Makalah Afektif. Siti Hamidah. Workshop Guru-Guru MAN

dokumen-dokumen yang mirip
Jurnal Pendidikan Akuntansi Indonesia, Vol. IX. No. 1 Tahun 2011, Hlm PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Oleh Sukanti 1.

PENILAIAN AFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN AKUNTANSI. Sukanti. Abstrak

I. PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang. Negara Republik Indonesia tahun 1945 berfungsi mengembangkan

BAB I PENGEMBANGAN AFEKTIF ANAK USIA DINI

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan Negara (UUSPN No.20 tahun 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 9. tentang Perlindungan Anak mmenyatakan bahwa setiap anak berhak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

REVITALISASI COOPERATIVE LEARNING MODEL THINK PAIR SHARE DALAM MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA. Oleh: N U R D I N

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jayanti Putri Purwaningrum, 2015

BAB II KAJIAN PUSTAKA

memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. belajar untuk mencapai tujuan belejar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman

2014 PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE KUIS TIM UNTUK ENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN MATEMATIS DAN SELF-CONFIDENCE SISWA SMP

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. makhluk individu dan makhluk sosial, sehingga siswa dapat hidup secara

I. PENDAHULUAN. Istilah pembelajaran dalam dunia pendidikan merupakan salah satu aspek

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pendidikan, manusia dapat mengembangkan diri untuk menghadapi tantangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. Maksudnya bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan suatu peristiwa yang

Kebijakan Assessment dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

PERENCANAAN PEMBELAJARAN PENGEMBANGAN SIKAP PESERTA DIDIK PADA KURIKULUM

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. Menurut John Holt ( 1981 ) dalam bukunya How Children Fail

I. PENDAHULUAN. didiknya. Sekolah sebagai lembaga pendidikan berusaha secara terus menerus dan

2016 PERBAND INGAN HASIL BELAJAR SISWA ANTARA MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PORTOFOLIO D ENGAN MOD EL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK D I SMKN 1 SUMED ANG

LAMPIRAN C ALAT UKUR YANG DIGUNAKAN

Taksonomi Bloom (Ranah Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) serta Identifikasi Permasalahan Pendidikan di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. penting dalam berbagai bidang kehidupan. Sebagai salah satu disiplin ilmu yang

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

PENGEMBANGAN KEGIATAN PEMBELAJARAN MAPEl PAI. Oleh Dr. Marzuki FIS -UNY

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. evaluasi. Kesemua unsur-unsur pembelajaran tersebut sangat mempengaruhi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah sarana yang dapat menumbuh-kembangkan potensipotensi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dedi Abdurozak, 2013

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan besar yang dihadapi oleh. umumnya dan dunia pendidikan khususnya adalah merosotnya moral peserta

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan yang diperolehnya seorang warga negara dapat mengabdikan diri

PENGANTAR. Kepada Yth : Siswa / Siswi Kelas I SMK Negeri 6 Yogyakarta

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

MOTIVASI BERPRESTASI ABSTRACK

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Marilah kita kaji sejenak arti kata belajar menurut Wikipedia Bahasa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

BAB I PENDAHULUAN. Di era global ini, tantangan dunia pendidikan begitu besar, hal ini yang

Pengembangan Media Pembelajaran

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN AKIDAH AKHLAK PADA MATERI :. KELAS 10/11/12 MA SEMESTER GANJIL/GENAP

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PROSES PELAKSANAAN PEMBELAJARAN BAHASA ARAB YANG EFEKTIF DAN MENYENANGKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB.I. PENDAHULUAN. landasan moral, dan etika dalam proses pembentukan jati diri bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Belajar menuntut seseorang untuk berpikir ilmiah dan mengungkapkan

BLUE PRINT SKALA KEMATANGAN VOKASIONAL. Kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta ketrampilan yang diperlukan oleh setiap orang. Dirumuskan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Dalam rangka memasuki era globalisasi, remaja sebagai generasi penerus

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN. kegiatan belajar mengajar di dalam kelas adalah sebuah proses dimana

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tingkah laku seseorang

Bagaimana Memotivasi Anak Belajar?

2016 PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS PESERTA DIDIK PADA MATA PELAJARAN GEOGRAFI

LAMPIRAN 1 SKALA EFIKASI DIRI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi paling penting yang dimiliki oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN. untuk saling berinteraksi. Melalui interaksi ini manusia dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. Nasional pada pasal 1 ayat 6 yang menyatakan bahwa guru pembimbing sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003 pasal 3. (2005:56) tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keterampilan berbahasa meliputi empat aspek yaitu menyimak, berbicara,

guna mencapai tujuan dari pembelajaran yang diharapkan.

BAB I PENDAHULUAN. dan Undang Undang Dasar Pendidikan Nasional harus tanggap. terhadap tuntutan perubahan zaman. Untuk mewujudkan cita-cita ini,

BAB II KAJIAN TEORI. analisa berasal dari bahasa Yunani kuno analusis yang artinya melepaskan.

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF METODE SAKAMOTO UNTUK MENINGKATKAN KREATIVITAS SISWA PADA PELAJARAN MATEMATIKA (PTK

BAB I PENDAHULUAN. yang ada di Indonesia. Banyak permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam

BAB 1. Pendahuluan. Adolescent atau remaja, merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi dewasa.

II. TINJAUAN PUSTAKA. mempengaruhi satu sama lain, baik antara mahluk-mahluk itu sendiri maupun

BAB I PENDAHULUAN. berpikir dan berupaya para pemerhati pendidikan merupakan hal yang bersifat. tantangan zaman dalam era globalisasi ini.

I. PENDAHULUAN. timbul pada diri manusia. Menurut UU RI No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1

BAB II LANDASAN TEORI. A. Prilaku Moral. mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,

KOMPETENSI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH MENDESAIN PENILAIAN SIKAP DALAM PEMBELAJARAN SESUAI KURIKULUM 2013

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. dihasilkan dari analisis data dapat digeneralisasikan pada populasi penelitian.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB IV HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

PENINGKATAN PERILAKU DISIPLIN BELAJAR SISWAMELALUI TEKNIK REINFORCEMENT POSITIF DALAM PEMBELAJARAN IPS

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Inggris science technology society (STS), yaitu, suatu usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Annisa Shara,2013

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan,

I. PENDAHULUAN. dapat kita temukan dan juga berbagai bidang ilmu yang telah ada dapat dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kualitas pendidikan yang baik. Pendidikan menjadi pilar pembangunan bagi

MAKALAH. Workshop Penyusunan Rubrik Penilaian Sikap Taruna Akademi Kepolisian. Oleh: Dr. Ir. Elisa Kusrini, MT, CPIM, CSCP

BAB I PENDAHULUAN. dan pengembangan potensi ilmiah yang ada pada diri manusia secara. terjadi. Dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti

BAB I PENDAHULUAN. tidak hanya menyelenggarakan pendidikan saja, tapi juga turut serta memberikan

BAB I PENDAHULUAN. bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

No membangun kurikulum pendidikan; penting dan mendesak untuk disempurnakan. Selain itu, ide, prinsip dan norma yang terkait dengan kurikulum

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

Transkripsi:

AFFECTIVE ASSESSMENT MAKALAH DISAMPAIKAN PADA WORKSHOP GURU-GURU MAN YOGYAKARTA oleh Dr. Siti Hamidah Dosen pada Jurusan PTBB-FT-UNY hamidah_siti66@yahoo.com PENDAHULUAN Aktivitas belajar merupakan hal yang seharusnya terjadi manakala guru melakukan aktivitas mengajar. Aktivitas belajar tidak hanya sekedar mendengarkan, memahami, menerapkan ataupun menilai apa yang dipelajari namun harus melibatkan semua unsur fisik, mental, emosi siswa, sehingga terjadi proses internalisasi yang bermakna bagi peningkatan diri menjadi lebih baik dan lebih berdaya guna. Jadi belajar tidak hanya melibatkan aspek kognitif saja, tetapi aspek afektif dan keterampilan. Hampir semua orang sepakat bahwa pembelajaran dimaksudkan sebagai bentuk penguatan kompetensi siswa yang meliputi ke tiga aspek tersebut. Manakala siswa belajar matematika maka pasti melibatkan aspek kognitif dengan pembelajaran bermakna; namun juga diikuti oleh emosi siswa dengan rasa senang, ada kegembiraan, ada kesungguhan kerja, ada kepuasan kerja; serta aspek keterampilan baik keterampilan berfikir atau thinking skills maupun keterampilan fisik. Namun dalam kenyataannya belum semua aspek tersentuh oleh aktivitas belajar, guru lebih mudah menggerakkan aspek kognitif dan atau keterampilan saja sehingga porsi aspek afektif jarang tersentuh ataupun mungkin terlupakan. Hal ini terjadi karena masih banyak guru mengeluhkan kesulitan untuk mengembangkan aspek afektif selama pembelajaran. Seperti apa rumusannya, bagaimana implementasinya, serta bagaimana mengevaluasinya. Mereka juga menyatakan bahwa aspek afektif sulit diamati, sulit diukur. Keadaan ini menjadikan sebagian besar guru mengabaikan aspek afektif selama pembelajaran. Kurikulum 2013 nampaknya mengisyaratkan pentingnya penguatan kompetensi siswa secara utuh. Aspek pengetahuan dan keterampilan berjalan seiring, terintegrasi melalui aktivitas pembelajaran sehingga muncul sikap sebagai wujud aspek afektif. Dengan kata lain ketiga ranah tersebut berjalan bersama-sama, mulai dari perancangan terlihat dalam RPP; implementasi terlihat pada strategi pembelajaran yang dipilih guru dan evaluasi terlihat saat proses dan hasil, terekam dalam laporan hasil belajar. Guru tidak lagi dapat mengelak untuk tidak menilai aspek

afektif, sementara kemampuan guru belum memadai mulai dari konsep, pengembangan instrumen, penggunaannya, serta pemanfaatan hasil evaluasi. Melalui workshop ini diharapkan dikuasianya kemampuan menilai aspek afektif bagi guruguru MAN Yogyakarata, dengan harapan memberi kemudahan saat harus menggunakan kurikulum 2013. KONSEP ASPEK PEMBELAJARAN AFEKTIF Aspek afektif menunjuk pada perilaku siswa yang dihubungkan dengan perasaan dan emosi dan setiap siswa memiliki cara yang khas untuk mengungkapkan perasaan ataupun emosinya. Dalam pembelajaran, maka aspek afektif ini nampak pada perilaku siswa sebagai cerminan sikap kesadaran, minat, perhatian, tanggung jawab, kepedulian, kemampuan mendengar dan merespon saat berinteraksi dengan orang lain, serta menunjuk pada nilai-nilai yang sesuai situasi pengujian dan bidang studi yang dipelajari. Secara umum aspek afektif meliputi: sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. 1. Minat Minat akan membantu siswa dalam pembelajaran, mempengaruhi prestasi siswa juga memunculkan rasa senang terhadap materi yang diajarkan. Adanya minat yang tinggi maka siswa akan menunjukkan perhatian yang tinggi pada apa yang dipelajari, tentu saja diikuti dengan rasa senang. Muncul rasa puas dengan apa yang dipelajari. Manakala kepuasan ini menurun maka hilanglah minat tersebut. Oleh karena itu guru dapat membangkitkan minat siswa dengan menggunakan minat yang ada didalam diri siswa. Guru dapat menambahkan dengan berbagai informasi tentang kemanfaatan belajar tentang topik dikaitkan dengan kehidupannya kelak. Muncul gairah belajar dan dengan suka rela mau belajar. Guru harus memahami seperti apa minat siswa. Apakah siswa mempunyai keinginan belajar karena menyenangi kegiatan itu sendiri atau karena perasaan takut terhadap guru. Minat dapat dikelompokkan: minat yang muncul dari diri sendiri atau minat internal dan minat yang disebabkan oleh dorongan dari luar atau minat eksternal. Contoh minat internal: siswa belajar bahasa Inggris karena ingin menguasai bahasa inggris dengan baik, maka munculnya minat tersebut dikarenakan semata-mata untuk belajar. Namun ketika siswa tertarik untuk belajar memasak agar dapat mengikuti lomba international maka minat ini masuk kelompok ekternal. Dorongan hadiah, yang besar atau karena gengsi bila dapat mengikuti lomba internasional itulah yang menjadi daya tarik siswa.

2. Sikap. Sikap adalah kecenderungan untuk berperilaku atau tidak berperilaku yang merupakan hasil dari atau pernyataan evaluatif terhadap obyek sikap belajar, seperti: kegiatan teori, kegiatan praktek, lingkungan belajar. Ada tiga komponen dalam sikap yaitu: kesadaran, perasaan dan perilaku. Kesadaran menunjuk pada aspek kognitif dari sikap, yang menyangkut aspek pemahaman, ataupun pengetahuan tentang obyek sikap, seperti tahu tentang aturan, faham tentang tanggung jawab. Perasaan menyangkut aspek emosional terhadap obyek sikap, seperti saya senang, saya tidak senang. Perilaku menunjuk pada perilaku sesuai dengan caranya, bisa positip atau negatif. Sikap positip menunjukkan perilaku yang kuat untuk mendalami lebih jauh apa yang menjadi target belajarnya. Namun manakala seorang siswa mempunyai sikap negatip maka akan mempersulit dirinya saat berinteraksi di dalam kelas ataupun untuk pengembangan diri. Siswa yang memiliki sikap negatip akan menunjukkan perilaku sering tidak masuk, bekerja lambat saat mengerjakan tugas, ataupun tidak produktif, dan biasanya berhubungan dengan disiplin kerja. Guru sebagai pengelola belajar harus dapat mengelola sikap siswa dengan memberi kenyamanan belajar dan memberi apresiasi atas prestasi kerjanya seperti apapun hasilnya. 3. Konsep diri Konsep diri diistilahkan dengan citra diri, harga diri atau diri yang ideal. Ini menunjuk pada pemahaman tentang diri, diskripsi tentang siapa saya. Pandangan ini menguatkan gambaran diri, pemahaman potensi dan kekuatan diri, yang akan menguatkan kearah mana masa depan, ataupun memberi kekuatan untuk menggapai cita-cita. Konsep diri ini juga memiliki peranan menjaga keseimbangan diri antara ide, perasaan, pikiran, agar selaras atau tidak saling bertentangan. Pembelajaran berfungsi mengembangkan konsep diri yang positip. Guru berperan mengembangkan diri siswa agar memiliki harga diri, memiliki arti bagi diri sendiri mapun orang lain, menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk meraih prestasi belajar yang setinggitingginya. 4. Nilai dan moral Nilai dan moral adalah menjadi pegangan bagi siswa dalam mengatur tingkah lakunya. Nilai dan moral memberi rambu-rambu apakah perbuatan yang dilakukan itu boleh dilakukan atau tidak. Dengan kata lain nilai dan moral ini akan memberi rasa aman, nyaman terhadap diri dan lingkungan. Perilaku siswa mengarah pada hal yang bersifat absolut, seperti: tidak bohong, tidak mencuri, tidak menipu, tidak mencotek, tidak melakukan perilaku curang.

Dengan melakukan penilaian aspek afektif ini guru akan mendapatkan bukti-bukti tentang unjuk kerja aspek afektif, yang selanjutnya akan digunakan untuk menetapkan tingkat pencapaian belajar. Ada beberapa cara untuk mengungkap seperti apa perilaku afektif. Krathwohl's Affective Domain (http://assessment.uconn.edu/docs/learning Taxonomy_ Affective.pdf) memberi rambu-rambu penilaian afektif ini: Tabel. Learning Taxonomy Krathwohl's Affective Domain Level dan tingkatan Menerima: merupakan level yang terendah, menunjuk pada kesediaan untuk memperhatikan stimulus tertentu yang terjadi pada situasi pembelajaran. Tugas guru: adalah mengarahkan perhatian siswa pada obyek secara positip. seperti menunjukkan rasa senang, bisa bekerja sama dengan baik dalam kelompok. Menanggapi: menunjuk pada partisipasi aktif pada situasi kelas atau kelompok, yaitu menjadi bagian dari kegiatan kelas. Memberi reaksi dengan berbagai cara dan diberikan secara suka rela. Kepuasan dalam menanggapi hal-hal yang menyenangkan ataupun bacaan yang disenangi. Tugas guru: memberi suasana belajar untuk memumculkan minat pada hal-hal yang disenangi, senang pada obyek yang ditekuni,seperti membaca buku, menolong teman, membantu kesulitan orang lain, senang kebersihan dan kerapihan. Kata-kata yang digunakan meminta, memilih obyek yang diinginkan, mengikuti, duduk tegak, berhasil menemukan, menggambarkan, menggunakan, menjawab, membantu, patuh, menyesuaikan, membahas, menyapa, membahas, laporan, memilih, menulis, mengatakan. Contoh mau membuka diri untuk mendengarkan diskusi yang kontrofersial. menghormati hak orang lain, mengingat nama orang yang baru diperkenalkan. menyelesaikan pekerjaan rumah, berpartisipasi dalam kegiatan pemecahan masalah, citacita baru, konsep, model, Menilai: berkaitan ini penentuan nilai, keyakinan, komitmen, Derajat tingkatannya mulai dari menerima suatu nilai sampai tingkat yang lebih tinggi berupa komitmen. Penialian didasarkan pada internalisasi nilai-nilai yang telah ditetapkan. Hasil pembelajaran adalah: berkaitan dengan perilaku yang konsisten dan stabil cukup terhadap nilai yang diyakini. Umumnya tujuan pembelajarannya diklasifikasikan sebagai "sikap" dan "penghargaan".. melengkapi, menjelaskan, menggambarkan, bergabung, mengundang, membenarkan, membaca, laporan, membenarkan, mengusulkan. menerima gagasan tentang kurikulum 2013 merupakan carayang terbaik untuk belajar, berpertisipasi dalam kegiatan kampus dan sebagai penggerak, menunjukkan kemampuan untuk memecahkan masalah.

Mengelola: mengaitkan, membanding-kan mensintesakan antar nilai yang satu dengan nilai lainnya, menyelesaikan konfilk antar nilai, membangun sistem nilai internal yang konsisten. Hasil belajar: berupa konseptualisasi nilai, misal mengakui tanggung jawab individu dalam hubungannya dengan orang lain. Atau organisasi sistem nilai seperti sistem nilai untuk SMK sebagai sekolah kejuruan, MAN sebagai sekolah berbasis agama Islam. Tujuan pembelajaran: seperti pengembangan falsafah hidup Karakterisasi: pada tahap ini siswa telah mampu membangun sistem nilai yang menjadi karakteristik gaya hidupnya yang konsisten. Hasil belajar berupa perilaku khas atau karakteristik siswa. Karakterisasi terbentuk dalam waktu yang reatif lama. Sistem nilai yang dibangun siswa berfungsi mengendalikan perilakunya secara berkelanjutan dan dalam situasi yang beragam yang akhirnya akan membentuk gaya hidup. mengaitkan, mengubah, mengatur, menggabungkan, membandingkan, menyeselesaikan, membela, menjelaskan, menggeneralisasikan, mengidentifikasi, mengorganisisr, menghubungkan, mengintegrasikan, mensintesa. mengubah perilaku, perilaku terpuji, mendiskriminasikan, mempengaruhi, mendenagrkan,,memodifikasi, memferifikasi, memecahkan, Mengenali kemampuan sendiri, keterbatasan diri, mengembangkan nilai-nilai dan cita-cita yang realsitik.menerima tanggung jawab mengenai perilaku seseorang, Menjelaskan secara sistimatis perencanaan pemecahan masalah, membuat skala prioritas waktu untuk kepentingan organisasi, diri sendiri dan keluarga yang efektif. Gaya hidup seseorang mempengaruhi reaksi terhadap berbagai situasi dan kondisi. Terlihat saat bekerja secara mandiri, menggunakan pendekatan tertentusaat memecahkan masalah, menunjukkan komitmen pada profesionalitasnya, Selain dengan cara tersebut diatas ada rambu-rambu kata-kata yang dapat digunakan untuk mengembangkan instrumen aspek afektif, berikut ini: Tabel. Kata kerja ranah afektif sesuai dengan taksonomi Bloom Menerima (A1) Menanggapi (A2) Menilai (A3) Mengelola (A4) Menghayati (A5) Memilih Mempertanyakan Mengikuti Memberi Menganut Mematuhi Meminati Menjawab Membantu Mengajukan Mengompromikan Menyenangi Menyambut Mendukung Menyetujui Menampilkan Melaporkan Memilih Mengatakan Memilah Menolak Mengasumsikan Meyakini Melengkapi Meyakinkan Memperjelas Memprakarsai Mengimani Mengundang Menggabungkan Mengusulkan Menekankan Menyumbang Menganut Mengubah Menata Mengklasifikasikan Mengombinasikan Mempertahankan Membangun Membentuk pendapat Memadukan Mengelola Menegosiasi Merembuk (Sumber: Juknis Penyusunan Perangkat Penilaian Afektif Di SMA, hal 5) Mengubah perilaku Berakhlak mulia Mempengaruhi Mendengarkan Mengkualifikasi Melayani Menunjukkan Membuktikan Memecahkan

Tujuan utama pembelajaran afektif adalah: mengembangkan keterampilan personal dan intrapersonal. Secara personal menjadikan siswa tumbuh kesadaran akan harga diri yang posistip dan stabil, memiliki sikap positip terhadap pekerjaannya, menumbuhkan pandangan positip terhadap masa depannya, dan memiliki antuisme terhadap pekerjaan dan lingkungannya. Oleh karena itu selama pembelajaran guru harus dapat menumbuhkan hal-hal tersebut yang teramati unjuk kerjanya baik selama proses pembelajaran maupun pada hasil belajar. Dengan kata lain guru harus dapat menumbuhkan 1) minat siswa baik internal maupun eksternal, 2) sikap positip pada mata pelajaran, 3) memiliki konsep diri yang benar dan 4) mengmbangkan nilai-nilai moral sebagai penuntut perilaku. Guru dapat melakukan pengukuran ranah afektif melalui berbagai cara: 1) metode observasi yaitu mengamati perilaku dan perbuatan siswa saat pembelajaran dikelas, 2) metode laporan diri yaitu: dapat berupa refleksi diri atau dengan profil diri sebagai bentuk pengakuan diri atas apa yang dikuasai tentang aspek afektif. Siswa adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. Siswa harus jujur saat mengunggkapkan pengakuan diri ini dan ada jaminan kenyamanan Untuk pengembangan instrumen aspek afektif ditempuh dengan prosedur sebagai berikut: 1. Menetapkan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang akan digunakan sebagai acuan pembelajaran. Dalam hal ini mempelajari ketentuan penetapan kompetensi inti dan kompetensi dasar dikaitkan dengan standar isi, silabus yang tersedia, serta menginformasikan tentang penilaian aspek afektif kepada siswa 2. Mengembangkan definisi konseptual setiap aspek hard skills yang akan di pelajari siswa. Berdasarkan silabus yang telah tersedia, guru mengembangkan ruang lingkup materi ajar sebagai hard skills. Hard skills merupakan kompetensi yang berkaitan dengan skills teknis yang mencakup aspek kognitif ataupun keterampilan. Sebagai contoh:merancang bahan keterampilan, mengerjakan soal matematika, menemukan konsep untung rugi dalam perniagaan. Untuk itu guru menetapkan konsep masing-masing, seperti konsep merancang bahan, hal yang teruang dalam soal matematika, konsep untung rugi perniagaan. 3. Mengembangkan defiinisi konseptual integrasi antara hard skills mata pelajaran tertentu dengan aspek afektif. Guru dapat memilih salah satu atau beberapa aspek afektif yang akan ditumbuhkembangkan. Misal: minat saja, sikap saja, atau gabungan keduanya, atau nilia moral dan minat.

Setelah guru dapat menetapkan aspek afektif apa, maka pada tahap berikut menetapkan pada tahap yang mana pengukuran itu akan dilakukan. Apakah mengukur pada tahap, menerima, menghayatai, mengelola atau pada tahap karakterisasi. Misalnya: guru akan mengukur sikap kerja saat mengerjakan tugas, minat terhadap materi ajar, nilai tentang kejujuran saat mengerjakan tugas. Untuk itu guru menetapkan konsep masingmasing aspek yang telah ditetapkan, serta level atau tingkat yang ingin dicapai. Apakah level menerima, menanggapi, sampai menilai. Sebagai contoh konsep yang dikembangkan adalah: mampu membantu kelompok sebagai tim kerja yang solid. Guru menetapkan akan mengukur aspek afektif sikap sampai pada tahap menerima, maka perilaku yang diamati adalah a. partisipasi aktif siswa di dalam kelompok b. kinerja siswa sebagai bagian dari kelompok c. usaha yang secara terus menerus untuk meraih kerja kelompok yanga baik. Manakala aspek afektif yang akan diamati telah ditetapkan, langkah selanjutnya mengintegrasikan aspek hard skills yang telah ditetapkan dengan aspek afektif yang telah dibuat. 4. Mengembangkan definisi operasional setiap aspek yang akan diukur. Berdasarkan konsep pada langkah tiga, guru mendifinisikan secara operasional aspek yang akan diukur. Misal: Kesungguhan dalam membantu menyelesaikan tugas kelompok dalam bidang sejarah Islam 5. Menetapkan indikator pencapaian mata pelajaran Penetapan indikator ini a. Indikator mengukur sikap terhadap terhadap mata pelajaran Sejarah Islam 1) membaca buku sejarah Islam 2) mempelajari sejarah islam dengan sungguh-sungguh 3) mengerjakan tugas sendiri ataupun kelompok dengan sungguh-sungguh 4) melakukan diskusi dengan teman tentang sejarah Islam b. Indikator mengukur minat 1) berusaha mendalami sejarah islam dengan senang hati 2) antusias mengikuti pelajaran sejarah Islam 3) memilki catatan pelajaran sejarah islam dengan lengkap 4) memiliki buku-buku yang terkait dengan sejarah islam

c. Indikattor konsep diri 1) konsep diri positip, makakala siswa percaya diri, optimis, bersikap positip terhadap apa saja yang dibebankan pada mata pelajaran tertentu. Tidak takut gagal, menggunakan kegagalan sebagai cambuk untuk maju, dapat menghargai diri sendiri, sikap posiitip terhadap pekerjaan 2) konsep diri negatif, manakala siswa mudah putus asa, mudah menyerah, bila gagal akan menyalahkan diri sendiri, mudah menyalahkan orang lain. 3) Indikator yang dikembangkan a) memilih mata pelajaran yang mudah difahami b) mampu mengatasi kesulitan mempelajari mata pelajaran yang disulit c) memiliki kecepatan dalam memahami mata pelajaran d) senang dengan tantangan e) tidak pernah menyalahkan diri sendiri d. Indikator Nilai dan Moral Nilai terungkap melalui keinginan berbuat dan perbuatan yang diwarnai oleh keyakinan akan sesuatu. Tindakan ini merupakan refkeksi dari nilai yang dianut. 6. Mengembangkan instrumen.. Instrumen dikembangkan berdasarkan pilahan aspek afektif: dan skala pengukurannya. (Jaedun. tth) Berikut contohnya a. Minat terhadap pelajaran sejarah islam, dengan skala Thurstone No Pernyataan 7 6 5 4 3 2 1 1 Saya senang belajar sejarah islam 2 Pelajaran matematika sangat bermanfaat untuk kehidupan 3 Saya berusaha tidak terlambat pada setiap mata pelajaran 4 Saya berusaha memiliki buku pelajaran dan membacanya 5 Pelajaran sejarah islam sangat membosankan 6 Saya dapat mengelola waktu belajar dengan baik

b. Sikap Sikap terhadap mata pelajaran bahasa arab No Pernyataan SS S N TS STS 1 Pelajaran bahasa arab sulit 2 Pelajaran bahasa arab bermanfaat 3 Pelajaran bahasa arab mudah dan menarik 4 Pelajaran bahasa arab hanya cocok bagi para ustad 5 Pelajaran bahasa arab membosankan 6 Pelajaran bahasa arab harus disertai dengan media yang menarik c. Contoh skala beda semantik Pelajaran Bahasa Inggris Pernyataan 7 6 5 4 3 2 1 Pernyataan Menyenangkan Membosankan sulit Mudah Bermanfaat Sia-sia Menantang Menjemukan Banyak sedikit Menarik menjemukan Bersemangat Lesu d. Konsep diri Contoh instrumen: 1) Sulit untuk memahami bacaan bahasa ingris 2) Mudah untuk memahami bacaan Al-Qur an sesuai tajwidnya 3) Mampu membuat tulisan ilmiah 4) Mampu membuat lukisan yang sulit 5) Mampu mengembangkan produk inovatif e. Nilai dan Moral Contoh pernyataan untuk instrumen moral. 1) Bila tidak bohong dalam menghitung makanan saat jajan di kantin sekolah 2) Suka membantu orang lain yang menemui kesulitan 3) Ramah terhadap siapa saja yang saya kenal 4) Menunjukkan wajah yang menyenangkan 5) Menepati janji menjadi sesuatu yang selalu saya usahakan.

KESUMPULAN Penilaian afektif menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pembelajaran. Penilaian ini dapat dilakukan guru baik saat pembelajaran berlangsung dan saat diakhir pembelajaran. Penialian afektif meliputi aspek: sikap, minat, penilaian diri serta nilai dan moral. Pembuatan instrumen untuk setiap aspek dapat mengikuti ranah Taxonomy Krathwohl's Affective Domain atau taksonomi Bloom. Pengembangan instrumen dapat menggunakan skala sikap, Thrustone, dan beda Semantik. Daftar Pustaka Depertemen Pendidikan Nasional. tth. Juknis Penyusunan Perangkat Penilaian Afektif Di SMA, Jakarta DepDikNas Jaedun, A.. tth. Penilaian ranah Afektif. Yogyakarta: Fakultas Teknik Krathwohl's. tth. Affective Domain. diambil dari http://assessment.uconn.edu/docs/learning Taxonomy_ Affective.pdf pada tanggal 12 September 2013