditengarai menjadi penyebab dari penurunan ini. 52

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH Tabel 4.2. Realisasi Anggaran Belanja Daerah s.d. Triwulan II 2015 (Rp Juta) URAIAN Triwulan IV 2014 Triwulan IV 2015 Anggaran Realisasi % Anggaran Realisasi % BELANJA 1,358,581.00 1,227,422.38 90.35% 1,463,936.96 1,393,230.46 95.17% Belanja Operasi 988,243.00 890,404.12 90.10% 986,435.15 970,388.61 98.37% Belanja Pegawai 228,048.08 210,732.94 92.41% 248,936.18 242,122.91 97.26% Belanja Barang dan Jasa 455,416.29 414,534.05 91.02% 488,151.99 480,439.65 98.42% Belanja Hibah 249,378.39 211,416.14 84.78% 232,650.82 231,299.01 99.42% Belanja Bantuan Sosial 12,137.06 11,125.74 91.67% 13,819.86 13,650.74 98.78% BELANJA MODAL 299,838.00 267,018.26 89.05% 475,838.08 422,841.85 88.86% Tanah 44,309.00 38,180.08 86.17% 25,213.80 22,674.90 89.93% Peralatan dan Mesin 77,796.00 67,922.06 87.31% 62,214.99 55,969.12 89.96% Gedung dan Bangunan 57,916.12 48,805.57 84.27% 108,639.82 97,126.12 89.40% Jalan, Irigasi dan Jaringan 118,867.96 110,485.53 92.95% 275,847.23 243,661.34 88.33% Aset Tetap Lainnya 2,102.04 1,625.08 77.31% 3,922.24 3,410.36 86.95% BELANJA TIDAK TERDUGA 500.00 0.00 0.00% 1,663.73 0.00 0.00% Belanja tidak terduga 500.00 0.00 0.00% 1,663.73 0.00 0.00% TRANSFER 70,000.00 70,000.00 100.00% 188,815.85 184,346.21 97.63% SURPLUS/ DEFISIT -127,168.70 12,819.61-10.08% -96,691.84 71,627.73-74.08% Sumber: Biro Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Provinsi Sulbar, diolah 53

BAB 4 PERKEMBANGAN KEUANGAN DAERAH HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 54

5. PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH Bab 5 Perkembangan Ketenagakerjaan Daerah Pada Agustus 2015, pasokan tenaga kerja di Sulawesi Barat meningkat sebesar 11,69% dibandingkan dengan Agustus 2014. Kondisi ini mengindikasikan bahwa terdapat potensi tenaga kerja di Sulawesi Barat dalam hal kuantitas penduduk usia produktif yang cukup besar. Sejalan dengan meningkatnya perekonomian daerah di triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, tingkat pengangguran Sulawesi barat per Agustus 2015 menunjukkan penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Barat sebagian besar berada di sektor pertanian sesuai dengan sumber utama perekonomian daerah. Pertumbuhan jumlah pengangguran pada Agustus 2015 tercatat sebesar 63,21% atau meningkat dari pertumbuhan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar -3,71%. Sejalan dengan hal tersebut, dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami peningkatan sebesar 3,35% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2,08%. 55

BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH 5.1. Tenaga Kerja Pasokan tenaga kerja Sulawesi Barat yang tersedia pada triwulan laporan mengalami peningkatan, tercermin dari jumlah penduduk usia kerja Sulawesi Barat pada Agustus 2015 yang mengalami peningkatan dibandingkan Agustus 2014. Pada Agustus 2015 jumlah penduduk usia kerja sebesar 956.333 orang, atau meningkat sebesar 11,69% dibandingkan dengan Agustus 2014 yang berjumlah 856.240 orang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa terdapat potensi tenaga kerja di Sulawesi Barat dalam hal kuantitas penduduk usia produktif yang cukup besar. Sementara itu, pada periode laporan terjadi penurunan pertumbuhan jumlah tenaga kerja di Sulawesi Barat, terlihat dari menurunnya jumlah angkatan kerja sebesar 1.33% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 8,93%. Penurunan jumlah angkatan kerja disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk usia produktif yang masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja. Pada periode laporan, jumlah penduduk bekerja juga mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 0,02% dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 9,23%. Tabel 5.1 Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Utama (ribu orang) Sejalan dengan meningkatnya perekonomian daerah di triwulan laporan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, tingkat pengangguran Sulawesi barat per Agustus 2015 menunjukkan penurunan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini terlihat dari penurunan jumlah pengangguran pada data Agustus 2015 dibandingkan data pada periode yang sama tahun lalu. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada triwulan laporan mengalami penurunan. TPAK yang mengindikasikan besarnya persentase penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi mengalami penurunan dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. TPAK pada Agustus 2015 tercatat sebesar 64,47% turun dibandingkan dengan periode data Agustus 2014 yang tercatat sebesar 71,06%. Sektor pertanian masih menjadi penyumbang terbesar penyerapan tenaga kerja di Sulawesi Barat. Berdasarkan periode data Agustus 2015, tercatat bahwa sebesar 348.780 orang atau setara dengan 59% dari total penduduk yang bekerja di Sulawesi Barat bekerja di sektor pertanian. Lapangan usaha kedua yang mendominasi lapangan pekerjaan adalah jasa kemasyarakatan yang menyerap 14% atau sebesar 86.270 orang dari total penduduk yang bekerja. Sementara industri perdagangan menyerap 10% dari total penduduk yang bekerja atau 10.800 orang dari total penduduk yang bekerja. 56

BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH Tabel 5.2 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama SEKTOR EKONOMI Sektor pekerjaan yang dominan berdasarkan data Agustus 2015 adalah sektor informal dengan jumlah tenaga kerja mencapai 73,70% dari total penduduk yang bekerja atau menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 73,2%, dan sisanya yaitu sebesar 26,3% bekerja di sektor formal yang juga mengalami penurunan jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 26,8%. Jenis pekerjaan yang dominan adalah kelompok pekerja tak dibayar dengan total pekerja mencapai 149.000 orang. Jumlah tersebut mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode yang sama yang mencapai angka pekerja sebesar 152.500 atau menurun sebesar -0,02%. Jenis pekerjaan kedua terbesar lainnya adalah kelompok buruh/karyawan dengan jumlah pekerja sebesar 139.700 orang yang mengalami penurunan sebesar -0,05% dari periode yang sama di tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 147,800 orang. Tabel 5.3 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan STATUS PEKERJAAN UTAMA Berusaha Sendiri 87.7 95.7 131.0 114.8 Berusaha dibantu buruh tidak tetap 143.1 148.5 155.2 138.5 Berusaha dibantu buruh tetap 15.7 12.0 14.8 17.1 Buruh/Karyawan 164.0 147.8 140.6 139.7 Pekerja Bebas di Pertanian 19.2 21.7 28.1 20.8 Pekerja Bebas di Non Pertanian 14.9 17.6 17.4 15.9 Pekerja Tak Dibayar 146.4 152.5 149.0 149.0 JUMLAH TENAGA KERJA 591.1 595.8 636.0 595.9 SEKTOR FORMAL 30.4% 26.8% 24.4% 26.3% SEKTOR INFORMAL 69.6% 73.2% 75.6% 73.7% Kualitas pendidikan penduduk yang bekerja belum mengalami perbaikan. Berdasarkan data Agustus 2015, penyerapan tenaga kerja sebagian besar masih didominasi oleh penduduk yang berpendidikan rendah, yaitu SD ke bawah dengan porsi sebesar 55% dari total penduduk yang bekerja atau sebesar 326.700 ribu orang. Angka tersebut menurun dari periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 56% atau sebesar 333.500. Di sisi lain, pekerja berpendidikan tinggi hanya mencakup kurang dari 10% persen yaitu 7,6% atau sebesar 38.800 orang. Angka tersebut mengalami penurunan dari periode sebelumnya yang tercatat sebesar 7,7% atau sebesar 46.100 orang. 57

BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH Tabel 5.4 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Pendidikan yang Ditamatkan TINGKAT PENDIDIKAN 2014 2015 Feb Agust Feb Agust SD ke bawah 333.9 333.5 390.4 326.7 SMP 83.8 92.1 89.8 90.0 SMA 90.4 77.0 64.0 84.6 SMK 33.3 31.2 38.1 33.3 Diploma 14.3 16.0 15.0 15.8 Universitas 35.3 46.1 38.8 45.4 TOTAL 591.1 595.8 636.0 595.9 5.2. Pengangguran Berdasarkan data Agustus 2015, angka pengangguran mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan jumlah pengangguran pada Agustus 2015 tercatat sebesar 63,21% atau meningkat dari pertumbuhan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar -3,71%. Sejalan dengan hal tersebut, dilihat dari indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Sulawesi Barat mengalami peningkatan sebesar 3,35% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar 2,08%. 5.3. Nilai Tukar Petani Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan laporan mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Peningkatan NTP mengindikasikan meningkatnya kesejahteraan petani dengan meningkatnya daya beli petani di pedesaan. Hal ini tercermin dari indeks yang diterima oleh petani naik lebih tinggi dibandingkan dengan indeks yang dibayar oleh petani. Peningkatan NTP ini disebabkan oleh peningkatan seluruh subsektor pertanian, mulai dari tanaman pangan hingga perikanan budaya dibandingkan pertumbuhan triwulan lalu secara tahunan. Secara tahunan peningkatan NTP terbesar terjadi pada subsektor tanaman pangan sebesar 11,55% atau menjadi 103,67 dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya secara tahunan yang tercatat sebesar 99,70%. Selain itu, peningkatan yang secara tahunan meningkat cukup signifikan juga terjadi pada subsektor perikanan tangkap yang meningkat sebesar 7,65% atau menjadi 100,55 dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,87%. Sementara itu, peningkatan tahunan NTP secara terbatas dialami oleh subsektor hortikultura yang meningkat sedikit menjadi -1,46% dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar -3,83%. 58

BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH Sumber BPS Prov Sulbar Grafik 5.1. Tabel 5.1 NTP Sulawesi Barat dan Komponen Penyusunnya Sumber BPS Prov. Sulbar Tabel 5.2 NTP Berdasarkan Subsektor Meski secara umum indeks terima petani pada triwulan laporan secara tahunan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi di bandingkan triwulan sebelumnya, namun beberapa subkelompok indeks terima petani mengalami pertumbuhan menurun. Apabila dibandingkan secara tahunan dengan triwulan III 2015, peningkatan indeks terima hanya terjadi pada subsektor tanaman pangan dan hortikultura yang tercatat mengalami pertumbuhan tahunan sebesar 14,46% dan 0,52%. Adapun indeks terima subsektor lainnya selain kedua indeks terima subsektor yang telah disebutkan, tercatat mengalami penurunan. Indeks terima subsektor terbesar yang mengalami penurunan terbesar adalah subsektor perikanan budaya yang secara tahunan pada triwulan laporan mengalami penurunan sebesar 1,18% atau menjadi 112,56 dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 113,86. Indeks terima subsektor lainnya pada triwulan laporan yang secara tahunan tercatat mengalami penurunan adalah subsektor peternakan yang tercatat menurun sebesar 5,62% atau menjadi 118.52 dari triwulan sebelumnya yang sebesar 119,05. Penurunan indeks yang diterima petani tersebut disebabkan oleh penurunan harga komoditas-komoditas tersebut. Sumber BPS Prov Sulbar Tabel 5.3 Indeks yang Diterima Subsektor Prov. Sulawesi Barat Sumber BPS Prov. Sulbar Tabel 5.4 Indeks yang Dibayar Subsektor Prov. Sulawesi Barat Di sisi lain, penurunan indeks terima beberapa subkelompok petani tersebut diikuti pula oleh penurunan indeks bayar dari seluruh subkelompok dengan penurunan yang lebih cepat dibandingkan dengan penurunan indeks terima petani. Hal tersebut, menyebabkan pertumbuhan tahunan NTP pada triwulan laporan secara keseluruhan masih lebih baik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Penurunan indeks bayar yang paling besar berasal dari subkelompok perikanan tangkap dengan penurunan tahunan sebesar 1,29% atau menjadi 120,13 dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 119,06. Penurunan indeks bayar subsektor lainnya yang terkoreksi cukup dalam adalah subkelompok perikanan yang tercatat secara tahunan pada triwulan laporan adalah sebesar 1,66% atau menjadi 118,61 dari sebelumnya sebesar 117,54. 59

BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH 5.4. Nilai Tukar Petani 5 Angka kemiskinan Sulawesi Barat berdasarkan data September 2015 mengalami penurunan bila dibandingkan periode Maret 2015. Tingkat kemiskinan Sulawesi Barat per September 2015 tercatat sebanyak 153.210 jiwa atau sebanyak 11,90% dari jumlah penduduk Sulawesi Barat, menurun dibandingkan dengan periode Maret 2015 yang tercatat sebanyak 160.480 jiwa atau sebanyak 12,40% dari jumlah penduduk Sulawesi Barat. Penurunan jumlah penduduk miskin tersebut terutama didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin yang berada di pedesaan dari 133.090 jiwa pada Maret 2015 menjadi 130.70 jiwa pada bulan September 2015. Jumlah penduduk miskin yang berada di perkotaan pun juga mengalami penurunan bila dibandingkan dengan periode Maret 2015 yang tercatat sebesar 27.390 jiwa menjadi 22.510 jiwa. Secara nasional, angka kemiskinan mengalami penurunan. Jumlah penduduk miskin di tingkat nasional mengalami penurunan sebesar 79.220 jiwa dibandingkan Maret 2015 menjadi 28.513.570 jiwa atau sebesar 11,13% dari total penduduk Indonesia. Provinsi Sulawesi Barat menyumbang 0,54% dari total penduduk miskin nasional. Dibandingkan dengan kondisi di bulan September 2014, angka kemiskinan Sulawesi Barat mengalami penurunan yang terutama didorong oleh penduduk miskin di wilayah perkotaan, sedangkan penduduk yang berada di desa tercatat mengalami peningkatan. Apabila dibandingkan dengan periode September 2014 jumlah penduduk miskin di perkotaan turun sebesar -24.64% atau setara dengan penurunan sebesar 736.000 jiwa, sedangkan penduduk miskin di wilayah pedesaan meningkat sebesar 4,71% atau setara dengan peningkatan sebesar 5.880 jiwa. Garis kemiskinan terus mengalami peningkatan. Dalam satu tahun terakhir, garis kemiskinan kota dan desa meningkat sebesar 5,96% dari Rp. 261.881,- perkapita/bulan pada Maret 2015 menjadi Rp. 277.479,- perkapita/bulan pada September 2015. 5 NTP merupakan keseimbangan antara indeks harga yang diterima petani (It) dengan yang dibayar petani (Ib). 60

BAB 5 PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN DAERAH HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN 61

6. PROSPEK PEREKONOMIAN Bab 6 Prospek Perekonomian Perekonomian Sulbar pada triwulan I 2016 dan untuk keseluruhan tahun 2016, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada kisaran 10,2% - 12,1% (yoy) dan 7,9% - 8,8% (yoy). Pertumbuhan ekonomi Sulbar triwulan I 2016 tersebut diperkirakan relatif meningkat dibanding triwulan sebelumnya (8,72%; yoy). Di sisi permintaan, daya beli dan permintaan akan meningkat seiring pelaksanan musim panen pada triwulan I 2016. Konsumsi pemerintah dan investasi diperkirakan juga meningkat seiring dengan percepatan realisasi anggaran dan secara tahunan diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan 2015. Di sisi penawaran, Sektor Pertanian masih menjadi motor perekonomian, yang akan memberikan manfaat pada perkembangan sektor Industri dan perdagangan. Sektor Jasa-Jasa juga menunjukkan peningkatan. Dengan mengsumsikan harga minyak masih stabil, maka tekanan inflasi pada tahun 2016 diperkirakan melemah, menjadi sekitar 4 + 1, masih dalam range target inflasi nasional. Peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sulbar menjadi strategis, untuk mendukung pencapaian target inflasi tersebut. 62

BAB 6 PROSPEK PEREKONOMIAN 6.1. Prospek Pertumbuhan Ekonomi Perekonomian Sulbar pada triwulan I 2016 diprakirakan mengalami perbaikan kinerja, pada kisaran 9%-12% (yoy). Ekonomi Sulbar pada triwulan I 2016 diperkirakan kinerjanya membaik, hal ini didukung oleh pelaksanaan musim panen yang terjadi pada triwulan mendatang, ditopang pula dengan peningkatan produksi ikan tangkap. Peningkatan produksi di sektor pertanian akan mendorong kegiatan ekspor dan impor. Faktor pendorong lainnya adalah percepatan realisasi anggaran pemerintah yang dimulai sejak awal tahun 2016. % (yoy) 16.00 14.00 12.00 10.00 8.00 6.00 2013: 6,93 % 2014: 8,88 % 2015: 7,37 % 2016: 8,45 % 4.00 2.00 - I 2013 II 2013 III 2013 IV 2013 I 2014 II 2014 III 2014 IV 2014 I 2015 II 2015 III 2015 IV 2015 I 2016 6.1.1 Prospek Sisi Permintaan Grafik 6.1. Perkembangan PDRB Sulbar dan Proyeksinya Dari sisi permintaan, perekonomian akan ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga. Peningkatan konsumsi terutama pada konsumsi rumah tangga dan lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT), akan mengalami peningkatan yang didorong oleh pelaksanaan musim panen yang diperkirakan akan terjadi pada bulan Maret. Hal tersebut akan mendukung tejadinya peningkatan pendapatan dan daya beli masyarakat. Di samping konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga pun turut mengalami kenaikan. $/mt %, yoy 1,400.0 60% 1,200.0 50% 40% 1,000.0 30% 800.0 20% 10% 600.0 0% 400.0-10% -20% 200.0-30% 0.0-40% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2011 2012 2013 2014 2015 Grafik 6.2. Harga Internasional CPO Peningkatan juga terjadi pada realisasi anggaran pemerintah yang diperkirakan akan dimulai pada awal tahun, sehingga diperkirakan pertumbuhan konsumsi pemerintah akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sebagian konsumsi pemerintah tersebut diperkirakan akan ditempatkan dalam bentuk belanja modal (investasi), untuk melanjutkan kegiatan pembangunan infrastruktur pada tahun 2015. Perdagangan luar negeri masih akan mengalami pertumbuhan negatif, meskipun harga CPO dunia mulai membaik. Hal ini lebih dipengaruhi oleh base effect pertumbuhan pada triwulan I 2015 yang cukup tinggi. Prospek pembangunan infrastruktur Sulbar pada tahun 2016 cukup cerah dengan banyaknya proyek infrastruktur yang akan dilakukan. Hal ini mengacu kepada kegiatan FGD yang dilakukan dengan Bappeda dan Dinas Perhubungan. 1. Untuk lebih meningkatkan aktivitas dan kenyamanan tansportasi udara, akan dilakukan pemindahan terminal bandara tampa padang ke arah tepi laut. 63