4.1 Isolasi Kitin. 4 Hasil dan Pembahasan

dokumen-dokumen yang mirip
Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

4. Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

3. Metodologi Penelitian

4. Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

Hasil dan Pembahasan

3. Metodologi Penelitian

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan

Metode Penelitian. 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Daftar alat

4 Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4. Hasil dan Pembahasan

2 Tinjauan Pustaka. 2.1 Polimer. 2.2 Membran

2. Tinjauan Pustaka Sel Bahan Bakar (Fuel Cell)

4 Hasil dan Pembahasan

3 Metodologi Penelitian

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia dan Laboratorium

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

4 Hasil dan pembahasan

Bab III Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sebelum melakukan uji kapasitas adsorben kitosan-bentonit terhadap

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Beaker glass 50 ml pyrex. Beaker glass 100 ml pyrex

BAB III METODE PENELITIAN. Pelaksanaan penelitian dimulai sejak Februari sampai dengan Juli 2010.

3 Metodologi Penelitian

3 Percobaan. 3.1 Tahapan Penelitian Secara Umum. Tahapan penelitian secara umum dapat dilihat pada diagram alir berikut :

A = log P dengan A = absorbans P 0 = % transmitans pada garis dasar, dan P = % transmitans pada puncak minimum

4 Hasil dan pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Bab III Metodologi. III.1 Alat dan Bahan. III.1.1 Alat-alat

4 Hasil dan Pembahasan

BAB 3 METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Alat Adapun alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah: Alat-alat Gelas.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

Bab IV Hasil dan Pembahasan. IV.2.1 Proses transesterifikasi minyak jarak (minyak kastor)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Lanjutan Nilai parameter. Baku mutu. sebelum perlakuan

PEMANFAATAN KITOSAN DARI CANGKANG RAJUNGAN PADA PROSES ADSORPSI LOGAM NIKEL DARI LARUTAN NiSO 4

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Riset Kimia Jurusan Pendidikan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan maret sampai juli 2013, dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. dengan tahapan kegiatan, yaitu: pengambilan sampel cangkang udang di PT.

PEMBUATAN KHITOSAN DARI KULIT UDANG UNTUK MENGADSORBSI LOGAM KROM (Cr 6+ ) DAN TEMBAGA (Cu)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Dari 100 kg sampel kulit kacang tanah yang dimaserasi dengan 420 L

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

Bab III Metodologi Penelitian

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB I PENDAHULUAN. Kitosan dihasilkan dari kitin dan mempunyai struktur kimia yang sama

kata kunci: kitosan, silika, konsentrasi, membran, sel bahan bakar

3 Metodologi Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

3 Metodologi Percobaan

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

4. Hasil dan Pembahasan

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Hidrolisis Kitosan A dengan NaOH

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

4 Hasil dan Pembahasan

PENGGUNAAN KITOSAN DARI TULANG RAWAN CUMI-CUMI (LOLIGO PEALLI) UNTUK MENURUNKAN KADAR ION LOGAM Cd DENGAN MENGGUNAKAN SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. memiliki kandungan air yang cukup tinggi sehingga sukar kering. Setelah kulit

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Modifikasi Ca-Bentonit menjadi kitosan-bentonit bertujuan untuk

Bab IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoarthritis (OA) 2.2 Glukosamin hidroklorida (GlcN HCl)

TINGKATAN KUALISTAS KITOSAN HASIL MODIFIKASI PROSES PRODUKSI. Abstrak

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai Juni 2010 di Laboratorium

3 Metodologi Penelitian

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Pembuatan Pulp dari Serat Daun Nanas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMBAHASAN. mengoksidasi lignin sehingga dapat larut dalam sistem berair. Ampas tebu dengan berbagai perlakuan disajikan pada Gambar 1.

MODIFIKASI MEMBRAN KOMPOSIT KITOSAN DENGAN FILLER MONTMORILLONIT UNTUK APLIKASI SEL BAHAN BAKAR

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar Asetil (ASTM D )

Makalah Pendamping: Kimia Paralel E PENGARUH KONSENTRASI KITOSAN DARI CANGKANG UDANG TERHADAP EFISIENSI PENJERAPAN LOGAM BERAT

BATERAI BATERAI ION LITHIUM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

PEMBUATAN KITOSAN DARI KULIT UDANG PUTIH (Penaeus merguiensis) DAN APLIKASINYA SEBAGAI PENGAWET ALAMI UNTUK UDANG SEGAR

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan. IV.1 Sintesis dan karaktrisasi garam rangkap CaCu(CH 3 COO) 4.6H 2 O

4 Hasil dan Pembahasan

Transkripsi:

4 asil dan Pembahasan 4.1 Isolasi Kitin Kitin banyak terdapat pada dinding jamur dan ragi, lapisan kutikula dan exoskeleton hewan invertebrata seperti udang, kepiting dan serangga. Bahan-bahan yang terdapat dalam cangkang udang ini adalah kitin (15-40%), protein (20-40%) dan kalsium karbonat (20 50%). Pada penelitian ini telah berhasil diisolasi kitin dari cangkang kulit udang melalui tiga tahap reaksi yaitu pertama, tahap deproteinasi atau tahap penghilangan protein. Didalam kulit udang, kitin terikat secara kovalen dengan protein spesifik yang mengelilinginya.sehingga akan mengganggu proses isolasi kitin tersebut. leh karena itu, diperlukan basa yang kuat untuk memutuskan ikatan kovalen tersebut, maka digunakan larutan Na 3,5 % pada suhu 60 ) selama 2 jam. Terlepasnya protein dari kulit udang ditandai dengan terbentuknya larutan berwarna oranye kekuningan serta menandakan adanya pigmen warna yang terkandung didalam cangkang kulit udang. Untuk memisahkannya, dilakukan penyaringan biasa. Adapun efektivitas penghilangan protein ini dipengaruhi oleh tiga faktor, pertama yaitu kekuatan basa pengekstrak, lama waktu ekstraksi dan suhu ekstraksi..prosedur percobaan ini merupakan adopsi dari metode isolasi kitin dari kulit udang oleh ong K. dkk. Tahap kedua adalah demineralisasi atau tahap penghilangan mineral. Garam mineral yang paling banyak terkandung di dalam kulit udang adalah a 3, a 3 (P 4 ) 2.Untuk menghilangkannya, dilakukan dengan menambahkan larutan l 1M selama 2 jam tanpa pemanasan. Reaksi yang terjadi adalah reaksi asam-basa karena tidak terjadi perubahan bilangan oksidasi. Warna yang ditimbulkan hasil reaksi adalah putih ke-oranyean. Pemisahan dilakukan dengan penyaringan biasa dan untuk menghilangkan kandungan l pada proses isolasi ini, dilakukan pencucian dengan menggunakan aqua dm. Reaksi yang terjadi selama demineralisasi adalah sebagai berikut: a 3(s) + 2l (aq) a 3 (P 4 ) 2 (aq) + 4 l (aq) al 2 (aq) + 2 (l) + 2 (g) 2 al 2 (aq) + a( 2 P 4 ) 2 (aq) 52

Tahap ketiga adalah tahap dekolorisasi atau penghilangan warna. Kitin pada cangkang kulit udang berikatan dengan pigmen astaxanthin dan kantaxanthin membentuk kompleks.berdasarkan gambar 4.1,yang menunjukkan struktur astaxanthin mengandung ikatan =- yang dapat mengganggu pada spektroskopi IR karena serapannya hampir sama dengan serapan -N- (1675-1500 cm -1 ) pada kitin. Gambar 4.1 Struktur astaxanthin dan cantaxantin Untuk menghilangkannya dapat dilakukan dengan penambahan reagen oksidator seperti aseton,asam oksalat, kaporit atau KMn 4. Pada penelitian ini, telah dipilih aseton sebagai oksidator karena ada kesesuaian kepolaran. Proses ekstraksi dengan aseton dilakukan dengan metode soxhlet. Namun, penggunaan metode ini tidak optimum karena warna kitin yang diperoleh tidak benar-benar putih serta memerlukan waktu yang relatif lama.leh karena itu, dipergunakan metode lain dengan prinsip yang sama yaitu ekstraksi dengan cara menambahkan aseton secara langsung ke dalam padatan kitin disertai dengan pemanasan dan pengadukan pada tempat yang tertutup agar aseton tidak menguap. Faktor lamanya ekstraksi juga sangat mempengaruhi hasil yang diperoleh. Disamping penggunaan aseton sebagai oksidator, pada penelitian sebelumnya, digunakan larutan kaporit atau Nal yang dapat menghasilkan kitin berwarna putih karena daya hidrolisisnya lebih kuat.,tetapi memiliki kelemahan yaitu tidak ramah lingkungan. Setelah melalui ketiga tahap tersebut, akhirnya diperoleh kitin bebas protein, mineral serta pigmen sebanyak 19,2602 gram.. Dengan persen hasil yang diperoleh sebanyak 25,52%. asil persen akhir keseluruhan dapat terlihat pada tabel 4.1 53

Tabel 4.1 Persen kehilangan berat dari isolasi kitin No Proses Berat (gram) % kehilangan berat 1 Deproteinasi 38,1194 50,52 % 2 Demineralisasi 23,4086 31,02 % 3 Dekolorinasi 19,2602 25,52 % Tabel 4.1 menunjukkan kesesuaian hasil yang diperoleh jika dibandingkan dengan literatur, yaitu komposisi kitin berkisar 15-40 %. Untuk membuktikan isolasi kitin telah berhasil, maka dilakukan pengujian berupa kelarutan didalam larutan asam asetat 3 %, dan pengukuran spektrum inframerah dengan menggunakan pelet KBr. 4.2 Konversi Kitin menjadi Kitosan Kitosan adalah kitin yang terdeasetilasi sebanyak lebih dari 70% dengan melibatkan rekasi hidrolisis oleh basa kuat. leh karena itu,untuk mendapatkan kitosan, kitin sebanyak 19,2602 gram yang telah di peroleh di reaksikan dengan larutan Na 50 %,reaksi dilakukan pada temperatur 105 o. Deasetilasi merupakan penghilangan gugus N-asetil asetamida pada kitin menjadi gugus amina yang kita kenal dengan kitosan. Suhu harus dijaga konstan berkisar 100 0-105 o. Gambaran mekanisme reaksi deasetilasi kitin dapat terlihat pada gambar berikut ini : 54

N - N N - - N N 2 N - 3 - N N - - Gambar 4.2 Mekanisme reaksi konversi kitin menjadi kitosan Banyaknya gugus asetil yang terlepas dinyatakan dengan derajat deasetilasi. Terlihat pada Gambar 4.2 bahwa perbedaan antara kitin dengan kitosan, terletak pada atom nomor 2. Pada kitin, semua unti monosakaridanya memiliki gugus asetamida sedangkan pada kitosan sebagian unit monosakaridanya memiliki gugus amina. 4.3 Karakterisasi Kitin dan Kitosan Untuk memastikan telah terbentuk kitosan maka tes awal yang dapat dilakukan adalah dengan melarutkan kitosan di dalam larutan asam asetat. Karena antara kitin dengan kitosan memiliki sifat kelarutan yang berbeda..berdasarkan penelitian dari Mia, diketahui bahwa kitosan dapat larut di dalam larutan asam asetat 1 % maupun larutan asam asetat 3%. Pada penelitian ini, di lakukan pengujian kelarutan kitosan terhadap larutan asam asetat, dengan mengunakan perbandingan jumlah kitosan yang digunakan, seperti terlihat pada tabel 4.2, menunjukkan bahwa pada komposisi 1 % (v/v) larutan kitosan, persen kelarutannya sangat besar.sehingga pada penelitian ini, digunakan larutan kitosan sebanyak 1 % (v/v) yaitu untuk setiap 1 gram kitosan, ditambahkan larutan asam asetat 3 % sebanyak 100 ml. 55

Tabel 4.2 Persen Kelarutan Kitosan Gram Kitosan awal Residu % kelarutan 1 % larutan kitosan 1,5008 (150 ml pelarut) 0,2260 gram 82,27 % 2 % larutan kitosan 2,0076 (100 ml pelarut) 1,3218 gram 34,16 % Selain uji kelarutan, dapat juga dilakukan dengan pengukuran spektrum Inframerah dengan menggunakan pelet KBr untuk melihat gugus-gugus fungsi yang terikat. 100 %T 90 80 70 60 -=- amida 1654.92 1595.13 1421.54 1381.03 1325.10 1251.80 894.97 ---eter aromatik 50 40 30 ---alkohol 3446.79 3367.71 2881.65 --- metil -N- amina primer ---alkohol 2 0 1151.50 1095.57 ---alkohol 1 0 4500 4000 Khitosanc 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar 4.3 Spektrum Inframerah Kitosan Dapat terlihat pada Gambar spektrum 4.3, puncak-puncak umum dari kitin dan kitosan terlihat pada Tabel 4.3 56

Tabel 4. 3 Data Spektrum Inframerah Kitosan Bilangan gelombang Jenis Ikatan Keterangan 1200-1705 cm -1 -- Eter siklik 1680-1630 cm -1 = Asetamida 3200 3600 cm -1 - hidroksi 3500-3300 cm -1 N- Vibrasi stretching 1380-3 pada Amida 1050+- 10 cm -1 - Alkohol primer 1100 cm -1 - Alkohol sekunder Spektrum kitin dan kitosan dapat dibedakan dengan melihat berkurangnya intensitas gugus =- (asetamida) pada bilangan gelombang 1665,4 cm -1 yang menunjukkan kitin telah terdeasetilasi,sedangkan intensitas untuk N- yaitu pada 3448,8 cm -1 mengalami kenaikan. al ini terjadi karena pada kitosan mengandung banyak ikatan N-. Pada Gambar spektrum 4.3 terdapat gugus = pada 2 - dengan intensitas yang cukup tinggi, hal ini dikarenakan ketika pengerjaan pembuatan pelet, kondisi ruangan tidak konstan kemungkinan berasal dari udara lingkungan. Spektrum kitin terlihat pada Gambar 97.5 %T 90 82.5 75 67.5 3111.18 2881.65 1435.04 1377.17 1317.38 60 1571.99 52.5 3479.58 1259.52 1203.58 894.97 ---eter aromatik 1155.36 956.69 698.23 ---alkohol 1 0 ---alkohol 1072.42 1022.27 -N- amina primer -=- amida 1662.64 1631.78 ---alkohol 2 0 4.4 45 4500 Kitin-1 4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 750 500 1/cm Gambar 4.4 Spektrum inframerah kitin Untuk lebih memastikan telah berhasilnya sintesis kitosan, pada penelitian ini dilakukan pengukuran derajat deasetilasi dengan metoda baseline pada sepektrum inframerah. Metode 57

ini di adopsi dari penelitian Domszy dan Robert. Dengan menggunakan rumus : A 1 A3448 1,33 1658 % N-deasetilasi={100 - x } x 100% dimana A 1658 merupakan nilai absorban pada bilangan gelombang 1658 cm -1 yang merupakan pita amida yang menunjukkan jumlah gugus N-asetil, sedangkan A 3448 merupakan nilai absorban pada bilangan gelombang 3448 cm -1 yang merupakan pita - hidroksil sebagai standar dalam. Faktor 1,33 dinyatakan sebagai nilai perbandingan A 1658 / A 3448 untuk semua gugus N-asetil pada kitosan terdeasetilasi. Pada penelitian ini diperoleh nilai derajat deasetilasi mencapai 79,31 %, sedangkan berdasarkan literatur, disebutkan bahwa dikatakan kitosan ketika besarnya nilai derajat deasetilasi lebih dari 70 %. Pengukuran derajat deasetilasi memberikan karakteristik tertentu pada kitosan,yaitu nilai berat molekul ratarata. Berat molekul rata-rata yang diperoleh dari hasil deasetilasi sebanyak 1,16 x 10 7 gr/mol. Pengukuran berat molekul ini sangat besar bila dibandingkan dengan literatur berkisar 1,0 x10 4 1,0 x10 6 gr/mol. al ini dikarenakan perbedaan derajat deasetilasi. Semakin besar nilai derajat deasetilasinya, maka nilai berat molekul rata-rata dari kitosan akan berkurang. 4.4 Membran Kitosan dan Membran Kitosan-TES Kitosan yang diperoleh dapat dibuat film tipis (membran) dengan ketebalan tertentu.pembuatan Membran kitosan dapat dilakukan dengan inversi fasa, yaitu proses transformasi polimer dari fasa cair ke fasa padat dengan kondisi terkendali penguapan pelarut pada suhu tertentu (Mulder, 1996) tahapannya adalah dengan membuat larutan kitosan 1% sebagai larutan cetak, yang kemudian di cetak ke dalam suatu cawan petri dengan volume 20 ml,selanjutnya pelarut dibiarkan menguap sehingga yang tertinggal adalah endapan polimer yang tercetak didalam cawan petri. Untuk melepaskan membran tersebut dapat dilakukan dengan perendaman dengan larutan Na 2 M, kemudian didiamkan selama kurang lebih 30 menit, dan membran siap diangkat, yang kemudian dicuci dengan aqua dm untuk menghilangkan larutan Na yang menempel. Pada proses ini, larutan Na berperan sebagai nonpelarut atau suatu koagulan. Dengan metoda inversi fasa ini dapat diperoleh membran yang porous. Proses selanjutnya adalah sintesis membran kitosan-tes, yaitu mengikatsilangkan suatu material anorganik yaitu tetraetilortosilikat (TES) kedalam suatu polimer organik. Tahap sintesis dilakukan dengan penambahan langsung TES kedalam larutan kitosan 1% melauli proses sol-gel.proses ini melibatkan dua reaksi yaitu reaksi hidrolisis dan reaksi kondensasi, 58

mekanisme yang terjadi : Gambar 4..5 Mekanisme hidrolisis dan kondensasi dari TES Membran kitosan serta turunannya yang berhasil di sintesis yaitu TSN ; TSN-0,5 ; TSN-1; TSN-1,5; serta TSN-2. Angka dibelakang kode TSN menyatakan volume (ml) TES yang ditambahkan.untuk membuktikan TSN bereaksi dengan TES dan terjadi pengikatsilangan, dilakukan pengukuran berat molekul rata-rata, dan juga dilakukan pengukuran spektrum inframerah terhadap membran. Pada pengukuran berat molekul terdapat perbedaan dimana BM TSN = 1,16 x 10 7 Da, sedangkan pada membran TSN-1,5 BM= 2,23 x 10 7 Da. Dari data ini dapat diperoleh berapa banyak TES yang terikat silang. Selisih BM jika dibagi dengan Mr dari TES, diperoleh 51.612 molekul TES yang terikat. Pada pengukuran spektrum inframerah dengan penggunaan pelet KBr, hasil spektrum yang diperoleh terlihat pada Gambar 4.8. Tipe membran yang digunakan adalah TSN-1,5. 59

105 %T 90 75 60 45 30 15 0 -- alkohol 3452.58 3363.86 3311.78 - ulur 2910.58 2870.08 1656.85 1581.63 1421.54 1377.17 1323.17 954.76 -=- amida -N--amina 1 0 --R alifatik -15 4500 4000 3500 3000 2500 2000 1750 1500 1250 1000 membran kitsan Gambar 4.6 Spektrum Inframerah membran TSN-1,5 1261.45 1153.43 1091.71 1078.21 1033.85 896.90 667.37 657.73 607.58 567.07 530.42 - ulur 750 500 1/cm Sedangkan puncak-puncak yang muncul pada bilangan gelombang tertentu dapat terlihat pada tabel 4.4 Tabel 4..4 Data spektrum inframerah dari membran kitosan-tes Bilangan gelombang Ikatan 910-830 cm -1-1110-1000 cm -1 -- dan -- (alifatik) 2250-2100 cm -1- - ulur 1200-1705 cm -1 -- eter siklik 1680-1630 cm -1 = amida 3200 3600 cm -1 - hidroksi 3500-3300 cm -1 N- primer 1380 - metil 1050+- 10 cm -1 - alkohol 1 0 1100 cm -1 - alkohol 2 0 60

Kemungkinan besar pengikatsilangan yang terbentuk adalah antara gugus 2 ---- (ikatan --R,R=alifatik ), hal ini ditunjukkan dengan adanya puncak pada bilangan gelombang 1110-1000 cm -1 sedangkan gugus N 2 tetap menjadi gugus amina bebas. Usulan mekanisme pengikatsilangan dapat terlihat Gambar 4.6. 2 N 3 N n N 3 N n -2 N 3 N n Gambar 4.7 Mekanisme pengikatsilangan kitosan-tes Sealiain terjadi pengikatsilangan, kemungkinan besar masuknya TES ke dalam matriks kitosan melalui interaksi ionik nya, namun interaksi ini tidak dapat terlihat di dalam spektrum inframerah. (Gambar 4.8) 61

Interaksi lain yang mungkin terjadi adalah N 3 N n Gambar 4.8 Interasksi kitosan-tes Terdapat interaksi van der waals antara gugus amino dengan gugus silanol (-), serta ikatan hidrogen pada gugus asetamida dengan gugus silanol,yang dapat menyumbangkan sifat kekuatan pada membran kitosan-tes. Namun diperlukan analisis lanjut untuk memastikannya yaitu dengan 12 NMR. 4.5 Pengaruh Suhu terhadap Membran Ketahanan terhadap temperatur juga digunakan sebagai parameter suksesnya suatu sel bahan bakar. Selama ini, suhu operasi di dalam sel bahan bakar berbasis metanol dilakukan pada temperatur 80 0. Dengan disintesisnya membran kitosan-tes, yang mengandung atom silika, diharapkan dapat digunakan pada suhu operasi tinggi. Karena TES memiliki temperatur dekomposisi mencapai suhu 160 0. Pada percobaan ini, dilakukan pengukuran secara gravimetri yaitu dengan mengukur selisih massa membran sebelum pemanasan dan setelah pemanasan, serta melihat perubahan fisik dari membran tersebut. Pada Tabel 4.5 menunjukkan pengaruh suhu terhadap membran yang dinyatakan dengan persen kehilangan berat : 62

Tabel 4.5 Data persen kehilangan berat pada berbagai suhu Type Membran Suhu 60 0 Suhu 80 0= Suhu 100 0 Suhu 120 0 TSN 3,03 % 2,22% 14,53% 11,53% TSN-0,5 3,43 % 8,23% 12,70% 16,67% TSN-1 3,33 % 1,01% 16,27% 20,40% TSN-1,5 1,73 % 5,08% 11,37% 43,75% TSN-2 8,90 % 32,45% 14,22% 14,76% asil penelitian menunjukkan telah terjadi kenaikan persen kehilangan massa dari membran dengan meningkatnya temperatur. Dengan kata lain, semakin besar suhu yang digunakan maka semakin besar juga massa membran yang hilang. al ini disebabkan oleh lepasnya 2 melalui reaksi intramolekul selama pemanasan berlangsung. Begitupun pada fisik membran terjadi perubahan warna membran dari transparan menjadi kekuningan. Ini menunjukkan bahwa membran telah mengalami degradasi. Analisis pengaruh suhu terhadap ketahanan membran pada penelitian ini perlu dipastikan dengan analisis TGA (termogravimetri analysis). Adapun usulan mekanisme yang terjadi ditunjukkan pada Gambar 4.10 N 2 N dipanaskan 2 N 2 N n n Gambar 4..9 Mekanisme lepasnya air ( 2 ) 63

4.6 Analisis Derajat Penyerapan Air Salah satu karakteristik membran yang dapat digunakan sebagai elektrolit di dalam fuel cell adalah derajat penyerapan airnya. Nilai ini ditentukan dengan metode gravimetri yaitu dengan menghitung selisih massa basah dengan massa kering dari membran. Nilai ini juga menentukan sifat fisik dari membran,apakah tahan terhadap air atau tidak, karena di dalam aplikasinya menggunakan larutan metanol (ada kandungan airnya). Makin banyak air yang diserap, biasanya konduktivitas membran akan meningkat. al ini disebabkan oleh peranan molekul air yang dapat membuat spesi pembawa muatan terdisosiasi dan mempermudah mobilitas spesi tersebut, yaitu proton. Tetapi ada batasannya, jika derajat penyerapannya terlalu tinggi (lebih dari 50%) maka membran menjadi lunak..sehingga life time membran akan singkat. Meningkatnya gugus yang hidrofil akan meningkatkan derajat penyerapan air. Tabel 4.7 menunjukkan derajat penyerapan air pada membran kitosan-tes pada berbagai suhu. Tabel 4.6 Data Persen Penyerapan Air pada Variasi Suhu Type Membran suhu 25 ) Suhu 80 ) suhu 100 0- suhu 120 0 TSN 4,34% 20,51% 69,32 % 2,17% TSN-0,5 5,71% 10,19% 7,50 % 4,50% TSN-1 4,54% 39,35% 59,31 % 2,77% TSN-1,5 3,70% 64,42% 21,93 % 4,13% TSN-2-52,03% 68,24 % 3,71% Kitosan memiliki rantai utama yang hidrofilik karena adanya gugus amina bebas dan gugus hidroksi pada atom karbon no. 6 nya.dengan adanya penambahan volume TES, berarti akan meningkatkan derajat hidrofilisitas dari rantai utama kitosan. al ini berimbas pada meningkatnya derrajat penyerapan airnya. Pada suhu ruang (25 0 ), dari data hasil penelitian yang terlihat pada tabel 4.7, terjadi anomali pada membran TSN-1,5 yang menunjukkan nilai persen penyerapan airnya lebih kecil dari kitosan. Pada tabel 4.7 juga menunjukkan dengan meningkatnya suhu pemanasan, nilai persen penyerapan air kecenderungannya semakin besar. al ini dikarenakan semakin banyak spesi yang menambah sifat hidrofilisitasnya, yaitu gugus hidroksi, namun ketika suhu pemanasan 64

mencapai 120 0, nilai persen penyerapan airnya menurun drastis. al ini disebabkan oleh dampak dari degradasi membran yang cukup tinggi dengan melihat penurunan nilai persen berat membran pada suhu 120 0. Sehingga ada kemungkinan lepasnya molekul air pada interaksi intramolekul semakin banyak. 4.7 Analisis Kapasitas Penukar Ion Kapasitas penukar ion menunjukkan jumlah gugus ionik dalam matriks polimer yang secara tidak langsung berkaitan dengan konduktivitas proton suatu polimer (Becker,2002). Gambar 4.10 menunjukkan hasil nilai kapasitas penukar ion pada suhu 60 0, dengan meningkatnya penambahan volume TES, maka nilai kapasitas penukar ion cenderung meningkat. Begitupun dengan kenaikan suhu hingga 100 0 terjadi peningkatan nilai kapasitas pertukaran ionnya. al ini membuktikan bahwa di dalam struktur kitosan hanya memiliki gugus N 2 sebagai gugus ioniknya, sedangkan pada membran TSN-TES terdapat gugus N 2 dan gugus - yang dapat bertindak sebagai gugus ioniknya. Nilai kapasitas pertukaran proton pada suhu 60 0 0,06 Nilai Kapasitas pertukaran proton (meq/gr) 0,05 0,04 0,03 0,02 0,01 0 0 0,5 1 1,5 2 2,5 Volume TES yang ditambahkan (ml) Gambar 4.10 Grafik Perubahan nilai ion + variasi penambahan TES Sedangkan pada suhu 120 0, terjadi penurunan nilai pertukaran ion, hal ini menunjukkan adanya hubungan dengan proses degradasi, dimana ketika terjadi proses degradasi dengan peningkatan suhu, gugus-gusus ionik seperti - yang berkompeten untuk dapat menukarkan proton, mengalami interaksi dengan gugus silanol (-) membentuk ikatan --. Berdasarkan data yang diperoleh, dan terlihat pada tabel 4.8 menunjukkan bahwa nilai kapasitas penukar ion tertinggi dimiliki oleh type membran TSN-1,5 yaitu 0,114 meq/gram. Yang ternyata masih berada jauh dibawah nilai kapasitas penukar ion pada Nafion yang mencapai 0,9 meq/gram. 65

Untuk lengkapnya dapat terlihat di Tabel 4.7 : Tabel 4.7 Data Nilai Ion + (meq/gram) parameter suhu Type Membran Suhu 25 0 Suhu 60 0 Suhu 100 0 Suhu 120 0 TSN-0,5 0,01 0,02 0,09 0,04 TSN-1 0,01 0,04 0,01 0,01 TSN-1,5 0,02 0,04 0,11 0,07 TSN-2-0,05 0,07 0,04 4.8 Analisis Permeabilitas Metanol Besarnya nilai permeabilitas metanol menjadi faktor utama untuk melihat berapa besar nilai metanol cross-over yang terjadi pada sistem fuel cell. al ini akan berdampak kepada besarnya nilai konduktivas yang dihasilkan.besarnya nilai permeabilitas metanol ditunjukkan dengan adanya proses difusi metanol melewati membran. Untuk melihat kemampuan membran dalam melewatkan proton dan transport metanol dinyatakan dengan nilai fluks (J), yang didasarkan pada hukum pertama Fick s. Berdasarkan analisis kromatograpi gas (G) diperoleh kurva aluran konsentrasi metanol pada kompartemen permeat terhadap waktu.terlihat pada Gambar 4.13 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya waktu permeasi, maka semakin banyak metanol yang berdifusi, walaupun ada kalanya metanol berdifusi kembali ke kompartemen umpan. 66

Perubahan konsentrasi metanol terhadap waktu permeasi [Metanol] M 10 8 6 4 2 0-2 y = 0,0643x + 4,5589 R 2 = 0,5157 y = 0,1101x + 0,5612 R 2 = 0,7525 y = 0,0541x - 0,6098 R 2 = 0,8738 0 20 40 60 80 Waktu (menit) TSN TSN-1,5 TSN-2 Linear (TSN) Linear (TSN-2) Linear (TSN-1,5) Gambar 4.11 Kurva Perubahan konsentrasi metanol terhadap waktu permeasi Berdasarkan persamaan yang diungkapkan oleh xiao zhang,dkk. Besarnya nilai permeabilitas metanol dapat diperoleh dengan menghitung terlebih dahulu besarnya nilai koefisien permeabilitasnya, yaitu dengan mengalurkan kurva antara ln f/o terhadap waktu. Dimana f menyatakan besarnya nilai konsentrasi metanol yang melewati membran, sedangkan untuk 0 menyatakan besarnya nilai konsentrasi metanol awal. Dengan menggunakan rumus : = Axp xt, yang merupakan turunan dari hukum ln f 0 V f Fick s pertama. Kemiringan dari kurva yang diperoleh dinyatakan sebagai koefisien permeabilitas (p, cm 3 cm -2 ),kurva yang diperoleh seperti terlihat pada Gambar 4.12 : 67

Penentuan koefisien permeabilitas - ln f/o 5 4,5 4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0 y = -0,0221x + 1,9015 R 2 = 0,5924 y = -0,0545x + 4,7905 R 2 = 0,9193 0 20 40 60 80 waktu (menit) y = -0,0097x + 1,0216 R 2 = 0,1876 TSN TSN-1,5 TSN-2 Linear (TSN) Linear (TSN-2) Linear (TSN-1,5) Gambar 4.12 Grafik Penentuan Koefisien Permeabilitas Metanol Besarnya nilai permeabilitas yang diperoleh kemudian digunakan untuk memperoleh nilai fluks dan selektivitas membran sebagai karakteristiknya. Diperoleh nilai permeabilitas metanol seperti terlihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4.8 Data Permeabilitas Metanol pada Membran No Type Membran Permeabilitas (cm 2 /menit) Fluks proton Fluks metanol Selektivitas membran 1 TSN 0,20 0,85 0,17 5,13 2 TSN-1,5 0,22 0,15 0,03 4,71 3 TSN-2 0,01 0,34 0,001 0,00044 Adapun nilai selektivitas dinyatakan dengan persamaan α J + =. Berdasarkan tabel J methanol 4.9, menyatakan bahwa TSN tanpa TES memberikan hasil yang lebih baik. 4.9 Analisis Konduktivitas Membran Besarnya nilai konduktivitas proton suatu membran merupakan parameter optimalisasi penggunaan membran tersebut sebagai elektrolit dalam sistem fuel cell. Pada penelitian ini dilakukan pada satu frekuensi 50 erzt karena keterbatasan alat serta waktu. Dengan 68

mengetahui R m (tahanan membran) hasil konversi dari hantaran, maka konduktivitas dapat ditentukan dengan persamaan pada BAB II, yaitu : l σ =, dimana nilai tahanan diperoleh dari 1/hantaran (S). RA Dari data yang diperoleh pada frekuensi 50 z, dengan meningkatnya volume TES yang ditambahkan, nilai konduktivitasnya meningkat. al ini ada kesesuaian dengan meningkatnya nilai persen kehilangan massa pada suhu 100 0, karena terbentuknya ikatan silang yang memungkinkan terjadi penyempitan pori-pori pada membran. Nilai Konduktivitas Proton variasi suhu Nilai konduktivitas x 10-4(S/cm) 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 20 40 60 80 100 120 140 Suhu (celsius) TSN TSN-1,5 Gambar 4.13 Grafik Konduktivitas proton pada membran TSN dan membran TSN-1,5 Pengukuran dilakukan dalam keadaan basah. Diharapkan dengan adanya spesi air didalam matriks polimer, sehingga spesi-spesi pembawa muatan akan terdisosiasi oleh air dan dapat bergerak menghantarkan proton. Makin banyak jumlah molekul air dalam matriks polimer maka konduktivitas akan meningkat. al ini disebabkan oleh spesi pembawa muatan yang terdisosiasi bertambah banyak dan pergerakannya pun akan semakin cepat. Adanya gugus ionik dalam matriks polimer seperti hidroksi akan meningkatkan konduktivitas, terutama pada keadaan basah. Mekanisme yang terjadi pada TSN basah diperkirakan melibatkan spesi - sebagai spesi + pembawa muatan. Gugus N kitosan akan terprotonasi dalam air menjadi N menurut 2 3 reaksi : + - N + N + 2 2 3 Spesi - inilah yang bebas bergerak dan berkontribusi pada konduktivitas (Wan.Y, 2003). 69

4.10 Scanning Electron Microscopy (SEM) Teknik analisis yang dapat memberikan gambaran jelas mengenai struktur pori membran adalah Scanning Electron Microscopy (SEM) ).Pada Gambar 4.16 memperlihatkan morphology dari membran. Ada korelasi ketika suatu membran yang memiliki nilai permeabilitas metanol besar, maka struktur porinya akan lebih besar. Serta terlihat pada penampang lintang yang menunjukkan adanya perubahan, pada kitosan pori-porinya halus sedangkan pada membran kitosan-tes 1,5 terdapat perubahan ukuran pori. Semakin besar konsentrasi membran, permukaan dan penampang polimer akan semakin kompak dan rapat. Porositas permukaan membran pun menurun seiring dengan bertambahnya konsentrasi polimer. Peningkatan konsentrasi polimer akan mengurangi konsentrasi pelarut yang digunakan, sehingga pada saat koagulasi parsial pelarut, membran dengan konsentrasi polimer yang besar akan memiliki lapisan atas yang lebih kaya polimer, dan menghasilkan membran dengan lapisan aktif yang lebih rapat (dense).terjadinya pengikatan silang antara TES dengan kitosan terlihat pada SEM dimana pori-porinya jauh lebih rapat, terlihat pada perbesaran 5000 kali. 70

Penampang lintang TSN Penampang lintang TSN-1,5 Kitosan permukaan bawah perbesaran 2000 x Kitosan-1,5 Permukaan bawah perbesaran 2000 x Kitosan permukaan atas perbesaran 5000 x Gambar 4.14 SEM dari Membran TSN dan Membran TSN-1,5 Kitosan-1,5 permukaan atas perbesaran 5000 x 71