BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ki Gede Sebayu merupakan tokoh pendiri Tegal yang telah dikenal oleh masyarakat luas. Ketokohan Ki Gede Sebayu sebagai pendiri Tegal memang sudah tersohor sampai ke luar daerah Kecamatan Lebaksiu, bahkan sampai ke luar Tegal. Namun, sampai saat ini masih banyak masyarakat yang belum mengetahui perjalanan hidup Ki Gede Sebayu, sejarah perjuangan Ki Gede Sebayu dalam membangun Tegal, serta situs peninggalan Ki Gede Sebayu. Sejarah lokal Tegal telah mencatat Ki Gede Sebayu sebagai tokoh pendiri Kabupaten Tegal. Adanya bendungan Kali Gung di Desa Danawarih merupakan salah satu situs peninggalan sejarah yang menjadi bukti bahwa Ki Gede Sebayu pernah berjuang membangun Tegal di Desa Danawarih. Metode Ki Gede Sebayu dalam memimpin rakyat untuk berbangsa dan bernegara meliputi tiga pokok. Pertama, orientasi pada masa depan yang lebih baik dengan adanya pembangunan bendungan akan menanggulangi banjir pada saat sungai Gung mengalami kenaikan bibit air. Kedua, meningkatkan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Ki Gede Sebayu berhasil membangun masjid serta membangun pondok Al-quran dan Tauhid di Desa Kalisoka yang diasuh oleh putrinya, Siti Giyanti Subalaksana. Ketiga, percaya pada diri sendiri. Bisa dilihat dari Pembangunan areal pertanian dan bendungan Kali Gung sebagai 1

2 2 bukti kebesaran dan keagungan Ki Gede Sebayu dalam membangun Tegal (Salim dalam Rochani, 2005:xi-xii). Kutipan sejarah Ki Gede Sebayu di atas merupakan salah satu kekayaan budaya lokal yang harus dijaga keaslian ceritanya serta dilestarikan agar tidak punah. Semakin banyak situs peninggalan sejarah Ki Gede Sebayu yang ditemukan, semakin jelas dan rinci sejarah Ki Gede Sebayu dalam membangun Tegal yang dapat diketahui oleh masyarakat Tegal pada khususnya dan masyarakat sekitar Tegal pada umumnya. Sehubungan dengan hal tersebut di atas peneliti memandang perlu dilakukan penelitian mengenai perjalanan hidup Ki Gede Sebayu, perjuangan Ki Gede Sebayu dalam membangun Tegal dan situs peninggalan Ki Gede Sebayu yang terdapat di beberapa desa di Tegal. Hal ini dilakukan dengan alasan perlu diungkap perjalanan hidup Ki Gede Sebayu serta perjuangan Ki Gede Sebayu dalam mendirikan Tegal yang bersumber dari tradisi lisan sesepuh Tegal serta masyarakat desa setempat, serta perlu diungkap secara menyeluruh situs peninggalan sejarah Ki Gede Sebayu sebagai bagian dari perjalanan sejarah yang tidak terpisahkan dari cerita asal mula berdirinya Tegal. B. Pokok Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka yang menjadi pokok masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Sejarah Ki Gede Sebayu dalam membangun Tegal ; dan 2. Situs peninggalan sejarah Ki Gede Sebayu.

3 3 C. Tinjauan Pustaka Ki Gede Sebayu adalah tokoh pendiri Tegal yang cukup tersohor, baik di daerah Tegal maupun luar Tegal. Namun, tidak banyak buku yang memuat cerita tentang Ki Gede Sebayu. Ada beberapa buku sejarah lokal memuat tentang sejarah Ki Gede Sebayu. Ahmad Hamam Rochani (2005) dalam bukunya Ki Gede Sebayu Babad Negari Tegal mengupas tentang perjalanan hidup Ki Gede Sebayu yang sebelumnya merupakan bagian dari Kerajaan Pajang sampai akhirnya menjadi tokoh pembangun Tegal, sejarah nama Tegal, pembangunan-pembangunan yang dilakukan oleh Ki Gede Sebayu baik di bidang pemerintahan,agraris dan agama, serta tokoh-tokoh yang ikut berperan membantu Ki Gede Sebayu dalam membangun Tegal. Soetjiptoni (2007) dalam bukunya Ki Gede Sebayu Pendiri Pemerintahan Tegal (Tahun ) mengungkap perjalanan Ki Gede Sebayu dari Pajang sampai menetap di wilayah Tegal serta perjuangannya dalam membangun Tegal yang makmur, aman, serta terlepas dari kekeringan sawah. Buku ini juga menyebutkan beberapa situs peninggalan sejarah Ki Gede Sebayu, namun tidak menjelaskannya secara rinci. Buku-buku tersebut di atas belum membahas keberadaan situs-situs peninggalan Ki Gede Sebayu secara jelas dan rinci. Oleh karena itu, berbeda dengan kepustakaan tersebut penelitian ini akan mengungkap tentang Situs dan Peninggalan Ki Gede Sebayu di Kabupaten Tegal.

4 4 D. Tujuan Penelitian Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengungkap : 1. Sejarah Ki Gede Sebayu dan perjuangan Ki Gede Sebayu dalam membangun Tegal; dan 2. Situs peninggalan sejarah Ki Gede Sebayu yang ada di Kabupaten Tegal. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Secara akademis, hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti lain yang akan meneliti situs dan peninggalan Ki Gede Sebayu di kabupaten Tegal; 2. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam mengungkap sejarah Kota Tegal dan untuk melestarikan situs peninggalan Ki Gede Sebayu agar tetap terjaga dan tidak rusak keasliannya; 3. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan sejarah Tegal dan situs peninggalan Ki Gede Sebayu; 4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat memberi gambaran yang jelas sejarah Ki Gede Sebayu dalam membangun Tegal serta mengetahui situssitus peninggalan sejarah Ki Gede Sebayu yang terdapat di Tegal.

5 5 F. Landasan Teori dan Pendekatan Cerita sejarah Ki Gede Sebayu sudah menjadi tradisi lisan maupun tulisan (babad) di kalangan masyarakat Tegal dan sekitarnya. Menurut Kuntowijoyo, (1994: 21), dalam tradisi lisan tidak termasuk kesaksian mata yang merupakan data lisan. Tradisi lisan dengan demikian terbatas dalam kebudayaan lisan dari masyarakat yang belum mengenal tulisan. Sama seperti dokumen dalam masyarakat yang sudah mengenal tulisan, tradisi lisan merupakan sumber sejarah yang merekam masa lampau. Namun, kesejarahan tradisi lisan hanya sebagian dari isi tradisi lisan itu selain itu mengandung kejadian nilai-nilai moral, peribahasa, nyanyian dan mantra. Tradisi lisan dengan demikian menjadi sumber penulisan bagi antropolog dan sejarawan. Dalam antropologi tradisi lisan sebagai sumber data bagi penelitian sudah dipergunakan sejak awal timbulnya ilmu itu, tetapi pada ilmu sejarah penggunaan tradisi lisan masih merupakan hal yang baru. Usaha dalam menarik minat dalam penulisan sejarah dengan menggunakan tradisi lisan dalam seminar sejarah nasional III digarap secara khusus dalam panel Etnohistori sehingga dalam tulisan ini tidak dibahas lagi, (Kuntowijoyo, 1994 : 21). Dalam penelitian sejarah juga diperlukan data yang beraroma antropologi, khususnya bahan-bahan folklor, termasuk di dalamnya tradisi lisan. Bahan-bahan folklor bagi penelitian sejarah sangat diperlukan dalam penulisan sejarah lokal, terutama sejarah desa-desa dan sejarah budaya di Indonesia Danandjaja (dalam Priyadi, 2011: 70). Seorang ahli folklor dari Amerika Serikat, Jan Harold Brunvand telah membagi folklor menjadi tiga

6 6 bagian, yaitu (1) folklor lisan, (2) folklor sebagian lisan, (3) folklor bukan lisan. Semua jenis folklor berdasarkan klasifikasi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber sejarah yang berasal dari zaman kuna atau cukup kuna. Menurut Danandjaja dalam (Priyadi 2011 : 70), Folklor lisan meliputi (a) bahasa rakyat, (b) ungkapan tradisional, (c) pertanyaan tradisional, (d) puisi rakyat, (e) cerita prosa rakyat, dan (f) nyanyian rakyat. Sementara itu, folklor sebagian lisan terdiri atas (a) kepercayaan (banyak jenis pepeli atau tabu), (b) permainan rakyat, (c) teater rakyat (ketoprak, dagelan, begalan, dan lain-lain), (d) tari rakyat, (e) adat istiadat, (f) upacara (sadranan, unggah-unggah atau udhun-udhunan, pencucian jimat, upacara siklus kehidupan, dan lain-lain, dan (g) pesta rakyat. Folklor sebagian lisan ini bisa digunakan sebagai sumber sejarah religi dan sejarah kebudayaan. Folklor bukan lisan meliputi (a) yang material (terdiri dari arsitektur rakyat, kerajinan tangan rakyat, pakaian adat, perhiasan adat, masakan dan minuman rakyat, alat-alat musik, peralatan dan senjata, mainan serta obat-obatan tradisional) dan (b) yang bukan material (terdiri dari gerak isyarat tradisional, bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat, dan musik rakyat). Folklor bukan lisan ini juga sangat bermanfaat dalam penulisan sejarah kebudayaan. Babad adalah salah satu jenis sastra sejarah yang biasa digunakan di Jawa, Madura, Bali dan Lombok, yang dapat disamakan dengan cerita, sejarah (di daerah Sunda), hikayat, silsilah (di Sumatra, Kalimantan, Malaysia), tambo (di daerah Sumatra Barat) dan lontara (di Sulawesi Selatan) (Rochani, 2005:xxi).

7 7 Kata babad itu sendiri mengandung arti merambah atau menebang pohon-pohonan di hutan dan memangkas semak belukar. arti kata tersebut memang mempengaruhi pula terhadap isi babad. Pada umumnya babad mengandung cerita yang melukiskan pembukaan suatu daerah atau hutan untuk kemudian didirikan suatu ibukota kerajaan atau pusat pemerintahan di atasnya (Ekadjati dalam Rochani, 2005: xxi). Di atas telah disebutkan bahwa Babad adalah sastra sejarah, sehingga kandungan isinya pertama cenderung kearah disiplin ilmu sastra, kedua kearah disiplin ilmu sejarah dan ketiga lebih kearah disiplin antropologi. Meskipun telah disadari bahwa nilai historis dalam babad kadarnya rendah, tetapi apabila orang ingin mengetahui ide, gagasan dan gambaran masa lalu, maka sastra babad menjadi penting dan perlu dibaca ( Rochani, 2005: xxi). G. Metode Penelitian Metode adalah prosedur atau tata cara yang ditempuh dalam mencapai tujuan. (Kosasih, 2009 : 26). Penelitian ini merupakan penelitian historis, maka peneliti menggunakan metode penelitian sebagai berikut : 1) Heuristik Sebagai langkah awal ialah apa yang disebut heuristik (heuristics) atau dalam bahasa Jerman Quellenkunde, sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk mendapatkan data-data atau materi sejarah, atau evidensi sejarah, (Carrard; Cf. Gee, dalam Sjamsuddin, (2007: 86).

8 8 a) Artifact Dapat berupa foto-foto, bangunan atau alat-alat, (Kuntowijoyo, 1995: 96). kegiatan mencari sumber berbentuk artifact dalam penelitian ini yaitu situssitus berupa bagunan bendungan Kali Gung, Batu Kasur, Tombak Kiai Pleret, Makam Hanggawana, Pondok Pesantren Purbaya, Batu putih, Makam KI Gede Sebayu. Ada dua kategori untuk sumber lisan (Sjamsuddin, 2007: ): 1) Sejarah lisan (oral history), ingatan lisan (oral reminiscence) yaitu ingatan tangan pertama yang dituturkan secara lisan oleh orang-orang yang diwawancara oleh sejarawan 2) Tradisi lisan (oral tradition) yaitu narasi dan deskripsi dari orang-orang dan peristiwa-peristiwa pada masa lalu yang disampaikan dari mulut ke mulut selama beberapa generasi. 2) Kritik Menurut Sjamsuddin (2007:133). Dalam metode sejarah dikenal kritik eksternal dan kritik internal : a) Kritik eksternal : Otentisitas dan Integritas Adapun yang dimaksud kritik eksternal ialah suatu penelitian atas asal-usul dari sumber suatu pemeriksaan atas catatan atau peninggalan itu sendiri untuk mendapatkan informasi yang mungkin dan untuk mengetahui apakah pada suatu waktu sejak asal mulanya sumber telah diubah oleh orang-orang tertentu atau tidak. Kritik eksternal harus menegakkan fakta dari kesaksian bahwa :

9 9 1. Kesaksian itu benar-benar diberikan oleh orang ini atau pada waktu ini (authenticity) 2. kesaksian yang telah diberikan telah bertahan tanpa adanya perubahan (uncorupted), tanpa ada suatu tambahan-tambahan atau penghilanganpenghilangan yang subtansial (integrity). b) Kritik Internal Kebalikan dari kritik eksternal kritik internal sebagaimana yang disarankan oleh istilahnya menekankan aspek dalam isi dari sumber: Kesaksian (testimoni). Setelah fakta kesaksian (fact of testimoni) ditegakkan melalui kritik eksternal, tiba giliran sejarawan untuk mengadakan evaluasi terhadap kesaksian itu. Ia harus memutuskan kesaksian itu dapat diandalkan apa tidak, (Sjamsuddin, 2007:143). 3) Interpretasi Langkah ini dilakukan untuk mencantumkan data dan keterangan dari mana data itu diperoleh. Orang lain dapat melihat kembali dan menafsikan ulang. (Kuntowijoyo, 1995:100). 4) Historiografi Pada tahap penulisan, peneliti menyajikan laporan hasil penelitian dari awal hingga akhir, yang meliputi masalah-masalah yang harus dijawab. Tujuan penelitian adalah menjawab masalah-masalah yang telah diajukan. Pada hakikatnya, penyajian historiografi meliputi (1) pengantar (2) hasil penelitian dan, (3) simpulan. (Priyadi, 2011:92)

10 10 H. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan hasil penelitian disusun dalam empat bab dan masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab. Hal ini untuk mempermudah pembahasan dan membantu pembaca memahami maksud penelitian ini. Bab pertama atau bab pendahuluan menyajikan Latar Belakang Masalah, Pokok Masalah, Tinjauan Pustaka, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Landasan Teori, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan. Latar belakang masalah menguraikan tentang hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini. Bab Dua Berisi sejarah Ki Gede Sebayu dalam membangun Tegal yang menyajikan perjalanan hidup Ki Gede Sebayu dilihat dari silsilah keturunan Ki Gede sebayu, sejarah nama Ki Gede Sebayu. Sejarah Ki Gede Sebayu dilihat dari perjuangan Ki Gede Sebayu membangun Tegal. Bab Tiga Berisi situs dan peninggalan Ki Gede Sebayu yang terdapat dibeberapa daerah di Kabupaten Tegal, yang akan semakin memperkuat bukti sejarah perjuangan Ki Gede Sebayu dalam membangun Tegal, yang menyajikan tentang bendungan Kali Gung, makam Ki Gede Sebayu, makam Hanggawana, Pondok Pesantren Purbaya, Tombak Kiai Pleret, batu kasur, batu putih. Bab Empat Berisi tentang Simpulan dan Saran sebagai penutup skripsi ini Penutup berisi simpulan yang merupakan intisari dari keseluruhan bahasan dari bab-bab sebelumnya dan saran-saran.