SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. menciptakan manusia sebagai makhluk hidup-nya, akan tetapi makhluk hidup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sifatnya subjektif. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan rasa puas terhadap hidup yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. peristiwa yang menyenangkan maupun peristiwa yang tidak menyenangkan.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Perceraian adalah puncak dari penyesuaian perkawinan yang buruk,

BAB I PENDAHULUAN. Sekitar lima tahun yang lalu, tepatnya pada tanggal 30 Desember 2005,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA PENARI STUDIO SENI AMERTA LAKSITA SEMARANG

Subjective Well-Being Pada Guru Sekolah Menengah. Dinda Arum Natasya Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

BAB I PENDAHULUAN. Kanker adalah istilah umum yang digunakan untuk satu kelompok besar penyakit

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA GURU BANTU SD SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

BAB I PENDAHULUAN. Pada perguruan tinggi mahasiswa tahun pertama harus bersiap menghadapi

PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar dan terencana

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. strategis di era globalisasi. Dengan adanya kemajuan tersebut, sesungguhnya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang dialaminya. Subjective well-being melibatkan evaluasi pada dua komponen, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan terdiri atas beberapa jenis, yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH. Masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-kanak ke masa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well-Being. kebermaknaan ( contentment). Beberapa peneliti menggunakan istilah well-being

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa kini banyak pola hidup yang kurang sehat di masyarakat sehingga

HUBUNGAN ANTARA RASA BERSYUKUR DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA PENDUDUK MISKIN DI DAERAH JAKARTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU NEGERI DI SMAN I WONOSARI DENGAN GURU SWASTA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN. Skripsi

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Desain Penelitian. penelitian antara dua kelompok penelitian.adapun yang dibandingkan adalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. akselerasi memberikan kesempatan bagi para siswa dalam percepatan belajar dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kebahagiaan. mengacu pada emosi positif yang dirasakan individu serta aktivitas-aktivitas

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dari konsep kesejahteraan subjektif yang mencakup aspek afektif dan kognitif

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Abdi dalem merupakan orang yang mengabdi pada Keraton, pengabdian abdi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Setiap individu di dalam hidupnya selalu berusaha untuk mencari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk individu dan juga makhluk sosial yang tidak

BAB I PENDAHULUAN. kebahagiaan seperti firman Allah dalam Qur`an Surat Al- Baqarah ayat 36

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. daya manusia pada bangsa ini tidak diimbangi dengan kualitasnya. Agar di

HUBUNGAN ANTARA EMPATI DENGAN PERILAKU ALTRUISME PADA MAHASISWA PSIKOLOGI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA NASKAH PUBLIKASI

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. keras untuk meraih kebahagiaaan (Elfida, 2008).

BAB III METODE PENELITIAN. A. Identifikasi Variabel Penelitian. Variabel dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel Bebas : Terapi Kebermaknaan Hidup

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BLUE PRINT SKALA KEMATANGAN VOKASIONAL. Kematangan vokasional merupakan kesiapan dan kemampuan individu dalam

RELATIONSHIP BETWEEN SPIRITUAL INTELLIGENCE AND SUBJECTIVE WELL-BEING IN CIVIL SERVANT GROUP II DIPONEGORO UNIVERSITY

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF WARIA PEKERJA SEKS KOMERSIAL (PSK) Mardha Tresnowaty Putri, Hadi Sutarmanto Universitas Gadjah Mada ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bidang pelayanan kesehatan tempat yang mendukung rujukan dari pelayanan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan pada abad ke-21 berupaya menerapkan pendidikan yang positif

BAB I PENDAHULUAN. Kristen. Setiap gereja Kristen memiliki persyaratan tersendiri untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Sekolah merupakan sarana untuk menuntut ilmu yang di percaya

Prosiding Psikologi ISSN:

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. akhir dan dewasa awal. Menurut Monks (dalam Desmita, 2012) remaja akhir

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Konsep Subjective well-being. juga peneliti yang menggunakan istilah emotion well-being untuk pengertian yang

PERBEDAAN SUBJECTIVE WELL BEING ANTARA GURU BERSERTIFIKASI DAN NON SERTIFIKASI

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. bahasan dalam psikologi positif adalah terkait dengan subjective well being individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. usahanya tersebut. Profesi buruh gendong banyak dikerjakan oleh kaum

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Kebahagiaan merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan, karena pada

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pekerjaan merupakan sesuatu yang dapat menimbulkan stress. Banyak

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. PT. Permata Finance Indonesia (PT. PFI) dan PT. Nusa Surya Ciptadana

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kebijakan publik tentang masalah anak dan rencana anak, isu utama kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut terbentang dari masa bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa, hingga masa

Kesehatan Mental. Strategi Meningkatkan Kesejahteraan Psikologis. Aulia Kirana, M.Psi, Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

BAB I PENDAHULUAN. Harapan bagi setiap wanita yang ada di dunia ini adalah untuk bisa

INVENTORI TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SD. Berikut ini 50 rumpun pernyataan, setiap rumpun terdiri atas 4 pernyataan

BAB III METODE PENELITIAN. data bersifat kuantitatif statistik, dan bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sekolah Dasar RSBI Kebon Jeruk 11 Pagi merupakan sekolah yang sudah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah hal yang penting dan tidak dapat dipisahkan dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Coping Stress. mengurangi distres. Menurut J.P.Chaplin (Badru, 2010) yaitu tingkah laku

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. sosial yang harus hidup di tengah lingkungan sosial. Melalui proses sosialisasi. mengadakan interaksi sosial dalam pergaulannya.

BAB I PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG Proses pendidikan formal adalah suatu proses yang kompleks yang

HUBUNGAN ANTARA KONTROL DIRI DAN SUBJECTIVE WELL- BEING PADA GURU SEKOLAH DASAR

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dipandang mampu menjadi jembatan menuju kemajuan, dan

KONTRIBUSI RELIGIUSITAS TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA MAHASISWA

Perkembangan Sepanjang Hayat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Mutia Ramadanti Nur,2013

BAB I PENDAHULUAN. penduduk tersebutlah yang menjadi salah satu masalah bagi suatu kota besar.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kebutuhan manusia dari kebutuhan yang bersifat paling dasar seperti makan, minum, dan pakaian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan inti dari sifat biologis, kognitif, dan aturan-aturan sosial.

PERAN KELUARGA INTI DALAM MENUMBUHKAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan tonggak pembangunan sebuah bangsa. Kemajuan. dan kemunduran suatu bangsa dapat diukur melalui pendidikan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Di Indonesia seseorang dikatakan sejahtera apabila dapat memenuhi

HUBUNGAN ANTARA KONFLIK PERAN GANDA DENGAN STRES KERJA PADA GURU WANITA SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN KEBONARUM KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

KEBAHAGIAAN PADA BURUH GENDONG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Subjective Well Being. Menurut Diener (2009) definisi dari subjective well being (SWB) dan

BAB I PENDAHULUAN. Individu pada usia remaja di sekolah adalah sebagai individu yang sedang

DUKUNGAN SOSIAL DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA TENAGA KERJA WANITA PT. ARNI FAMILY UNGARAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. berbagai umur dan lapisan masyarakat. Kebahagiaan bukan hanya berkisar pada

BAB 2 LANDASAN TEORI. Ada dua tradisi dalam memandang kebahagiaan, yaitu kebahagiaan

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. hidupnya, menurut beberapa tokoh psikologi Subjective Well Being

Studi Deskriptif Children Well-Being pada Korban Pelecehan Seksual yang Berusia 8-12 Tahun di Sukabumi

LAPORAN PENELITIAN PERILAKU BERHUTANG DENGAN PERASAAN SENANG PADA MAHASISWA

Transkripsi:

SUBJECTIVE WELL-BEING PADA GURU SEKOLAH LUAR BIASA (SLB) Ibnu Firmansyah, Erlina Listyanti Widuri Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan psycho_ibnu@yahoo.com Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses subjective well-being pada guru SLB serta faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being pada guru SLB. Subjek dalam penelitian ini yaitu guru SLB sebanyak dua orang. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Analisis data penelitian dengan menggunakan analisis isi. Berdasarkan dari hasil analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa susbjective well-being pada guru SLB sebelum bekerja kurang baik, guru SLB masih merasakan afek negatif yaitu adanya perasaan terkejut, cemas, ragu-ragu, tidak adanya ketertarikan dan malas. Subjective well-being setelah bekerja baik, guru SLB merasakan afek positif yaitu perasaan takut ketika pertama kali bekerja mulai berkurang, ketertarikan terhadap pekerjaan mulai dirasakan dengan melakukan penyesuaian diri. Perasaan guru SLB saat ini yaitu senang atas keberhasilan mengajar, dapat menyalurkan hobi, senang berinteraksi dengan siswa dan tumbuhnya perasaan mencintai siswa. Selain itu guru SLB merasakan kepuasan hidup yaitu cita-citanya sesuai dengan yang diharapkan, memiliki harapan dan tujuan hidup, adanya perasaan bangga dengan profesinya, tumbuhnya rasa empati dan sikap altruisme, memiliki strategi coping dalam menghadapi masalah sehingga dapat mengambil hikmah dari setiap peristiwa, mampu mengendalikan diri dan bersikap sabar. Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi subjective well-being pada guru SLB, yaitu agama, gaji dan latar belakang pendidikan. Kata Kunci Subjective Well Being, Guru Sekolah Luar Biasa (SLB) PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dari dunia kehidupan manusia. Menurut pasal 15 dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 2003, pendidikan terdiri dari beberapa jenis yaitu pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus. Pendidikan Khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Menurut Petunjuk Pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1993, lembaga pendidikan SLB adalah lembaga pendidikan yang bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental, perilaku dan sosial agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan. SLB (Sekolah Luar biasa) tidak pernah lepas dari peran utama seorang guru dalam proses pembelajarannya. Seorang guru SLB harus nyaman dan senang dengan pekerjaannya sehingga dapat menikmati kehidupannya walaupun tugas dan pekerjan yang 1

dihadapinya sangat berat. Pekerjaan bukan lagi sebuah beban, namun pekerjaan dapat mereka nikmati sehingga mereka merasa puas dengan kehidupan yang mereka jalani. Hal tersebut sebagaimana yang diasumsikan oleh Diener et al.,(lihardja dkk., 2011) bahwa suatu unsur dari kehidupan yang baik adalah bahwa orang itu sendiri menyukai kehidupannya. Dimana orang yang dapat menikmati kehidupannya maka memiliki subjective well-being. Pada kenyataanya, masyarakat memandang bahwa pekerjaan sebagai guru SLB merupakan pekerjaan yang sangat sulit, banyak pekerjaan lain yang lebih menjanjikan, lebih mudah dan lebih cepat menghasilkan uang. Pada dasarnya menjadi guru SLB sangat membutuhkan kesabaran yang tinggi, tidak hanya menyampaikan materi saja, namun juga harus mampu menjalin komunikasi yang berbeda pula dengan orang yang bekerja di tempat lain, bahkan dengan guru di sekolah umumpun berbeda. Menurut Wahyuni (2005), hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Direktur Pendidikan Luar Biasa Depdiknas menyatakan bahwa mengajar siswa SLB itu bukan perkara yang mudah, guru SLB perlu memiliki ketekunan yang lebih besar dibandingkan dengan profesi guru lainnya, guru di SLB juga harus sangat sabar dalam melayani siswanya, oleh karenanya diperlukan unsur pengabdian. Rosdiana (2013) menambahkan bahwa menjadi guru di SLB sangat berbeda dengan guru di sekolah umum, selain harus sabar dan tekun dalam menghadapi anak didiknya, juga harus bisa ikhlas dalam memberikan pelajaran, guru SLB juga harus menganggap anak didik seperti anak sendiri, ketika mengajar harus mampu membaca apa yang diinginkan anak didiknya. Bekerja sebagai guru SLB harus mampu memahami karakter anak didik, karena sifat siswanya sangat sensitif, perlu keikhlasan dalam pendekatannya. Sugianto (2012) selaku kepala sekolah SLB ACD Pertiwi Mojokerto, menjelaskan bahwa jumlah siswa di SLB ACD sebanyak 64 dengan 11 orang guru pengajar, termasuk satu kepala sekolah dan satu tata usaha (TU), dengan jumlah siswa total sebanyak 64 siswa SLB ACD Pertiwi hanya memiliki sembilan orang guru, kurang dari ideal karena satu guru masih menangani delapan siswa, menurutnya guru sangat kesulitan untuk mengendalikan siswa yang banyak (Sugianto, 2012). Di daerah lain Adi (2008) mengemukakan bahwa sebanyak 32 guru yang bertugas di SLB Bina Center Rejosari, Kecamatan Tenayan, Pekanbaru, tidak menerima gaji selama 3 bulan, walaupun gaji yang diberikan pun sangat kecil, nasib mereka tidak diperhatikan padahal tugas yang mereka emban sebagai guru SLB sangat berat dibandingkan guru di sekolah umum. Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa sedikitnya jumlah tenaga pengajar tidak seimbang dengan banyaknya jumlah siswa, selain itu nasib guru SLB juga masih kurang mendapatkan perhatian oleh pemerintah. Hal itu menunjukkan bahwa pekerjaan yang dihadapi guru SLB sangat berat, sehingga membutuhkan kesabaran yang lebih besar. Melihat dari perlunya kesabaran yang tinggi serta perlunya kenyamanan yang dirasakan dalam mengajar maka mempengaruhi subjective well-being pada guru SLB. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi terhadap dua guru SLB di SLB Rena Ring Putra 2 pada tanggal 5 Maret 2013 dan tanggal 18 April 2013 didapatkan hasil wawancara bahwa guru yang pertama mengakui perjalanan karir menjadi guru SLB tidak mudah, ketika pertama kali bekerja merasakan kesulitan menjadi guru SLB, guru tersebut mengaku kelelahan menangani siswa, ia mengaku sulit mengontrol emosi karena tidak semua siswa memahami materi yang disampaikan dan merasa lelah menyampaikan materi berulang-ulang. Selain itu ia juga mengakui bahwa ketika mengabdi gaji yang didapatkan tidak mencukupi. Berdasarkan hal tersebut menunjukan bahwa subjective well-being pada guru SLB rendah. Pada guru ke-dua juga mengakui bahwa menjadi guru SLB tidak mudah, pada awalnya ia mengaku takut dalam berinteraksi dengan siswa dan sulit menjalin komunikasi 2

dengan siswa, menurutnya guru SLB harus mempunyai rasa sayang dan kecintaan terlebih dahulu terhadap siswa. Ia juga mengaku kesulitan dalam mengajar dan kesulitan memahami siswa, guru tersebut juga mengaku sempat mengalami stres mengajar, ia mengaku bingung ketika siswanya nakal-nakal dan sulit diatur. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa subjective well-being pada guru SLB rendah. Berdasarkan hasil observasi tanggal 5 Maret 2013 dan tanggal 18 April 2013 pada kedua guru SLB diperoleh bahwa hasil observasi memperlihatkan bahwa ketika berkomunikasi dengan siswa SLB harus perlahan-lahan dan berulang-ulang, guru SLB terlihat kesulitan dalam menangani siswa yang terlalu banyak, guru SLB juga terlihat kelelahan ketika semua siswa meminta untuk dilayani dan ketika siswa yang satu sudah memahami namun siswa yang lain belum memahami yang disampaikan. Berdasarkan hal tersebut menunjukan bahwa subjective well-being pada guru SLB rendah. Menurut Diener, Lucas, Oishi (2005), subjective well-being merupakan konsep yang sangat luas, meliputi emosi pengalaman menyenangkan, rendahnya tingkat mood negatif, dan kepuasan hidup yang tinggi. Menurut Diener, Lucas, Oishi (2005), istilah subjective wellbeing didefinisikan sebagai evaluasi kognitif dan afektif seseorang tentang hidupnya. Evaluasi ini meliputi penilaian emosional terhadap berbagai kejadian yang dialami yang sejalan dengan penilaian kognitif terhadap kepuasan dan pemenuhan hidup (Diener, Lucas, Oishi, 2005). Diponegorgo (2008) menambahkan bahwa evaluasi kognitif orang yang bahagia berupa kepuasan hidup yang tinggi, evaluasi afektifnya adalah banyaknya afek positif dan sedikitnya afek negatif yang dirasakan. Diener dan Scollon (Diponegoro, 2008) menyebutkan bahwa ada dua komponen utama kesejahteraan subjektif, yaitu kepuasan hidup dan afek. Diponegoro (2008) mengatakan bahwa penelitian-penelitian tentang faktor yang mempengaruhi kesejahteraan subjektif dapat dikelompokkan menjadi dua: faktor eksternal dan internal. Penghasilan, kesehatan, bentuk tubuh, dan faktor demografis (usia, jenis kelamin dan pendidikan) merupakan faktor eksternal. Wilson (Diener dkk., 2005) menyatakan bahwa faktor demografis memiliki hubungan dengan subjective well-being. Berikut ini akan dipaparkan variabel-variabel demografis yang mempengaruhi subjective well being seseorang. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami peristiwa dan kaitannya terhadap orang-orang yang berada dalam situasi tertentu (Moleong, 2012). Sampling yang akan digunanakan dalam penelitian ini adalah sampling bertujuan (purposive sampling). Menurut Purwanto (2012), sampling bertujuan (purposive sampling) adalah pengambilan sampel yang dilakukan dengan memilih secara sengaja menyesuaikan dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini subjek yang dipilih untuk penelitian menggunakan dua subjek, yaitu laki-laki dan perempuan yang telah bekerja minimal sepuluh tahun. Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu wawancara dan observasi. Dalam penelitian ini model wawancara yang digunakan adalah semistructure interview atau wawancara semi terstruktur. Menurut Moleong (2012), wawancara semi terstruktur yaitu jenis wawancara yang dalam pelaksanaannya ada guide, ada pedoman tetapi pertanyaannya ditanyakan secara semu, artinya yaitu pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan akan disesuaikan dengan kondisi. Teknik observasi yang digunakan adalah observasi nonpartisipan. Menurut Poerwandari (2007), observasi nonpartisipan yaitu peneliti tidak terlibat langsung dengan subjek penelitian peneliti dan tidak ikut serta dalam semua aktivitas yang dilakukan subjek tetapi hanya mencatatnya. Data yang diperoleh akan diolah melalui proses verbatim dan dari hasil verbatim akan dianalisis dengan menggunakan analisis isi. Menurut Muhadjir (2000), analisis isi 3

merupakan analisis ilmiah tentang pesan suatu komunikasi, teknis analisis isi mencakup upaya klasifikasi tanda-tanda yang dipakai dalam komunikasi menggunakan analisis tertentu sebagai pembuat prediksi. Poerwandari (2007) mengatakan bahwa kredibilitas dalam penelitian kualitatif keberhasilan mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial atau pola interaksi yang kompleks. Dalam penelitian kualitatif kredibilitas atau keterpercayaan data akan lebih valid apabila dilakukan triangulasi. Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber (Sugiyono, 2011). HASIL DAN PEMBAHASAN Afek positif dan negatif ditemukan pada kedua subjek dalam penelitian ini. Afek negatif dirasakan oleh kedua subjek ketika akan bekerja. Menurut Emmons (Utami, 2009) bahwa afek negatif berhubungan dengan kebingungan seseorang terhadap tujuannya dan konflik dengan tujuannya. Perasaan ketika pertama kali bekerja ditemukan adanya afek negatif dan afek positif, afek positif dirasakan setelah melakukan penyesuaian diri dan mendalami siswa SLB. Kartono. Perasaan setelah memiliki pengalaman bekerja ditemukan adanya afek positif pada kedua subjek. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Csikszentmihalyi (Ariati, 2010) bahwa pekerjaan berhubungan dengan subjective well-being karena pekerjaan menawarkan stimulasi yang optimal bagi seseorang untuk menemukan kesenangan, hubungan sosial yang positif, dan rasa identitas dan makna. Dalam menjalin hubungan di lingkungan kerja ditemukan adanya afek positif, kebutuhan affiliasi menumbuhkan perasaan bahagia, menyayangi dan mencintai siswa SLB. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kasser dan Ryan (Utami, 2009) bahwa kebutuhan afiliasi ini merupakan salah satu dari tujuan intrinsik, dan tujuan intrinsik itu secara positif berkorelasi dengan kesejahteraan subjektif. Berikut tabel afek pada kedua subjek: Tabel 2. Afek pada Guru SLB No Perasaan ketika akan bekerja 1. Muncul afek negatif: perasaan terkejut, takut, tidak memiliki minat, malas. 2. Muncul afek negatif: takut, tidak memiliki ketertarikan Perasaan ketika pertama kali bekerja Masih merasakan afek negatif: tidak ada ketertarikan, malas Mulai merasaka afek positif: merasakan adanya ketertarikan, hilangnya perasaan takut Perasaan setelah berpengalaman kerja Merasakan afek positif: senang atas keberhasilan, pekerjaan sesuai hobi, bekerja sesuai kemampuan Merasakan afek positif: senang atas keberhasilan, senang melihat perkembangan anak didik, senang berbagi ilmu Perasaan dalam menjalin hubungan Merasakan afek positif: perasaan senang menjalin hubungan, adanya perasaan menyayangi muridnya. Merasakan afek positif: rasa senang memberi keceriaan untuk orang lain, terhibur melihat tingkah laku muridnya. Pandangan masa depan kedua subjek merasakan kepuasan hidup yaitu keinginan masa lalu kedua subjek yang tercapai dan memiliki tujuan dan impian dimasa depan. 4

Individu yang puas memiliki penilaian bahwa apa yang sudah dicapai atau diperolehnya sudah sesuai dengan harapan atau cita-citanya dan memandang secara positif kehidupan di masa yang akan datang (Diponegoro, 2006). Pandangan terhadap profesi pada kedua subjek ditemukan kepuasan hidup yaitu bangga terhadap pofesi, keberhasilan, bangga bersikap sabar. Argyle (Utami, 2009) menyatakan bahwa kepuasan kerja memiliki korelasi yang cukup kuat dengan kepuasan hidup. Dalam hubungan sosial kedua subjek merasakan kepuasan hidup, Pada kedua subjek ditemukan rasa empati dan sikap altruisme untuk membantu orang lain memberikan dampak positif pada kehidupannya. Empati merupakan kemampuan yang dimiliki individu untuk mengerti dan menghargai perasaan orang lain dengan cara memahami perasaan dan emosi orang lain serta memandang situasi dari sudut pandang orang lain (Asih & Pratiwi, 2010). Sikap altruisme yang dilakukan subjek pertama yaitu donating. Menurut Einsberg dan Mussen (Asih & Pratiwi, 2010) donating (menyumbang) dapat diartikan bahwa individu yang memiliki sifat altruis senang memberikan sesuatu atau suatu bantuan kepada orang lain tanpa mengharapkan bantuan dari orang yang ditolongnya. Pada subjek kedua sikap altruisme yang dilakukan yaitu helping (menolong). Menurut Einsberg dan Mussen (Asih & Pratiwi, 2010) helping (menolong) berarti individu yang memiliki sifat altruis senang membantu orang lain dan memberikan apa-apa yang berguna ketika orang lain kesusahan karena hal tersebut dapat menimbulkan perasaan positif dalam diri si penolong. Pandangan dalam menghadapi permasalahan yaitu dapat melakukan strategi coping sehingga mampu mengambil hikmah, mampu mengontrol emosi, mampu bersikap sabar. Bentuk avoidance coping yang dilakukan yaitu seeking meaning. Menurut Aldwin dan Revenson (Indirawati, 2006) Avoidance coping seeking meaning adalah suatu proses dimana individu mencari arti kegagalan yang dialami bagi dirinya sendiri dan mencoba mencari segi-segi yang menurutnya penting dalam hidupnya. Sealain itu juga Approach coping instrumental action. Menurut Aldwin dan Revenson (Indirawati, 2006) Approach coping instrumental action yaitu tindakan individu yang diarahkan pada penyelesaian masalah secara langsung, serta menyusun langkah yang akan dilakukan.berikut tabel kepuasan hidup pada kedua subjek: Tabel 3. Kepuasan hidup Pada Guru SLB No Pandangan terhadap masa depan 1 cita cita sesuai dengan kenyataan, impian mendidik siswa sampai berprestasi 2 Lingkungan kerja sesuai yang diharapkan, harapan dan impian terus Pandangan terhadap profesi tidak malu dengan profesinya, merasa bangga atas kesabaran mendidik sampai berprestasi merasa bangga berhasil mendidik dan melihat perkembangan anak Pandangan terhadap hubungan sosial mensyukuri sikap altruisme yang dilakukan. empati yang semakin tinggi, dan sikap altruisme Pandangan terhadap permasalahan mengambil hikmah dari peristiwa yang dialami, dapat mengontrol diri, mengontrol emosi dalam berinteraksi bersikap sabar, memahami karakteristik anak. 5

membina anak didik, membuat penanmpungan untuk yang kurang mampu Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi subjective well-being pada guru SLB yaitu agama, gaji dan latar belakang pendidikan. Agama diduga memberikan pengaruh subjective well-being pada guru SLB. Kedua subjek memiliki kepercayaan terhadap agama seperti meyakini adanya surga, sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya (islam), subjek meyakini jika subjek bekerja dengan tulus akan masuk surga., percaya dengan adanya takdir, subjek mempercayai bahwa pekerjaan yang dijalani subjek merupakan rencana tuhan dan pekerjaanya akan membawa keberkahan bagi subjek karena pekerjaan subjek adalah menolong orang lain. Hasil penelitian ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Diener et al., (Diponegoro, 2008) yang menyatakan bahwa beberapa ajaran lain yang berasal dari agamaagama tersebut (nasrani, yahudi, islam) yang berpotensi untuk menentukan kesejahteraan subjektif adalah kepercayaan akan adanya hidup sesudah mati, adanya surga dan takdir (segala sesuatu yang telah ditentukan terhadap seseorang mempunyai arti positif bagi individu tersebut). Gaji diduga memberikan pengaruh terhadap subjective well-being pada guru SLB yaitu bersyukur karena selain gaji yang didapatkannya, keberhasilan subjek dalam mengajar juga membuat subjek bersyukur. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa penghasilan yang diperolah membuat seseorang mensyukuri apa yang telah didapatkannya dan berpengaruh terhadap kebahagaiaan yang dirasakan. Diponegoro (2008) mengatakan bahwa peningkatan penghasilan dalam taraf tertentu mampu meningkatkan kesejahteraan subjektif manusia. Latar belakang pendidikan diduga turut memberikan pengaruh terhadap subjective well-being pada guru SLB. Pada subjek HS perasaan nyaman dan senang bekerja dirasakan karena latar belakang pendidikannya sesuai dengan pekerjaan yang dijalaninya. Pada subjek SS terungkap dari significant person bahwa subjek dapat menikmati dalam hal menjalin hubungan dengan siswanya karena latar belakang pendidikan yaitu SD PLB. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa latar belakang pendidikan subjek mempengaruhi kebahagaiaan yang dirasakan, ilmu pengetahuan yang diperolehnya ketika kuliah berdampak positif pada pekerjaan yang dijalaninya sebagai guru SLB. Seperti yang dikemukakan oleh Diponegoro (2008) bahwa tingkat pendidikan atau pengetahuan materi pelajaran tertentu merupakan salah satu faktor penentu status sosial yang akan mempengaruhi kesejahteraan subjektif individu. SIMPULAN Subjective well-being pada guru SLB dapat disimpulkan bahwa guru SLB sebelum menjadi guru SLB yaitu adanya perasaan terkejut, cemas, ragu-ragu tidak adanya ketertarikan dan bermalas-malasan. Ketika pertama kali bekerja guru SLB mulai melakukan penyesuaian diri dengan siswa SLB kemudian perasaan takut terhadap siswa SLB mulai berkurang dan guru SLB mulai merasakan adanya ketertarikan terhadap pekerjaanya. Perasaan guru SLB saat ini setelah memiliki pengalaman bekerja yaitu mulai merasa senang atas keberhasilan mengajar, merasakan hobinya dapat disalurkan, dapat bekerja dengan senang hati, merasa senang berinteraksi dengan siswa, merasa senang melihat perkembangan siswanya, tumbuhnya perasaan menyayangi dan mencintai siswanya, kemudian guru SLB merasakan kepuasan hidup. 6

Kepuasan hidup yang dirasakan guru SLB yaitu kepuasan terhadap masa depannya, cita-citanya sesuai dengan yang diharapkan, memiliki tujuan masa depan untuk berprestasi membina siswa SLB dan membantu orang lain yang membutuhkan. Guru SLB merasa puas dengan profesi yang dijalaninya yaitu tidak merasa malu dengan pekerjaanya, merasa bangga dengan profesinya sebagai guru SLB, merasa bangga dapat berhasil mendidik siswa SLB. Dalam kehidupan sosial guru SLB juga merasakan kepuasan hidup yaitu mempunyai rasa empati dan sikap altruisme sehingga guru SLB bersyukur dapat bermanfaat untuk orang lain. Guru SLB merasakan kepuasan hidup dalam mengatasi masalah karena mampu melakukan strategi coping sehingga dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang dialami, mampu mengendalikan diri, mampu bersikap sabar, dan dapat memahami orang lain. Ada beberapa faktor yang diduga dapat mempengaruhi subjective well-being pada guru SLB yaitu faktor agama seperti percaya terhadap adanya surga dan percaya terhadap adanya takdir. Gaji juga diduga mempengaruhi subjective well-being seperti gaji yang diperoleh guru SLB. Selain itu, latar belakang pendidikan juga diduga mempengaruhi subjective well-being pada guru SLB seperti merasa nyaman, senang dan menikmati pekerjaan karena pendidikannya yaitu PLB. DAFTAR PUSTAKA Ariati, J. (2010). Subjective Well-Being (Kesejahteraan Subjektif) dan Kepuasan kerja Pada Staf Pengajar (Dosen) di Lingkungan Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro. Jurnal Psikologi Undip. 02: 117-123. Asih, G. Y. & Pratiwi, M. S. (2010). Perilaku Prososial Ditinjau dari Empati dan Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus. 01 : 33-42 Diener, E. (2005). Guidelines for National of Subjective Well- Being and III- Being. Retrieve from http://link.springer.com/article/10.1007%-9007-x. 8 Mei 2013. Diener, Ed., Lucas, R, E., & Oishi, S. (2005). Subjective well-being: the science of happiness and life satisfaction. New York: Oxford University Press. Diponegoro, A. M. (2006). Peran Stress Management Terhadap Kesejahteraan Subjektif. Jurnal Humanitas. 03: 137-145. Diponegoro, A. M. (2008). Psikologi Konseling Islami dan Psikologi Positif. Yogyakarta: UAD Press. Indirawati, E. (2006). Hubungan antara Kematangan Beragama dengan Kecenderungan Strategi Coping. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro. 03: 69-92. Lihardja, N., Gunawan, I., & Halim, M. (2011). Subjective Well-Being Wanita Dewasa Madya Survivor Kanker Payudara. Jurnal Arkhe. 16: 34-45. Moleong, J. L. (2012). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Muhadjir, N. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Poerwandari, E.K. (2007). Pendidikan Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta: Perfecta. Purwanto. (2012). Metodologi Penelitian untuk Kuantitatif Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar. 7

Rosdiana. (2013). Guru SLB Tanjung Pinang. Diunduh dari http://www.haluankepri.com/siape-die/46261-rosdiana-guru-slbtanjungpinang.html. 9 April 2013. Sugianto. (2012). Guru SLB Mojokerto Minta Diperhatikan. Diunduh dari http://www.koranpendidikan.com/view/812/guru-slb-mojokerto-mintadiperhatikan.html. 16 November 2012. Sugiyono, J. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R dan D. Bandung: Alfabeta. Undang-undang RI nomor 2 tahun 2003, pasal 15 tentang Sistem PendidikanNasional.www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/40/248.bpk.4 Maret 2013. Utami, M. S. (2009). Keterlibatan dalam Kegiatan dan Kesejahteraan Subjektif Mahasiswa. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada. 36: 144-163. Wahyuni, T. (2005). Guru SLB Kian Langka. Diunduh dari http://www.suarakaryaonline.com/news.html?id=122530. 9 April 2013. 8