BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2016

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2015

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN BLITAR

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan usaha-usaha untuk meningkatkan taraf

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berpengaruh positif apabila perekonomian dapat menyerap tambahan

BERITA RESMI STATISTIK

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2011

BAB I PENDAHULUAN. berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan-perbaikan

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2016

1. Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Maluku Utara Maret 2009 September 2015

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2015

KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2017

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016

BPS KABUPATEN MALINAU

KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2014

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN BALI, MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2016

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2014

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2016

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU UTARA SEPTEMBER 2014

PENDAHULUAN Latar Belakang

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2016

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI GORONTALO MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2013

PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT MARET 2017

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA SEPTEMBER 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT SEPTEMBER 2015

PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN SEPTEMBER 2015

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2016

Katalog BPS :

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2015

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah melakukan upaya yang berfokus pada peran serta rakyat dengan

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2014

PERKEMBANGAN KEMISKINAN KABUPATEN BENGKAYANG MARET 2014 MARET 2016

ANGKA KEMISKINAN PROVINSI BANTEN MARET 2017

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2010

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2014

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2016 adalah 515,40 ribu atau 7,98 persen dari total penduduk.

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan nasional adalah meningkatkan kinerja. perekonomian agar mampu menciptakan lapangan kerja dan menata

PROFIL KEMISKINAN DI NUSA TENGGARA BARAT MARET 2015

TINGKAT KEMISKINAN RIAU MARET 2010

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Kemiskinan dapat diukur secara langsung dengan menetapkan persedian sumber

TINGKAT KEMISKINAN DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA SEPTEMBER 2013 SEBESAR 15,03 PERSEN

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2009

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2015

PROFIL KEMISKINAN MALUKU UTARA MARET 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH SEPTEMBER 2014

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah Persentase (Juta) ,10 15,97 13,60 6,00 102,10 45,20. Jumlah Persentase (Juta)

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2014 SEBESAR 15,00 PERSEN RINGKASAN

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2014

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan proses pembangunan yang. dilaksanakan oleh suatu daerah atau negara dalam rangka memakmurkan warga

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI NTT MARET 2010

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2013

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2015

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA TAHUN 2011

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGAH SEPTEMBER 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI ACEH MARET 2016

BPS PROVINSI SUMATERA UTARA PROFIL KEMISKINAN SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI KABUPATEN PESISIR SELATAN 2016

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI LAMPUNG

PENGARUH VARIABEL EKONOMI DAN SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP STATUS EKONOMI PEREMPUAN DI KABUPATEN JEMBRANA

BPS PROVINSI LAMPUNG ANGKA KEMISKINAN LAMPUNG SEPTEMBER PERKEMBANGAN PENDUDUK MISKIN DI LAMPUNG. No. 08/07/18/TH.

TINGKAT KEMISKINAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA MARET 2013 SEBESAR 15,43 PERSEN RINGKASAN

TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2016

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

PROFIL KEMISKINAN DI SULAWESI TENGGARA MARET 2016 RINGKASAN

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI MARET 2017

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan dalam bangsa, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi, perubahan

sebanyak 158,86 ribu orang atau sebesar 12,67 persen. Pada tahun 2016, jumlah penduduk miskin mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, yaitu se

TINGKAT KEMISKINAN DI PROVINSI BENGKULU SEPTEMBER 2014

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI BANTEN MARET 2015

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

I. PENDAHULUAN. dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah


TINGKAT KEMISKINAN DI DKI JAKARTA MARET 2012

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Riau pada Maret 2017 adalah 514,62 ribu jiwa atau 7,78 persen dari total penduduk.

KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI KALIMANTAN BARAT

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI JAWA TENGAH SEPTEMBER 2012

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi penduduk miskin tersebut. Pengukuran kemiskinan yang terpercaya (reliable) dapat menjadi instrumen yang baik bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada perbaikan kondisi hidup masyarakat miskin. Pengukuran kemiskinan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Menurut pendekatan ini, penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan (GK). Secara teknis GK dibangun dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non 1

2 Makanan (GKNM). GKM merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kilo kalori per kapita per hari; sedangkan GKNM merupakan kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Gambar 1.1 Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008-2013 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2008-2013 Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun 2008, jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali sebanyak 205,7 ribu jiwa (5,85 persen). Kemudian pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali menurun menjadi 173,6 ribu jiwa (4,88 persen). Namun pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali kembali meningkat menjadi 221,6 ribu jiwa (5,67 persen). Pada tahun 2011 jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali menurun menjadi 183,1

3 ribu jiwa (4,59 persen). Kemudian pada tahun 2012 jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali turun lagi menjadi 158,9 ribu jiwa (3,95 persen). Namun pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali kembali meningkat menjadi 182,8 ribu jiwa (4,49 persen). Di Kabupaten Jembrana, jumlah penduduk miskin pada tahun 2008 sebanyak 20,4 ribu jiwa (7,97 persen). Kemudian pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Jembrana menurun menjadi 17,6 ribu jiwa (6,80 persen). Namun pada tahun 2010 jumlah penduduk miskin di Kabupaten Jembrana meningkat menjadi 21,3 ribu jiwa (8,11 persen). Kemudian terus menurun berturutturut selama periode 2010-2011, 2011-2012, dan 2012-2013 masing-masing sebesar 17,6 ribu jiwa (6,56 persen), 15,3 ribu jiwa (5,74 persen), dan 14,9 ribu jiwa (5,56 persen). Bila dibandingkan dengan kondisi Provinsi Bali terlihat bahwa persentase penduduk miskin di Kabupaten Jembrana masih lebih tinggi dari Provinsi Bali. Menurut Nehen (2012), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung cukup banyak, mulai dari tingkat pertumbuhan output (atau produktivitas tenaga kerja), tingkat upah bersih, distribusi pendapatan, kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia), tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, ketersediaan fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air, dan lokasi pemukiman), penggunaan teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam di satu wilayah, etos kerja dan motivasi kerja, budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam, dan peperangan. Kalau

4 diamati, sebagian besar dari faktor-faktor tersebut juga saling mempengaruhi satu sama lainnya. Abdourahman (2010) menyatakan dengan mengurangi beban kerja perempuan dalam aktivitas rumahtangga, dapat memberikan peluang untuk kegiatan lain yang produktif, misalnya bekerja dengan menerima upah. Hal ini akan memberikan kontribusi dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan di semua tingkat. Hal tersebut juga akan memberdayakan perempuan dan membuat perempuan mendapatkan haknya, serta dapat aktif untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan. Menurut Arsyad (2008), meningkatnya peran kaum perempuan perdesaan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga melalui usaha-usaha ekonomi kecil atau usaha sektor informal merupakan perwujudan dari keberhasilan gerakan feminisme. Pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi mempunyai relevansi yang tepat terhadap upaya mewujudkan emansipasi. Aktivitas ekonomi kaum perempuan sering memberikan kontribusi yang besar terhadap corak perekonomian rumahtangga. Peran kaum perempuan diarahkan pada pemenuhan kebutuhan rumahtangga yaitu menambah penghasilan suami dan pendapatan keluarga, belanja sehari-hari, biaya sekolah anak-anak, dan juga sebagai tabungan untuk kebutuhan menjaga kesehatan keluarga. Tingkat pendidikan merupakan variabel yang cukup penting dalam melihat variasi tingkat kemiskinan. Pendidikan akan mempengaruhi sikap dan pandangan seseorang terhadap suatu hal. Dengan pendidikan yang semakin tinggi diharapkan

5 tingkat kemiskinan semakin rendah. Ukuran yang sangat mendasar dari tingkat pendidikan adalah kemampuan membaca dan menulis penduduk dewasa yang tercermin dari angka melek huruf. Angka melek huruf merupakan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin maupun huruf lainnya. Gambar 1.2 Angka Melek Huruf Perempuan 15 Tahun Ke Atas Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008-2013 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2008-2013 Angka melek huruf perempuan di Provinsi Bali mengalami kenaikan dari 81,20 persen pada tahun 2008 menjadi 81,80 persen pada tahun 2009. Kemudian terus meningkat berturut-turut selama periode 2009-2010, 2010-2011, 2011-2012, dan 2012-2013 masing-masing sebesar 83,79 persen, 83,84 persen, 85,03 persen, dan 86,05 persen. Di Kabupaten Jembrana, angka melek huruf perempuan

6 mengalami penurunan dari 84,70 persen pada tahun 2008 menjadi 84,21 persen pada tahun 2009. Kemudian turun lagi pada tahun 2010 menjadi 84,19 persen. Sebaliknya pada tahun 2011, 2012, dan 2013, angka melek huruf mengalami kenaikan menjadi 85,90 persen, 86,21 persen, dan 88,89 persen. Bila dibandingkan dengan kondisi Provinsi Bali terlihat bahwa angka melek huruf perempuan di Kabupaten Jembrana masih selalu lebih tinggi dari Provinsi Bali. Dari pembahasan sebelumnya terlihat bahwa persentase penduduk miskin Kabupaten Jembrana masih lebih tinggi daripada persentase penduduk miskin di Provinsi Bali. Padahal tingkat pendidikan perempuan di Kabupaten Jembrana selalu lebih tinggi dari angka provinsi. Oleh sebab itu, perlu dilacak faktor lain yang menyebabkan persentase penduduk miskin di Kabupaten Jembrana lebih tinggi dari angka Provinsi Bali, khususnya ditinjau dari aktivitas ekonomi perempuan. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mengindikasikan besarnya penduduk usia kerja yang aktif secara ekonomi di suatu negara atau wilayah. TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja terhadap jumlah penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja (labour supply) yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Secara langsung naik turunnya faktor produksi akan memberikan dampak terhadap tinggi rendahnya faktor permintaan dan penawaran tenaga kerja. Pada tahun 2008 TPAK perempuan di Provinsi Bali sebesar 70,03 persen, kemudian naik kembali menjadi 70,47 persen pada tahun 2009. Namun pada tahun 2010 dan 2011, TPAK perempuan di Provinsi Bali mengalami penurunan yaitu menjadi 70,16 persen dan 66,89 persen. Pada tahun 2012 TPAK perempuan di

7 Provinsi Bali naik sedikit menjadi 69,61 persen. Kemudian pada tahun 2013, TPAK perempuan di Provinsi Bali mengalami penurunan yaitu menjadi 66,52 persen. Gambar 1.3 TPAK Penduduk Perempuan 15 Tahun Ke Atas Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2008-2013 Sumber: BPS Provinsi Bali, 2008-2013 TPAK perempuan di Kabupaten Jembrana pada tahun 2008 sebesar 66,28 persen. Namun pada tahun 2009 dan 2010 TPAK perempuan di Kabupaten Jembrana mengalami penurunan yaitu dari 65,31 persen menjadi 63,74 persen. Namun pada tahun 2011 dan 2012 TPAK perempuan di Kabupaten Jembrana mengalami kenaikan menjadi 70,49 persen dan 70,22 persen. Kemudian pada tahun 2013, TPAK perempuan di Kabupaten Jembrana mengalami penurunan menjadi 60,16 persen. Dari pembahasan di atas terlihat bahwa pada tahun 2008-2010 dan

8 2013 angka TPAK perempuan di Kabupaten Jembrana masih lebih rendah dari angka TPAK perempuan di Provinsi Bali. Peningkatan angka TPAK perempuan tidak berarti meningkatnya jumlah atau persentase pekerja perempuan dengan status pekerjaan yang lebih baik. Hal ini karena peningkatan TPAK perempuan tidak diikuti oleh peningkatan peluang kerja yang baik bagi perempuan. Masih banyak perempuan yang termasuk dalam kategori pekerja keluarga yang tidak dibayar (tidak mendapat upah). Kemudian lebih dari separuh perempuan yang bekerja terkonsentrasi dalam pekerjaan yang bergaji rendah (Nurlasera, 2010). Menurut Hastuti (2007), perempuan miskin tidak mempunyai prioritas untuk pengembangan sumber daya karena keterbatasan modal, pendidikan, dan keterampilan. Perempuan miskin akan semakin terpinggirkan ke sektor yang kurang produktif dan berpendapatan rendah. Hal ini didukung oleh konstruksi sosial budaya agar perempuan tetap berada pada posisi mengerjakan pekerjaan domestik dan pekerjaan yang kurang produktif karena hanya pekerjaan itu yang dianggap paling cocok untuk perempuan karena rendahnya human capital yang dimiliki perempuan. Perempuan yang memasuki pasar kerja memiliki peluang yang lebih kecil untuk memperoleh pekerjaan daripada laki-laki. Hal ini terjadi karena pengaruh lingkungan yang kurang mendukung seperti pengambilan keputusan dan penguasaan aset yang didominasi laki-laki, perlunya izin suami bila istri ingin bekerja atau berusaha, dan perempuan yang bekerja tetap bertanggung jawab mengelola urusan keluarga. Pekerja perempuan juga mengalami diskriminasi dalam

9 hal penggajian dan kurang mendapat hak-hak yang menyangkut kesehatan reproduksi di tempat kerja (Kementrian Koordinator Bidang Kesra, 2005). Menurut Haryanto (2008), peningkatan partisipasi perempuan dalam kegiatan ekonomi karena: pertama, adanya perubahan pandangan dan sikap masyarakat tentang sama pentingnya pendidikan bagi kaum perempuan maupun lelaki, serta makin disadarinya perlunya kaum perempuan ikut berpartisipasi dalam pembangunan, kedua, adanya kemauan perempuan untuk bermandiri dalam bidang ekonomi yaitu berusaha membiayai kebutuhan hidupnya dan mungkin juga kebutuhan hidup dari orang-orang yang menjadi tanggungannya dengan penghasilan sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi perempuan untuk bekerja di sektor publik semakin tinggi. Dalam situasi dimana tingkat partisipasi perempuan rendah dalam angkatan kerja, intervensi sebaiknya diarahkan untuk memungkinkan para perempuan dalam rumahtangga miskin memperoleh pekerjaan produktif, hal ini merupakan cara efektif dalam menurunkan kemiskinan serta jumlah pekerja miskin. Langkahlangkah tersebut harus diarahkan untuk memudahkan masuknya perempuan ke dalam angkatan kerja dan aksesnya ke pekerjaan produktif, yang dilengkapi dengan sistem perlindungan sosial (Kantor Perburuhan Internasional, 2010). Diduga terdapat hubungan antara kemiskinan dengan TPAK perempuan di Kabupaten Jembrana. Berdasarkan fenomena tersebut, menjadi hal penting sebagai latar belakang penelitian ini untuk melihat apakah terdapat hubungan antara kemiskinan dengan aktivitas ekonomi perempuan yang diukur dari beberapa variabel ekonomi dan sosial demografi. Selain fakta di atas, penelitian ini meneliti

10 status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana dengan melihat beberapa pertimbangan, yaitu: 1) Dalam beberapa tahun terakhir Kabupaten Jembrana memiliki persentase penduduk miskin terbanyak bila dibandingkan dengan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2) Pada tahun 2013 TPAK perempuan di Kabupaten Jembrana termasuk TPAK perempuan terendah kedua bila dibandingkan dengan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Adakah hubungan antara variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) dengan status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana? 2) Apakah variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana? 3) Bagaimanakah pengaruh variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) secara parsial terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana? 4) Variabel manakah yang dominan berpengaruh terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana?

11 1.3 Tujuan Penelitian Secara umum tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel ekonomi dan sosial demografi terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana Tahun 2013, sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah. 1) Untuk menganalisis hubungan variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) dengan status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana. 2) Untuk menganalisis pengaruh variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) secara simultan terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana. 3) Untuk menganalisis pengaruh variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) secara parsial terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana. 4) Untuk menganalisis variabel yang dominan berpengaruh terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana. 1.4 Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan dalam memperkuat pembuktian teori atau jurnal yang dapat

12 menjadi wacana bagi penelitian berikutnya. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan perbandingan untuk penelitian sejenis dan referensi bagi yang berminat melakukan penelitian lebih lanjut. 2) Manfaat Praktis Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi masukan bagi pemerintah daerah setempat dalam melaksanakan program-program yang terkait dengan pengentasan kemiskinan. Pemerintah juga diharapkan meningkatkan peran perempuan miskin agar lebih aktif untuk ikut serta dalam kegiatan ekonomi.