BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi morfologi Ipomoea batatas Lamk.

dokumen-dokumen yang mirip
STUDI KERAGAMAN MORFOLOGI PADA SEPULUH KULTIVAR Ipomoea batatas. Lamk. Mahasiswa Prodi Biosain Pascasarjana UNS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

6. Panjang helaian daun. Daun diukur mulai dari pangkal hingga ujung daun. Notasi : 3. Pendek 5.Sedang 7. Panjang 7. Bentuk daun

STUDI KERAGAMAN MORFOLOGI, STRUKTUR SERBUK SARI DAN POLA PITA ISOZIM PEROKSIDASE Ipomoea batatas Lamk. TESIS

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Lokasi Penelitian. B. Perancangan Penelitian. C. Teknik Penentuan Sampel. D. Jenis dan Sumber Data

Lampiran 1. Panduan Pengujian Individual Kebaruan, Keunikan, Keseragaman dan Kestabilan Melon (Deptan, 2007)

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

Lampiran 1. Sidik Ragam Parameter Jumlah Sulur (Buah Sulur) pada Umur Tanaman 20, 30, 40, 50 dan 60 HST. Sumber Keragaman db KT

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

III. BAHAN DAN METODE

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Morfologi dan Syarat Tumbuh Tanaman Kedelai. Kedelai merupakan tanaman asli subtropis dengan sistem perakaran terdiri dari

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. dilaksanakan dari bulan Mei 2016 sampai Juni 2016.

III. METODE PENELITIAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakterisasi secara morfologi beberapa kultivar cabai di Yogyakarta

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tomat

BAB III METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA. antara cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Lampiran 1. Peta Lokasi Kabupaten Simalungun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

HASIL. Gambar 1 Permukaan atas daun nilam Aceh. Gambar 2 Permukaan atas daun nilam Jawa.

A : JHONI ILMU PENGETAHUAN ALAM IV IPA SD KELAS IV

BAB III METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulanjuni sampai Juli 2012 di Desa

Lampiran 1. Bagan penelitian Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV

TINJAUAN PUSTAKA Botani Ubijalar

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi dan Botani Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Lingkungan Tumbuh

LAMPIRAN. Lampiran 1. Lay Out Penelitian Rancangan Acak Lengkap

PELAKSANAAN PENELITIAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Penanda Morfologi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Morfologi Tanaman Begonia

Ini Dia Si Pemakan Serangga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. beberapa Kecamatan yaitu Kecamatan Kota Tengah, Kecamatan Kota Utara dan

A. Struktur Akar dan Fungsinya

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

Bagian-Bagian Tumbuhan dan Fungsinya IPA SD Kelas IV

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 307/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JERUK KEPROK BATU 55 SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Trustinah (1993) sistematika (taksonomi) kacang tanah diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) divisi spermatophyta, subdivisi angiospermae, kelas monocotyledonae,

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae,

BAB I PENDAHULUAN. melimpah dari Sabang sampai Merauke. Kekayaan sumber daya alam. tersebut salah satunya adalah keanekaragaman tumbuhan yang tinggi

BAB III METODE PENELITIAN

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan memiliki batang berbentuk segi empat. Batang dan daunnya berwarna hijau

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. Gladiol berasal dari bahasa latin Gladius yang berarti pedang kecil, menunjukkan

LAMPIRAN. Lampiran 1. Layout Penelitian C3 B1 C1 D2 A2 E2 B3 C2 E3 B2 D3 A1. Keterangan:

STRUKTUR DAN FUNGSI JARINGAN TUMBUHAN

ORGAN DAN SISTEM ORGAN PADA TUMBUHAN. Pertemuan Ke-5

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman

PENGENALAN VARIETAS LADA, PALA, dan CENGKEH. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat November 2015

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

PEMBAHASAN Analisis Diskriminan terhadap Tanaman M-1

PERAKITAN VARIETAS SALAK :

DESKRIPSI VARIETAS UNGGUL UBIJALAR UJ-1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Teknologi Produksi Ubi Jalar

JUPEMASI-PBIO Vol. 1 No. 1 Tahun 2014, ISSN: Halaman 93-97

Latar belakang Seperti layaknya makhluk hidup yang lain tumbuhan pun memiliki organ-organ penyusun tubuh seperti akar, batang, daun, dan bunga.

BAB. Bagian-Bagian Tumbuhan dan Fungsinya

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. muda. Tanaman ini merupakan herba semusim dengan tinggi cm. Batang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) termasuk famili Graminae

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum


LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 3511/Kpts/SR.120/10/2009 TANGGAL : 12 Oktober 2009 DESKRIPSI SALAK VARIETAS SARI INTAN 541

DESKRIPSI VARIETAS UNGGUL UBI JALAR UJ -1

MENGENAL VARIETAS/KLON ANJURAN KOPI. DAN Cara perbanyakannya

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Kopi Liberika (Coffea liberica)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 308/Kpts/SR.120/4/2006 TENTANG PELEPASAN JAMBU BOL GONDANG MANIS SEBAGAI VARIETAS UNGGUL

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

MATERI DAN METODE. Gambar 3.1.Lokasi Penelitian

320 Biologi, Sains, Lingkungan, dan Pembelajarannya_

LAMPIRAN. 1. Deskripsi jenis Anggrek yang ditemukan di Hutan Pendidikan USU

TINJAUAN PUSTAKA Botani Buah Naga

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 11. Organisasi KehidupanLatihan Soal 11.3

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Klasifikasi dan Deskripsi Tanaman Cabai Rawit (Capsicum frutescensl.)

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 80/Kpts/SR.120/3/2005 TENTANG PELEPASAN CABE BESAR HIBRIDA DEWARENGKU SEBAGAI VARIETAS UNGGUL MENTERI PERTANIAN,

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

Lampiran 1. Persyaratan teknis minimal pupuk organik % % % ppm. Sel/ml %

BAB I PENDAHULUAN. yaitu dilihat dari beberapa bentuk dan karakteristik jenis tanamanya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

Lampiran 1. Deskripsi Varietas TM 999 F1. mulai panen 90 hari

TINJAUAN PUSTAKA. Di Indonesia tanaman seledri sudah dikenal sejak lama dan sekarang

HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi tanaman buah naga adalah sebagai berikut ; Divisi: Spermatophyta, Subdivisi : Angiospermae, Kelas : Dicotyledonae, Ordo:

Transkripsi:

digilib.uns.ac.id 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Morfologi Ipomoea batatas Lamk. Karakterisasi morfologi Ipomoea batatas Lamk. dilakukan dengan mengamati organ tanaman seperti ubi, batang, daun, dan bunga. Pengamatan morfologi ubi meliputi tipe formasi, bentuk, warna kulit, warna daging, dan pola penyebaran warna sekunder. Pengamatan morfologi batang meliputi tipe batang, warna, diameter, dan panjang ruas (internodus). Karakterisasi morfologi daun yang diamati meliputi bentuk helaian, bentuk tepi (kedalaman cuping), jumlah cuping, bentuk ujung, panjang, warna tulang daun, warna helaian daun dewasa, warna helaian daun muda, warna tangkai, dan panjang tangkai. Adapun pengamatan morfologi bunga terdiri dari bentuk mahkota, warna mahkota, bentuk ujung kelopak, warna kelopak, warna kepala putik, warna tangkai putik, dan kedudukan kepala putik. Hasil pengamatan morfologi I.batatas Lamk. dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 2: Hasil pengamatan morfologi sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. Karakter Morfologi Kultivar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 A Ubi 1 Tipe formasi tertutup - - - - Tipe formasi terbuka - Tipe formasi tersebar - - - - - - - - - 2 Bentuk membulat - - - - - - - - - Bentuk elips membulat - - - - - - - - Bentuk bulat telur - - - - - - - Bentuk oblong panjang - - - - - - - - - Bentuk elips memanjang - - - - - - - 3 Warna kulit krem - - - - - - - - Warna kulit kuning - - - - - - - - - Warna kulit merah - - - - - Warna kulit merah ungu - - - - - - - - - Warna kulit ungu sangat tua - - - - - - - - - 4 Warna daging putih - - - - - - - - - Warna daging krem - - - - - - - Warna daging kuning - - - - - - - - Warna daging oranye - - - - - - - - - Warna daging sangat ungu - - - - - - - 5 Pola penyebaran tidak ada - - - 32

Karakter Morfologi Pola penyebaran cincin tipis pada korteks Pola penyebaran mengelompok dan melingkar Pola penyebaran Cincin tipis pada daging ubi digilib.uns.ac.id 33 Kultivar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - B Batang 1 Warna hijau - - - - Warna semburat ungu - - - - - - - - Warna ungu - - - - - - - - - Warna ungu tua - - - - - - - - - 2 Diameter ruas sangat tipis (< 3 mm) - - - - - - - - Diameter ruas tipis (4 6 mm) - - - Diameter ruas Cukup (7 9 mm) - - - - - - - - - 3 Panjang ruas pendek (4 5 cm) - - Panjang ruas Cukup (6 9 cm) - - - - - - - - C Daun 1 Helaian berbentuk hati - - - - - - - Helaian bentuk segitiga - - - - - - - Helaian berbentuk cuping - - - - - - 2 Tepi bentuk rata - - - - - - Tepi berlekuk dangkal - - - - - - Tepi berlekuk sedang - - - - - - - - - Tepi berlekuk dalam - - - - - - - - - 3 Jumlah cuping 1 - - - - - - Jumlah cuping 3 - - - - - Jumlah cuping 5 - - - - - - 4 Bentuk ujung meruncing - - - Bentuk ujung runcing - - - - - - - - - Bentuk ujung elips - - - - - - - - 5 Panjang daun: pendek (< 8 cm) - - - - - - - - Panjang daun: Sedang (8-15 cm) - - 6 Warna tulang daun hijau - - - - - - - - Warna Tulang daun utama sebagian berwarna ungu - - - - - - - - - Warna semua tulang daun ungu - - - 7 Warna helaian dewasa hijau - - - Warna helaian dewasa permukaan atas hijau - permukaan bawah ungu - - - - - - - - Warna helaian dewasa Permukaan atas dan bawah ungu - - - - - - - - - 8 Warna helaian muda kuning kehijauan - - - - - - - - - Warna helaian muda hijau dengan warna ungu melingkar pada tepi daun - - - - - - - Warna helaian muda hijau dengan tulang daun ungu pada permukaan - - - - - - - -

digilib.uns.ac.id 34 Karakter Morfologi atas daun Warna helaian muda permukaan atas dan bawah ungu Kultivar 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 - - - - - - 9 Warna tangkai hijau - - - - - - - - Warna tangkai hijau dengan ujung tangkai dekat daun ungu - - - - - Warna tangkai hijau dengan pangkal dan ujung tangkai ungu - - - - - - - - Warna tangkai sebagian besar tangkai ungu dengan sedikit warna hijau - - - - - - - - - 10 Panjang tangkai pendek (5-10 cm) - - - - - - Panjang tangkai Sedang (11-15 cm) - - - - D Bunga 1 Mahkota berbentuk bintang - - - - - - - Mahkota berbentuk pentagonal - - - - - - - Mahkota berbentuk melingkar - - - - - 2 Mahkota berwarna putih dengan leher ungu - - - - Mahkota berwarna ungu muda dengan leher ungu - - - - - - 3 Bentuk ujung kelopak runcing 4 Warna kelopak hijau - - Warna kelopak Sebagian hijau sebagian ungu - - - - - - - - 5 Warna kepala putik putih 6 Warna tangkai putik putih 7 Kedudukan kepala putik sejajar - - - - - - - - Kedudukan kepala putik sedikit lebih tinggi - - - - - Kedudukan kepala putik menonjol - - - - - - - Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh Hasil pengamatan morfologi sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. menunjukkan adanya perbedaan dan keragaman pada masing-masing kultivar. Berdasarkan ciri morfologi tersebut selanjutnya akan dibahas satu persatu mengenai organ tanaman yang diamati di kebun Balitkabi Malang sehingga akan diketahui keragaman dari masing-masing kultivar Ipomoea batatas Lamk. 1. Ubi Ipomoea batatas Lamk. menghasilkan ubi sebagai hasil pertumbuhan sekunder dari beberapa akar ubi (tuberous roots) pada zona perakaran

digilib.uns.ac.id 35 (lapisan tanah sedalam 20-25 cm). Ubi yang diamati adalah ubi yang telah berumur 4-4.5 bulan atau ubi yang sudah dipanen. Pengamatan ubi Ipomoea batatas Lamk. yang dilakukan di lapangan meliputi tipe formasi, bentuk, warna kulit, warna daging, dan pola penyebaran warna sekunder. Morfologi ubi Ipomoea batatas Lamk. dapat dilihat pada gambar 19. 3 4 1 2 5 8 9 6 7 10 Gambar 19 : Morfologi ubi Ipomoea batatas Lamk. Keterangan : 1. Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh Hasil karakterisasi morfologi ubi pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. terdapat perbedaan pada semua karakter yang diamati yaitu tipe formasi, bentuk, warna kulit, warna daging, dan pola penyebaran warna sekunder. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 4. Tipe formasi ubi terbuka ditemukan pada kultivar Antin 1, Antin 2, Antin 3, Beta 2, Papua Solossa, Sari, dan Sukuh, sedangkan tipe formasi tertutup terdapat pada kultivar Kidal dan Sawentar. Kultivar Beta 1 mempunyai tipe formasi yang berbeda dengan sembilan kultivar yang lain yaitu tipe tersebar. Karakterisasi morfologi bentuk ubi juga terdapat beberapa variasi meliputi: bentuk ubi elips memanjang ditemui pada kultivar Antin 1, Beta 1, Beta 2, Papua Solossa, dan Sari. Kultivar Antin 2, Kidal dan Sawentar memiliki bentuk ubi bulat telur.

digilib.uns.ac.id 36 Bentuk ubi oblong panjang hanya dimiliki oleh kultivar Antin 1, sedangkan bentuk ubi membulat hanya terdapat pada kultivar Sukuh. Tabel 3: Hasil pengamatan morfologi ubi pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. Karakter Morfologi Ubi No Kultivar Tipe Warna Warna Pola Penyebaran Bentuk formasi kulit daging warna sekunder 1 Antin 1 Terbuka Oblong Sangat mengelompok dan Krem panjang ungu melingkar 2 Antin 2 Terbuka Bulat telur Merah Sangat ungu ungu Tidak ada 3 Antin 3 Terbuka Ungu Elips Sangat Cincin tipis pada sangat memanjang ungu daging ubi tua 4 Beta 1 Tersebar Elips memanjang Merah Oranye Tidak ada 5 Beta 2 Terbuka Elips cincin tipis pada Merah Kuning membulat korteks 6 Kidal Tertutup Bulat telur Merah Krem Tidak ada 7 Papua Elips Terbuka Solossa memanjang Kuning Kuning Tidak ada 8 Sari Terbuka Elips membulat Merah Krem Tidak ada 9 Sawentar Tertutup Bulat telur Merah Krem Tidak ada 10 Sukuh Terbuka membulat Krem Putih Tidak ada Pengamatan warna kulit ubi juga ditemukan perbedaan. Pada kultivar Antin 1 dan Sukuh mempunyai warna kulit krem. Warna kulit ubi merah terdapat pada kultivar Beta 1, Beta 2, Kidal, Sari dan Sawentar. Sedangkan warna kulit ubi kuning hanya terdapat pada kultivar Papua Solossa. Warna kulit merah ungu hanya terdapat pada kultivar Antin 2 dan warna kulit ungu sangat tua hanya dimiliki oleh kultivar Antin 3. Karakterisasi warna daging ubi dari sepuluh kultivar terdapat lima variasi, yaitu warna daging sangat ungu, oranye, kuning, krem, dan putih. Warna daging sangat ungu terdapat pada kultivar Antin 1, Antin 2, dan Antin 3. Warna daging oranye hanya terdapat pada kultivar beta 1. Kultivar Beta 2, dan Papua Solossa memiliki warna daging kuning. Kultivar Kidal, Sari, dan Sawentar warna dagingnya krem sedangkan warna daging ubi putih hanya dimiliki oleh kultivar Sukuh. Pengamatan selanjutnya pada ubi adalah pola penyebaran warna sekunder. Kultivar yang memiliki pola penyebaran mengelompok dan melingkar adalah

digilib.uns.ac.id 37 Antin 1. Pola penyebaran yang menyerupai cincin tipis pada daging ubi terdapat pada Antin 3. Kultivar Beta 2 pola penyebarannya menyerupai cincin tipis pada korteks. Adapun kultivar Antin 2, Beta 1, Kidal, Papua Solossa, Sari, Sawentar dan Sukuh tidak memiliki pola penyebaran warna sekunder. 2. Batang Batang merupakan organ tanaman yang berfungsi sebagai pendukung organ tanaman yang ada di atas tanah, tempat penimbunan makanan dan untuk transportasi air, zat makanan serta hasil fotosintesis. Pengamatan batang dilakukan pada ruas ke 10 dari ujung batang. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh ukuran batang dewasa. Pengamatan dan pengukuran meliputi warna, diameter dan panjang ruas (internodus). Hasil pengamatan morfologi batang ditunjukkan pada tabel 5. Tabel 4: Hasil pengamatan morfologi batang pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. Karakter morfologi batang No Kultivar Warna Diameter ruas Panjang ruas 1 Antin 1 Hijau tipis (4 6 mm) pendek (4 5 cm) 2 Antin 2 Hijau tipis (4 6 mm) Cukup (6 9 cm) 3 Antin 3 Semburat ungu tipis (4 6 mm) Cukup (6 9 cm) 4 Beta 1 Hijau tipis (4 6 mm) pendek (4 5 cm) 5 Beta 2 Hijau sangat tipis (< 8 mm) pendek (4 5 cm) 6 Kidal Semburat ungu tipis (4 6 mm) pendek (4 5 cm) 7 Papua Solossa Ungu tipis (4 6 mm) pendek (4 5 cm) 8 Sari Hijau sangat tipis (< 8 mm) pendek (4 5 cm) 9 Sawentar Hijau tipis (4 6 mm) pendek (4 5 cm) 10 Sukuh Ungu tua Cukup (7 9 mm) pendek (4 5 cm) Warna batang pada sepuluh kultivar I. batatas Lamk. hampir seluruhnya berwarna hijau, kecuali pada kultivar Antin 3 dan Kidal yang berwarna semburat ungu pada seluruh permukaan batang, serta pada Sukuh yang berwarna ungu tua pada batang dewasanya. Diameter batang kategori sangat tipis (< 8 mm) ditemukan pada kultivar Beta 2 dan Sari, sedangkan kategori cukup ( 7-9 mm) hanya dimiliki oleh Sukuh dan selebihnya memiliki kategori tipis (4-6 mm). Sebagian besar kultivar I. batatas Lamk. memiliki panjang ruas dengan kategori pendek (4-5 cm) kecuali pada kultivar Antin 2 dan Antin 3 termasuk kategori cukup (6-9 cm).

digilib.uns.ac.id 38 3. Daun Ipomoea batatas Lamk. memiliki daun yang berwarna hijau dengan pertulangan daun menyirip. Pengamatan daun yang dilakukan di lapangan meliputi bentuk helaian, bentuk tepi (kedalaman cuping), jumlah cuping, bentuk ujung, panjang, warna tulang daun, warna helaian daun dewasa, warna helaian daun muda, warna tangkai, dan panjang tangkai. Morfologi daun I. batatas Lamk. dapat dilihat pada gambar 20. Hasil karakterisasi morfologi daun dari sepuluh kultivar yang diamati menunjukkan adanya variasi pada semua karakter yang diamati dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 6. A B 3 4 1 2 5 A B 8 9 6 7 10 Gambar 20: Morfologi daun Ipomoea batatas Lamk. A. Foto morfologi daun dari tiap-tiap kultivar I. batatas Lamk. B. Gambar morfologi daun dari tiap-tiap kultivar I. batatas Lamk.

digilib.uns.ac.id 39 Keterangan : 1. Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh Pengamatan pada bentuk daun ditemukan adanya tiga variasi. Sebagian besar kultivar yaitu Antin 1, Antin 2, Antin 3, Beta 2, Papua Solossa, dan Sari mempunyai bentuk daun bercuping kecuali pada kultivar Beta 1, Kidal dan Sawentar berbentuk hati, dan kultivar Sukuh adalah satu-satunya kultivar yang daunnya berbentuk segitiga. Dari variasi bentuk daun, ditemukan juga variasi lain yaitu tentang tepi, jumlah cuping dan bentuk ujung daun. Kultivar yang mempunyai bentuk daun bercuping, tepi daunnya ada yang berlekuk dangkal (kultivar Antin 1, Antin 2, Antin 3, Beta 2), sedang (Kultivar Sari), dan dalam (kultivar Papua Solossa) serta jumlah cuping yang dimiliki pada umumnya tiga (Antin 1 dan Antin 3) atau lima (Antin 2, Beta 2, Papua Solossa dan Sari). Bentuk ujung daun pada kultivar yang bentuk daunnya bercuping juga terdapat variasi yaitu berujung daun meruncing (Kultivar Antin 1, Antin 2, Antin 3), runcing (Beta 2), dan ellips (kultivar Papua Solossa dan Sari). Adapun kultivar yang daunnya berbentuk hati atau segitiga semuanya bertepi daun rata dan bercuping satu, serta berujung daun meruncing (, Beta 1, Kidal, Sawentar dan Sukuh). Pengukuran panjang daun yang dilakukan terhadap masing-masing kultivar terdapat dua kategori yaitu sedang yang memiliki panjang antara 8-15 cm dan kategori pendek yang memiliki panjang daun < 8 cm. Sebagian besar kultivar termasuk dalam kategori sedang kecuali pada Antin 3 dan Sari termasuk dalam kategori pendek.. Pengamatan karakter morfologi pada daun selanjutnya adalah warna tulang daun. Kultivar Antin 1, Antin 3, Beta 1, Kidal, Papua Solossa, Sawentar dan Sukuh semua tulang daunnya berwarna ungu, pada kultivar Antin 2 tulang daun utamanya sebagian berwarna ungu. Sedangkan tulang daun yang berwarna hijau terdapat pada kultivar Beta 2 dan Sari. Warna daun yang diamati terdiri dari warna helaian daun dewasa dan muda. Pengamatan warna helaian daun dewasa dilakukan pada daun ke sepuluh, dan warna helaian daun muda pada daun kelima dari ujung batang. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat beberapa variasi warna helaian daun

digilib.uns.ac.id 40 dewasa. Pada kultivar Antin 1 di permukaan atas dan bawah daun berwarna ungu. Variasi selanjutnya adalah di permukaan atas berwarna hijau dan permukaan bawah ungu terdapat pada kultivar Antin 3 dan Papua Solossa, sedangkan variasi helaian daun yang berwarna hijau ditemukan pada kultivar Antin 2, Beta 1, Beta 2, Kidal, Sari, Sawentar dan Sukuh. Pengamatan pada warna helaian daun muda juga terdapat beberapa variasi. Variasi pertama adalah warna permukaan atas dan bawah ungu pada kultivar Antin 1, Antin 3, Beta 2, dan Sari. Variasi kedua adalah daun berwarna kuning kehijauan hanya terdapat pada kultivar Antin 2. Variasi selanjutnya adalah warna hijau dengan tulang daun ungu pada permukaan atas ditemukan pada kultivar Beta 1, dan Papua Solossa. Kultivar Kidal, Sawentar dan Sukuh helaian daun mudanya berwarna hijau dengan warna ungu melingkar di tepi daun. Karakter morfologi pada tangkai daun yang diamati adalah pada warna dan panjang tangkai. Beberapa variasi warna juga dapat ditemui pada bagian ini. Tangkai daun yang berwarna hijau terdapat pada kultivar Beta 2 dan Sari. Tangkai berwarna hijau dan ujung tangkai dekat daun berwarna ungu ditemukan pada kultivar Antin 1, Antin 2, Beta 1, Kidal, dan Sawentar. Kultivar Papua Solossa dan Sukuh tangkai daunnya berwarna hijau dengan pangkal dan ujung tangkai berwarna ungu. Sedangkan sebagian besar tangkai daun berwarna ungu dan sedikit warna hijau hanya terdapat pada kultivar Antin 3. Pengukuran panjang tangkai daun yang dilakukan terhadap masingmasing kultivar terdapat dua kategori yaitu sedang yang memiliki panjang antara 11-15 cm dan kategori pendek yang memiliki panjang daun 5-10 cm. Sebagian besar kultivar termasuk dalam kategori sedang kecuali pada Antin 3, Beta 1, Beta 2 dan Sari termasuk dalam kategori pendek.

Tabel 5: Hasil pengamatan morfologi daun pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. Karakter morfologi daun Bentuk Jumlah Panjang cuping Helaian daun Tepi daun Ujung daun daun daun 1 Bercuping Berlekuk dangkal 2 Bercuping Berlekuk dangkal Meruncing 3 Sedang (8-15cm) Meruncing 5 Sedang (8-15cm) Tulang daun semua tulang daun ungu Tulang utama sebagia n ungu Helaian dewasa Kultivar Permukaan atas dan bawah ungu Hijau 3 Bercuping Berlekuk dangkal Meruncing 3 pendek (< 8 cm) semua tulang daun ungu Permukaan atas hijau - bawah ungu 4 Hati Rata Meruncing 1 Sedang (8-15cm) semua tulang daun ungu Hijau 5 Bercuping Berlekuk dangkal Runcing 5 Sedang (8-15cm) Hijau Hijau 41 Warna Helaian muda Permukaan atas dan bawah ungu Kuning kehijauan Permukaan atas dan bawah ungu hijau dengan tulang daun ungu pada permukaan atas Permukaan atas dan bawah ungu Tangkai hijau dan ujung tangkai dekat daun ungu hijau dan ujung tangkai dekat daun ungu sebagian besar tangkai ungu dengan sedikit warna hijau hijau dan ujung tangkai dekat daun ungu Hijau 41 Panjang tangkai Sedang (11-15 cm) Sedang (11-15 cm) pendek (5-10 cm) Pendek (5-10 cm) pendek (5-10 cm)

Kultivar Karakter morfologi daun Bentuk Jumlah Panjang cuping Helaian daun Tepi daun Ujung daun daun daun 6 Hati Rata Meruncing 1 Sedang (8-15cm) 7 Bercuping Berlekuk dalam Ellips 5 Sedang (8- (15cm) Tulang daun semua tulang daun ungu semua tulang daun ungu Helaian dewasa Hijau Permukaan atas hijau - bawah ungu Warna Helaian muda hijau dengan warna ungu melingkar di tepi daun hijau dengan tulang daun ungu pada permukaan atas Tangkai hijau dan ujung tangkai dekat daun ungu hijau dengan pangkal dan ujung tangkai ungu 8 Bercuping Berlekuk sedang Ellips 5 Pendek (< 8 cm) Hijau Hijau Permukaan atas dan bawah ungu Hijau 9 Hati Rata Meruncing 1 Sedang (8-15cm) 10 Segitiga Rata Meruncing 1 Sedang (8-15cm) semua tulang daun ungu semua tulang daun ungu Hijau Hijau hijau dengan warna ungu melingkar pada tepi daun hijau dengan warna ungu melingkar pada tepi daun hijau dengan ujung tangkai dekat daun ungu hijau dengan pangkal dan ujung tangkai ungu Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh 42 Panjang tangkai Sedang (11-15 cm) Sedang (11-15 cm) pendek (5-10 cm) Sedang (11-15 cm) Sedang (11-15 cm)

digilib.uns.ac.id 43 4. Bunga Bunga merupakan organ yang berfungsi sebagai alat perkembangbiakan tanaman. Pengamatan bunga Ipomoea batatas Lamk. yang dilakukan di lapangan terdiri dari bentuk mahkota, warna mahkota, bentuk ujung kelopak, warna kelopak, warna kepala putik, warna tangkai putik, dan kedudukan kepala putik. Morfologi bunga Ipomoea batatas Lamk. dapat dilihat pada gambar 21. Bentuk mahkota bunga pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. yang diamati terdapat tiga variasi yaitu mahkota berbentuk bintang, pentagonal dan melingkar. Mahkota bentuk bintang terdapat pada kultivar Antin 1, Antin 3, dan Sukuh. Bentuk mahkota pentagonal hanya terdapat pada kultivar Beta 1 dan Kidal, sedangkan bentuk melingkar ditemukan pada kultivar Antin 2, Beta 2, Papua Solossa, Sari dan Sawentar. Pengamatan warna mahkota hanya ditemukan dua variasi yaitu warna putih dengan leher ungu dan warna ungu muda dengan leher ungu. Sebagian besar kultivar mahkota berwarna putih dengan leher bunga berwarna ungu kecuali pada kultivar Antin 1, Beta 1, Papua Solossa, dan Sukuh yang mahkotanya berwarna ungu muda dengan leher bunga berwarna ungu. Bentuk ujung kelopak pada seluruh kultivar yang diamati menunjukkan bentuk yang sama yaitu runcing. Demikian juga pada warna kelopak hampir seluruh kultivar berwarna hijau kecuali pada Antin 3 dan Papua Solossa kelopaknya sebagian berwarna hijau dan sebagian ungu. Pengamatan warna kepala putik dan tangkai putik pada sepuluh kultivar semuanya menunjukkan warna putih. Adapun pengamatan pada kedudukan kepala putik terhadap kepala sari dijumpai bahwa pada kultivar Kidal dan Sari kedudukannya sejajar, pada kultivar Antin 1, Beta 1, Beta 2, Sawentar dan Sukuh kepala putiknya sedikit lebih tinggi dari kepala sari. Kedudukan kepala putik menonjol daripada kepala sari dijumpai pada kultivar Antin 1, Antin 2 dan Papua Solossa.

digilib.uns.ac.id 44 A B 3 4 1 2 5 A B 8 9 6 7 10 Gambar 21 : Morfologi bunga Ipomoea batatas Lamk. A. Foto morfologi bunga sepuluh kultivar I. batatas Lamk. B. Gambar morfologi bunga sepuluh kultivar I. batatas Lamk. Keterangan : 1. Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh Hasil pengamatan morfologi bunga ditunjukkan pada tabel 7 di bawah ini: Tabel 6: Hasil pengamatan morfologi bunga pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. Karakter Morfologi Bunga Mahkota Kelopak Putik Kultivar Bentuk Warna Warna Bentuk Warna Warna Kedududkan kepala ujung kepala tangkai Antin 1 Bintang Ungu muda Runcing Hijau Putih Putih Sedikit lebih tinggi Antin 2 Melingkar Putih Runcing Hijau Putih Putih Menonjol Antin 3 Bintang Putih Runcing Hijau-ungu Putih Putih Menonjol Beta 1 Pentagonal Ungu muda Runcing Hijau Putih Putih Sedikit lebih tinggi Beta 2 Melingkar Putih Runcing Hijau Putih Putih Sedikit lebih tinggi Kidal Pentagonal Putih Runcing Hijau Putih Putih Sejajar Papua S. Melingkar Ungu muda Runcing Hijau-ungu Putih Putih Menonjol Sari Melingkar Putih Runcing Hijau Putih Putih Sejajar Sawentar elingkar Putih Runcing Hijau Putih Putih Sedikit lebih tinggi Sukuh Bintang Ungu muda Runcing Hijau Putih Putih Sedikit lebih tinggi

digilib.uns.ac.id 45 B. Hubungan Kekerabatan Ipomoea batatas Lamk. Berdasarkan Karakter Morfologi Kesamaan karakter yang teramati dari sepuluh kultivar I. batatas Lamk. dalam penelitian ini dapat menunjukkan kedekatan dalam hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh sepuluh kultivar tersebut. Analisis hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh sepuluh kultivar I. batatas dapat dilihat pada gambar 22. Hubungan kekerabatan dianalisis dengan memberikan nilai 1 apabila tanaman memiliki sifat karakter morfologi yang diamati dan diberi nilai 0 apabila tidak memiliki karakter yang diamati (Jamshidi dan Samira, 2011). Dendrogram yang terbentuk merupakan hasil dari analisis klaster NTSYS Spc 2.0. 0,71 Koefisien Kemiripan 0,76 0,81 7 8 5 3 10 9 6 4 2 1 Gambar 22: Dendrogram Hubungan Kekerabatan berdasarkan Karakter Morfologi Sepuluh Kultivar Ipomea batatas Lamk. Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh

digilib.uns.ac.id 46 Hasil dendrogram yang diperoleh dari analisis kluster menunjukkan bahwa pada koefisien kemiripan 0,71 terbentuk empat kelompok. Kelompok 1 dan 2 masing-masing beranggotakan satu kultivar yaitu Papua Solossa dan Antin 3. Kelompok 2 beranggotakan kultivar Sari dan Beta 2. Sedangkan kelompok 4 anggotanya terdiri atas kultivar Antin 1, Antin 2, Beta 1, Kidal, Sawentar dan Sukuh. Pada koefisien kemiripan 0,71 terlihat bahwa kultivar Papua Solossa dan Antin 3 terpisah dari kultivar yang lain, hal ini dapat dijelaskan bahwa kedua kultivar tersebut memiliki beberapa karakter morfologi yang unik (berbeda) dengan kultivar lain. Keunikan yang terdapat pada kultivar Papua Solossa dapat dilihat dari karakter warna batang ungu, tepi daun berlekuk dalam dan kulit ubi berwarna kuning disertai dengan daging ubi yang juga berwarna kuning. Keunikan ini hanya dimiliki oleh kultivar Papua Solossa dan membedakannya dengan kultivar lainnya. Keunikan yang terdapat pada kultivar Antin 3 dapat dilihat pada karakter kulit ubi berwarna ungu sangat tua, mempunyai pola penyebaran warna sekunder dengan membentuk cincin tipis pada daging ubi dan tangkai berwarna ungu dengan sedikit warna hijau. Keunikan (perbedaan) yang dimiliki oleh kultivar Papua Solossa dan Antin 3 inilah yang menyebabkan kedua kultivar ini terpisah dari kultivar yang lain. Kedua kultivar memiliki banyak perbedaan (keragaman) karakter morfologi dari kultivar yang lain. Hal ini juga ditegaskan oleh Suratman, dkk. (2000) bahwa semakin jauh hubungan kekerabatan maka semakin tinggi tingkat keragaman dan semakin rendah tingkat keseragamannya, demikian pula sebaliknya. Koefisien kemiripan 0,76 kesepuluh kultivar terbagi menjadi tujuh kelompok. Dari tujuh kelompok yang terbentuk hanya dua kelompok yang mempunyai anggota lebih dari satu kultivar yaitu kelompok 2 dan 5. Kelompok 2 terdiri dari kultivar Sari dan Beta 2. Hal ini dapat dilihat dari beberapa karakter morfologi yang sama pada kedua kultivar tersebut. Karakter morfologi yang mempunyai kesamaan meliputi tipe formasi, bentuk, warna kulit ubi, warna batang, diameter ruas, panjang ruas, bentuk helaian, jumlah cuping, warna tulang daun, warna helaian daun dewasa, warna helaian daun muda, warna tangkai,

digilib.uns.ac.id 47 panjang tangkai, warna mahkota, dan warna kelopak. Adapun kelompok 5 terdiri dari kultivar Sawentar, Kidal dan Beta 1. Hal ini dapat dilihat dari beberapa karakter morfologi yang sama pada ketiga kultivar tersebut. Persamaan karakter itu meliputi pola penyebaran warna sekunder, diameter ruas, panjang ruas, bentuk helaian, bentuk tepi, bentuk ujung, jumlah cuping daun, warna tulang daun, warna helaian daun dewasa, warna tangkai, dan warna kelopak. Pada nilai koefisien kemiripan 0,81 terbagi menjadi delapan kelompok. Kelompok 2 terdiri dari kultivar Sari dan Beta 2 dan kelompok 5 terdiri dari kultivar Sawentar dan Kidal sedangkan kultivar Beta 1 membentuk kelompok sendiri yaitu kelompok 6. Hal ini dapat dijelaskan bahwa kultivar Beta 1 memiliki beberapa karakter morfologi yang berbeda dengan Sawentar dan Kidal. Perbedaan karakter morfologi tersebut dapat dilihat pada tipe formasi dan warna daging ubi. Kultivar Beta 1 memiliki tipe formasi tersebar, dan warna daging ubi oranye, dimana kedua karakter morfologi ini tidak dimiliki oleh kultivar Sawentar dan Kidal ataupun oleh kultivar-kultivar yang lain. Kultivar Sawentar dan Kidal mengelompok dalam kelompok yang sama pada nilai koefisien 0,87 yang merupakan tingkat kemiripan tertinggi artinya kedua kultivar tersebut memiliki kekerabatan paling dekat jika dilihat dari kesamaan karakter morfologinya. Hasil dari dendrogram diatas menunjukkan bahwa kultivar yang nilai koefisiennya besar ternyata mempunyai banyak kesamaan karakter morfologi, dan sebaliknya kelompok yang mempunyai nilai koefisien yang kecil ternyata mempunyai sedikit kesamaan karakter morfologi sehingga hubungan kekerabatannya relatif jauh. Hal ini juga ditegaskan oleh Cahyarini, dkk. (2004) bahwa tingkat kemiripan dikatakan jauh apabila kurang dari 0,60 atau 60% semakin mendekati angka 1, maka tingkat kemiripan semakin sempurna dan sebaliknya semakin mendekati angka 0 maka tingkat kemiripan semakin jauh. Hasil dendrogram diatas menunjukkan bahwa sepuluh kultivar yang diamati mempunyai nilai koefisien diatas 0,60 atau berada pada nilai 0,65. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa tingkat kemiripan morfologi pada sepuluh kultivar adalah relatif kecil. Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa

digilib.uns.ac.id 48 pengaruh faktor lingkungan seperti iklim, suhu, jenis tanah, ketinggian tempat dan kelembaban akan dapat menyebabkan terjadinya variasi morfologi tanaman. Hal ini tidak terjadi apabila kondisi faktor lingkungannya sama. Sepuluh kultivar I. batatas yang diamati, memiliki variasi morfologi yang kecil karena berada pada lokasi atau kebun yang sama dan faktor fisik yang sama pula. Adapun menurut Radford (1986) dalam Nurchayati (2010), kedekatan hubungan kekerabatan tersebut dapat diketahui dengan banyaknya persamaan karakter atau ciri yang dimiliki. Hasil dari dendrogram tersebut juga dapat diketahui bahwa kultivar yang mempunyai banyak persamaan karakter atau ciri maka mempunyai kekerabatan dengan koefisien kesamaan yang besar, sehingga hubungan kekerabatannya dekat. Hal ini dapat dipahami karena sepuluh sampel yang diamati adalah satu spesies sehingga tingkat kemiripannya sangat tinggi. Selain itu, kesepuluh kultivar yang diamati diambil dari lokasi yang sama, sehingga sangat dimungkinkan bahwa masing-masing kultivar dari lokasi tersebut adalah satu tetua dan tidak ada perbedaannya secara genetis. Menurut Das, dkk.(2012) Ciri-ciri fenotipik yang dikontrol secara genetis akan diwariskan ke generasi berikutnya. C. Karakterisasi Struktur Serbuk Sari Ipomoea batatas Lamk. Karakterisasi struktur serbuk sari Ipomoea batatas Lamk. dilakukan dengan mengamati dan mengukur panjang spina, panjang aksis polar (P), ukuran serbuk sari, diameter ekuatorial (E), indeks P/E dan bentuk serbuk sari. Struktur serbuk sari I. batatas dapat dilihat pada gambar 23 dan hasil pengamatan serta pengukuran serbuk sari ditunjukkan pada tabel 8. Pengukuran panjang spina serbuk sari diketahui bahwa kultivar Antin 1 memiliki ukuran yang paling panjang jika dibandingkan dengan sembilan kultivar yang lain yaitu berkisar antara 9,76 10,98 µm. Sedangkan kultivar yang memiliki ukuran spina paling pendek adalah Sawentar yaitu berkisar antara 5,04 6,95 µm.

digilib.uns.ac.id 49 A B 1 2 3 4 5 A B Gambar 23 : Struktur Serbuk Sari Sepuluh Kultivar I. batatas Lamk. A. Morfologi serbuk sari utuh B. Bentuk spina Keterangan: 6 7 8 9 10 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh Pengukuran panjang aksis polar (P) pada sepuluh kultivar yang diamati menunjukkan bahwa kultivar Beta 1 memiliki ukuran yang paling panjang yaitu 116,50 µm, dan kultivar yang memiliki ukuran paling pendek adalah Sawentar yaitu 85,39 µm. Adapun pengukuran diameter ekuatorial (E) dari sepuluh kultivar yang diamati menunjukkan ukuran diameter terlebar adalah kultivar Beta 1

digilib.uns.ac.id 50 (103,90 µm), dan yang terpendek adalah kultivar Beta 2 (78,51 µm). Mengacu pada pengelompokkan serbuk sari berdasarkan aksis polar terpanjang oleh Erdtman (1952), ukuran serbuk sari dari sepuluh kultivar yang diamati, sembilan kultivar diantaranya termasuk dalam serbuk sari berukuran besar (magnae) karena mempunyai ukuran panjang aksis polarnya antara 50 100 µm, kecuali pada kultivar Beta 1 yang berukuran sangat besar (permagnae) yaitu mempunyai panjang antara 100-200 µm. Tabel 7: Hasil pengamatan dan pengukuran serbuk sari sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. Panjang Diameter Apertur In- Aksis Ukuran Kultivar Spina polar ekuator dek Bentuk Jum (µm) (P) (E) P/E lah (µm) (µm) Tipe Posisi Antin 1 9,76 10,98 92,90 Besar 81,60 1,13 prolate spheroidal Antin 2 7,35 8,90 95,20 Besar 84,86 1,12 prolate spheroidal Antin 3 6,42 8.65 93,38 Besar 92,79 1.00 prolate Beta 1 7,34 8,37 116,50 Sangat Besar 103.90 1,12 Beta 2 5,87 7,56 89,16 Besar 78,51 1,14 Kidal 5,60 7,03 88,84 Besar 83,65 1,06 Papua Solossa 5,16 6,98 91,84 Besar 81,32 1,13 Sari 7,26 8,23 98,33 Besar 93,48 1,05 Sawentar 5,04 6,95 85,39 Besar 83,15 1,03 Sukuh 6,57 7,21 90,55 Besar 85,65 1.06 spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal Orna men Eksin Poly Porat Panto Ekinat Poly Porat Panto Ekinat Poly Porat Panto Ekinat Poly Porat Panto Ekinat Poly Porat Panto Ekinat Poly Porat Panto Ekinat Poly Porat Panto Ekinat Poly Porat Panto Ekinat Poly Porat Panto Ekinat Poly Porat Panto Ekinat Hasil pengamatan dan pengukuran bentuk serbuk sari dari sepuluh kultivar, semuanya berbentuk prolate spheroidal. Bentuk serbuk sari digambarkan berdasarkan indeks P/E yang merupakan perbandingan panjang aksis polar (P) dengan diameter sumbu ekuatorial (E) yang dikalikan 100 (Erdtman, 1952). Kultivar Antin 1 memiliki indeks P/E x 100 (=113 µm), Kultivar Antin 2 dengan indeks P/E x 100 (=112 µm), Kultivar Antin 3 memiliki indeks P/E x 100 (=100 µm), Beta 1 dengan indeks P/E x 100 (=112 µm), kultivar Beta 2 memiliki indeks P/E x 100 (=114 µm), Kidal dengan indeks P/E x 100 (=106 µm), Papua Solossa berindeks P/E x 100 (=113 µm), Kultivar Sari,

digilib.uns.ac.id 51 Sawentar dan Sukuh masing-masing memiliki indeks P/E x 100 (=105 µm, 103 µm dan 106 µm). Dari hasil indeks P/E diatas dapat diketahui bahwa kultivar yang memiliki indeks P/E terbesar adalah Beta 2 (112 µm) dan yang memiliki indeks P/E terkecil adalah kultivar Antin 3 (100 µm). Adapun pengamatan struktur morfologi serbuk sari dari sepuluh kultivar yang diamati menunjukkan bahwa semua kultivar memiliki jumlah apertur lebih dari enam atau banyak (poly), sedangkan tipe apertur adalah porus atau porat karena apertur bentuk bundar dan posisi tersebar pada seluruh permukaan serbuk sari yang sering disebut dengan awalan panto. Hal ini juga ditegaskan oleh Erdtman (1952), bila jumlah porinya sedikit, porus hanya terletak dibidang ekuator, tetapi jika dalam jumlah besar dapat tersebar di seluruh permukaan serbuk sari. Jadi apertur pada serbuk sari I. batatas adalah polypantoporat dan ornamentasi pada eksin mempunyai tipe ekinat (echinate) yaitu unsur ornamentasinya berbentuk seperti duri (spina). Bentuk spina pada sepuluh kultivar I. batatas mempunyai bentuk seperti botol yaitu ujung bulat dengan bagian tengah melebar dan bagian pangkal berbentuk membulat. Pengamatan bidang simetri semua kultivar menunjukkan bentuk radiosymmetric (radial) yaitu apabila serbuk sari dibagi secara vertikal di daerah manapun akan menghasilkan dua bagian vertikal yang sama besar (simetri). Hal ini juga ditegaskan oleh Agashe and Caulton (2009) yang menyatakan bahwa sebagian besar tanaman dikotil memiliki simetri bentuk radial, dan diperkuat lagi oleh pernyataan Erdtman (1952) bahwa simetri radial memiliki lebih dari dua bagian yang simetri. Purnobasuki, dkk (2014) dan Widiyanti, dkk (2008) menyatakan bahwa bentuk serbuk sari dalam satu spesies adalah sama. Pernyataan ini terbukti pada spesies I. batatas, tetapi terdapat satu keunikan (perbedaan) pada satu dari sepuluh kultivar yang diamati. Hal ini dapat dilihat dari garis bentuk (contour) dinding serbuk sari, jika dilihat dari pandangan polar dan equatorial diketahui bahwa sembilan kultivar memiliki gasis bentuk (contour) dinding serbuk sari bulat (circular), tetapi pada kultivar Beta 1 jika dilihat dari pandangan equatorial memiliki gasis bentuk (contour) dinding yang cekung (concave). Berdasarkan

digilib.uns.ac.id 52 karakterisasi serbuk sari inilah, dapat diketahui bahwa kultivar Beta 1 menunjukkan struktur yang unik (berbeda) jika dibandingkan dengan kultivar lainnya. Keunikan (perbedaan) itu juga dapat dilihat dari ukuran dan garis bentuk (contour) dinding serbuk sari. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Susanto, dkk. (2013) tentang morfologi serbuk sari pada kultivar Papua Solossa menunjukkan bahwa kultivar ini memiliki bentuk bulat (circular) dan berukuran 119- Erdtman (1952) bahwa bentuk, ukuran ataupun tipe serbuk sari dapat bervariasi menurut tingkat kematangannya. Penelitian polen dari beberapa ahli terhadap beberapa jenis tumbuhan di Eropa menurut Faegri dan Iversen (1989) dalam Aprianty dan Eniek (2008) menunjukkan adanya variasi ukuran berdasarkan letak geografisnya. Akan tetapi usaha untuk menghubungkan ukuran polen yang bervariasi dalam menentukan adanya faktor lingkungan belum memberi hasil yang memuaskan. Ukuran polen individu yang berbeda dalam satu jenis juga bisa disebabkan oleh perbedaan fokus optik pengamat. D. Karakterisasi Ipomoea batatas Lamk. Berdasarkan Penanda Isozim Isozim merupakan bentuk ekspresi enzim yang mempunyai fungsi katalitik sama namun tingkat isoelektrisitasnya berbeda-beda, muatan listrik serta berat molekulnya juga berbeda-beda (Setyono dan Endang, 2008). Penggunaan pola pita isozim dengan elektroforesis sudah banyak digunakan untuk mendapatkan data tentang variasi genetik. Enzim atau protein dapat digunakan untuk menunjukkan variasi kualitatif ataupun kuantitatif. Variasi terjadi dari peran gen yang mengarahkan pembentukan enzim, sehingga variasi enzim dapat menggambarkan variasi gen (Rahayu, dkk. 2006). Penggunaan isozim peroksidase yang pernah dilakukan adalah pada Lundi Putih menghasilkan 12 pita berdasarkan pergerakan relatif enzim (Rf) (Sugiyarto, 2008), Tanaman Mirabilis jalapa dengan 8 pita enzim (Irianto, dkk. 2007), Genus Ranunculus terdapat 5-6 pita enzim (Suranto, 2001), Padi varietas Rojolele menghasilkan 4-5 pita enzim (Widiyanti, dkk. 2008), I.batatas di Jawa Tengah menghasilkan 21 pita enzim pada organ batang dan 17 pita enzim pada daun (Supadmi, dkk. 2009), selain itu

digilib.uns.ac.id 53 hasil purifikasi enzim peroksidase pada I.batatas juga dapat digunakan untuk bioremediasi pada limbah industri yang mengandung senyawa fenolik (Diao, et al, 2014) dan meningkatkan kadar H 2 O 2 pada media yang mengandung logam berat (Kim, et al., 2010). Hasil karakterisasi dengan menggunakan enzim peroksidase pada organ batang dan daun terhadap sepuluh kultivar I. batatas menunjukkan hasil sebagai berikut: 1. Hasil Analisis Pola Pita Isozim dengan Pewarnaan Peroksidase pada Organ Batang. Hasil analisis peroksidase pada batang dapat dilihat pada gambar 24. A B Gambar 24: Pola Pita Isozim dan Zimogram Peroksidase Organ Batang pada Sepuluh Kultivar Ipomea batatas Lamk. C. Pola Pita Isozim Peroksidase pada Organ Batang D. Zimogram Isozim Peroksidase pada Organ Batang Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh Analisis pola pita isozim dengan menggunakan pewarnaan peroksidase pada organ batang dari sepuluh kultivar I. batatas membentuk tiga belas pita isozim dengan nilai Rf secara berturut-turut adalah 0; 0,08; 0,14; 0,20; 0,26; 0,38; 0,43; 0,45; 0,48; 0,51; 0,65; 0,74; dan 0,77. Pita pertama (Rf 0) tampak pada semua kultivar. Pita kedua (Rf 0,08) hanya tampak pada kultivar Beta 1. Pita ketiga (Rf 0,14), keempat (Rf 0,20), kelima (Rf 0,26) tampak pada semua kultivar. Pita keenam (Rf 0, 38) muncul pada semua kultivar kecuali pada

digilib.uns.ac.id 54 Beta 1 dan Papua Solossa. Adapun pita ketujuh (Rf 0,43) hanya muncul pada kultivar Papua Solossa, demikian juga pada pita kedelapan (Rf 0,45) hanya terdapat pada kultivar Beta 2. Pita kesembilan (Rf 0,48) muncul pada kultivar Kidal, Papua Solossa, Sari, Sawentar dan Sukuh. Pita kesepuluh (Rf 0,51) dan kesebelas (Rf 0,65) terdapat pada semua kultivar. Adapun pita keduabelas (Rf 0,74) dan ketigabelas muncul pada kultivar yang sama yaitu Beta2, Kidal, Papua Solossa,Sari, Sawentar dan Sukuh. 2. Hasil Analisis Pola Pita Isozim dengan Pewarnaan Peroksidase pada Daun Hasil analisis pola pita isozim peroksidase pada organ daun dari sepuluh kultivar I. batatas sebelas pita dengan nilai Rf 0; 0,13; 0,17; 0,22; 0,26; 0,31; 0,35; 0,40; 0,41; 0,57 dan 0,95. Hasil analisis peroksidase daun dapat dilihat pada gambar 25. Pita pertama (Rf 0) muncul pada semua kultivar. Pita kedua (Rf 0,13) muncul pada semua kultivar kecuali pada kultivar Papua Solossa. Pita ketiga (Rf 0,17), dan keempat (Rf 0,22) muncul pada semua kultivar. Pita kelima (Rf 0,26) hanya tampak pada kultivar Beta 2. Pita keenam (Rf 0,31) terdapat pada semua kultivar, sedangkan pita ketujuh (Rf 0,35) hanya muncul pada kultivar Sukuh. Pita kedelapan(rf 0, 40), kesembilan (Rf 0, 41), dan kesepuluh (Rf 0,57) muncul pada semua kultivar. Adapun pita kesebelas terdapat pada kultivar Antin 1, Antin 3, Papua Solossa dan Sawentar. Kultivar Beta 1 pada hasil isozim ini menunjukkan bahwa pita pertama (Rf 0) dan pita ketiga serta keempat (Rf 0,17 dan 0,22) berwarna sangat jelas atau tebal. Adapun kultivar Kidal (Rf 0,22) dan Sukuh (Rf 0) juga menunjukkan pola pita yang sangat tebal. Perbedaan tebal tipisnya pita yang terbentuk disebabkan oleh perbedaan jumlah molekul molekul enzim yang termigrasi. Pita tebal merupakan fiksasi dari beberapa pita karena berat molekulnya, semakin besar berat molekul tidak dapat berpisah dengan baik sehingga terbentuk pita yang tebal. Migrasi dari molekul yang memiliki kekuatan ionik besar akan termigrasi lebih jauh dari yang berkekuatan ionik rendah (Cahyarini, dkk. 2004).

digilib.uns.ac.id 55 Gambar 25: Pola Pita Isozim dan Zimogram Peroksidase Organ Daun pada Sepuluh Kultivar Ipomea batatas Lamk. A. Pola Pita Isozim Peroksidase pada Organ Daun B. Zimogram Isozim Peroksidase pada Organ Daun Keterangan: A 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh B Penelitian lain juga menjelaskan bahwa tebal tipisnya pita menunjukkan bahwa enzim dalam kondisi aktif. Hal ini ditegaskan dengan hasil penelitian Alnopri, dkk. (2009) pada varietas Kopi menunjukkan bahwa varietas Robbika mempunyai pola pita isoenzim peroksidase lebih aktif dari varietas Arabika. Hasil penelitian lain yang sejalan adalah hasil penelitian Zen, dkk. (2001), yakni aktivitas enzim peroksidase daun pada genotipe tanaman yang terinfeksi penyakit lebih tinggi dibanding genotipe yang tidak terinfeksi. Adapun Arini, dkk (2013) juga menerangkan bahwa pola pita isozim peroksidase, esterase dan acid phosphatase tanaman C.annuum L. sakit memiliki pita lebih tebal dibanding tanaman sehat. Kultivar yang memiliki sedikit keunikan (perbedaan) adalah kultivar Papua Solossa. Kultivar ini adalah satu-satunya yang tidak memiliki pita enzim kedua (Rf 0,13). Keunikan pada pola pita ini juga didukung dengan keunikan pada karakter morfologinya. Keragaman pola pita yang muncul pada kultivar ini dimungkinkan ada keterkaitan dengan sifat-sifat spesifik dari tiap kultivar tersebut. Berdasarkan penelitian Nandariyah (2007) tentang identifikasi keragaman genetik kultivar Salak Jawa, disebutkan bahwa kultivar salak manggala memiliki pita spesifik

digilib.uns.ac.id 56 yang tidak dimiliki kultivar lain dan dapat dihubungkan dengan ciri khas pada kultivar ini yaitu sifat ujung daun melengkung dan warna kulit buah lurik yang tidak dimiliki kultivar lain. Adapun penelitian lain yang sama adalah pada varietas ubi kelapa yang menunjukkan adanya kecenderungan bahwa varietas yang memiki kandungan karbohidrat lebih tinggi, varietas tersebut memiliki pita yang lebih banyak (Budoyo, 2010). E. Hubungan Kekerabatan Ipomoea batatas Lamk. Berdasarkan Pola Pita Isozim Peroksidase Hubungan jarak genetik I. batatas berdasarkan pola pita isozim dianalisis menggunakan analisis klaster program NTSYS Spc 2.0. untuk menghasilkan dendrogram. Nilai 1 diberikan apabila terbentuknya pita pada jarak migrasi tertentu, sedangkan nilai 0 diberikan apabila tidak ada kemunculan pita pada jarak migrasi tertentu. Ada tidaknya pita dalam masing-masing parameter dapat dikategorikan sebagai data binomial. Dimulai dengan memasukkan data jumlah sampel dan data faktor fisik ke dalam metode numerik, melakukan analisis similaritas atau dissimilaritas, lalu melakukan pengelompokkan data melalui SAHN (Sequential Agglomerative Hierarchycal Nested Cluster Analysis) pada program NTSYS untuk membuat dendrogram (Rohlf, 1998). 1. Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase pada organ Batang Pola pita yang diperoleh dari elektroforesis diterjemahkan dalam sifat kualitatif berdasarkan ada tidaknya pita pada jarak migrasi tertentu. Dendrogram hubungan kekerabatan sepuluh kultivar I. batatas berdasarkan pola pita peroksidase pada organ batang dapat dilihat pada gambar 26. Hasil dendrogram yang diperoleh dari analisis kluster menunjukkan bahwa pada koefisien 0,83 terbentuk dua kelompok. Kelompok 1 beranggotakan kultivar Papua Solossa, Sukuh, Sawentar, Sari, Kidal, Beta 2. Sedangkan kelompok 2 terdiri dari kultivar Beta 1, Antin 3, Antin 2 dan Antin1.

digilib.uns.ac.id 57 Koefisien kemiripan 0,94 kesepuluh kultivar I. batatas terbagi menjadi lima kelompok. Kelompok 1, 3 dan 4 masing-masing hanya beranggotakan satu kultivar yaitu Papua Solossa (kelompok 1), Beta 2 (kelompok 2) dan Beta 1 (kelompok 4). Adapun kelompok 2 terdiri dari kultivar Sukuh, Sawentar, Sari dan Kidal. Kultivar Antin 3, Antin 2 dan Antin 1 merupakan anggota kelompok 5 dari dendrogram pola pita isozim peroksidase pada organ batang. 0.83 Koefisien Kemiripan 0.94 Gambar 26: 7 10 9 8 6 5 4 Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase pada organ Batang 3 2 1 Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh Berdasarkan nilai koefisien dari sepuluh kultivar yang diamati menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan diantara semuanya adalah memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat karena terpisah pada koefisien 0,84. Menurut Cahyarini, dkk. (2004) jarak kemiripan dapat dikatakan jauh apabila terpisah pada jarak kurang dari 0,60 atau 60%. Pada nilai koefisien 0,94 kultivar Beta 1, Beta 2 dan Papua Solossa terpisah dari kultivar-kultivar yang lain karena

digilib.uns.ac.id 58 memiliki pola pita yang berbeda (baik secara kualitatif maupun kuantitatif). Sifat kualitatif berdasarkan ada tidaknya pola pita yang muncul, sedangkan sifat kuantitatif berdasarkan derajat keaktifan enzim. Berdasarkan sifat kualitatif, kultivar Beta 1, Beta 2 dan Papua Solossa memiliki pola pita yang berbeda dari kultivar yang lain. Hal ini dapat dilihat dari muncul atau tidaknya pola pita. Pita keenam (Rf 0,38) tidak muncul pada kultivar Beta 1 dan Papua Solossa, padahal pita ini muncul pada sebagian besar kultivar. Kultivar Beta 2 memiliki pita kedelapan (Rf 0,45) dimana pita ini tidak muncul pada sembilan kultivar yang lain. Kultivar Papua Solossa selain tidak memiliki pita keenam (Rf 0,38), kultivar ini juga merupakan satu-satunya yang memiliki pita ketujuh (Rf 0,43). Berdasarkan sifat kuantitatif, kultivar Beta 1 (Rf 0,14 dan 0,20) dan Beta 2 (Rf 0) menunjukkan pita yang sangat jelas dan tebal yang menandakan bahwa enzim yang ada pada kedua kultivar tersebut sangat aktif. Adapun pada kultivar Papua Solossa dari semua pita yang terbentuk, empat diantaranya memiliki pita yang tidak jelas atau tipis yaitu pada nilai Rf 0,51; 0,65; 0,74; 0,77. Hal ini menandakan bahwa kultivar tersebut memiliki enzim yang aktif tetapi lemah. Hengky (1995) juga mengemukakan bahwa derajat keaktifan enzim dengan membedakan pita yang sangat jelas dan tebal (sangat aktif) dan pita yang kurang jelas atau tipis (aktif tetapi lemah). Hasil penelitian Alnopri,dkk. (2009) menjelaskan bahwa terbentuknya pita tebal menunjukkan adanya indikasi ketahanan tanaman terhadap penyakit. Adapun Souza et al. (2003) melaporkan bahwa aktivitas peroksidase meningkat pada tanaman jagung setelah terjadi inokulasi Maize dwarf mosaic virus (MDMV). Peningkatan aktivitas peroksidase tersebut sangat penting dalam melindungi dinding sel terhadap penyebaran virus. Terbentuknya pita yang tipis pada Papua Solossa diindikasikan bahwa kultivar ini peka terhadap hama tertentu. Hal ini didukung oleh Balitkabi (2012) bahwa kultivar Papua Solossa agak peka pada hama boleng (Cylas formicarius).

digilib.uns.ac.id 59 2. Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase pada organ Daun Pola pita yang diperoleh dari elektroforesis diterjemahkan dalam sifat kualitatif berdasarkan ada tidaknya pita pada jarak migrasi tertentu. Dendrogram hubungan kekerabatan sepuluh kultivar I.batatas berdasarkan pola pita peroksidase pada organ daun dapat dilihat pada gambar 27. Hasil dendrogram menunjukkan pada koefisien kemiripan 0,91 hanya terbentuk satu kelompok yang beranggotakan semua kultivar. Kultivar Sukuh dan Beta 2 terpisah dari kelompoknya pada koefisien kemiripan 1,00. Pada nilai koefisien ini terbentuk empat kelompok. Kelompok 1 dan 2 masingmasing beranggotakan satu kultivar yaitu Sukuh dan Beta 2. Kelompok 3 terdiri dari kultivar Antin 2, Beta 1, Kidal dan Sari. Pada Kelompok 4 terdiri dari kultivar Antin 1, Antin 3, Papua Solossa dan Sawentar. Menurut Nurchayati (2010), kedekatan hubungan kekerabatan berdasarkan keragaman pola pita isozim peroksidase pada organ daun ini dapat diketahui dengan banyaknya persamaan karakter atau ciri yang dimiliki. Hasil dari dendrogram tersebut juga dapat diketahui bahwa kultivar yang mempunyai banyak persamaan karakter atau ciri maka mempunyai kekerabatan dengan koefisien kesamaan yang besar, sehingga hubungan kekerabatannya dekat. Hal ini dapat dipahami karena sepuluh sampel yang diamati adalah satu spesies sehingga tingkat kemiripannya sangat tinggi. Selain itu, kesepuluh kultivar yang diamati diambil dari lokasi yang sama, sehingga sangat dimungkinkan bahwa masing-masing kultivar dari lokasi tersebut adalah satu tetua dan tidak ada perbedaannya secara genetis. Menurut Das, dkk.(2012) Ciri-ciri fenotipik yang dikontrol secara genetis akan diwariskan ke generasi berikutnya.

digilib.uns.ac.id 60 0.91 Koefisien Kemiripan 10 5 8 6 4 2 9 7 3 1 Gambar 27: Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase pada organ Daun Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh 3. Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase Analisis pola pita isozim peroksidase dengan menggunakan organ batang dan daun menunjukkan adanya variasi pola pita isozim dari sepuluh kultivar I.. batatas. Hasil analisis hubungan kekerabatan berdasarkan pola pita isozim peroksidase dapat dilihat pada gambar 28. Hasil dendrogram menunjukkan bahwa pada koefisien kemiripan 0,94 kesepuluh kultivar terbagi menjadi lima kelompok. Kelompok 1, 3 dan 4 masing - masing hanya terdiri dari satu kultivar yaitu Papua Solossa, Beta 2, dan Beta 1. Kelompok 2 terdiri dari kultivar Sukuh, Sawentar, Sari dan Kidal. Kelompok 5 terdiri dari kultivar Antin 2, Antin 3 dan Antin 1.

digilib.uns.ac.id 61 Koefisien Kemiripan 0.94 7 10 9 8 6 5 4 3 2 1 Gambar 28: Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh Pada koefisien kemiripan 0,94, kultivar Beta 1, Beta 2 dan Papua Solossa terpisah dari kultivar yang lain. Hal ini disebabkan oleh munculnya pola pita yang sedikit berbeda (baik secara kualitatif maupun kuantitatif) dari kultivar lainnya. Sifat kualitatif berdasarkan ada tidaknya pola pita yang muncul, sedangkan sifat kuantitatif berdasarkan derajat keaktifan enzim. F. Hubungan Kekerabatan Ipomoea batatas Lamk. Berdasarkan Karakter Morfologi Dan Pola Pita Isozim Peroksidase Hubungan jarak genetik I. batatas berdasarkan karakter morfologi dan pola pita isozim dianalisis berdasarkan analisis kluster sehingga menghasilkan dendrogram. Dendrogram hubungan kekerabatan I. batatas berdasarkan karakter morfologi dan pola pita isozim dapat dilihat pada gambar 29.

digilib.uns.ac.id 62 Dari hasil dendrogram dapat diketahui bahwa berdasarkan karakter morfologi dan pola pita isozim, hubungan kekerabatan yang paling dekat yaitu pada koefisien kemiripan 0,89 yang terdiri dari kultivar Sawentar dan Kidal. Koefisien kemiripan 0,80 terbagi menjadi tujuh kelompok. Kelompok 1, 3, 4, 6 dan 7 masing masing terdiri dari satu kultivar yaitu secara berturut-turut terdiri dari Papua Solossa, Antin 3, Sukuh, Antin 2 dan Antin 1. Kelompok 2 terdiri dari kultivar Sari dan Beta 3, sedangkan kelompok 5 terdiri dari kultivar Sawentar, Kidal dan Beta 1. 0.76 Koefisien Kemiripan 0.80 Gambar 29: 7 8 5 3 10 Dendrogram Berdasarkan Keragaman Karakter Morfologi dan Pola Pita Isozim Peroksidase Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh 9 6 4 2 1 Koefisien kemiripan 0,76 terbagi menjadi lima kelompok. Kelompok 1 dan 3 masing-masing terdiri dari satu kultivar yaitu secara berturut-turut adalah