BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak Pertambahan Nilai merupakan pajak yang dikenakan atas konsumsi dalam negeri (di dalam daerah pabean), baik konsumsi barang maupun konsumsi jasa, oleh karena itu barang yang tidak dikenakan konsumsi di daerah pabean, dikenakan tarif pajak nol persen sebaliknya atas impor dikenakan pajak yang sama dengan produksi dalam negeri. Pemenuhan kewajiban pajak pertambahan nilai didasarkan pada Undangundang No. 18 Tahun 2000 tentang Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah. Dalam Laporan keuangan setidaknya menyajikan dua hal, yaitu Neraca dan Laporan Laba Rugi. Dua hal itulah yang wajib dilampirkan oleh wajib pajak di Surat Pemberitahuan PPh Badan / Orang Pribadi. Neraca menyajikan harta, kewajiban dan ekuitas per tanggal tertentu. Sedangkan Laporan Laba Rugi menyajikan hasil kegiatan usaha Wajib Pajak selama satu periode tertentu. Kebanyakan wajib pajak selalu menyesuaikan antara periode akuntansinya dengan tahun kalender atau tahun pajak. Hal inilah yang menjadi patokan fiskus untuk mensinkronkan antara laporan keuangan dengan Surat Pemberitahuan PPh Badan. Karena periode laporan keuangan sama dengan periode tahun pajak, maka angka-angka yang 1
dilaporkan di Surat Pemberitahuan PPh Badan harus sama dengan Laporan Keuangan. Masih banyak wajib pajak yang melupakan sinkronisasi atau equalisasi antara Surat Pemberitahuan dengan Laporan Keuangan. Dimana biasanya fiskus akan berpatokan pada Surat Pemberitahuan. Surat Pemberitahuan berfungsi sebagai laporan pelaksanaan kewajiban perpajakan wajib pajak kepada kantor pajak. Sedangkan neraca dan laporan laba rugi hanyalah lampiran atau pelengkap dari Surat Pemberitahuan. Keduanya (neraca & Laporan Laba Rugi) bukan laporan wajib pajak tentang kewajiban perpajakan. Inilah yang membedakan antara Laporan Keuangan dengan Surat Pemberitahuan. Begitu juga tentang pemeriksaan. Pemeriksaan pajak berbeda dengan pemeriksaan akuntan publik. Pemeriksaan pajak bertujuan memeriksa kebenaran kewajiban perpajakan Wajib Pajak berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku sedangkan pemeriksaan akuntan publik, seperti disebut dalam laporannya, adalah untuk menguji kewajiban laporan keuangan. Akuntan publik bertanggung jawab hanya sebatas pada pernyataan pendapat. Karena itu, laporan keuangan saja belum cukup. Bagi fiskus, administrasi perpajakan yang baik mungkin lebih penting dari pada laporan keuangan yang cantik. Apalagi Direktorat Jenderal Pajak berencana menerapkan sistem administrasi perpajakan modern dan bebas kolusi secara sistemik di tahun 2010. Kalau sudah bebas kolusi secara 2
sistemik, maka tidak ada ruang lagi bagi wajib pajak dan pejabat pajak untuk menyembunyikan potensi pajak dan pembayaran pajak ke negara. SPT Tahunan PPh Badan walaupun pada hakikatnya semua pajak berasal dari penghasilan tetapi pajak penghasilan atau Income Tax memiliki kekhasan tersendiri karena cara penghitungannya sangat dekat dengan disiplin ilmu akuntansi. Dinegara kita, standar akuntansi ditentukan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan standar tersebut diakui sebagai praktek akuntansi yang paling adil dan lazim digunakan di dunia bisnis. Selain diakui oleh Institusi Pengawas Pasar Modal (Bapepam), Standar Akuntansi Keuangan Indonesia juga diakui oleh administrator pajak (Direktorat Jenderal Pajak). Artinya, laporan keuangan yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik sangat berarti bagi SPT Tahunan PPh Badan. Tetapi adakalanya penghasilan di laporan keuangan berbeda dengan SPT Tahunan PPh Badan. Tidak semua standar akuntansi dapat diterapkan untuk kepentingan pajak penghasilan. Sebagai contoh, penghitungan persediaan barang dagang, peraturan perpajakan di Indonesia yang berlaku sekarang hanya membolehkan metode FIFO dan metode rata-rata. Jika wajib pajak menggunakan metode persediaan LIFO maka nilai persediaan Wajib Pajak harus dikoreksi. Akan ada perbedaan pengakuan antara fiskal dan komersial. Wajib pajak seharusnya membuat equalisasi antara pos-pos di Laporan Keuangan komersial dan angka-angka di SPT Tahunan PPh 3
Badan. Setiap perbedaan angka antara Laporan Keuangan dengan SPT Tahunan PPh Badan, Wajib Pajak wajib mempersiapkan alasan-alasan yang rasional dan berdasar. Dimana perbedaan tersebut dikarenakan peraturan perpajakan yang berlaku, baik Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri Keuangan maupun keputusan Direktorat Jenderal Pajak. Mengingat pentingnya PPN sebagai komponen yang harus diperhitungkan dalam perusahaan, maka proses Equalisasi PPN sangat diperlukan dalam rencana kerja perusahaan tanpa harus melanggar peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Berdasarkan uraian diatas, maka dipilihlah judul untuk skripsi ini adalah : Analisis Proses Equalisasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan dalam Penentuan Pajak Terutang pada PT. Biro ASRI. B. Perumusan Masalah Dalam skripsi ini, penulis mencoba untuk membahas bagaimana evaluasi perlakuan PPN dan pengaruhnya terhadap laporan keuangan dengan rumusan masalah sebagai berikut : 1. Apakah perlakuan akuntansi atas PPN pada PT. Biro ASRI telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku umum? 2. Apakah perhitungan PPh terutang pada SPT Tahunan PPh Badan PT. Biro ASRI telah sesuai dengan UU Perpajakan? 4
3. Bagaimana proses ekualisasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan dalam penentuan PPh Terutang? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan masalah yang akan dibahas oleh penulis tersebut diatas, maka tujuan penelitiannya sebagai berikut : 1. Untuk menganalisis perlakuan akuntansi atas PPN pada PT. Biro ASRI. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis kesesuaian besarnya PPh Terutang pada SPT Tahunan PPh Badan PT. Biro ASRI dengan UU Perpajakan yang berlaku. 3. Untuk mengetahui proses ekualisasi SPT Masa PPN dengan SPT PPh Badan dalamm penentuan Pajak Terutang. D. Manfaat Penelitian Kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Penulis a. Sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu. b. Untuk menambah ilmu serta wawasan penulis mengenai perpajakan pada umumnya dan PPN pada khususnya. 2. Bagi Pihak Lain (Perusahaan) 5
a. Sebagai bahan bacaan dan masukkan yang berharga untuk perkembangan perusahaan. b. Sebagai bahan perbandingan serta evaluasi proses ekualisasi PPN di perusahaan. 6