BAB II KAJIAN PUSTAKA Untuk mencapai hasil penelitian yang objektif penulis berusaha menjelaskan variabel-variabel atau kata-kata kunci yang berhubungan dengan penelitian ini. Variabel variabel tersebut yaitu tentang pengertian hata, kepustakaan yang relevan, dan teori yang digunakkan. 2.1 Pengertian hata Hata lah yang memengang peranan yang sebesar-besarnya dalam adat istiadat Batak. Filsafat Batak pertama tentang hata (kata) berbunyi : Tali ihot ni hoda, Hata ihot ni jolma. Artinya : Tali pengikat kuda, kata pengikat manusia. Maksudnya : Dalam peradatan harus hati-hati mengeluarkan kata, karena kata-kata yang keluar dari mulut kita mengikat benar. Oleh sebab itu, peranan hata sangatlah berpengaruh di daam kehidupan bermasyarakat. Kata itulah yang menentukan bagaimana cara untuk tetap berbicara dengan benar dan sopan karena kata yang keluar dari mulut manusia tidak mungkin dapat dikembalikan ketempatnya semula. Berhubung dengan pentingnya hata itu dalam pekerjaan adat atau di dalam kehidupan bermasyarakat Batak Toba, maka tidak banyak orang yang suka menjadi raja parhata, karena disamping mempunyai kecerdasan memahami arti dan tujuan kata-kata lawan berbicara, harus juga dimilikinya perbendaharaan kata-kata yang tepat serta segala
macam kiasan yang bukan hanya membuat kata-katnya menjadi indah, tetapi juga mepertajam yang dikatakanya. Selain itu harus mempunyai perbendaharaan umpama dan umpasa ( pepetah dan perumpamaan) yang cukup dan dapat mematahkan perlawanan pihak lawan bicara. Karena itu semuanya, banyak orang yang sebenarnya mempunyai hak dan kewajiban bertindak atau berfungsi sebagai raja parhata menyerahkan haknya itu kepada saudaranya yang lain yang dianggapnya cukup matang dalam hal itu. Terlebih-lebih pada zaman dahulu kala kepandaian berbicara itu sangat besar artinya dalam masyarakat Batak yang dapat mengungkap identitas dari anggota masyarakat tersebut. Didalam acara adat hata tongka juga dapat berperan penting didalam mengajarkan setiap norma-norma dan ajaran moral yang berkaitan didalam kehidupan bermasyarakat. Adakalanya sering terlontar dari raja parhata dikarenakan agar melarang seseorang itu jangan melakukan tindakan yang semena-mena dan memperhatikan peraturan yang ada didalam acara adat tersebut. Karena dengan mengucapkan hata tongka tersebut masyarakat akan lebih percaya akan terjadinya sesuatu yang akan membuat dirinya berada dalam masalah atau ketidaktenangan bagi diri. Rasa ketidaktenangan yang dialami oleh masyarakat yang masih mempercayai akan timbulnya berbagai konflik yang akan melanda setiap kegiatan dan aktivitas mereka melalui kekuatan-kekuatan alam yang memaksa dirinya untuk dapat terus bertahan. Dikarenakan juga melalui hata tongka tersebut masyarakat akan tersadar akan pentingnya didalam menjaga kelestarian hidup dan mematuhi segala peraturan yang terdapat didalam menjalankan sebuah upacara adat karena adat adalah salah satu bahagian dari kebudayaan yang berlaku disetiap anggota masyarakat.
2.2 Kepustakaan yang Relevan Pengertian Folklor: Menurut Budiman (dalam Ginting 1979 : 13) berpendapat sebagai berikut: Sebagian dari kebudayaan yang tersebut dan diwariskan secara turun temurun dan tradisional diantara anggota anggota kelompok apa saja, dalam versi yang berbeda beda baik dalam bentuk lisan, maupun contoh yang disertai dengan perbuatan. Melalui folklor dapat diketahui kebudayaanya masyarakat pada waktu berkenaan (zamanya) baik dari segi pikiran, latar belakang masyarakat, maupun konsepnya serta keinginan mereka. Juga melalui folklor masyarakat lama menyampaikan bagaimana leluhur nenek moyang dahulu. Pikiran dan perasaanya tidak menggambarkan secara terbuka seperti sekarang namun disampaikan dengan cara tersirat dan halus sekali. Begitulah pribadi masyarakat dulu yang banyak menampilkan nilai nilai kehidupan yang menyangkut moral dan sebagainya. James Dananjaya (1984 : 21) memetik pendapat Jan Harold Brunvand membagi folklor dalam tiga kelompok besar yaitu: a. Folklor lisan adalah folkor yang bentuknya mmang murni lisan. Contohnya; bahasa rakyat, ungkapan tradisional, prtanyaan tradisional, cerita prosa rakyat dan lain sebagainya. b. Folklor sebagian lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsure lisan dan bukan lisan.contohnya; kepercayaan rakyat atau yang sering disebut dengan takhayul, permainan rakyat, teather rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat dan lain sebagainya.
c. Folklor bukan lisan adalah folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun pembuatanya diajarkan secara lisan. Contohnya ; arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tubuh adapt, makanan dan minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional. 2.3 Teori yang digunakan Secara etimologis, teori berasal dari kata theoria (yunani), berarti kebulatan alam atau realitas. Teori diartikan sebagai kumpulan konsep yang telah teruji keteranganya, yaitu melalui kompetensi ilmiah yang dilakukan dalam penelitian. Teori merupakan prinsip dasar yang terwujud dan berlaku secara umum dan memperoleh seorang penulis untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Teori diperlukan untuk membimbing atau memberi arah sehingga dapat menjadi tuntutan kerja bagi penulis. Di dalam meneliti masalah ini dibutuhkan suatu landasan teori, yaitu landasan berupa hasil perenungan yang mendalam, tersistem dan terstruktur terhadap gejala gejala alam yang berfungsi sebagai pengarah dalam kegiatan penelitian.teori merupakan landasan fundamental sebagai argumentasi dasar untuk menjelaskan atau memberikan jawaban terhadap masalah yang digarap. Dengan landasan teori yang kuat niscaya segala masalah akan dapat terselesaikan dengan baik. Pemahaman tentang folklor sebahagian lisan adalah folklor yang bukan merupakan gabungan unsur lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat atau yang sering disebut takhyul adalah kepercayaan yang oleh orang berpendidikan barat dianggap sederhana bahkan pandir tidak berdasarkan logika sehingga secara logika tidak dapat di pertanggungjawabkan. Menurut Danandjaya (dalam Poewadarminta, 1976 : 996) mengatakan kata takhyul hata tongka mengandung arti merendahkan atau menghina, maka ahli folklor
modern lebih senang menggunakan istilah kepercayaan rakyat (folk belief) atau keyakinan berarti hanya khayalan belaka (sesuatu yang hanya diangan-angan saja yang sebenarnya tidak ada). Folklor mempunyai fungsi tertentu. Menurut Willam R Bascom (dalam Danandjaya 1986 : 19) fungsi folklor adalah : a. Sebagai sistem proyeksi, yakni sebagai alat pencerminan angan-angan suatu kolektif b. Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dalam lambang-lambang kebudayaan c. Sebagai alat pendidikan anak d. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma masyarakatakan dipatuhi anggota kolektifnya