BAB I Pendahuluan Latar Belakang

dokumen-dokumen yang mirip
TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. perubahan morfologi pada bentuk tampang aliran. Perubahan ini bisa terjadi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terbentuk secara alami yang mempunyai fungsi sebagai saluran. Air yang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Tinjauan Umum 1.2 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Wilayah BPSDA Pemali Comal

BAB III LANDASAN TEORI. A. Gerusan Lokal

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III Metode Penelitian Laboratorium

PENGARUH PEMASANGAN KRIB PADA SALURAN DI TIKUNGAN 120 ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan 1.1. LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ABSTRAK UCAPAN TERIMA KASIH

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN DATA

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sungai merupakan suatu saluran terbuka atau saluran drainase yang

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

BAB V RENCANA PENANGANAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung pada

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Tinjauan Umum

PENGARUH BENTUK PILAR JEMBATAN TERHADAP POTENSI GERUSAN LOKAL

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Sungai

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

GERUSAN YANG TERJADI DI SEKITAR ABUTMENT BERSAYAP PADA JEMBATAN (KAJIAN LABORATORIUM) Oleh : EKA RISMA ZAIDUN PEMBIMBING

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

PENGEMBANGAN KONSERVASI LAHAN TERHADAP EROSI PARIT/JURANG (GULLY EROSION) PADA SUB DAS LESTI DI KABUPATEN MALANG

BAB II KAJIAN PUSTAKA. bangunan sungai seperti abutment jembatan, pilar jembatan, crib sungai,

BAB III METODE PENELITIAN LABORATORIUM

BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PENDEKATAN MORFOLOGI SUNGAI UNTUK ANALISIS LUAPAN LAHAR AKIBAT ERUPSI MERAPI TAHUN 2010 DI SUNGAI PUTIH, KABUPATEN MAGELANG

BIOFISIK DAS. LIMPASAN PERMUKAAN dan SUNGAI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A.

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

BAB III METODE PENELITIAN. fakultas teknik Universitas Diponegoro Semarang. Penelitian yang dilakukan

STUDI PENANGANAN BANJIR SUNGAI SAMBOJA KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR

BAB II DESKRIPSI KONDISI LOKASI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Data Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. musim hujan, mengingat hampir semua kota di Indonesia mengalami banjir.

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

GERUSAN LOKAL 8/1/14 19:02. Teknik Sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sungai

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Geologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /

Agung Wiyono. Joko Nugroho. Widyaningtias. Eka Risma Zaidun. Kata-kata Kunci : Abutment, gerusan, saluran menikung, saluran lurus, dan sedimentasi.

ANALISIS GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN METODE CSU

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

Contents BAB I... 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pokok Permasalahan Lingkup Pembahasan Maksud Dan Tujuan...

BAB I PENDAHULUAN. Jembatan adalah suatu konstruksi yang menghubungkan dua bagian jalan

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

PENDAHULUAN 1 BAB I. 1.1 Latar Belakang

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL FISIK TERHADAP GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam Pada Aliran Subkritik)

ANALISIS GERUSAN DI HILIR BENDUNG TIPE USBR-IV (UJI MODEL DI LABORATORIUM)

Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir 2. Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta NIM :

PENGENDALIAN GERUSAN DI SEKITAR ABUTMEN JEMBATAN

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

STUDI PERUBAHAN DASAR KALI PORONG AKIBAT SEDIMEN LUMPUR DI KABUPATEN SIDOARJO TUGAS AKHIR

ANALISIS HIDROLIKA BANGUNAN KRIB PERMEABEL PADA SALURAN TANAH (UJI MODEL LABORATORIUM)

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Analisis Sedimentasi Sungai Jeneberang Menggunakan Citra SPOT-4

Oleh : Maizir. Dosen Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Padang. Abstrak

Kata Kunci: Abutmen Spill-Through Abutment dan Vertical Wall Without Wing, Gerusan Lokal, Kedalaman Gerusan Relatif

NASKAH SEMINAR 1. ANALISIS MODEL MATEMATIK GERUSAN LOKAL PADA PILAR JEMBATAN DENGAN ALIRAN SUBKRITIK (Studi Kasus Pilar Kapsul dan Pilar Tajam)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB III LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Wilayahnya meliputi bagian hulu, bagian hilir, bagian pesisir dan dapat berupa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJUAN PUSTAKA A. Sungai Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidologi. Air dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi,

BAB 4 PERENCANAAN ALTERNATIF SOLUSI

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Analisis Gradasi Butiran sampel 1. Persentase Kumulatif (%) Jumlah Massa Tertahan No.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB III STUDI KASUS. III.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Lahat

07. Bentangalam Fluvial

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan I 1

PENANGANAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. Kementerian Pekerjaan Umum

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI. KL 4099 Tugas Akhir. Bab 2

Transkripsi:

BAB I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Gerusan adalah fenomena alam yang disebabkan oleh aliran air yang mengikis dasar saluran. Kerusakan jembatan akibat gerusan pada pondasi pier atau abutment adalah hal yang biasa terjadi. Dari studi terdahulu, pada tahun 1973 saja, di seluruh belahan dunia, sudah terjadi 383 kerusakan jembatan, 25% disebabkan oleh adanya pier, dan 72% karena abutment (Richardson, dkk, 1993). Dari tahun 1960 1984, 108 kerusakan jembatan yang terjadi, 29 kerusakan diakibatkan oleh gerusan karena adanya abutment (National Roads Boards of New Zeland). Sedangkan dari penelitian Kandasamy dan Melville (1998), 6 dari 10 kerusakan jembatan yang terjadi di New Zeland disebabkan juga oleh abutment. Selain itu, 70% dari pengeluaran untuk perbaikan dan perawatan jembatan, teralokasikan untuk kerusakan akibat gerusan karena adanya abutment 1 Keberadaan abutment di sebagian tebing sungai hingga masuk ke dalam sungai menyebabkan lebar sungai mengalami penyempitan dan akan menimbulkan pengaruh pada perilaku aliran yang melewatinya. Perubahan perilaku aliran yang direpresentasikan dalam kecepatan aliran ini akan menimbulkan perubahan pula pada distribusi sedimen. Pada debit yang sama, penyempitan badan sungai mengakibatkan bertambahnya kecepatan, yang menyebabkan terjadinya gerusan lokal. Gerusan lokal di sekitar abutment, bisa berupa live-bed scour ataupun clear water scour, terjadi di sekitar abutment. Fenomena alam ini tidak bisa diamati secara langsung. Salah satu metode untuk menyederhanakannya adalah dengan pemodelan. Pemodelan fisik, yang umumnya menggunakan model geometrik, sangat membantu dalam memvisualisasikan baik 1 Local Scour At Abutments: A Review, Abdul Karim Barbhuiya dan Subhashis Dey, 2004 I-1

gejala-gejala alam ataupun respon yang diberikan oleh struktur akibat dari fenomenafenomena alam tersebut. Untuk kasus sungai alam, penyederhanaan dilakukan dengan memodelkannya sebagai saluran dengan tikungan. Meandering yang terjadi sepanjang aliran sungai disederhanakan menjadi tikungan bersudut. Dasar saluran alam yang mempunyai tingkat keragaman tinggi, dalam pemodelan juga mengalami penyederhanaan baik itu menjadi seragam jenisnya (live-bed model), ataupun bahkan dimodelkan sebagai fix bed model. Melengkapi perkembangan analisis dalam pemodelan sungai, yang disederhanakan menjadi saluran fix-bed model dengan pasir sebagai dasar saluran yang dihamparkan setebal 20 cm, serta tikungan 90 dan 180 derajat, dilakukan pemodelan fisik dengan menggunakan model abutment dinding vertikal tanpa sayap dan dengan sayap pada jembatan di Laboratorium Uji Model Hidraulika. Kedua hasil pemodelan fisik ini lantas akan dibandingkan secara analitik untuk mengetahui perbedaan gejala yang terjadi terhadap pergerakan sedimen selama pengaliran dalam beberapa debit tertentu. 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan dari kajian ini adalah untuk membandingkan fenomena gerusan lokal (live-bed scour) yang terjadi di sekitar abutment dinding vertikal tanpa sayap dan dengan sayap pada model saluran lurus, tikungan 90 derajat dan 180 derajat. 1.3. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah: 1. Mengumpulkan data kecepatan dan kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar abutment dinding vertikal tanpa sayap (Tim Peneliti; DR. Ir. I-2

Agung Wiyono, Joko Nugroho, ST, MT, Ph.D, Widyaningtias, Khristina Farida Astuti, 2006). 2. Melakukan pengukuran kecepatan dan kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar abutment dinding vertikal dengan sayap (Tim Peneliti: DR. Ir. Agung Wiyono, Joko Nugroho, ST, MT, Ph.D, Widyaningtias, Eka Risma Zaidun, 2008). 3. Melakukan analisis perbandingan dari gerusan yang terjadi akibat abutment dinding vertikal tanpa sayap dan dengan sayap pada model saluran lurus, tikungan 90 derajat, dan 180 derajat. 1.4.Sistematika Penulisan Laporan Tesis Magister ini akan disajikan dalam 5 (lima) bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I Pendahuluan Pendahuluan berisi mengenai latar belakang, tujuan pembahasan, ruang lingkup pemodelan, dan sistematika pembahasan laporan. Bab II Tinjauan Pustaka Bab II menyajikan tentang dasar teori yang diperoleh dari berbagai sumber. Baik itu jurnal, maupun hasil kajian sebelumnya yang terkait dengan pembahasan ini. Teori yang dibahas di bab ini akan dipergunakan dalam proses perhitungan, analisis, dan penarikan kesimpulan. Bab III Metode Penelitian Laboratorium Bab III menyajikan penjelasan mengenai proses pemodelan fisik yang telah dilakukan, baik dengan menggunakan abutment dinding vertikal tanpa sayap maupun dengan sayap. Selain itu ditampilkan pula hasil pengamatan untuk data kecepatan dan gerusan yang terjadi di sepanjang saluran akibat adanya abutment pada bagian lurus, tikungan 90 derajat, dan 180 derajat. I-3

Bab IV Hasil Pemodelan dan Analisis Bab IV berisi tentang hasil pemodelan distribusi kecepatan dan pergerakan sedimen di sepanjang saluran akibat adanya abutment dinding vertikal tanpa sayap maupun dengan sayap. Analisis dalam bab ini akan menjelaskan hasil perbandingan pada kedua parameter untuk jenis abutment yang berbeda. Bab V Kesimpulan dan Saran Menyajikan tentang kesimpulan dari hasil pemodelan dan analisis, serta saransaran untuk pemodelan dan penelitian selanjutnya. 1.5.Studi Kasus: Tikungan Sungai Simpang Aur-Lemau, Provinsi Bengkulu 1.5.1.Topografi dan Morfologi Sungai Berdasarkan peta rupa bumi Indonesia dapat dikatakan bahwa hulu Sungai Simpang Aur-Lemau terletak pada ketinggian ± 750 m di atas permukaan air laut dan melandai ke arah barat sampai dengan muara Sungai Lemau sepanjang ± 54 km di Samudra Indonesia. Secara geografis Sungai Simpang Aur terletak pada 102 o 17 05 BT- 102 o 30 55 BT dan 03 o 34 40 LS - 03 o 40 35 LS. Sedangkan secara administratif DAS Simpang Aur-Lemau berada di Kabupaten Bengkulu Utara yang meliputi 4 (empat) kecamatan yaitu Kecamatan Taba Pananjung, Kecamatan Pagar Jati, Kecamatan Pematang Tiga dan Kecamatan Pondok Kelapa. Berdasarkan peta bentuk wilayah dan lereng dari Balai RLKT kondisi topografi di wilayah DAS Simpang Aur Lemau sebagian besar memiliki kondisi topografi yang relatif datar dengan kemiringan lahan, seperti Tabel 1.1 di bawah ini: I-4

No Tabel 1. 1 Kemiringan Kemiringan Lahan Luas Daerah (Ha) 1 0 2 % 14.418 2 2 15 % 14.623 3 15 40 % 14.378 4 > 40 % 13.263 Total 55.782 Sumber: RLKT Bengkulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Simpang Aur-Lemau memiliki area seluas ± 850 km 2. Alur sungai ini berkelok-kelok (meandering) dengan kemiringan dasar sungai yang relatif curam, dimana semakin ke hulu kemiringan sungai semakin besar. 1.5.2.Potensi Permasalahan Kondisi morfologi sungai dengan banyaknya tikungan dan kemiringan yang besar diperkirakan menimbulkan energi gerusan yang besar, sehingga sepanjang alur sungai banyak erosi tebing sungai, terutama pada belokan sungai sebelah luar serta endapan sedimen pada sebelah dalamnya. Tikungan sungai yang diperkirakan menimbulkan potensi gerusan tebing dapat dilihat pada Gambar 1.1. Sedangkan efek dari sedimentasi yang terjadi di sepanjang alur sungai dan gerusan pada tebing sungai dapat dilihat pada Gambar 1.2. Selain akibat dari tikungan dan kemiringan morfologi sungai, besarnya gerusan juga diakibatkan dari adanya pembuangan air tail race PLTA Musi. Berdasarkan dari data terdahulu, elevasi dasar sungai di desa Susup (Reregulating Dam) ±147 m dpl. Secara umum, sungai Simpang Aur-Lemau memiliki lebar dan kedalaman sungai yang bervariasi dari hulu ke muara sungai sepanjang ± 54 km. I-5

Gambar 1. 1 Tikungan Sungai di Sekitar Desa Karang Panggung dan Lemau, 3 April 2008 I-6

Gambar 1. 2 Gerusan dan Sedimentasi yang Terjadi di Sepanjang Aliran Akibat Tikungan Sungai (Lokasi: Desa Karangpanggung dan Lemau, 3 April 2008) Gambar 1. 3 Potensi Keruntuhan Jembatan Akibat Gerusan di Sekitar Abutment (Lokasi: Desa Karangpanggung dan Lemau, 3 April 2008) I-7