Jerami padi fermentasi yang diberikan dalam bentuk utuh dan konsentrat maupun setelah digiling dibuat menjadi pakan komplit untuk ransum kambing betin

dokumen-dokumen yang mirip
P e r u n j u k T e k n i s PENDAHULUAN

Diharapkan dengan diketahuinya media yang sesuai, pembuatan dan pemanfaatan silase bisa disebarluaskan sehingga dapat menunjang persediaan hijauan yan

PEMANFAATAN JERAMI JAGUNG FERMENTASI PADA SAPI DARA BALI (SISTEM INTEGRASI JAGUNG SAPI)

Temu Lapang Bioindustri Sawit-Sapi

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

KEMENTERIAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN SEKOLAH TINGGI PENYULUHAN PERTANIAN MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PETERNAKAN 2013

I. PENDAHULUAN. atau sampai kesulitan mendapatkan hijauan makanan ternak (HMT) segar sebagai

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian kecernaan protein dan retensi nitrogen pakan komplit dengan

METODE. Materi 10,76 12,09 3,19 20,90 53,16

PENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan

MATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian

METODE PENELITIAN. Bahan dan Alat

I. PENDAHULUAN. Nenas adalah komoditas hortikultura yang sangat potensial dan penting di dunia.

Sistem Usahatani Terpadu Jagung dan Sapi di Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan

PAKAN LENGKAP BERBASIS BIOMASSA SAWIT: PENGGEMUKAN SAPI LOKAL DAN KAMBING KACANG

MATERI DAN METODA A. Fermentasi Jerami Padi Dengan Bio Starter 1. Proses pembuatan larutan bio starter Larutan Bio Starter adalah, larutan yang akan d

BAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16

I.PENDAHULUAN. dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. diikuti dengan meningkatnya limbah pelepah sawit.mathius et al.,

MATERI DAN METODE. Metode

PENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan

PENDAHULUAN. karena Indonesia memiliki dua musim yakni musim hujan dan musim kemarau.

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juni 2016 dengan tiga

MATERI DAN METODE. Materi

HASIL DAN PEMBAHASAN

SAMPAH POTENSI PAKAN TERNAK YANG MELIMPAH. Oleh: Dwi Lestari Ningrum, SPt

I. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan

SILASE TONGKOL JAGUNG UNTUK PAKAN TERNAK RUMINANSIA

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

Proceeding Seminar Nasional Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol.1 No.1 September 2017 ISSN:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi

TEKNOLOGI JERAMI FERMENTASI SEBAGAI PAKAN TERNAK Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si Widyaiswara Muda

Ditulis oleh Mukarom Salasa Minggu, 19 September :41 - Update Terakhir Minggu, 19 September :39

PEMANFAATAN ISI RUMEN SEBAGAI STARTER Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si Widyaiswara Muda I. PENDAHULUAN

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. kontinuitasnya terjamin, karena hampir 90% pakan ternak ruminansia berasal dari

PEMANFAATAN LIMBAH PERKEBUNAN DALAM SISTEM INTEGRASI TERNAK UNTUK MEMACU KETAHANAN PAKAN DI PROVINSI ACEH PENDAHULUAN

PENDAHULUAN. Sapi perah merupakan sumber penghasil susu terbanyak dibandingkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan

PEMANFAATAN SILASE HIJAUAN SEBAGAI PAKAN NUTRISI UNTUK TERNAK Yenni Yusriani

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kecernaan dan Deposisi Protein Pakan pada Sapi

BAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu

PEMANFAATAN SILASE KULIT BUAH KAKAO UNTUK MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KAMBING PADA SISTEM INTEGRASI KAKAO-KAMBING

PENDAHULUAN. Latar Belakang. peternak dengan sistem pemeliharaan yang masih tradisional (Hoddi et al.,

PUPUK KANDANG MK : PUPUK DAN TEKNOLOGI PEMUPUKAN SMT : GANJIL 2011/2011

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

PENGARUH UMUR DAN PANJANG CACAHAN RUMPUT RAJA TERHADAPEFISIENSI BAGIANYANGTERMAI{AN DOMBA DEWASA

1. Pendahuluan. 2. Pengertian

Pengembangan ternak ruminansia di negara-negara tropis seperti di. kemarau untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak ruminansia yang memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN

Coleman and Lawrence (2000) menambahkan bahwa kelemahan dari pakan olahan dalam hal ini wafer antara lain adalah:

MATERI DAN METODE. Materi

PENGARUH SUBSTITUSI RUMPUT GAJAH DENGAN LIMBAH TANAMAN SAWI PUTIH FERMENTASI TERHADAP PENAMPILAN PRODUKSI DOMBA LOKAL JANTAN EKOR TIPIS SKRIPSI

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama 13 minggu, pada 12 Mei hingga 11 Agustus 2012

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Campuran Onggok dan Molase

PENGGUNAAN PROBION PADA JERAMI FERMENTASI YANG DI IMBANGI PAKAN KOSENTRAT TERHADAP PERTAMBAHAN BOBOT BADAN DOMBA LOKAL JANTAN

PENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi

MATERI DAN METODE. Gambar 4. Kelinci Peranakan New Zealand White Jantan Sumber : Dokumentasi penelitian (2011)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Feed Wafer dan Feed Burger. Ditulis oleh Mukarom Salasa Selasa, 18 Oktober :04 - Update Terakhir Selasa, 18 Oktober :46

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan peningkatan permintaan daging kambing, peternak harus

PENANAMAN Untuk dapat meningkatkan produksi hijauan yang optimal dan berkualitas, maka perlu diperhatikan dalam budidaya tanaman. Ada beberapa hal yan

Tabel 1. Komponen teknologi introduksi pengkajian No. Jenis kegiatan Teknologi Ukuran/dosis penggunaan 1. Perbibitan sapi Kandang : Ukuran sesuai juml

PENGOMPOSAN JERAMI. Edisi Mei 2013 No.3508 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

OPTIMALISASI USAHA PENGGEMUKAN SAPI DI KAWASAN PERKEBUNAN KOPI

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Juni 2016.Lokasi penelitian di

BAB I PENDAHULUAN. Ternak ruminansia seperti kerbau, sapi, kambing dan domba sebagian besar bahan

ANALISIS BIAYA PRODUKSI PENGOLAHAN PAKAN DARI LIMBAH PERKEBUNAN DAN LIMBAH AGROINDUSTRI DI KECAMATAN KERINCI KANAN KABUPATEN SIAK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK ASAL KOTORAN SAPI Hasil sampingan pemeliharaan ternak sapi atau sering juga disebut sebagai kotoran sapi tersusun dari feses,

BAB I PENDAHULUAN. Rumput gajah odot (Pannisetum purpureum cv. Mott.) merupakan pakan. (Pannisetum purpureum cv. Mott) dapat mencapai 60 ton/ha/tahun

PERBAIKAN KUALITAS PAKAN DAN PENGOLAHAN LIMBAH KANDANG GUNA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS DAN KESEHATAN LINGKUNGAN DI KECAMATAN TEMBALANG KOTA SEMARANG

PENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting

PENERAPAN IPTEKS. Hafni Indriati Junifa Layla Sihombing Jasmidi Kinanti Wijaya

CARA MEMBUAT KOMPOS OLEH: SUPRAYITNO THL-TBPP BP3K KECAMATAN WONOTIRTO

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada

TEKNIK PENGOLAHAN UMB (Urea Molases Blok) UNTUK TERNAK RUMINANSIA Catur Prasetiyono LOKA PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN KEPRI

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak bawah pengawasan pemiliknya. Peran ternak domba di lokasi tersebut

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Musim kemarau di Indonesia menjadi permasalahan yang cukup

METODE PENELITIAN. Gambar 2 Ternak dan Kandang Percobaan

BAB I PENDAHULUAN. tercatat sebesar 237 juta jiwa dan diperkirakan bertambah 2 kali lipat jumlahnya. ayam sebagai salah satu sumber protein hewani.

BAB III MATERI DAN METODE. pada Ransum Sapi FH dilakukan pada tanggal 4 Juli - 21 Agustus Penelitian

MATERI DAN METODE. Materi

I. PENDAHULUAN. Peternakan di Indonesia setiap tahunnya mengalami peningkatan, sehingga

ANALISIS NILAI TAMBAH LIMBAH JAGUNG SEBAGAI PAKAN TERNAK SAPI DI SULAWESI SELATAN ABSTRAK

PEMBUATAN PUPUK ORGANIK

AGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017

Pembuatan Kompos Limbah Organik Pertanian dengan Promi

MATERI DAN METODE. Materi

V. PROFIL PETERNAK SAPI DESA SRIGADING. responden memberikan gambaran secara umum tentang keadaan dan latar

HASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum

BAB III MATERI DAN METODE. Lokasi yang digunakan dalam penelitian adalah Laboratorium Ilmu Ternak

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI TANAMAN TERNAK MENDUKUNG PERTANIAN ORGANIK

BAB III MATERI DAN METODE. dengan kuantitas berbeda dilaksanakan di kandang Laboratorium Produksi Ternak

Transkripsi:

DAUR ULANG JERAMI PADI UNTUK PERTANIAN MELALUI SAPI POTONG SUPRIYATI I, IG.M. BUDIARSANA', I-K. SUTAMA', dan P. WARDoyo 2 ' Balai Penelitian Ternak?O Box 221, Bogor 16002 IDinas Pertanian Kabupaten Blora.11. Raya Cepu Km 3, Blora, Jawa Tengah AB STRAK Pada penelitian ini dilakukan daur ulang jerami padi untuk pertanian melalui sapi potong di tingkat lapang. Teknik fermentasi jerami padi dan komposting yang telah dikuasai di tingkat laboratorium diaplikasikan di Mixed farming, Dinas Pertanian Blora. Sebanyak 25 ekor sapi cross breed Peranakan Ongole dan Simenthal yang ditempatkan secara individu, dibagi 2 kelompok. Jerami difermentasikan dengan penambahan 2,5 liter starter Bioputih, 2,5.kg urea, 2.5 kg tetes tebu ke 1 ton jerami yang digunakan sebagai pakan perlakuan. Ternak kontrol memperoleh jerami padi terfermentasi (JPT) dengan menggunakan starter Biofad. Lama fermentasi dengan menggunakan starter bioputih dan biofad masing-masing adalah 2 minggu dan 4 minggu. Pakan yang diberikan adalah JPT sebanyak 10 kg dan 5 kg konsentrat per hari. Hasil pengamatan ternyata teknik fermentasi dan komposting dapat diadopasi dengan baik di lapang. Persentase PBHH untuk-kontrol dan perlakuan selama 4 bulan pengamatan adalah 118,74 dan 121,94. Nilai C/N rasio kompos yang dihasilkan adalah 27. Dapat disimpulkan bahwa teknologi fermentasi dengan mudah dapat diaplikasikan di Mixed Farming dengan persentase PBHH sapi yang memperoleh Bioputih lebih berat dari pada sapi yang memperoleh Biofad. Penggunaan Bioputih lebih efisien karena lama fermentasi yang diperlukan dengan Bioputih sekitar 10-14 hari, sedangkan dengan Biofad diperlukan waktu 30-35 hari. Kata kunci : Sapi potong, jerami padi, fermentasi PENDAHULUAN Di lahan marjinal, peternakan didominasi oleh ternak ruminansia seperti sapi, domba dan kambing. Salah satu kharakteristik dari lahan marjinal adalah ketersediaan pakan, terutama dimusim kering sangat kui ang dan yang tersedia hanya jerami hasil sampingan panen di musim hujan dan itupun bila disimpan. Pemanfaatan jerami selain digunakan sebagai pakan ternak dipergunakan pula sebagai mulsa tnaman pertanian (tembakau, cabe, tomat dll.) ataupun kepentingan lainnya. Namun dibeberapa daerah seperti Blora yang merupakan penghasil ternak ruminan (sapi, domba dan kambing), maka penggunaan jerami padi merupakan bahan dasar pakan ternak. Dengan pertimbangan bahwa bahan baku jerami yang digunakan tidaklah berbenturan dengan kepentingan lainnya, maka pemanfaatan jerami sebagai pakan pokok ternak ruminansia adalah sangat tepat. Limbah dari peternakan yang berupa kotoran dapat diproses lebih lanjut menjadi kompos yang selanjutnya dapat dikembalikan kelahan pertanian sebagai pupuk organik untuk menyuburkan dan memperbaiki struktur tanah. Jerami mempunyai nilai gizi yang rendah, terutama protein dan nilai kecernaannya. Kecernaannya yang rendah disebabkan kandungan lignoselulosa yang tinggi. Untuk itu diperlukan upaya untuk meningkatkan nilai gizinya yaitu melalui fermentasi ataupun bantuan mikroorganisme rumen yang lebih intensif agar komponen lignoselulosa tersebut dapat didegradasi dan difermentasikan sehingga energi yang terkandung didalamnya dapat dimanfaatkan oleh ternak. Jerami terfermentasi secara aerob telah diujicobakan untuk ternak kambing maupun domba pada skala laboratorium. Penggunaan probiotik (probion) didalam proses fermentasi jerami padi dapat meningkatkan nilai nutrisinya untuk digunakan sebagai pakan domba dengan respon produksi ternak yang cukup baik (HARYANTO et al., 2004). Data kecernaan serat (NDF dan ADF) menunjukkan adanya peningkatan apabila jerami padi difermentasikan selama 3 minggu (53,97 dan 51,99%) dibandingkan satu minggu (48,16 dan 45,09%) atau 2 minggu (49,86 dan 46,27%). 405

Jerami padi fermentasi yang diberikan dalam bentuk utuh dan konsentrat maupun setelah digiling dibuat menjadi pakan komplit untuk ransum kambing betina muda selama 6 bulan menghasilkan pertambahan bobot hidup sebanding dengan ransum rumput raja segar dan konsentrat yaitu sekitar 72-74 g/ekor/hari tanpa menunjukkan efek negatif (MARTAWIDJAJA, 2003). SUPRIYATI et al. (2006) memberikan jerami padi yang difermentasi dengan probiotik (Bacillus spp. dan Trichoderma sp) dalam bentuk utuh untuk ransum domba muda menghasilkan pertambahan bobot hidup sebesar 65,58 g/ekor/ hari. SUPRIYATI et al. (2007) mempercepat proses fermentasi jerami menjadi 8 hari dengan memanfaatkan probiotik Bacillus spp (Bioputih) dimana nilai cerna bahan kering secara in vitro dapat ditingkatkan dari 35,61 menjadi 50,94%. Demikian pula UMIYASIH et al. (2004) menggunakan bahan pakan lokal sebagai upaya efisiensi pada usaha pembibitan sapi potong komersial. Dengan telah dikuasainya teknik fermentasi dengan baik di tingkat laboratorium dan hasil uji cobanya pada ternak memberikan respon yang baik, maka dilakukan aplikasi teknologi fermentasi di tingkat lapang serta uji cobanya pada ternak. Jerami padi selain digunakan sebagai pakan ternak dapat pula dimanfaatkan sebagai pupuk. Pupuk organik berbahan baku jerami bisa menjadi alternatif terbaik mengatasi kelangkaan pupuk yang saat ini menjadi masalah nasional. Permanfaatan jerami sebagai pupuk organik telah dilakukan oleh beberapa petani di Jawa Timur (www. republika). Proses pembuatan kompos berasal jerami padi secara fermentasi ini menggunakan inokulan probiotik starbio. Untuk pembuatan pupuk organik, selain jerami dan tebon jagung, dibutuhkan pula kotoran dan kencing ternak. Aplikasi kompos yang dipakai petani sementara ini adalah setiap satu hektar lahan pertanian umumnya menggunakan 4-5 lima kwintal pupuk anorganik. Setelah digunakannya pupuk organik kembali, maka setiap satu hektar lahan pertanian digunakan komposisi tiga kwintal pupuk anorganik dan dua kwintal pupuk organik. Pada penelitian ini diterapkan teknik pembuatan kompos dengan menggunakan inokulan Bioputih di tingkat lapang. Pada percobaan ini diaplikasikan teknologi fermentasi dan komposting dengan menggunakan Bioputih (Bacillus spp) di Mixed Farming Blora. Produk jerami terfermentasi selanjutnya diujicobakan pada ternak sapi potong untuk mengetahui respon pertumbuhannya. MATERI DAN METODE Percobaan dilakukan di Mixed Farming, Sub Dinas Peternakan - Dinas Pertanian Blora, JI. Raya Cepu Km 3 Blora, Jawa Tengah. Percobaan yang dilakukan meliputi : Aplikasi teknologi fermentasi jerami, percobaan pemberian pakan pada sapi potong dan pembuatan kompos dari kotoran ternak dan sisa jerami. Aplikasi teknologi fermentasi jerami Inokulan/mikroba yang digunakan yaitu Bioputih (Bacillus spp) dan "Biofad" (tersedia di lapang). Untuk memperkaya nilai nutrisi jerami padi maka pada proses fermentasi ditambahkan 2,5 kg urea dan 2,5 kg tetes tebu per I ton jerami sebagai sumber nitrogen dan energi. Cara fermentasi dengan menggunakan Bioputih : 1. Jerami sebanyak 100 kg ditumpuk dengan ketinggian kira-kira 30 cm. Per perlakuan terdiri dari 10 tumpukan. 2. Dibuat campuran larutan mikroba Bacillus spp dengan tambahan urea, tetes tebu dengan rincian sebagai berikut 2,5 kg urea, 2,5 kg molase, 2,51 inokulan kemudian dicampur dengan air menjadi 20 liter. 3. Semprot jerami (per tumpukan) dengan larutan diatas sebanyak 21. 4. Jerami ditumpuk kembali diatas jerami yang telah disemprot, selanjutnya disemprot seperti butir 3, dan terus lakukan tahapan ini sampai 10 tumpukan (sekitar I ton jerami). Tumpukan jerami ditutup dengan plastik, untuk menjaga kelembaban. 5. Jerami hasil fermentasi tersebut kemudian diangin-anginkan sebelum diberikan ke ternak. 6. Fermentasi dilakukan selama 8-14 hari. 4 0 6

Sebagai kontrol percobaan digunakan jerami terfermentasi yang menggunakan starter Biofad yang tersedia di lapanglmixed Farming Blora Jawa Tengah. Fermentasi jerami dengan menggunakan Biofad dilakukan mengikuti cara seperti biasanya peternak lakukan. Proses fermentasi dilakukan selama 4-5 minggu. Jerami terfermentasi selanjutnya dianalisis komposisi kimia dan kecernaan bahan keringnya. Peubah yang diamati meliputi kandungan nutrien (air, SDN, SDA, protein dan abu) serta KCSDN. Percobaan pemberian pakan pada sapi potong Pada percobaan ini digunakan sapi cross breed Peranakan Ongole dan Simenthal sebanyak 25 ekor, dimana 5 ekor sebagai kontrol dan 20 ekor ternak perlakuan. Ternak kontrol memperoleh jerami padi terfermentasi dengan menggunakan Biofad sebanyak 10 kg per hari dan ternak perlakuan memperoleh jerami padi terfermentasi dengan menggunakan Bioputih sebanyak 10 kg per hari. Semua ternak memperoleh konsentrat dengan jumlah yang sama yaitu 4-5 kg per hari. Pakan diberikan sehari 3 kali yaitu jam 07.00, 13.00 dan 19.00. Sedangkan air minum diberikan secara ad libitum 2 kali sehari yaitu pagi had dan siang hari. Kandang dibersihkan sebelum pemberian air minum. Masa adaptasi terhadap pakan dilakukan selama 10 hari. Bobot hidup diukur setiap bulan selama 3 bulan. Rataan bobot hidup awal ternak untuk kelompok 1 dan 2 masing-masing adalah 305,20 ± 19,52 kg dan 291,6 ± 31,45 kg. Aplikasi pembuatan kompos dari kotoran sapi dan sisa jerami Bahan baku yang digunakan untuk kompos adalah kotoran ternak dan sisa pakan berupa jerami padi. Jerami padi yang tersisa dipalka, dengan lain kata kondisinya rusak atau tidak dapat dipergunakan sebagai pakan ternak, maka dimanfaatkan sebagai bahan baku kompos. Sehingga penggunaan jerami sisa ini tidak akan mengganggu ataupun berbenturan dengan kepentingan lainnya. Cara komposting yaitu 2 liter inokulan (1 :20) disemprotkan pada 100 kg campuran kotoran ternak dan sisa pakan, aduk. Selanjutnya untuk setiap 100 kg ditambahkan 2 liter inokulan (1 :20). Komposting dilakukan pada ketinggian tumpukan 60 cm, kemudian ditutup untuk menjaga kelembaban. Parameter yang diukur adalah C/N rasio. HASIL DAN PEMBAHASAN Teknologi fermentasi jerami padi Fermentasi di tingkat instansi/mixed Farming pada tahap awal dilakukan bersamasama peneliti dengan petugas, selanjutnya petugas melakukan sendiri tanpa supervisi. Hasil pengamatan di mix farming setelah satu minggu proses fermentasi jerami ternyata produk yang dihasilkan kurang baik. Hal ini ditunjukkan dengan tekstur yang kering dan masih agak kasar. Penyebabnya adalah kadar air dari jerami sebelum fermentasi terlalu rendah, ini didukung oleh suhu yang sangat panas di Blora. Selanjutnya dilakukan penumpukan jerami yang pada awalnya hanya 1 meter menjadi 2 meter, untuk menjaga kelembaban dan mengurangi proses penguapan selama proses fermentasi. Setelah ada perbaikan proses fermentasi ternyata hasil fermentasi yang dilakukan di lapang, secara fisik produk yang dihasilkan baik. Hal ini ditunjukkan dari warna jerami terfermentasi yang coklat kekuning-kuningan, tekstur lembut dan dengan mudah dapat dipatahkan. Hasil analisis secara kimiawi terhadap kadar air, nilai KCBK, nilai KCSDN dan persentase SDN dari jerami terfermentasi dapat dilihat pada Tabel 1. Kadar bahan kering jerami padi terfermentasi adalah 67,04 dan 65,33%, (kandungan air nya sebesar 32,96 dan 34,67%), masing-masing untuk JPT Biofad (kontrol) dan JPT Bioputih (perlakuan). Kadar air yang optimal selama proses fermentasi jerami adalah 35-45%. Secara fisik hasil fermentasi jerami yang dilakukan di Mix Farming cukup baik, dikarenakan sarana dan prasarana untuk proses fermentasi yang baik, proses fermentasi yang dilakukan pada shelter yang bersemen walaupun setengah terbuka, sehingga kelembaban dapat terjaga. Hasil analisis konsentrat ternyata kandungan protein kasarnya adalah 10,53%. Hal ini lebih rendah daripada yang direkomendasikan yaitu sekitar 16%. Dengan rendahnya kadar protein kasar dalam 4 0 7

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak konsentrat maka pertambahan bobot hidup belumlah optimal. Dari hasil analisis protein kasar pada jerami terfermentasi masing-masing dengan menggunakan inokulan Biofad dan Bioputih adalah 9,66 dan 5,86%. Perbedaan kandungan protein kasar ini disebabkan perbedaan jumlah urea yang ditambahkan pada saat dilakukan fermentasi, dimana yang untuk Biofad 6 kg sedangkan yang menggunakan Bioputih sebanyak 2,5 kg urea. Kandungan abu pada proses fermentasi yang menggunakan Bioputih lebih rendah dibandingkan dengan yang menggunakan Biofad (24,62 vs 30,62%), hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi dengan menggunakan Bioputih lebih besar kandungan bahan organiknya dibanding dengan yang menggunakan Biofad. Tabel 1. Hasil analisis konsentrat dan jerami padi terfermentasi (JPT) yang digunakan di Mixed farming, Dinas Pertanian Blora : Nutrien Konsentrat JPT-Biofad JPT-Bioputih Bahan kering 85,10 67,04* 65,33 Air 14,90 32,96 34,67 Protein kasar 10,53 9,66* 5,86 Abu 14,50 30,62* 24,62 KCBK Td 45,49 64,68 KCSDN Td 25,85 50,20 SDN Td 73,51 70,50 SDA Td 51,50 53,42 Keterangan *Informasi dari Mixedfarming Nilai KCBK dan KCSDN jerami Percobaan pemberian pakan pada sapi di terfermentasi dengan menggunakan Bioputih Mixed Farming lebih besar dibanding dengan yang menggunakan Biofad. Hal ini menunjukkan bahwa proses fermentasi dengan menggunakan inokulan Bioputih lebih banyak dicerna dalam rumen, dengan demikian efisiensi pakan akan lebih baik. Demikian pula kandungan komponen serat (SDN dan SDA) jerami terfermentasi dengan menggunakan Bioputih lebih rendah dibanding dengan yang menggunakan Biofad. Selain iti fermentasi dengan menggunakan Bioputih waktu fermentasi lebih cepat dibanding menggunakan Biofad. Hal ini akan lebih mengefisiensikan proses produksi pakan. Bobot hidup awal ternak kontrol dan perlakuan masing-masing adalah 305,20 ± 19,52 kg dan 291,6 ± 31,45 kg. Bobot hidup akhir pengamatan (3 bulan 10 hari) masingmasing untuk kontrol dan perlakuan adalah 361,40 ± 25,16 kg dan 336,8 ± 39,45 kg (Tabel 2 a dan 3 a). Perbedaan bobot hidup pada awal percobaan berdampak pada bobot akhir yang berbeda pula. Untuk itu untuk melihat efektifitas penggunaan jerami terfermentasi dengan menggunakan inokulan Bioputih maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan persentase peningkatan bobot hidup terhadap bobot awal (Tabel 2 b dan 3 b ). Tabel 2a. Bobot hidup sapi yang mendapatkan perlakuan jerami terfermentasi dengan menggunakan Biofad (kontrol) No. urut No. Kandang Penimbangan bulan ke Awal* 1 2 3 4 1 83 284 292 318 336 388 2 84 320 320 352 364 346 3 82 330 332 356 374 389 4 81 302 338 314 342 348 5 85 290 280 302 316 336 Rataan 305,20 312.40 328.40 346.40 361.40 Standar deviasi 19,52 25.31 24.14 23.04 25.16 Keterangan : *0 = Masa adaptasi 10 hari 4 0 8

Tabel 2 l. Peningkatan bobot hidup (kg) dan persentase peningkatan bobot hidup sapi yang mendapatkan perlakuan jerami terfermentasi dengan menggunakan Biofad (kontrol) No. urut No. kandang Keterangan : *0 = Masa adaptasi 10 hari Peningkatan BH (kg) bulan ke Persentase peningkatan BH (%) Awal* 1 2 3 0* 1 2 3 1 83 8 34 52 96 102,82 111,97 118,31 136,62 2 84 0 32 44 26 100,00 110,00 113,75 108,i3 3 82 2 26 44 57 100,61 107,88 113,33 117,88 4 81 36 12 40 10 111,92 103,97 113,25 115,23 5 85-10 12 26 56 96,55 104,14 108,97 115,86 Rataan 7,20 23,20 41,20 49,00 102,38 107,59 113,52 118,74 Standar deviasi 17,36 10,64 9,55 33,06 5,79 3,54 3,31 10,65 Tabel 3'. Bobot hidup sapi yang mendapatkan perlakuan jerami terfermentasi dengan menggunakan Bioputih No. unit No. kandang Penimbangan bulan ke Awal 1 2 3 4 1 171 222 242 260 270 284 2 167 294 300 330 344 364 3 163 304 308 336 354 372 4 170 242 256 264 276 292 5 175 306 306 326 348 374 6 166 264 280 304 300 298 7 174 292 290 318 330 350 8 162 282 290 306 318 314 9 169 358 362 388 400 422 10 165 312 314 336 348 364 11 168 336 344 360 374 380 12 179 310 312 336 344 370 13 176 282 292 310 312 324 14 164 318 314 338 348 364 15 161 276 276 286 302 298 16 173 306 308 330 334 346 17 172 290 280 300 308 338 18 178 310 312 318 326 306 19 180 268 276 276 280 292 20 177 260 266 264 270 284 Rataan 291,6 296,4 314,3 324,3 336,8 Standar deviasi 31,45 28,13 33,11 35,10 39,45 4 0 9

Tabel 3". Peningkatan bobot hidup (kg) dan persentase peningkatan bobot hidup sapi yang mendapatkan perlakuan jerami terfermentasi dengan menggunakan Bioputih Peningkatan BH (kg) bulan ke Persentase Peningkatan BH (%) No. Urut No. Kandang Awal* 1 2 3 0* 1 2 3 1 171 20 38 48 62 109,01 117,12 121,62 127,93 2 167 6 36 50 70 102,04 112,24 117,01 123,81 3 163 4 32 50 68 101,32 110,53 116,45 122,37 4 170 14 22 34 50 105,79 109,09 114,05 120,66 5 175 0 20 42 68 100,00 106,54 113,73 122,22 6 166 16 40 36 34 106,06 115,15 113,64 112,88 7 174-2 26 38 58 99,32 108,90 113,01 119,86 8 162 8 24 36 32 10,84 108,51 112,77 111,35 9 169 4 30 42 64 101,12 108,38 111,73 117,88 10 165 2 24 36 52 100,64 107,69 111,54 116,67 11 168 8 24 38 44 102,38 107,14 111,31 113,10 12 179 2 26 34 60 100,65 108,39 110,97 119,35 13 176 10 28 30 42 103,55 109,93 110,64 114,89 14 164-4 20 30 46 98,74 106,29 109,43 114,47 15 161 0 10 26 22 100,00 103,62 109,42 107,97 16 173 2 24 28 40 100,65 107,84 109,15 113,07 17 172-10 10 18 48 96,55 103,45 106,21 116,55 18 178 2 8 16-4 100,65 102,58 105,16 98,71 19 180 8 8 12 24 102,99 102,99 104,48 108,96 20 177 6 4 10 24 102,31 101,54 103,85 109,23 Rataan 4,80 22,70 32,70 45,20 101,83 107,90 111,31 115,60 Standar deviasi 6,97 10,33 11,74 19,12 2,79 4,02 4,40 6,66 115 Kontrol 110 Perlakuan 0 105 - W 0. 100-95 -1--- 90-12 3 4 Bulan ke Gambar 1. Persentase PBH sapi kontrol dan perlakuan 4 1 0

Tabel 4a. Perkembangan bobot hidup ternak kontrol dan perlakuan (n = 5) selama pengamatan No. Urut No. Kandang Kontrol Penimbangan bulan ke 0* 1 2 3 4 1 83 284,00 292.00 318,00 336,00 388,00 2 84 320,00 320,00 352,00 364,00 346,00 3 82 330,00 332,00 356,00 374,00 389,00 4 81 302,00 338,00 314,00 342,00 348,00 5 85 290,00 280,00 302,00 316,00 336,00 Rataan 305,20 312,40 328,40 346,40 361,00 Standar deviasi 19,52 25,31 24,14 23,04 25,60 Perlakuan 1 174 292,00 290,00 318,00 330,00 350,00 2 163 304,00 308,00 336,00 354,00 372,00 3 179 310,00 312,00 336,00 344,00 370,00 4 175 306,00 306,00 326,00 348,00 374,00 5 167 294,00 300,00 330,00 344,00 364,00 Rataan 301,20 303,20 329,20 344,00 366,00 Standar deviasi 7,82 8,56 7,56 8,83 9,00 Gambar 1 menunjukkan bahwa persentase peningkatan bobot hidup pada masa adaptasi maupun pada bulan ke 1 dan ke 2 tidak ada perbedaan (sama), namun pada akhir pengamatan, kontrol lebih tinggi daripada perlakuan (118,74 ± 10,65 kg vs 115,60 ± 6,66 kg). Hal ini disebabkan ada satu ekor ternak yang pertambahan bobot badannya mencapai 52 kg selama 1 bulan. Alternatif lainnya, efektifitas penggunaan jerami terfermentasi dengan menggunakan inokulan Bioputih maka dilakukan perhitungan dengan menggunakan bobot hidup awal dan jumlah ternak yang sama yaitu masing-masing 5 ekor (Tabel 4 a). Persentase peningkatan bobot hidupnya dapat dilihat di Tabel 4 b. Dari Tabel 4 b terlihat bahwa bobot hidup ternak kontrol dan perlakuan masing-masing adalah 305,20 ± 19,52 kg dan 301.20 ± 7.82 kg. Setelah 3 bulan perlakuan dengan 10 hari masa adaptasi bobot hidup ternak masingmasing untuk kontrol dan perlakuan adalah 361.40 ± 25.16 kg dan 366 ± 9.70 kg. Persentase peningkatan bobot hidup masingmasing untuk kontrol dan perlakuan adalah 118.74 ± 16.65% dan 121.94 ± 1.87% (Tabel 4b). Dari Gambar 2 terlihat jelas bahwa perlakuan jerami padi terfermentasi dengan menggunakan Bioputih persentase peningkatan bobot hidupnya lebih tinggi dari kontrol (menggunakan Biofad). Aplikasi pembuatan kompos dari kotoran sapi dan sisa jerami Teknologi komposting diaplikasikan di Mixed farming - Blora dengan bahan yang digunakan adalah kotoran sapi dan sisa jerami/pakan. Di lokasi Mixed farming, kotoran ternak yang bercampur dengan sisa pakan ditampung pada lubang disamping kandang dan untuk kotoran ternak yang agak kering (tidak tercampur dengan urin dan air) ditampung pada bangunan terbuka (shelter). Komposting dengan menggunakan inokulan Balitnak telah diaplikasikan pada kotoran dan sisa pakan sebanyak 17 ton, dan telah dijual. Dari hasil wawancara dengan petugas di Mixed farming, proses komposting dilakukan sebulan dan hasilnya secara fisik baik yang diindikasikan dengan warna kotoran yang hitam. Hasil analisis C/N ratio kompos yang berasal dari kotoran sapi yang tercampur sisa pakan di Mixed farming adalah 27. Hal ini menunjukkan bahwa kompos masih banyak mengandung bahan organik dan baik untuk tanaman. 4 1 1

Lokakarya Nasional Pengembangan Jejaring Litkaji Sistem Integrasi Tanaman - Ternak Tabel 4". Persentase peningkatan bobot hidup temak kontrol dan perlakuan (n = 5) selama pengamatan (bobot awal hampir sama) No. Urut No. Kandang Kontrol Bulan ke 0* 1 2 3 1 83 102,82 111,97 118,31 136,62 2 84 100,00 110,00 113,75 108,13 3 82 100,61 107,88 113,33 117,88 4 81 111,92 103,97 113,25 115,23 5 85 96,55 104,14 108,97 115,86 Rataan 102,38 107,59 113,52 118,74 Standar deviasi 5,79 3,54 3,31 10,65 Perlakuan 1 174 99,32 1.08,90 113,01 119,86 2 163 101,32 110,53 116,45 122,37 3 179 100,65 108,39 110,97 119,35 4 175 100,00 106,54 113,73 122,22 5 167 102,04 112,24 117,01 123,81 Rataan 101,04 109,43 114,57 121,94 Standar deviasi 0,88 2,49 2,78 1,87 Gam bar 2. Persentase peningkatan bobot hidup temak sapi di Mix farming KESIMPULAN sama dengan yang dilakukan di laboratorium. Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa : 2. Persentase pertambahan bobot hidup sapi 1. Teknologi fermentasi dengan mudah dapat yang memperoleh BioPutih lebih tinggi diaplikasikan di Mixed farming, dengan dari pada sapi yang memperoleh Biofad. mutu jerami terfermentasi yang hampir 3. Penggunaan BioPutih lebih efisien karena lama fermentasi yang diperlukan dengan 4 1 2

BioPutih sekitar 10-14 hari, sedangkan dengan Biofad diperlukan waktu 30-35 hari. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan P 4 MI, Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian atas biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan ini. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada Kepala Dinas Pertanian Blora atas fasilitas dan kesempatan kami melakukan kegiatan ini di Blora. Terima kasih disampaikan pula kepada para staf Mix Farming atas kerjasamanya dalam pelaksanaan percobaan ini. Tak lupa dan yang terpenting disampaikan pula terima kasih kepada Kepala Balai Penelitian Ternak beserta PUMK P 4MI (Sdri. RINi INDRAWATI) dan stafnya. Rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi Nutrisi, Laboratorium Teknologi Pakan serta Laboratorium Pelayanan Kimia, penulis sampaikan atas semua bantuannya. DAFTAR PUSTAKA AMONIASI. httn ://w NNw.disnakiabar.go.i d./pdf/ amoniasipadi.odf. Dikuniungi12 April 2006. CAKRAWALA. 2005. Suplemer. pikiran rakyat, khusus iptek. Kamis 24 maret 2005. HARYANTO, B., SUPRIYATI dan S. N. JARMANI. 2004. Pemanfaatan probiotik dalam bio-proses untuk meningkatkan nilai nutrisi jerami padi untuk pakan domba. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 4-5 Agustus 2004. Bogor: Puslitbang Peternakan. Buku 1. Him. 298-304. MARTAWIDJA.JA M. 2003. Pemanfaatan jerami padi sebagai pengganti rumput untuk trnak ruminansia kecil. Wartazoa 13(3). REPUPLIKA. 2000. Jerami dijadikan bahan pupuk. Repuplika on line. http www republika. Co.id. 5 Januari 2000. Dikunjungi 12 April 2006. SUPRIYATI, IG.M. BUDIARSANA dan B. HARYANTO. 2006. Peningkatan nilai nutrisi jerami padi Edisi Khusus Kumpulan hasil-hasil penelitian APBN 2005. Balitnak. SUPRIYATI, I.G.M. BUDIARSANA, I-K. SUTAMA, dan B. SETIADL 2007. Inovasi teknologi peningkatan mutu jerami padi melalui fermentasi. Laporan Akhir Penelitian Kerjasama Balai Penelitian Ternak dan P 4 MI Badan Litbang Pertanian. UMIYASIH, U, GUNAWAN, D.E. WAHYONO, Y.N.ANOGRAENY dan I. W. MATHIUS. 2004. Pengguanaan bahan pakan lokal sebagai upaya efisiensi pada usaha pembibitan sapi potong komersial : Studi kasus di CV Bukit Indah Lumajang. Pros. Seminar Nasional Teknologi Petemakan dan Veteriner. Bogor 4-5 Agustus 2004. Puslitbang Peternakan, Bogor : Hlm. 86-90. 4 1 3